'kau mungkin akan lupa untuk ke pemakamanmu sendiri.' –Itu adalah hal yang baru lima menit lalu Kris, kakak laki-lakimu, katakan.
Kau mungkin berfikir bagaimana bisa kau melupakan hal seperti itu atau, bagaimana mungkin hal itu pantas diingat. Tapi kemudian kau ingat lagi, bahwa kau adalah seorang CRS akut. Kau adalah seorang manusia dengan ingatan sepuluh menit. Mungkin kau tidak akan percaya pada perkataanku, tapi file-file dokter dan hasil MRI yang ada dikamarmu mungkin bisa menjadi bukti kuat dan alasan kenapa kau akan percaya hal ini.
Kau akan mencoba mencari tahu jenis penyakit apa yang kau derita. Tapi coba dengarkan saranku, tidak usah melakukannya. Karena kau akan melupakannya setelah kau menutup kembali buku psikolog yang ada diruang tamu dimana kakak lelakimu sedang memakan oatmealnya.
Aku akan membantu memberitahumu sedikit. Namanya Amnesia Anterograde. Aku menebak kau akan mengerutkan alis saat membaca ulang ini. Tapi sekali lagi, coba abaikan. Jangan membaca ulang karena kau sendiri akan melupakan seperti apa akhir tulisan ini.
Kakakmu, Kris, mengatakan padamu kalau kau mengidap penyakit itu semenjak kau lulus SMA. Di usia dua-puluh? Empat sampai lima tahun lalu. Katanya, kau mengalami benturan saat sedang berpesta dengan teman-teman sekelasmu.
Terdengar aneh? Ya, aku juga berfikir begitu.
Semenjak kecelakaan itu, kau menjadi orang yang lebih pelupa lagi—karena kau sudah pelupa sebelumnya—kau bahkan menjadi seseorang yang mengulang beberapa hal berkali-kali.
Kau mungkin akan merasa seperti orang bodoh yang banyak melupakan hal-hal penting. Kau akan merasa tidak berguna. Tapi tenang saja, aku ada disini. Dan aku akan membuat hari-harimu berguna.
Karena hanya akulah yang bisa menolongmu. Percayalah padaku.
.
.
.
.
[WARNING! TRAGEDY/ROMANCE (and warning if there's typo T-T) | PG 13 | ONESHOOT]
.
.
.
Jacqualinne™
.
.
Sehun and Luhan
In
.
.
.
MEMENTO MORI
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sehun membuka matanya saat mendengar cicitan burung gereja dari luar jendela. Matanya menyipit saat disambut dengan cahaya terang didalam ruangan.
Alisnya mengerut.
Semuanya serba putih. Putih bersih dan sangat bersih.
Sehun menatap ke langit-langit. Disana ada sebuah tulisan dengan cat hitam besar, mungkin tulisan tangan. Tulisan itu cukup besar untuk membuat Sehun dapat membacanya saat tertidur dikasur seperti ini. Sehun menatap tulisan itu datar sebelum akhirnya terduduk diatas kasur yang berwarna senada dengan cat ruangan itu.
Ada sebuah lemari disudut ruangan, Sehun sangat yakin warnanya putih meski cat asli lemari itu sudah tertutupi oleh kertas post-it dan foto-foto yang Sehun sendiri tidak ingat siapa yang menempelkannya. Disebelah lemari, ada sebuah meja berwarna putih yang dipenuhi oleh setumpukkan buku psikolog, catatan, dan jurnal—serta sebuah asbak tanpa… rokok?
Sehun kemudian kembali membaringkan tubuhnya untuk membaca sekali lagi tulisan dilangit-langit ruangan.
.
INI KAMARMU, BODOH. JANGAN COBA UNTUK MENCARI TAHU!
.
Suara alarm kemudian terdengar saat Sehun sudah ingin menutup matanya kembali. Sehun mencoba mencarinya dibawah bantal tapi yang tangannya dapatkan adalah sebuah kertas post-it berwarna kuning dengan tulisan tangan yang besar.
.
ALARM? COBA CARI DI MEJA SEBELAH KASURMU!
.
Sehun kemudian mencari alarm dimeja sebelah kasurnya. Sebuah meja untuk meletakkan lampu tidur berwarna putih itu juga dipenuhi oleh setumpukkan kertas. Sehun mencoba mengabaikan semua kertas itu dan hanya mematikan alarmnya diatas meja.
Tangan Sehun dapat merasakan adanya benda kasar yang tertempel dibelakang alarmnya. Sebuah kertas post-it lain tertempel disana. Sehun tertawa hambar saat matanya membaca tulisan tangan dikertas itu.
.
PERGI SIKAT GIGI!
.
Sehun kemudian berjalan ke arah kamar mandinya setelah berhasil memakai sandal kamar didekat kasurnya. Langkah Sehun sempat terhenti saat melewati lemari putih besarnya yang dipenuhi banyak foto-foto polaroid dengan tulisan kabur ditiap sisinya. Disebelah foto polaroid, ada sebuah hasil scan MRI dengan gambar tengkorak seseorang, dan didalamnya ada sebuah benda bundar seperti lobus kembar otak yang ditengahnya terdapat coretan spidol berwarna gelap.
Sehun membaca tulisan di kertas post-it disebelah hasil MRI—nya.
.
INI OTAK MENYEDIHKANMU. DIAMBIL TANGGAL—SIAL, AKU LUPA!
.
Sehun mendengus. Menyedihkan.
Sehun kembali melanjutkan langkahnya saat sudah menemukan rokok didalam celana jeans yang tergantung dilemari. Tangannya meraba kantung celana tidurnya, berharap dapat menemukan pemantik didalam. Tapi lagi-lagi yang tangan Sehun dapatkan adalah selembar lagi kertas post-it dengan tulisan besar-besar.
.
ROKOK? CARI DULU YANG SUDAH MENYALA!
.
Sehun tertawa lagi lalu mencoba mencari pemantik dikantung yang lain. Ah—ketemu.
Sehun menyalakan rokoknya. Kemudian ia menghisap rokoknya dalam-dalam sampai merasa tenggorokannya sudah cukup penuh dengan asap lalu menghembuskannya melalui mulut dan hidung. Membiarkan asap rokok mengenai hiasan tempelan dilemarinya. Seakan ingin melenyapkan itu semua dengan asap rokoknya.
Ia kembali berjalan ke kamar mandinya. Tapi langkahnya terhenti saat melihat sebuah kertas kuning di engsel pintunya. Sebuah kertas post-it lain dengan tulisan yang sama seperti sebelumnya.
.
AMBIL HANDUKMU BODOH! DIDALAM LEMARI!
.
