Disclaimer : Masashi Kishimoto
Setting : Alternative Universe
Pairing : Gaara x Tenten
Rate : T
Story by : Tamamushi
Summary :
7 hari sebelum pernikahan Tenten bersama pria yang menurutnya gila. Yang lebih gilanya lagi ia menerima pernikahan ini. Bagaimana persiapan Tenten seminggu sebelum hari besarnya itu?
.
{{ 7 Hari Menuju Pernikahan }}
.
Tenten termangu memandang ke luar jendela mobil mewah yang dikendarai Gaara saat ini. Tak satupun dari keduanya berniat membuka pembicaraan, meskipun Tenten tahu ia tak bisa berharap banyak dari Gaara –untuk memecah keheningan maksudnya. Bayangan bagaimana ia menyetujui lamaran keluarga Sabaku masih dengan jelas menghantuinya hingga saat ini, oh bila perlu disebutkan ia tak bisa tidur semalam suntuk. Saat ini ia tengah berada diperjalanan menuju kediaman Sabaku, calon ibu mertua ingin bertemu dengannya. Kemudian, ia melirik pria berusia dua puluh satu tahun di sampingnya ini yang masih sibuk menyetir.
"Ada apa?" tanya Gaara yang menyadari bahwa Tenten terus saja meliriknya.
"Bukan apa-apa." Balas Tenten. Dan suasana kembali hening hingga mereka sampai di kediaman Sabaku.
.
{{ 7 Hari Menuju Pernikahan }}
.
Berapa kalipun Tenten memandangi bangunan di depannya ini, yang terlintas di kepalanya bukanlah rumah sederhana dengan tiga sampai empat ruangan, melainkan sebuah istana. Bangunan itu sendiri memiliki desain eksterior bergaya Eropa, dengan taman yang sangat luas mengitarinya. Mobil mewah Gaara kemudian berhenti tepat di depan bangunan luas yang Tenten tidak tahu berapa ukurannya itu. Gaara keluar dari mobil, meninggalkan Tenten dan kunci mobilnya di dalam. Tenten masih menunggu di dalam mobil saat suara Gaara menginterupsi.
"Sampai kapan kau akan berada di dalam sana?" tanya Gaara dengan nada datarnya.
"Ku kira kau akan membukakan pintu seperti film-film romansa yang ku tonton bersama ibu." Keluh Tenten sembari mengingat adegan romantis aktor pria yang membukakan pintu untuk gadisnya.
"Ku pikir kau adalah gadis tomboy yang tidak ingin bergantung pada orang lain." Gaara membalas perkataan Tenten yang sepertinya tepat mengenai hati gadis itu.
"Dimana pria sok romantis yang menciumku kemarin malam." Gerutu Tenten yang tentu saja diabaikan oleh pria itu, ia lalu mengekor di belakang Gaara memasuki kediaman Sabaku.
.
{{ 7 Hari Menuju Pernikahan }}
.
Sesaat kemudian, Tenten dan Gaara berada di sebuah ruangan yang Tenten duga adalah ruang keluarga, dilihat dari banyaknya sofa yang menghiasi bagian tengah ruangan itu. Tak lama setelahnya muncul sesosok pria yang Tenten kenali sebagai Kankuro, yang membawa segelas kopi untuknya sendiri.
"Yo Tenten." Sapa Kankuro riang pada adik tingkatnya itu.
"Selamat pagi, senpai." Tenten membalas sapaan dengan sopan.
"Kenapa kikuk sekali? Oh mungkin karena ada Gaara. Hoi, Gaara biarkanlah calon istrimu itu duduk, kau tega sekali. Dan Tenten, biar ku minta Matsuri untuk membuatkan minuman." Usai berkata demikian, Kankuro kembali ke dapur –meminta istri sahnya sejak dua hari lalu itu untuk membuat minuman.
Suasana hening menghinggapi Tenten dan Gaara, Tenten masih saja melirik pria di sampingnya itu.
"Apa? Duduk saja kalau kau mau." Ujar Gaara kemudian berlalu entah kemana.
