…
Kaki kecilnya melangkah dengan gesit, melompati tumpukan sampah juga kubangan air. Kepalanya sesekali menoleh dengan nafas memburu, mengigit bibir bawahnya ketika bayangan seseorang masih juga berada di belakang. Berlari dengan kecepatan kencang dengan tawa gila yang masih menggema di sekitar. Jantungnya bertalu sangat cepat, seolah benda itu akan keluar dari tempatnya.
"Mau kemana kau!"
Suara serak itu menggema di dalam jalanan sempit, walau suaranya sedikit teredam karena masker yang di pakai. Terselip diantara tawa yang mana membuat bulu kuduk si bocah berdiri akan rasa takut juga khawatir yang kian menjadi.
Dia sudah sangat lelah, sungguh. Staminanya sudah terkuras habis, pakaiannya sudah basah oleh keringat juga rintik hujan yang turun sejak beberapa menit yang lalu.
"Kena kau!" Tangannya di cekal, membuatnya panik bukan main.
"Arg! Tidak, lepaskan aku!" Dia menariki tangannya, merintih kesakitan ketika bagian tangannya yang terluka bersinggungan dengan permukaan kasar telapak tangan seseorang di depan.
Tidak habis akal, dia pun mengigit lengan yang lebih besar hingga cengkramannya terlepas refleks. Dia segera bangkit dan kembali berlari sebelum orang tersebut berhasil mendapatkannya lagi. Mengabaikan pergelangan kakinya yang linu karna terkilir, dengan sedikit terseok dia berlari. Melirik gusar sekeliling, berdoa agar ada seseorang yang melintas dan mau menyelamatkannya.
"Kemana anak itu?"
Anak bersurai madu itu merapatkan punggung pada dinding berdebu,mengatupkan bibir rapat-rapat bahkan menahan nafasnya sendiri seolah suara sekecil apapun akan membahayakan keselamatan. Suara detakan jantungnya bertambah cepat seiring suara derap langkah kaki yang terdengar, semakin jauh dari pendengar. Hingga kesunyian yang dinanti akhirnya datang.
"Tenang Baekhyuna! Dia pasti sudah pergi, iya kau harus tenang!" Dia menyemangati diri sendiri, kemudian menghirup oksigen cepat-cepat ketika tak mendapati siapapun di balik tembok, menepuk dadanya pelan untuk menenangkan degupan jantungnya yang sudah menggila. Matanya terpejam sesesaat sebelum,
BRUGH.
Baekhyun terkesiap, merasakan nyeri pada punggung dan belakang kepalanya yang terbentur cukup keras. "Engh!" Tangannya melambai refleks, mencoba menggapai wajah seseorang yang tengah mencekik lehernya. "Tertangkap juga kau anak manis," Katanya dengan suara menyeramkan.
Anak itu semakin kuat meronta, menendang-nendang udara kosong untuk melepaskan diri. "Jika saja kau mengikuti kemauanku, kau tidak perlu merasakan ini." Lanjut sang pria, tangannya sesekali membelai pipi chubby si bocah.
"Le—pashh! Lepaskan aku, brengsek!"
"Wow, kasar sekali ucapanmu anak kecil." Dia memicingkan mata, menghimpit tubuh yang lebih kecil pada dinding dan berusaha menyingkap kaos biru yang di kenakan oleh Baekhyun.
"Tidak! Hah.. Jan—janganhh!" Baekhyun berucap kepayahan, memukul-mukul tangan kekar yang masih mencengkram kuat leher. Wajahnya sudah memerah, merasakan sesak pada dada saat dia mulai kesulitan menghirup nafas.
"Setelah ini, aku bisa menyentuhmu tanpa menerima penolakan lagi." Dia kembali tertawa, lebih kencang bagai seorang psikopat ulung. Membiarkan cengkramannya menguat tanpa takut akan ketahuan oleh orang lain yang mungkin saja melintas.
Namun, dia tahu itu mustahil. Di tempat ini, tak akan ada orang yang melintas pada jam-jam seperti ini. Apalagi setelah tahu jika banyak sekali kejadian mengerikan belakangan terjadi.
"Se—sesakhh…" Tubuh Baekhyun kian melemas sedang mulutnya masih mencoba mengais oksigen. Kepalanya mulai pening dan sayup-sayup dia mendengar seseorang berteriak.