Sehun segera membuka lemari kemudian mengambil handuk sebelum akhirnya benar-benar masuk ke dalam kamar mandi.
Kamar mandi dengan nuansa serba putih itu nampak sangat bersih dan rapih dengan banyak botol-botol tertata di wastafel. Diatasnya, ada sebuah lemari kecil dengan kaca yang terdapat beberapa tempelan kertas post-it disisi kaca.
Ia mendekat ke wastafel kemudian membaca kertas post-it paling atas.
.
LIHAT DIKIRI WASTAFEL. BODOH!
.
Alis Sehun mengerut begitu mendapati sepuntung rokok yang masih menyala bertengger disana. Rokoknya masih terbakar, membuat asap tipis keluar dari puntung rokok yang sudah lebih kecil dari jari kelingkingnya. Sehun kemudian memadamkan puntung rokok itu lalu menggantinya dengan rokok barunya. Ia kembali membaca kertas kedua yang tertempel dikaca.
.
JANGAN MEMBUANG WAKTU UNTUK MEMBACA. SIKAT GIGIMU!
.
Sehun tertawa lagi, lalu mengambil sikat giginya yang berwarna hijau muda. Setelah sikat giginya ditempeli pasta gigi berwarna biru diatasnya, ia mendorong sikat giginya ke dalam pipi. Mulai membiarkan pasta gigi rasa mint-nya menghasilkan busa dengan aroma segar.
Keran wastafelnya tipe tekan—air akan mengalir tiap Sehun menekannya—jadi Sehun perlu menekannya beberapa kali untuk membersihkan mulutnya dari pasta gigi. Ia kemudian membuka lemari kacanya. Alisnya sempat kembali mengerut saat melihat lebih banyak lagi kertas tertempel dibalik sana.
Sehun mengabaikan semua kertas itu kemudian mengambil sebuah botol bening dengan cairan biru didalamnya. Menakar satu tutup botol kemudian memasukkannya kedalam mulut untuk kumur-kumur. Sambil berkumur, Sehun mengambil satu lembar kertas post-it yang masih kosong kemudian menuliskan beberapa kata pada kertas berwarna kuning itu menggunakan spidol hitam yang ada disamping sikat giginya.
.
JANGAN TEMPELKAN HAL-HAL BODOH LAGI!
.
Sehun membuang cairan mouthwash-nya. Lalu menatap kertas kecil kuning yang kini digenggamannya.
Sehun kembali menuliskan beberapa kata ( PS : LIPAT DAN LETAKKAN LAGI DITEMPAT KAU TEMUKAN! ) sebelum akhirnya melipat kertas kuning itu menjadi sebuah lipatan kecil. Persis seperti lipatan surat cinta saat dirinya masih kanak-kanak. Dilipat dengan rapih dan sisi yang sejajar, lalu kemudian ia letakkan dibawah botol mouthwash-nya.
Setelah sikat gigi dan membersihkan wajahnya, Sehun kemudian mendekati mejanya. Handuknya ia masukkan lagi ke dalam lemari sebelum itu.
Diatas meja putihnya, terdapat sebuah kertas loosleaf panjang dengan garis yang teratur. Alis Sehun mengerut.
Di sudut paling atas, ada tulisan JADWALMU dengan tulisan besar dan tinta hitam tebal. Sehun membaca tiap jadwalnya satu-persatu. Jadwalnya menjelaskan dengan rinci tiap jam. Dari jam 08:00 p.m sampai waktu tidur, jam 10:00 a.m.
Sehun melihat jam digital didindingnya yang tertempel tepat diatas kasurnya. Jam putih dengan hiasan berwarna perak itu menunjukkan angka 10:34. Sehun kembali membaca jadwal ditangannya. Disana tertulis '10:00 – 11:00 p.m : Pergilah ke Eveline flower shop'.
Alisnya kembali mengerut. Sebuah nama toko yang Sehun tidak ingat, tapi hatinya terasa sakit saat mengulang nama toko bunga itu.
Akhirnya Sehun lebih memilih berjalan ke kasurnya. Merebahkan badannya yang tiba-tiba terasa lelah dan sesak. Matanya menatap langit-langit sebelum akhirnya menutup perlahan dengan napas teratur.
Rokoknya terbakar dengan perlahan di kamar mandi, jam analognya terus berganti angka. Berganti dari detik ke menit, menit ke jam. Sirkuit di jam alarmnya menghitung mundur dari sepuluh, dan kemudian mulai berdering kembali.
Sehun membuka matanya saat mendengar suara alarm dari sisi kepalanya. Matanya menyipit saat disambut dengan cahaya terang didalam ruangan.
Alisnya mengerut. Semuanya serba putih. Putih bersih dan sangat bersih.
.
.
.
.
Kau ingat saat masih sekolah dasar kau adalah murid yang paling malas untuk disuruh membuat jadwal kegiatan?
Kau adalah satu-satunya anak yang lebih memilih menggambar tokoh gundam daripada membuat jadwal yang kau fikir tidak akan pernah kau butuhkan.
Tapi sekarang? Coba kau berkaca. Siapa yang lebih membutuhkan jadwal kegiatan itu dibandingkan orang lain?
Mungkin jika guru-guru sekolah dasarmu mengetahui keadaanmu sekarang, mereka akan menertawakanmu. Tertawa karena kau dulu sangat egois dan sekarang, kau tidak berdaya. Tidak berguna.
Benar, hidupmu sudah tamat. Tidak ada kata 'Hidup' atau 'Mati' dalam kamus kehidupanmu.
Bukankah keduanya terasa sama saja?
Kau serasa mati bukan?
Kau bukanlah manusia semenjak lima tahun lalu—atau sudah lewat dari itu?
Kau adalah mayat. Karena seorang manusia tidak akan melupakan hal-hal sederhana yang baru saja mereka lakukan. Sedangkan kau? Orang cacat otak yang mungkin akan lupa buang air atau makan jika tidak ada yang mengingatkanmu.
Ada banyak hal didunia ini yang bisa kau kerjakan sebenarnya. Tapi apa? Mana ada pekerjaan yang mempekerjakan seorang pelupa akut sepertimu. Orang-orang memiliki waktu dua puluh empat jam setiap hari. Dan waktu mereka terus bertambah tiap minggu dan bulan.
Sedangkan kau? Waktumu hanya sepuluh menit. Setelah sepuluh menit berakhir, maka kau akan mengulang semuanya dari awal.
Benar-benar, kepada awal.
.
.
.
.
Sehun membuka matanya. Alisnya mengerut saat mendapati dirinya sedang berdiri didepan kaca. Sehun dapat melihat pantulan dirinya yang memakai kemeja berwarna kuning gelap lengkap dengan jeans biru tua.