Tenten memutuskan untuk duduk di salah satu sofa, merapatkan kakinya berusaha untuk bersikap sopan. Tentu saja keluarganya mengajarkan bagaimana beretika sebagai tamu, well, meskipun ia akan tinggal di sini pada akhirnya dan hei kenapa ia merasa bersemangat seperti ini. Setelah duduk, Tenten kemudian melihat-lihat isi ruangan itu. Banyak sekali furnitur di sana, mulai dari rak-rak yang penuh berisi pajangan hingga vas-vas penuh ukiran yang Tenten yakini harganya menjulang.
"Ah nak Tenten!" suara lembut itu terdengar dari belakang Tenten, menampilkan sosok Karura sebagai ibu dari tiga bersaudara Sabaku.
"S-Selamat pagi, bibi Karura." Sapa Tenten sopan.
"Jangan panggil bibi, kamu akan jadi anak perempuanku juga jadi panggil aku ibu." Karura menyamankan duduknya di sebelah Tenten.
"B-baik, bu." Balas Tenten yang dihadiahi elusan lembut di kepalanya.
"Dimana Gaara? Bukankah seharusnya kalian bersama saat ini?" Karura memandang heran pada Tenten yang duduk sendirian.
"Dia menghilang entah kemana." Balas Tenten seadanya walaupun memang itu kenyataannya.
"Anak itu suka menghilang begitu saja, akan ku tegur ia nanti." Gumam Karura yang masih bisa didengar Tenten yang kini tampak meringis.
Bagi Tenten, Karura tak terlihat sebagai seorang ibu dengan tiga anak yang keseluruhannya sudah berkuliah –kecuali Temari yang saat ini tengah hamil anak pertamanya. Karura malah terlihat seperti 'mahmud abas' –istilah beken untuk mamah muda anak baru satu. Karura tertawa lepas saat Tenten mengutarakan pemikirannya itu.
"Anak-anak zaman sekarang, ada-ada saja." Karura masih tertawa setelahnya. "Dan ssst, Tenten, bagaimana pertemuanmu dengan Gaara, hmm? Aku penasaran bagaimana anak seperti dia bisa main lamar begitu saja." Tanya Karura lalu mendesah mengomentari tingkah anak bungsunya yang memang sulit ditebak.
"Sebenarnya kami bertemu dua hari yang lalu di resepsi pernikahan Kankuro-senpai. Lalu ..." Tenten bercerita mengenai pertemuannya.
Dimulai dari ia yang menyalami Kankuro dan Matsuri, lalu kebingungan mencari Rock Lee yang kemudian berakhir dengan ia menolong calon suaminya itu dari Mukade dan Sara.
"Ibu tidak menyangka, kamu bisa senekat itu." Karura tertawa lagi.
"Aku sebenarnya tidak ingin ikut campur, tapi sepertinya Gaara bukanlah tipe-tipe yang bisa menolak secara halus." Tenten dan Karura kembali bercerita.
Matsuri kemudian datang membawa segelas minuman. Ia agak kaget saat melihat sang ibu mertua duduk bersama calon adik iparnya itu.
"Ibu ingin ku buatkan minuman juga?" tawar Matsuri pada Karura.
"Tidak usah, Matsuri. Ibu masih harus bersiap untuk hari ini, bukankah kita ada rencana untuk bertemu dengan Wedding Organizer?" Matsuri menepuk dahinya mendengar penuturan Karura.
"Aku benar-benar lupa, aku harus bersiap juga. Oh iya dimana Gaara?" tanya Matsuri kemudian yang dibalas gelengan oleh Tenten.
"Anak itu entah kemana, mungkin di kamarnya. Tenten, kamu tidak apa-apa ibu tinggal sebentar?" Karura tampak ragu sebelum meninggalkan calon menantunya itu.
"Tidak apa, ibu. Aku ingin melihat-lihat sebentar di sini." Balas Tenten lalu tersenyum.
"Baiklah, ibu akan panggilkan Gaara. Sebentar ya." Tenten mengangguk lalu melihat punggung nyonya Sabaku itu berlalu.
Tenten bersungut kemudian, Gaara tidak bilang apa-apa soal Wedding apalah itu tadi. Ia hanya bilang bahwa ibunya –Karura, ingin bertemu dengannya hari ini. Tenten hanya mengenakan sweater berwarna hijau toska dengan celana panjang abu-abu membalut kakinya. Masa aku pergi dengan pakaian seperti ini keluh Tenten dalam hati. Ia merutuki Gaara yang notabene calon suaminya itu.
