Namanya Jeon Jungkook. Murid tingkat dua di Bangtan Senior High School. Pemuda bersurai raven dengan gigi seri bak kelinci yang akan nampak saat ia tersenyum, membuatnya terlihat amat manis.

Tak ada hal yang istimewa darinya, selain karena ia masuk ke dalam jajaran siswa yang cerdas di sekolah. Jeon Jungkook hidup dengan sederhana. Bersama Ayah dan juga kakak lelaki yang amat di sayanginya.

Kakak lelakinya, yang sayangnya tak pernah menganggapnya ada.

.

.

Hyungnim

.

A TaeKook Fanfiction by Rain

.

.

Waktu telah beranjak petang ketika Jungkook usai dengan kegiatan sekolahnya. Berjalan kaki menjadi pilihan, karena bus yang biasa ia tumpangi tak kunjung datang meski ia telah menunggu selama setengah jam. Cukup melelahkan, jika mengingat jarak antara sekolah dan rumahnya tidaklah dekat. Namun Jungkook menikmati perjalanannya, sebab udara di penghujung musim semi sore itu lumayan bersahabat.

Senyum Jungkook mengembang ketika halaman rumahnya sudah terlihat. Sedikit menyeka keringat yang membasahi pelipisnya, pemuda Jeon lekas mempercepat laju langkahnya. Namun, baru memasuki setengah pelataran rumah, Jungkook terkesiap dan memegangi dadanya. Nafasnya sesak dan ia kesulitan mengais udara.

Asmanya kumat.

Buru-buru ia meraih ransel yang ia sampirkan di bahu kanan. Membuka dan mengaduk isinya sembarang. Setelah mendapat apa yang di cari, ia segera mendekatkan benda itu ke mulutnya namun tak berfungsi.

"Sial! Kenapa habis- hahh- disaat begini?" rutuknya sambil menggenggam erat inhaler di tangan kanannya.

Sementara dadanya kian sesak, Jungkook akhirnya ambruk dan terduduk di tanah. Meremat dadanya sambil memandang nanar pintu depan rumahnya yang tertutup rapat, berharap Ayah atau mungkin kakaknya membuka pintu dan mendapatinya yang tengah bernapas dengan payah.

Sampai seseorang tiba-tiba berjongkok di sisi kanannya, membuat Jungkook tersentak. Ketika menoleh, ia mendapati raut datar sang kakak yang menatap dingin ke arahnya.

"Merepotkan seperti biasa, huh?" kalimat dingin yang terlontar dari bilah bibir kakaknya yang bernada rendah menghantarkan remasan kuat yang kian membuat dada Jungkook nyeri.

"H-Hyungnim..." cicit Jungkook pelan. Ia sudah hampir kehilangan kesadaran. Kepalanya serasa berputar dan pandangannya kian memburam. Ia pikir, kakaknya itu akan meninggalkannya begitu saja di depan rumah, Namun secara tiba-tiba tubuhnya sudah terangkat dalam gendongan sang kakak.

Jungkook tersentak, tentu saja. Dengan ragu, ia mencoba melingkarkan lengannya ke leher yang lebih tua. Ketika merasa tak mendapat penolakan, ia kemudian mulai memberanikan diri menyandarkan kepalanya di sana, menghirup dengan payah aroma sang kakak yang menguar dari perpotongan lehernya.

Sekali ini saja. Bisik Jungkook dalam hati.

Ia mengingat baik-baik aroma maskulin itu dalam benaknya. Karena kesempatan untuk bisa sedekat ini dengan kakaknya merupakan hal yang sangat langka. Jungkook bisa dengan jelas merasakan kehangatan tubuh sang kakak. Begitu terasa nyaman dalam pelukannya, jika seandainya saja sifat sang kakak juga bisa sehangat suhu tubuhnya.

Tanpa terasa air mata mulai mengalir dari manik kembar Jungkook yang sehitam jelaga. Kehangatan itu menghantarkan rasa sesak yang lain di dadanya.

'Hyungnim... kapan kau akan menyayangiku dan menganggap aku ada?'

.

.

.

Mereka tiba di kamar Jungkook dan tubuh lemah pemuda Jeon di baringkan ke kasur.

"Dimana?" kalimat singkat yang di utarakan kakaknya sedikit membuat Jungkook mengernyit bingung. Tapi, ia segera menyadari maksudnya ketika melihat bola mata indah sang kakak mengedar ke seluruh penjuru kamar. Jungkook segera menunjuk laci kecil di meja belajarnya yang berseberangan dengan tempat tidur.

Sang kakak yang tanggap segera membuka laci yang di tunjuk. Tak perlu waktu lama baginya untuk menemukan inhaler cadangan yang Jungkook simpan di tempat itu.

Alih-alih memberikannya pada Jungkook, sang kakak justru langsung memposisikan benda itu di depan mulut Jungkook, membantunya menghirup oksigen dengan rakus dan dalam. Sebelah tangan sang kakak kemudian merayap ke tengkuknya, sedikit memijit dan mengusap pelan.

Napas Jungkook perlahan-lahan kembali normal. Dadanya juga tak lagi sesak seperti sebelumnya. Dan ketika pandangannya kembali fokus seperti semula, ia mendapati kedua hazel kakaknya yang menatapnya dengan sorot yang berbeda. Ada sebersit rasa cemas campur lega di sana, meskipun tatapannya masih tajam seperti biasa. Entahlah, Jungkook sendiri tak yakin dengan apa yang dilihatnya.

"Tidurlah. Lain kali ingat kondisimu dan jangan memaksakan diri." Teguran itu beriringan dengan lepasnya semua kontak fisik antara mereka. Sang kakak hendak bangkit dan meninggalkannya, namun entah mendapat keberanian dari mana Jungkook segera meraih jemari kakaknya. Menahan yang lebih tua untuk beranjak.

"Sebentar saja. Ku mohon, hyungnim..." bisik Jungkook parau. Kelopak matanya sayu, terasa berat untuk di buka.

Sang kakak bergeming untuk beberapa saat, sebelum kemudian Jungkook merasakan pergerakan di samping ranjangnya -pertanda bahwa kakaknya kembali duduk di sana.

Jemari sang kakak masih ia genggam erat-erat. Samar-samar, ia merasakan usapan halus di pucuk kepalanya. Juga bisikan selembut beledu yang menghantarkannya jatuh terlelap.

"Tidurlah Jungkook-ah... Maafkan Hyung..."

.

.

.

To Be Continue

.

.

A/N :

Hai... saya dateng dgn epep baru... ini cma prolog aja sih... sekedar pingin tahu kira2 Readers-san tertarik atau ngga...

Well... Ada yg bisa nebak 'Hyungnim' ini siapa? Kkk...