Ia kemudian menoleh ke belakang, mendapati kakak laki-lakinya, Kris, sedang menonton sebuah kartun anak-anak ditelevisi.
"Kak…"
Sehun memanggil kakaknya pelan, tapi cukup didengar oleh Kris. Pemuda yang lebih tua menolehkan kepalanya lalu tersenyum lembut pada sang adik.
"Kau mencatat sesuatu ditanganmu setengah jam lalu. Mungkin itu bisa mengingatkan."
Sehun kemudian mengangkat kedua telapak tangannya. Tangan kirinya bersih tidak ada coretan apapun namun tangan kanannya penuh dengan coretan tinta hitam. Sehun kemudian membaca tulisan di telapak kanannya.
.
PERGI KE EVELINE FLOWER SHOP. BELIKAN BUNGA UNTUK LUHAN. ALAMAT EVELINE FLOWER SHOP : Suweon-si, st. 171
.
Alisnya kembali mengerut saat membaca sebuah nama asing disana. Mungkin asing, mungkin juga tidak. Sebenarnya Sehun merasakan dadanya berdebar-debar saat membaca ulang tulisan ditangannya. Tapi Sehun sendiri tidak yakin jika ia mengenal dengan baik seseorang bernama Luhan itu.
.
"Kak.. Luhan.. apa kau mengenalnya?"
Posisi Kris mungkin sedang membelakanginya, wajahnya mungkin sedang fokus pada serial kartun favoritnya. Tapi Sehun yakin kakak laki-lakinya itu sempat menahan napasnya untuk beberapa detik.
Kris kemudian menoleh setelah mengecilkan volume televisinya. Matanya memancarkan kesedihan yang mendalam tapi Sehun terlambat menyadarinya.
"Ya. Kau mau menemuinya? Sampaikan salamku padanya, ya."
Sehun hanya mengangguk kaku lalu segera mengambil bolpoin didekat kaca. Tangan kanannya mencoretkan sebuah tulisan ditelapak tangan kirinya dengan huruf besar.
.
SAMPAIKAN SALAM UNTUK LUHAN, DARI KRIS, KAKAKMU.
.
Sehun kemudian membuka pintu rumahnya. Cuaca hangat musim semi menyambutnya dengan wewangian bunga yang baru bermekaran.
Sehun menghirup napasnya sambil menutup mata, kemudian melangkah pergi dari rumahnya.
.
.
.
.
Bagaimana mungkin kau bisa memiliki seorang kekasih tanpa bisa mengingat namanya? Bagaimana mungkin kau bisa memiliki anak tanpa bisa mengingat mereka?
Mungkin kau bisa memiliki kekasih, jika kau mau pacarmu terus menamparmu dipipi tiap kau bertemu dengannya.
Mungkin kau bisa memiliki anak? Jika kau mau anak-anakmu yang malang itu tumbuh dewasa dengan seorang ayah yang tidak bisa mengingat keluarganya sendiri.
Tapi kau pernah jatuh cinta. Benarkan?
Kau mungkin tidak bisa mengingat namanya, kapan kalian bertemu, atau apakah kalian sudah berciuman atau belum.
Tapi tubuhmu memberikan reaksi seakan kau tidak asing dengan hal seperti itu. Seakan kau pernah mendapatkan semua itu meski kau tidak dapat mengingatnya.
Hatimu pernah berdebar keras untuk seseorang. Pernah—tidak. Mungkin sampai saat ini.
Tapi masalahnya adalah, bagaimana kau mengingatnya.
Foto-foto kabur yang tertempel di lemarimu? Bukankah gambarnya sudah mengabur?
Sekalipun kau mencetak ulang di percetakan, bukankah kau juga akan lupa untuk apa mencetak itu semua?
Kau mungkin berfikir bagaimana bisa kau jatuh cinta dengan kondisi seperti ini. Tapi, tidak ada yang mustahil didunia ini bukan?
Kau dapat menemukan sungai didalam lautan. Kau bahkan dapat menemukan siput berwarna merah muda. Jadi, bukan hal mustahil jika seorang CRS sepertimu memiliki kekasih.
Kau hanya perlu mengingatnya dengan tubuhmu.
Karena otak cacatmu itu, tidak akan pernah peduli.
.
.
.
.
Matanya membelak begitu merasakan sakit dipipi kirinya.
Sehun refleks memegangi pipinya yang memanas kemudian menatap bingung pada sosok pemuda didepannya.
Seorang pemuda yang bahkan tidak lebih tinggi darinya baru saja menamparnya.
Sehun mengerutkan alis bingung. Se-bucket bunga berwarna merah ada digenggaman tangan kanannya. Matanya bergerak-gerak mencoba membaca situasi.
Ia kini berada didalam sebuah toko bunga dengan warna pastel lembut sebagai cat interiornya.
"A-apa?"
Pemuda didepannya kini menangis. Bahunya berguncang hebat, jari-jarinya yang lentik menutupi wajah kecilnya yang memerah.
"Kau, pulanglah Sehun."
Suara pemuda itu bergetar. Jari-jari lentik yang semula menutupi wajah mungil itu perlahan menyingkir. Memperlihatkan wajah dengan air muka kesedihan yang mendalam. Matanya basah, dan telinganya memerah.
Sehun merasa iba dengannya. Tangannya ingin menarik pemuda itu ke pelukannya untuk menenangkannya tapi sekali lagi—
.
Dia siapa?
.
Apa aku mengenalnya?
.
—Sehun bahkan tidak bisa mengingat namanya.
.
Tubuhnya bergerak diluar kendalinya. Seakan sudah pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya. Seakan sudah terbiasa. Seakan semuanya memang akan seperti ini.
Sehun menarik pemuda itu lalu memeluknya erat. Mulutnya berucap diluar kendali, menggumamkan kata maaf yang membuat Sehun bertanya dalam hati ; memang aku punya kesalahan apa?
Pemuda dipelukannya mulai tenang. Isak tangisnya tidak menggebu seperti sebelumnya. Pelukan Sehun ia lepaskan perlahan seiring dengan berhentinya air mata.
Pemuda itu menatap Sehun sendu. Jemari lentiknya meraba wajah Sehun dengan lembut, meraba bekas tamparannya yang masih membekas.
"Maafkan aku, Sehun."
Sehun mengangguk.
Pemuda itu kemudian menjauh dari Sehun dan pergi ke meja kasir. Jari lentiknya menuliskan sesuatu diselembar kertas berwarna biru muda. Sehun memperhatikan pemuda itu lalu menghampirinya saat ia dipanggil.
"Bawa ini. Ada nama Kris dikertas kuning, itu untuknya. Namamu di kertas biru, kau bisa membacanya."