"Kau terlihat seperti merencanakan pembunuhan dalam kepalamu." Suara tak asing ini mengagetkan lamunan Tenten.
"Oh jangan bilang padaku kau beralih profesi menjadi peramal dadakan." Balas Tenten ketus pada Gaara yang kini muncul dari lantai dua.
"Katakan itu pada ekspresimu yang mudah sekali dibaca." Tenten ingin sekali memukul wajah pria yang kini duduk berseberangan dengannya.
"Kenapa kau tak bilang kalau aku akan ikut menemui apalah itu tadi yang disebut Ibu." Sungut Tenten lalu melipat kedua tangannya.
"Tanyakan pada ibu, beliau hanya minta padaku untuk menjemputmu." Gaara dengan tenang menjawab.
[Flashback – 8.00 AM]
"Tenten, cepatlah! Gaara sudah menunggu di luar!" suara setengah berteriak milik ibunya itu memenuhi rumah.
"Baik bu! Sebentar lagi aku turun!" balas Tenten tak kalah lantangnya.
Salahkan Gaara yang meleponnya pagi-pagi buta mengatakan akan menjemputnya jam delapan tepat pagi ini, yang mana membuat gadis yang akan menginjak usia dua puluh satu tahun pada bulan Maret nanti merungut untuk yang entah keberapa kali.
Gaara tengah berbincang dengan ayah Tenten, yang Tenten tak tahu apa topiknya saat ia turun dari lantai dua menghampiri keduanya.
"Gaara, ku titip Tenten padamu." Suara ayah Tenten terdengar setelah keduanya keluar dari rumah minimalis keluarga Chao.
"Ayah apaan sih?" keluh Tenten, ayahnya tidak pernah seperti ini sebelumnya. Ia ingin tahu apa yang dilakukan Gaara pada ayahnya yang terkenal galak soal pria-pria yang mendekati Tenten.
"Kami permisi, tuan Chao." Ujar Gaara.
"Panggil aku ayah, kau kan sebentar lagi jadi anakku juga." Kepala keluarga Chao itu tertawa, Tenten sudah pasti merungut, sementara Gaara hanya tersenyum tipis.
"Baik, ayah." Lalu Gaara dan Tenten masuk ke dalam mobil mewah yang dibawa Gaara.
Yang Tenten tahu, ibu Gaara ingin bertemu dengannya alhasil Tenten hanya mengenakan pakaian kasual seadaanya yang tentu saja masih melindungi tubuhnya dari dinginnya udara dibulan Januari ini.
[Flashback End]
"Aku tidak akan berpakaian seperti ini." Keluh Tenten mengingat ia akan bertemu dengan orang-orang penting. Gaara tidak berkomentar apa-apa.
Tak lama setelahnya, Karura dan Matsuri turun bersamaan dari kamar yang berada di lantai dua. Keduanya tampak anggun dengan dress musim dingin serta sebuah syal yang terlilit di leher masing-masing. Sepatu boots sebetis berwarna cokelat membalut kaki Matsuri, sementara Karura mengenakan warna putih. Bisa dibilang diantara ketiga perempuan di sana, Tenten-lah yang tampak paling tidak modis. Memandangi Karura dan Matsuri membuat Tenten minder meskipun ia sudah sering berjalan-jalan dengan Ino yang modis. Ini kan beda kasus, Tenten menghela nafas.
"Ayo kita berangkat, ibu sudah membuat janji dengan butik langganan ibu." Suara Karura memecah keheningan.
"Aa.. ini memberiku deja vu saat ibu mengantarku memilih gaun." Matsuri mulai bernostalgia dengan ibu mertuanya.
Keduanya melenggang keluar yang kini diikuti oleh Gaara dan Tenten. Sementara Gaara memegang kemudi, Karura duduk di belakang bersama Matsuri, lalu Tenten duduk di samping Gaara. Sebenarnya Tenten ingin sekali duduk di belakang, sehingga ia bisa menghindar dari Gaara. Namun, apa bisa dikata saat Matsuri menggoda keduanya, mengatakan agar keduanya bisa lebih akrab yang tentu saja dibalas anggukan antusias dari Karura. Akrab dari Hong Kong dengus Tenten sebal. Sepanjang perjalanan hanya terdengar suara Matsuri dan Karura, sesekali Tenten membalas dengan senyum kikuk saat keduanya bertanya seputar kehidupan Tenten.