Pemuda itu memberikan Sehun dua lembar kertas dengan warna yang berbeda. Sehun mengambil keduanya kemudian membaca kertas berwarna biru.
Disana ada tulisan besar-besar dengan tinta berwarna merah muda.
.
PULANGLAH KERUMAHMU.
.
Sehun kemudian akan membuka kertas berwarna kuning, tapi tangan pemuda itu menahannya.
"Untuk Kris." Katanya singkat.
Sehun cukup tau kalau itu berarti rahasia dan ia tidak boleh membukanya. Jadi Sehun berinisiatif untuk menuliskan beberapa kata dibawah tulisan 'UNTUK KRIS' dengan tinta merah muda itu.
.
JANGAN KAU BUKA!
.
Sehun dapat mendengar suara tawa pemuda disampingnya. Jari-jarinya yang lentik itu kemudian menggapai kepala Sehun dan mengusak surai keemasannya lembut.
"Kau benar-benar sakit ya." Matanya memancarkan kesedihan, Sehun tanpa sadar menggelengkan kepalanya.
"Maafkan aku."
Suara pemuda itu sangat pelan. Tapi Sehun dapat mendengarnya sampai ulu hatinya merasa sakit.
Pemuda didepan Sehun kemudian mengambil bucket bunga berwarna merah yang sedari tadi ia genggam. Pemuda itu mengambil satu vas hiasan dijendela kemudian memasukan bunga-bunga itu kedalamnya.
"Terlihat cantik."
Sehun bergumam tanpa sadar saat melihat bagaimana bunga itu terasa sangat serasi dengan interior toko. Sehun dapat melihat pemuda didepannya tersenyum dari ekor matanya.
"Pulanglah." Kata pemuda itu sekali lagi.
Sehun kemudian memberi salam padanya sebelum akhirnya keluar dari toko bunga berwarna pastel itu.
Toko bunga eveline.
.
.
.
.
Kau pernah mencatat penjelasan dokter mengenai penyakitmu. Mungkin kau bisa menemukannya diatas meja putihmu atau diruang tamu.
Kau akan menemukan catatan mengenai presentasi kesembuhan dari ke-cacat-an otakmu.
.
Dan disana, kau akan melihat bagaimana kolom presentase itu kosong tanpa angka.
.
Benar, dokter bahkan sudah memprediksi bahwa otak cacatmu sukar untuk sembuh. Orang dengan tumor di otak dapat sembuh dengan operasi, orang dengan amnesia retrograde dapat sembuh jika melalui hipnoterapi.
Tapi seorang CRS ? Amnesia Anterograde sepertimu?
Kau akan sulit sembuh karena setelah selesai pengobatan kedua, kau akan lupa dengan pengobatan pertama.
Mungkin ada jalan lain dengan perawatan dirumah sakit. Tapi kau benci rumah sakit. Kau tidak ingat itu tapi tubuhmu mengingatnya. Setiap kali kau terapi dengan Kris, kakak laki-lakimu, kau akan meminta untuk cepat pulang.
Mungkin memang tidak ada jalan lain untukmu sembuh. Mungkin memang benar kau akan sulit untuk hidup normal. Tapi tenang saja, aku akan membuat semuanya terasa normal.
Kau tau apa yang paling menyenangkan didunia ini?
Ketika kau sendirian, hanya dirimu sendiri.
Kau tidak akan memiliki beban seperti orang-orang kebanyakan.
Seorang pelajar bunuh diri karena beban sekolah. Seorang pegawai memilih mati daripada harus ditekan dalam kerjaannya. Seorang suami selingkuh karena tidak puas dengan istrinya.
Sedangkan kau? Kau bukan pelajar, jadi tidak ada alasan untukmu bunuh diri.
Pegawai? Kau juga bukan pegawai. Kau tidak memilih kematian karena tekanan sesuatu, tapi kau memang hidup untuk mati.
Selingkuh ? hal murahan seperti itu mana mungkin kau lakukan karena kau sendiri tidak ingat siapa anggota keluargamu.
Kau adalah jiwa yang bebas. Seperti burung yang terbang mengikuti arah angin.
Kau tidak perlu takut untuk menjalani hidup. Meski kau cacat, tapi ke-cacat-anmu itu membuatmu sempurna.
.
.
.
.
Sehun melihat seorang lelaki tinggi sedang berbicara dengan kakak laki-lakinya. Seorang pemuda dengan telinga yang lebar dan rambut berwarna coklat terang itu tengah bersenda gurau dengan Kris seakan mereka sudah sangat akrab.
Sehun mengerutkan alisnya. Ia kini duduk disofa tidak jauh dari kakaknya dan lelaki asing itu. Ada tiga cangkir teh diatas meja, dan satu yang ada didepannya adalah cangkir yang hampir habis. Televisi tidak menyala, hanya ada suara obrolan kakaknya dan kipas angin yang menggantung dilangit-langit.
"Dia Chanyeol, temanku." Kata Kris saat sadar bahwa Sehun sedang mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan.
Sehun menoleh pada lelaki yang bernama Chanyeol. Kepalanya menunduk hormat, "Salam kenal. Aku Sehun adik Kris." Sapanya.
Chanyeol terdiam lama sebelum akhirnya tawanya meledak. Sehun sempat berjengit kaget karena suara Chanyeol ternyata lebih berat dari dugaannya.
"Yatuhan Kris, dia benar-benar sekarat." Kepala Chanyeol menggeleng main-main. Alis Sehun makin mengerut.
"Kita tadi pulang bersama, dude! Kau serius tidak ingat itu?"
Sehun terdiam. Kepalanya tiba-tiba pusing dan napasnya sesak. "Aku, entahlah. Aku mungkin—lupa."
Kepalanya tertunduk dalam, merasa bodoh karena waktu. Merasa dirinya sudah dipermainkan oleh waktu.
.
Seakan waktu ingin menertawainya karena tidak bisa bergeser ke waktu yang lain.
.
Chanyeol menghentikan tawanya. Pemuda itu kemudian memasang senyum sedih sambil mengepalkan tangannya.
Kris hanya bisa menahan air matanya yang hampir keluar. Dadanya ikut sakit melihat ekspresi menyesal adiknya. "Kau masuklah Sehun. Tidurlah."
Dengan tangan gemetar, Sehun mengambil bolpoin diatas meja kemudian menuliskan beberapa kata ditelapak tangannya. Ia kemudian pergi ke kamarnya dengan langkah pelan-pelan dengan tangannya yang masih menggenggam bolpoin.
.
PERGI TIDUR!
.
Chanyeol dapat melihat tulisan itu ditangan Sehun saat pemuda itu melewatinya.
.
.
.
.
Sehun membuka matanya saat mendengar teriakkan seorang anak laki-laki.
Sebuah ruangan asing dengan cat berwarna biru langit langsung menyapa penglihatannya begitu matanya terbuka lebar. Interior asing sebuah ruangan membuat alis Sehun mengerut. Sehun melihat tubuhnya. Ia memakai baju tidur lengkap dengan sandal kamar.
.
"Sehun-ah! Bangun!"
.
Sehun menoleh ke sebuah suara yang memanggilnya. Seorang lelaki yang tampak seperti perempuan karena wajah manisnya tengah merebahkan tubuhnya disamping tubuh Sehun yang lain.
.
Sehun membelak kaget. Kini tubuhnya terbagi dua.
.
Sehun mengangkat telapak tangannya yang memutih. Ini mimpi. Pasti mimpi.
.
"Aku sudah bangun." Suara parau miliknya terdengar. Sehun sadar bahwa itu adalah suaranya yang masih terlelap.
Pemuda dengan wajah manis itu kemudian mengerucutkan bibir merahnya. Tangannya mencubit pipi Sehun—ia juga dapat merasakan sakitnya—sampai tubuhnya yang masih terbaring terbangun dengan wajah kesal.
"Yak! Luhan!"
.
Luhan?
.
Pemuda itu, Luhan, tersenyum. Sehun dapat merasakan dadanya berdebar. Berdentum berirama bagai suara gemuruh.
Luhan tidak terlihat takut dengan wajah kesalnya. Ia malah tertawa kemudian dengan wajah polosnya menarik tangan Sehun sampai tubuhnya terbangun dari kasur.
"Kau malas sekali sih! Nanti kita terlambat ke perpisahan!" Luhan masih menarik tubuh Sehun yang berat. Sehun dapat melihat dirinya sedang tersenyum jahil pada Luhan. Ia kemudian melihat dirinya menarik tubuh pemuda itu dan dengan satu hentakkan, Luhan kini berada dipangkuannya.
"Yak! Oh Sehun!"
Sehun melihat dirinya tersenyum manis. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali ia tersenyum seperti itu untuk orang lain.
Pipi Luhan memerah saat melihat Sehun memajukan wajahnya untuk mendekat. Tangan Sehun seakan sangat kuat untuk menahan agar pemuda itu tidak bangun dari pangkuannya.
"Morning kiss?" Suara seraknya membuat pipi itu semakin memerah.
Luhan menutup wajahnya malu sebelum akhirnya menahan pipi Sehun dan mendaratkan ciuman dibibirnya.
Sehun tersenyum. Perutnya seakan dipenuhi kupu-kupu yang berterbangan. Sehun merasakan dirinya terbang ke atas langit.
.
Dalam hati, ia berdoa untuk tidak dibangunkan dari mimpi seperti ini.
.
Luhan melepaskan ciumannya dan Sehun merasa kecewa karena itu, tapi kekecewaannya tidak berlangsung lama karena Luhan memeluknya dengan wajah memerah.
"Aku mencintaimu."
Suara lembut Luhan bagai bisikkan angin. Sangat lembut dan pelan nyaris tak terdengar. Tapi bibirnya yang berdekatan dengan telinga Sehun menyalurkan getaran suara sampai ia dapat mendengarnya dengan jelas.
Sehun balas memeluknya. Lebih erat lagi seakan tidak ingin Luhan terlepas.
"Aku juga mencintaimu."
Sehun dapat merasakan jantungnya yang berdebar. Ia merasa hidup didalam mimpinya dan Sehun benar-benar berdoa agar tidak dibangunkan siapapun.
.
Dering ponsel menjadi pemisah antara pelukan Luhan dengannya. Pemuda dipangkuannya itu kemudian berdiri dan menarik Sehun agar benar-benar bangun dari tempat tidur.
"Lihat! Baekhyun marah-marah padaku karena belum kita datang juga!" Luhan menunjukkan layar ponselnya pada Sehun. Sebuah aplikasi chat terbuka dengan kontak Baekhyun terlihat disana.
Sehun memperhatikan dirinya yang mengikuti tarikkan tangan Luhan dengan malas.
"Iyaya, si nenek sihir itu memang bawel."
"Kau tidak boleh begitu! Baekhyun itu temanku!"
Sehun dapat melihat dirinya yang memasang ekspresi pura-pura kesal. Luhan kemudian mendorong tubuh tinggi Sehun ke dalam kamar mandi lalu membanting pintunya saat mendengar ajakannya untuk mandi bersama.
Sehun tertawa. Ia tidak tau kenapa ia tertawa, sebenarnya.
Mungkin karena dirinya yang konyol?
.
Mungkin karena melihat dirinya yang ternyata bersikap seperti itu?
.
Mungkin karena Luhan?
.
Sehun kemudian mengikuti sosok Luhan yang keluar dari kamar. Ia mengikuti langkah pemuda itu diam-diam meski ia tau bahwa Luhan tidak akan menyadarinya.
Sehun terdiam saat melihat ada sosok kakaknya didepan televisi.
.
Sambil menyaksikan kartun dan memakan sarapan oatmealnya.
.
"Sehun sudah bangun?" Kris bertanya disela kunyahannya. Sehun terus mengikuti sosok Luhan yang kini sedang mengambil sebuah cangkir lalu menuangkan susu yang ia ambil dari kulkas untuk diberikan kepada kakaknya.
Luhan tersenyum sambil mengangguk. "Sudah, dia itu kenapa pemalas sekali sih."
Kris tertawa dengan mulut yang penuh dengan oatmeal. "Kau tau, dia sangat pemalas. Aku khawatir dia akan terlambat ke pemakamannya sendiri karena tingkah lakunya." Luhan hanya menimpali dengan tertawa.
Sehun merasa bahwa ia akan tersenyum terus bahkan sampai ia bangun dari tidur. Dirinya sendiri tidak tau kenapa ia sangat senang melihat momen indah seperti ini.
"Kalian membicarakanku ya?"
Sehun menoleh ke arah tangga dimana ia mendapati dirinya sudah berdiri dengan pose angkuh disana. Luhan tertawa sambil menggeleng. Mulutnya berucap 'tidak' dengan pelan sedangkan Kris hanya mengangkat bahunya acuh.
"Ayo berangkat." Sehun kini mengikuti dirinya sendiri yang mengambil apel merah didepan Kris tanpa permisi—Kris sempat berteriak, tapi dirinya tidak perduli.
Luhan mengekorinya dari belakang. Sesudah berpamitan dengan kakaknya, mereka bertiga (Sehun menghitung dirinya menjadi dua) masuk ke dalam mobil dengan dirinya yang menyupir sedangkan Sehun sendiri duduk dibelakang bersama tas-tas besar mereka.