[Mall Konoha – 9.37 AM]
Gaara memberikan kuncil mobilnya pada petugas yang berjaga, tentu saja untuk memakirkan mobil mewah keluarga Sabaku. Setelah itu ia berjalan masuk ke Mall, menyusul tiga perempuan yang terlebih dulu masuk. Gaara tentu saja tahu kemana ibunya akan membawa kakak ipar dan calon istrinya pergi, apalagi kalau bukan butik milik Konan.
.
{{ 7 Hari Menuju Pernikahan }}
.
Tenten ingat ini adalah butik tempat ia membeli cheongsam beberapa hari yang lalu. Saat ini, ia, Matsuri dan Karura tengah duduk di sofa yang butik itu sediakan. Tak lama muncul sosok yang Tenten kenali sebagai Konan –perempuan yang membantunya memilih cheongsam tempo hari.
"Selamat pagi, nyonya Karura." Konan menyapa dengan sopan.
"A-a, Konan berhenti memanggilku nyonya. Kita kan sudah kenal sejak lama." Konan tertawa pelan mendengar penuturan teman seangkatan waktu kuliahnya dulu.
"Kau mengunjungiku beberapa minggu lalu, dan sekarang sudah menemukan calon menantu lagi?" Konan penasaran bagaimana teman seangkatannya itu mendapatkan calon menantu lagi dalam waktu singkat.
"Ohohoho memangnya kau tidak suka aku mengunjungimu?" wajah Karura berubah masam.
"Tentu saja aku senang, dan mana calon pengantin yang beruntung itu?" Konan mencari-cari perempuan yang akan menikah dengan anak Karura.
"Tenten, ayo sini." Karura memberi isyarat untuk Tenten mendekat.
"Ah! Anda yang tempo hari datang membeli cheongsam." Konan mengingat-ingat wajah Tenten.
"Selamat pagi." Sapa Tenten.
"Selamat pagi, jadi gaun seperti apa yang ingin kau kenakan nanti?" Konan tampak lebih akrab pada Tenten sekarang.
"Pastikan ia mendapat yang terbaik, hohoho." Ujar Karura lalu membiarkan Konan membimbing Tenten memilih gaun pengantinnya.
Konan menunjukkan berbagai gaun pengantin yang mungkin disukai Tenten, namun sudah beberapa gaun dilewatinya tak satupun yang menarik perhatian Tenten. Disaat mereka tengah sibuk memilah gaun untuk Tenten, Gaara datang lalu menunjuk pada gaun merah menyala yang tengah dibenahi oleh salah satu asisten Konan. Alis Konan terangkat melihat pilihan Gaara.
"Warnanya bagus." Komentar Gaara singkat.
"Gaun ini baru saja datang, pilihan yang menarik." Konan mendekati gaun merah itu.
Sebenarnya gaun itu cukup sederhana, layaknya gaun pada umumnya gaun itu tak memiliki lengan. Tentu saja akan mengekspos bahu siapa saja yang mengenakannya. Gaun itu memiliki sulaman dengan benang emas yang menggambarkan bunga naga –makhluk khas dalam mitologi China, di bagian dada hingga di bawah peruh. Gaun itu sedikit mengembang namun tidak menghilangkan kesan elegan yang dimilikinya.
"Biar ku bantu untuk berganti, Tenten." Tenten mengangguk lalu mengikuti Konan ke arah ruang ganti.
Karura dan Matsuri saling berpandangan, mereka tidak pernah tahu Gaara memiliki selera fashion yang bisa dikatakan boleh juga.
"Apa? Warnanya bagus, itu saja." Jawab Gaara tatkala kedua perempuan itu memandanginya heran.
"Maniak warna merah." Gaara hanya masa bodoh dengan ucapan Matsuri.