Sehun mendapati suasana asing didepan rumahnya. Ini seperti—seperti bukan rumahnya yang sekarang ia tempati.
Ini adalah sebuah rumah bergaya amerika dengan pekarangan luas didepan. Ada pohon maple dan persik yang buahnya sudah matang tinggal dipetik. Sehun dapat melihat ada sebuah rumah anjing besar ditengah kedua pohon yang tinggi menjulang itu. Ia dapat melihat seekor Siberian husky yang besar sedang berlarian kesana kemari dan hampir mengikuti mobil mereka yang melaju cepat.
Luhan tertawa dikursi depan samping kemudi saat meliat anjing berbulu hitam itu hendak mengejar mobil mereka. "Pulanglah Abby! Papa Kris nanti mencarimu!" katanya dan setelahnya, anjing besar itu kembali ke dalam rumah.
Sehun memperhatikan dirinya yang sedang menyetir. Ia dapat mendengar dirinya mendecih.
"Papa Kris? Dia itu kakek untuk Abby!"
Luhan lagi-lagi tertawa. "Bagaimanapun juga, Kris yang menjaga Abby. Bukan kau!" katanya dengan tangan kanan yang menarik pipi Sehun kencang.
"Yak! Luhan!"
Dan Luhan hanya tertawa melihat wajahnya yang kesal. Sehun tidak ingat semenjak kapan, ia merasa suara tawa Luhan sangat merdu.
.
Membuatnya seakan hidup didalam mimpi yang beberapa menit lagi berakhir.
.
Keduanya terdiam cukup lama didalam mobil. Sehun fokus dengan jalanan dan Luhan sesekali memainkan ponselnya. Suara milik penyanyi favoritnya terdengar lewat radio. Itu adalah suara Ed Sheeran dengan lagu yang juga menjadi lagu favorit Luhan.
.
Well, me—I fall in love with you every single day
And i just wanna tell you I am
So honey now, take me into your loving arms
Kiss me under the light of a thousand stars
Place your head on my breathing heart
I'm thinking out loud
That maybe we found love right where we are
.
Ya, Sehun memang jatuh cinta padanya. Pada Luhan, setiap harinya.
.
Luhan bersenandung beberapa bait sebelum akhirnya berdehem sebentar. Sehun ingat itu adalah kebiasaan Luhan jika pemuda itu ingin berbicara serius dengannya. Pemuda itu kemudian memanggil nama Sehun pelan, membuat dirinya menoleh sekilas pada Luhan.
"Ada apa?"
Luhan terlihat memilin ujung bajunya. "Kau ingat tentang keinginanku setelah lulus sekolah?"
Sehun mendengar dirinya bergumam. Jalanan semakin ramai, banyak mobil dan bus besar lewat.
"Kau ingat kalau aku dapat beasiswa ke China?"
Sehun bergumam lagi. Tangannya memutar kemudi membuat mobil mereka berbelok ke arah kanan.
"Kenapa? Kau sudah menyelesaikan administrasinya kan? Aku mendukungmu, Luhan." Sehun mendengar suaranya yang lembut. Luhan tersenyum karenanya tapi kemudian senyuman itu menghilang perlahan.
Jalan semakin padat. Bus yang membawa anak sekolah terlihat melaju dengan cepat. Lampu lalu lintas terlihat berganti warna dari hijau ke merah. Sehun menginjak rem perlahan, membuat mobil mereka terhenti tepat digaris putih jalan.
"Kenapa? Kau tidak usah memikirkanku. Aku juga akan melanjutkan sekolah ke Jepang. Jadi, kau tidak boleh selingkuh ya!" Sehun berucap main-main sambil mengusak rambut coklat Luhan gemas.
Luhan masih terdiam. Kepalanya tertunduk, dan pilinan dibajunya semakin kencang.
"Aku menolaknya, Sehun."
.
Sebuah angka menghitung mundur dari tujuh puluh. Angka yang menunjukkan sampai berapa lama lampu merah mempertahankan posisinya.
Mobil-mobil dibelakang Sehun terlihat tidak sabar menunggu, beberapa ada yang mencuri jalan sedikit demi sedikit.
.
Sehun melihat dirinya menoleh cepat pada Luhan dengan ekspresi kaget. "Apa?! Kau menolaknya?!"
Luhan mengangguk pasti. Ia mengangkat wajahnya dan Sehun dapat melihat mata pemuda itu berlinang air mata.
"Aku sudah bilang padamu kan? Aku mau membuka toko bunga dengan Baekhyun. Aku tidak butuh sekolah diluar negri! Aku tidak mau Sehun! Kau—cukup kau saja." Pemuda itu mengatakannya dengan cepat. Wajahnya memerah, bukan lagi memerah karena rona malu. Tetapi karena takut akan dirinya yang sudah memasang wajah yang keras.
"Kau? Toko bunga? Luhan, aku sudah bilang berapa kali padamu! Kau itu cerdas, kau akan berhasil! Jangan menyia-nyiakan hidupmu pada hal yang tidak berguna!"
.
Angka lampu lalu lintas terus berganti. Dari tujuh puluh sampai menghitung mundur ke satu.
Kini layar digital itu menunjukkan angka lima puluh. Lima puluh detik lagi sampai lampu merah terganti dengan lampu hijau.
.
"Aku tidak mau! Aku sudah membeli sebuah toko dengan uang tabunganku. Lihat, cantik bukan?" Luhan menunjukkan sebuah foto dari toko berwarna pastel di ponselnya, tangannya gemetar saat memegang ponselnya.
Sehun melihat dirinya membuang muka tidak peduli. "Kau sangat bodoh Luhan."
.
Sehun merasakan sakit saat melihat iris yang bersinar itu kini mengeluarkan air matanya. Luhan menangis sambil mengusap layar ponselnya.
"Namanya toko bunga Eveline. Eve, perempuan pertama dibumi. Cantik kan, Sehun?"
Suaranya bergetar. Tapi dirinya tidak perduli.
Sehun merasa membenci dirinya yang bersikap seperti itu pada Luhan. Dadanya terus merasakan nyeri saat iris coklat itu terus mengeluarkan air mata seakan sukar berhenti.
.
Angka dipapan digital terus menghitung mundur. Sirkuit bagai alarm itu kini menunjukkan angka tiga puluh, sebelum akhirnya lampu berganti hijau.
.
"Aku—aku sangat ingin kau dan aku merawat toko bunga itu bersama." Luhan menatap Sehun sendu dengan air matanya.
Sehun kembali mendengar dirinya mendecih. "Jangan naïf Luhan, jangan berfikiran kekanakan. Gunakan otak cerdasmu."
Luhan kembali tersedu, "Aku tidak butuh pekerjaan, aku tidak butuh status pelajar tinggi. Aku hanya ingin hidup bersamamu."
"Kalau begitu mulailah berfikiran dewasa Luhan. Kita akan bersama, setelah lulus universitas, kita bisa menikah. Oke?"
.
Sirkuit angka mulai menunjukkan angka dua puluh. Mobil-mobil sudah bersiap menginjak gas karena sebentar lagi lampu merah berganti warna jadi hijau.
.
"Aku tidak mau masuk universitas!"
Sehun membelakkan matanya saat mendengar Luhan berteriak. Wajahnya kini memerah menahan kesal.
Sehun menyesal melihat itu tapi dia lebih menyesal lagi melihat dirinya yang kini menatap Luhan geram.
"Kau naïf! Kau seharusnya membuka mata untuk masa depanmu! Bukan membayangkan hidup di negri dongeng!" ia berteriak. Sehun ingin menampar dirinya sendiri saat Luhan makin tenggelam dengan air matanya.
"Kau jahat! Kau yang naïf Sehun!" Luhan membalas dengan suara bergetar. Air matanya mengalir deras dan Sehun benci melihat dirinya yang seakan tidak peduli.
Sehun menyadari dirinya yang menginjak gas dengan kesal.
Mobil yang lain melaju perlahan namun hanya mobilnya yang melaju kencang. Sehun menyadari dirinya berbicara pada Luhan tapi suaranya teredam oleh suara klakson mobil besar dari arah kanan mereka.
Sehun menyaksikan bagaimana mobil mereka terlempar jauh. Dirinya menahan kemudi dan Luhan berteriak kaget.
.
Semuanya gelap, sampai hanya sirkuit dari angka digital lalu lintas yang menyala terang.
.
.
Lima detik lagi sampai lampu berubah menjadi hijau.
.
.
.
.
.
.
Sehun kembali membuka matanya saat mendengar suara sirene dimana-mana. Ia dapat melihat tiga mobil ambulans mengelilingi dirinya yang kini sedang berdiri dengan kemeja putih dengan bercak merah—noda darah.
Sebuah mobil sedan yang terbalik ada didepan matanya. Sebuah tangan mengulur keluar dari kaca jendela. Tangan dengan noda darah yang tidak ada hentinya, membuat beberapa orang semakin panik saat hendak mengeluarkan tubuhnya.
Sehun dapat merasakan kepalanya berdenyut nyeri. Ia merasa bahwa kepalanya akan pecah detik itu juga. Matanya mencoba mencari sosok Luhan. Tapi tidak ada, yang ada hanya beberapa relawan dan orang-orang yang mengerubungi mobil yang terguling tepat didepannya.
Sehun ikut masuk ke dalam kerumunan orang-orang yang ingin melihat.
.
Matanya kemudian membelak saat melihat sosok yang sudah berhasil dikeluarkan dari mobil.
.
Itu, Luhan. Dengan kepala dan separuh badannya penuh darah.
.
Sehun merasa dunianya hancur. Patah bagai ranting yang lemah. Hancur menjadi pecahan bagai kaca.
.
Sehun hanya terdiam diposisi berdirinya. Matanya kembali mengedar dan mendapati dirinya sudah dikeluarkan dari mobil. Wajahnya penuh darah akibat luka dikepalanya.
Seorang relawan membawa tubuhnya kedalam ambulans. Tapi Sehun tidak mengikutinya.
Ia mendekati sosok Luhan yang terbaring tak berdaya diatas kasur darurat. Beberapa orang mencoba menyadarkannya, memanggil namanya bahkan menepuk pipinya berkali-kali.
Sehun melihat seorang perawat membawa kotak Defibrillator lalu menyalakannya dan menempelkan kedua kotak persegi itu didada Luhan.
Tapi tidak bisa.
.
Luhan, tewas seketika dalam kecelakaan.
.
"Separuh tubuhnya remuk. Dia tewas ditempat." Ujar seorang perawat yang lain sambil membaca kondisi Luhan yang tidak berdaya dengan melihat tubuhnya.
Relawan yang lain ikut menangguk, "Kasihan ya, padahal dia masih muda."
Tubuh Luhan kemudian diangkat, dipindahkan kedalam sebuah tas berwarna kuning untuk mengangkut tubuh mayat.
.
Sehun merasakan kepalanya sakit. Jantungnya remuk dan hatinya hancur.
Sehun hendak mengejar tas kuning dengan tubuh Luhan didalamnya tapi tidak bisa, perlahan bayangan Luhan mengabur. Ambulans yang semula dekat dengannya mulai menjauh.
.
Ia mulai bangun dari mimpinya.
.
.
.
.
Sehun membuka mata dengan wajah yang basah. Ia dapat merasakan keringat dingin disekujur tubuhnya. Ia bahkan menangis sampai membasahi bantal tidurnya.
Ia baru saja mimpi buruk.
.
Sehun panik. Ia langsung berdiri dari kasurnya menuju lemari.
.
Di lemar, ada sebuah foto mengabur dengan tulisan tangan disisinya.
Sehun mencoba melihat foto itu.
.
Disana, ada seorang lelaki dengan perban dikepala sedang menangis didepan altar orang lain.
.
Dan diatas altar itu, ada foto Luhan yang sedang tersenyum.
.
Dibawah foto itu ada sebuah tulisan yang sudah mengabur, tapi Sehun mampu membacanya.
.
'Pemakaman Luhan, kekasihmu. 20 Maret 2009.'
.
Sehun seketika menangis. Dunianya seakan diputar. Ia tidak tau kenapa ia sangat sedih, tapi hatinya terasa sakit.
Sehun kembali menatap satu persatu foto dilemarinya.
.
Sebuah foto lain dengan gambar anjing yang terkulai lemas diatas ranjang.
Sehun membaca tulisannya dan air matanya semakin pecah.
.
'Abby, anjingmu dan Luhan. meninggal 22 maret 2009.'
.
Sehun merasakan dirinya hancur. Masuk ke dalam jurang kesedihan yang tidak ada dasar. Dadanya seperti dilubangi oleh pedang kasat mata. Membuat napasnya sesak, dan kepalanya sakit.
Sehun merogoh sakunya dan mendapati sebuah kertas berwarna kuning dengan tulisan merah muda didepannya. UNTUK KRIS, begitu tulisannya. Ia dengan perlahan membuka kertas itu sampai dapat membaca tulisan tangan orang lain didalamnya.
.
BERHENTI BERPURA-PURA KALAU LUHAN MASIH ADA, KRIS! KAU HARUS MEMBUAT SEHUN BERHENTI!
.
Sehun semakin hancur. Semakin jatuh kedalam jurang bernama kesedihan yang tidak berdasar.