Belasan menit berlalu dengan cepat, kini keluarlah Tenten dengan gaun pilihan Gaara itu. Matsuri dan Karura tentu saja memuji penampilan gadis itu. Tenten benar-benar malu, ia tak pernah mengenakan dress seperti ini sebelumnya, paling ekstrim hanyalah cheongsam tempo hari. Tenten melirik Gaara yang tak berkedip ditempatnya, oh dilihat oleh pria yang akan menjadi calon suaminya itu membuat rasa malu Tenten bertambah. Entahlah, ia merasa malu saja ditatapi terus-terusan seperti itu.
"Apa?" tanya Tenten ketus pada Gaara yang kini memalingkan wajahnya.
"Bukan apa-apa." Balas Gaara datar. Karura menarik pipi Gaara.
"Pujilah calon istrimu." Gaara meringis pelan, lalu mengangguk pada Karura.
"Cantik. Sudah 'kan?" ucapan Gaara membuat semua orang yang ada di sana serasa terjungkal.
"Lupakan anakku yang kelewat tidak peka itu. Tenten, apa kamu menyukai gaun ini?" Karura bertanya pada Tenten yang masih berputar-putar sedikit dengan gaun barunya itu.
"Mhmm. Aku menyukainya, warnanya tidak mencolok tapi tetap elegan." Karura mangut-mangut mendengar jawaban Tenten.
"Konan aku ambil yang ini, dan oh bisakah kau buatkan pasangan tudung kepalanya juga?" Konan mengiyakan lalu menuju meja kerjanya untuk mencatat hal-hal yang diperlukan Karura.
"Ibu, jangan lupa dengan bridesmaids." Karura menepuk keningnya pelan mendengar apa yang disampaikan Matsuri.
"Ibu benar-benar lupa, Tenten apakah kamu punya sahabat yang ingin kamu ajak sebagai bridesmaid?" tanya Karura kemudian.
"Bridesmaids maksudnya perempuan yang mendampingi mempelai wanita itu?" Tenten balik bertanya.
"Ya. Perlu diingat harus perempuan yang belum menikah." Ujar Karura mengingatkan.
"Ada tiga orang, apa itu cukup?" Karura menggeleng.
"Aku akan menghubungi Sari dan Shion." Matsuri menekan-nekan nomor telpon pada ponselnya.
Calon kakak ipar dan ibu mertuanya kini sibuk menelepon orang-orang yang tak satupun Tenten kenali. Lalu Gaara yang kini juga sibuk dengan ponselnya, mungkin membicarakan tentang pekerjaan. Tenten lalu menghampiri salah satu pegawai di sana untuk menolongnya berganti, lelah juga mengenakan gaun.
.
{{ 7 Hari Menuju Pernikahan }}
.
Mereka berempat keluar dari butik milik Konan, Karura melihat sebuah catatan kecil kemudian mangut-mangut tidak jelas. Lalu beralih pada tiga orang yang mengekor di belakangnya.
"Gaun dan aksesoris sudah, saatnya memilihkan sepatu untukmu. Lalu bertemu dengan Wedding Organizer." Karura melihat catatannya dan Tenten secara bergantian.
"Ibu, aku ada urusan sebentar. " Gaara bersuara setelah sekian lama diam.
"Tinggalkan pekerjaan kantor untuk sementara, astaga kau akan menikah minggu depan." Karura tampak memarahi anak bungsunya itu.
"Aku sudah membuat janji dengan perusahaan milik tuan Danzo minggu lalu." Gaara masih mempertahankan keputusannya.
"Baik, baik. Tapi nanti jika ibu menelepon, kau harus segera menjemput kami, oke?" Gaara mengangguk sekali, kemudian bergegas pergi.
Karura menggelengkan kepalanya, "ayo kita mencari sepatu untukmu, Tenten." yang dibalas dengan anggukan kecil oleh Matsuri dan Tenten.
.
{{ 7 Hari Menuju Pernikahan }}
.
Tenten menghempaskan dirinya di atas kursi, ia lelah sekali setelah berkeliling selama dua jam bersama Matsuri dan Karura. Mereka bertiga memutuskan untuk makan siang sebelum bertemu dengan Wedding Organizer jam dua siang nanti. Matsuri dan Karura masih berada di depan kasir, membayar makanan mereka lalu mendekat ke tempat Tenten berada. Mereka memilih menu makan siang berupa yakiniku dan nasi, ditemani tiga gelas kola ukuran besar sebagai minuman. Tenten hanya menjadi pendengar setia dari kedua perempuan yang usianya terpaut di atas Tenten. Mereka sangat akrab pikir Tenten.