Dengan air mata yang tidak berhenti, Sehun mengambil catatannya dan sebuah pena didekatnya. Tangan Sehun bergetar hebat saat penanya mulai menyentuh lembaran kertas berwarna kuning muda itu. Ia kembali menulis dengan tangisan yang tertahan.
.
Mencoba menulis, untuk dirinya sendiri dimasa depan.
.
.
.
.
.
.
Chanyeol menutup mulutnya dan Kris hanya bisa menangis dengan suara pelan saat melihat Sehun yang begitu frustasi dari celah pintu kamarnya.
"Dia seperti ini tiap malam?"
"Ya.. tiap malam. Selama lima tahun."
.
.
.
.
'kau mungkin akan lupa untuk ke pemakamanmu sendiri'—Itu adalah candaan kakakmu, Kris, yang ternyata sudah ia katakan dari lima tahun lalu.
Ingat? Semakin aku memikirkannya, semakin terasa hambar bukan?
Dan bagaimana aku tau kalau aku terlambat? Aku tidak pernah memakai jam tangan untuk melihat waktu tiap saat.
Lagipula, untuk apa kau punya jam? Itu barang antik. Beban mati yang menempel di pergelanganmu. Seakan mengatakan bahwa kau percaya pada waktu.
Tidak. Lupakan itu. Kau mungkin pernah percaya pada waktu, tapi waktu sudah kehilangan kepercayaannya padamu.
Orang lain pantas untuk percaya pada waktu. Mereka bekerja dibawah jarum jam,percaya akan masa depan, percaya akan kebohongan bahwa waktu akan menyembuhkan segalanya—semua luka yang kau alami dan derita—yang mana merupakan cara menyenangkan untuk mengatakan waktu membunuh kita.
Tapi kau berbeda. Kau lebih sempurna. Waktu adalah segalanya bagi kebanyakan orang, tapi bagimu, bagi kita, hanya satu hal. Satu. Satu waktu. Saat ini.
Ibaratnya, kau adalah pusat jam, pusat dimana jarum jam berputar. Waktu bergerak disekitarmu tapi tidak pernah menggerakanmu. Waktu telah kehilangan kekuatan untuk mempengaruhimu.
Kebanyakan orang akan sadar akhir dari kisahnya, tapi kau, kau mungkin sudah banyak melewati akhir. Atau mungkin, kau sendiri bahkan sudah melewati hari akhir itu sendiri.
Banyak yang mengatakan bahwa waktu adalah pencuri. Benarkah? Tidak. Kau tidak terperanguh oleh kata-kata seperti itu.
Tutup matamu dan kau bisa memulai semuanya dari awal lagi.
.
.
.
.
FIN
.
.
.
?
.
.
.
.
Sehun membuka matanya saat mendengar dering alarm.
Alisnya mengerut. Ia disapa dengan cat ruangan berwarna putih kusam. Sebuah tulisan dilangit-langit terlihat memudar sampai Sehun tidak yakin bisa membacanya.
Sehun bangun perlahan, ia dapat merasakan beberapa lipatan di perutnya saat tubuhnya terduduk sempurna diatas kasur.
Matanya melihat ruangan yang kosong tanpa meja ataupun lemari. Banyak kertas-kertas berserakan disudut ruangan, tapi Sehun tidak tertarik untuk mengambilnya.
Sehun kemudian menoleh ke samping, dimana sebuah kaca besar berdiri kokoh menghadap ke arahnya.
Alisnya mengerut mendapi pantulan dirinya sendiri yang hampir tidak ia kenal. Kulitnya berubah menjadi kecoklatan. Rambut halus tumbuh disekitar mulut dan dagunya. Dirinya seakan tidak mmengalami perawatan selama bertahun-tahun.
Sehun kemudian berbaring lagi.
Matanya membaca langit-langit perlahan sampai akhirnya menutup dengan napas teratur.
.
Sirkuit di jam alarmnya menghitung mundur dari sepuluh, dan kemudian mulai berdering kembali.
.
Sehun membuka matanya saat mendengar suara alarm dari sisi kepalanya. Alisnya mengerut. Ia disapa dengan cat ruangan berwarna putih kusam.
.
.
.
.
.
A/N : YEAY SELESAI 5K! BHAHAHAHA
Oke, aku gak keberatan kalau ada yang bilang aku ngikutin cerita Jonathan Nolan dengan judul sama (memento mori) KARENA AKU MEMANG MENGIBLATKAN CERITA INI KESANA! HOHO
Siapa yang gak tau Jonathan Nolan? Oke gausah dibahas, dia sebenarnya penulis plus produser film batman! Aku jatuh cinta sama dia karena dia produser film terganteng versiku hahaha!
Fiksiku ini terinspirasi dari cerpennya yang dipublikasiin tahun 2000 di majalah langganan papaku (Bahkan masih ada sampai sekarang! Maygaat). Terus, fiksi ini diangkat ke film pendek sebelum akhirnya diangkat ke layar lebar tahun 2001 dengan judul 'Memento' –fyi, yang jadi sutradara 'memento' adalah kakaknya, Christoper Nolan.
Aku nonton film Memento diumur sepuluh tahun, juju raja, masih bocah. Belum ngerti ini film tentang apa kok mulai mulai udah tembak-tembakan aja . terus pas kelas tiga SMP, temenku ajak nobar pake laptop (biasa, download di Ganool) dan dia mulai nyetel film ini.
Siapa yang udah nonton Memento? Aku saranin kalian nonton deh, dan tolong PM aku kalau kalian langsung tau endingnya gimana—karena aku sampai diusia TUJUH BELAS TAHUN belum juga ngerti endingnya dimana sampai papaku kasih peetunjuk :""")
Jadilah aku punya keinginan, kalau ceritanya begini.. gimana ya.. gitu ya.. hng
Buat yang belum tau apa itu Anterograde Amnesia, udah baca ff KaiSoo Anterograde tomorrow? Nah ini sama kok penyakit yang diderita Sehun sama Dyo. Bedanya, author AT buat Dyo punya daya ingat sampai 24jam, sedangkan aku, hanya sepuluh menit ^^
Amnesia Anterograde bisa disebabkan kecelakaan, bentura, atau jatuh. Ada juga yang karena efek terapi pengobatan atau operasi diotak. Jelas?
Yaudah ini udah panjang banget (mau 6K lol), jadi kuakhiri sampai sini ya ~
.
.
PS
CRS : CANT REMEMBER STUFF artinya Pikun. Itu bahasa slang inggris
MEMENTO MORI : diambil dari frasa latin yang artinya 'INGAT BAHWA KAU AKAN MATI'
MRI : Foto bagian tbuh manusia yang diambil dengan kamera x-ray.
.
.
.
At least but not last (?)
.
Review ^^