"Tenten, kenapa tak bergabung bersama kami? Hitung-hitung sebagai cara mengakrabkan diri dengan ibu." Suara Matsuri membuyarkan lamunan Tenten.
"A-ah maaf." Tenten terdengar kikuk.
"Jangan-jangan melamunkan Gaara ya? Ayo~" Karura menggoda calon menantunya itu.
"NO! Aku tidak membayangkan panda merah gila itu." Ups, Tenten lupa bahwa ibu dari panda gila yang ia sebut itu ada di dekatnya.
"Hahaha, belum pernah ada yang memanggil Gaara seperti itu. Kamu memang unik." Reaksi yang tak Tenten duga, Karura terkekeh mendengar perkataan Tenten.
"Ibu tidak marah aku memanggil Gaara seperti itu?" Matsuri mengangguk, ia juga penasaran karena sejujurnya ia tak berani menatap Gaara terlalu lama.
"Tentu saja ibu tidak marah, anak itu memang suka seenaknya tapi ibu jamin dia anak yang baik." Karura masih saja terkekeh.
"Dia memang panda merah gila." Tenten mendengus sesaat setelahnya.
"Siapa yang kau sebut panda merah gila."
Karura dan Matsuri menutup mulut mereka saat Gaara bersuara, meninggalkan Tenten yang kini membatu.
"Memangnya siapa lagi." Tenten membalas dengan ketus.
"Ara-ara, apa urusanmu sudah selesai, Gaara?" tanya Karura lembut yang dibalas anggukan oleh Gaara.
Tenten melanjutkan makan siangnya yang tertunda, mengabaikan Gaara yang tengah berbincang dengan sang Ibu. Baru saja Tenten akan menyuap yakiniku terakhirnya, Gaara sudah mengarahkan tangan Tenten yang memegang sumpit ke arah bibirnya lalu melahap yakiniku Tenten. Tenten mendelik pada Gaara.
"Apa? Aku lapar." Ujar Gaara pendek.
Karura dan Matsuri berpandangan melihat tingkat laku keduanya lalu tersenyum jahil.
"Kau kan bisa pesan di sana!" Tenten tidak habis pikir, Gaara memang senang sekali membuatnya kesal.
"Tak ada waktu, bukankah kita harus ke tempat berikutnya?" kilah Gaara.
"Gaara benar, ini sudah mendekati jam dua siang. Sebaiknya kita bergegas, ayo Tenten." Matsuri menarik lengan Tenten. Ia hanya mengikuti Matsuri dengan perasaan setengah dongkol.
.
{{ 7 Hari Menuju Pernikahan }}
.
Tenten menghela nafas lagi, terlalu lelah hari ini setelah berbelanja kesana-kemari bersama calon ibu mertua, dengan perasaan yang cukup dongkol saat Gaara berada di sekitarnya. Gaara mengantarnya pulang sejam yang lalu. Perempuan manis bercepol dua itu merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Masih terngiang perkataan Karura untuk berlatih menggunakan high heelsnya saat Tenten bilang ia tak pernah memakai high heels sebelumnya. Minimal latihan setengah jam perhari kata calon ibu mertuanya itu, setidaknya agar ia cukup terbiasa mengenakan high heels. Ah siapa peduli, pikir Tenten. Untuk hari ini ia akan fokus beristirahat.
"Tenten, ayo turun untuk makan malam." Suara ibunya terdengar lagi.
"Baik bu, aku datang." Balas Tenten lalu keluar dari kamarnya menuju ruang makan.
.
.
–to be continued.
Hello, semuanya! Tama kembali dengan sekuel dari fict [Salah Sangka]
Tama ucapin makasi banyak buat yang sudah menyempatkan diri mereview fict Tama yang satu itu.
GuestSNL - Terima kasih GuestSNL atas masukannya, untuk alasan kenapa si panda merah grusu-grusu minta nikah itu bakal dijelasin di fict ini.
Tama mohon masukan untuk fict ini, karena sejujurnya Tama gatau harus ngelanjutin kemana .
–Tamamushi out!