Dia sudah pasrah ketika rematannya menguat, sepertinya orang itu kesal dan berusaha membunuhnya secepat mungkin sebelum orang yang berteriak sampai di tempat.
"Brengsek!" Satu pukulan berhasil mengenai tepat di pipi, membuat anak itu terjatuh pada tanah hingga dia terbatuk-batuk lemah.
"Akhirnya aku bisa menangkapmu juga! Kau harus membayar semua yang telah kau lakukan, sialan!" Umpatnya kesal. Dia meraih baju bagian belakang membuat topi yang di kenakannya terjatuh. Namun di tepis cepat.
Dia menggeram, merasa waktu bersenang-senangnya di ganggu. Melangkah perlahan kebelakang sambil sesekali melihat si bocah yang sudah terkulai lemas. Niat hati ingin membawanya pergi juga, namun urung ketika pria lain menghampiri sang bocah. "Sial!" Dia mengumpat, segera berlari pergi sebelum seseorang menjeggal kakinya.
BUGH.
Seseorang meninju pipi kirinya sambil berusaha memutar lengan kebalakang namun dengan gerakan kilat dia membanting tubuh pria yang lebih tinggi darinya hingga terpelanting kasar ke tanah.
"Sialan! Jangan lari kau!" Si surai hitam berlari, di ikuti beberapa temannya.
Pandangan anak itu memburam ketika dia melihat siluet pria jangkung yang mendekat padanya, terasa familiar dan mengingatkannya pada sesuatu. Sesuatu yang menyenangkan.
"Hei," Pergerakan dadanya semakin melambat, terdengar putus-putus. Kelopak matanya memberat tanpa ia inginkan. "Kau mendengarku?" Suaranya semakin pelan di akhir kalimat.
Bibir bergetarnya mencoba mengatakan sesuatu. Berbisik lirih hampir tak terdengar,
"Aku sudah menemukannya…"
Lalu semuanya menggelap ketika kesadaran menjauh darinya.
.
Come Back to Me
.
Pairing:
Park Chanyeol x Byun Baekhyun
.
Genre:
Crime, Rommace, lil bit Drama
.
Warn! : YAOI, BL. Pedofil. Reinkarnasi. MPREG.
.
Original Story by
Izahina98
Don't Like? Don't Read!
.
Layar TV LCD itu menyala, menanyangkan sebuah berita yang akhir-akhir ini tengah menjadi topik yang cukup panas untuk di perbincangkan di khalayak umum.
"Seorang anak laki-laki berumur sekitar 9 tahun di temukan tidak bernyawa di sebuah taman bermain di dekat bangunan tua dini hari tadi. Sama seperti korban sebelumnya, di temukan beberapa luka, juga terbukti jika dia mengalami peleceha—" Bip.
Pria berkulit tan itu menoleh dengan cepat ketika tangan seseorang terjulur untuk mematikan TV dengan remote yang berhasil ia rebut barusan. Mereka saling beradu pandang. Tatapan tenang yang beradu dengan tatapan sendu juga marah.
"Kenapa kau matikan, Hyung?" Serunya tidak terima, hendak merebut kembali remote namun urung di lakukan. "Jangan menambah bebanmu sendiri, Kai-ya." Jawabnya setenang mungkin, walau terselip rasa khawatir di sana.
"Aku tahu," Pria itu kemudian menunduk, meremas kedua tangannya kuat hingga buku jarinya memutih. "Tapi dia yang sudah merebut kebahagianku juga Kyungsoo! Dia sudah membunuh anakku!" Dia berteriak frustasi, menunjuk layar TV tanpa sadar.
Tangan besar itu terulur untuk mengusap kepala sang adik dengan lembut, mencoba menyalurkan kasih sayang juga kekuatan padanya sebelum kembali berucap, "Aku dan Detektive Oh sedang mengusut pelakunya. Kami pasti bisa menangkapnya, percaya lah." Dia menyemangati.
Harusnya saat ini dia berada di sana, ikut menangani kasus. Namun mengingat kondisi mental adiknya yang seperti ini, membuatnya memilih pulang lebih dulu dan menyerahkan semuanya pada orang yang sudah ia percaya, sahabatnya. Lagipula dia juga bisa mencari tahu disini, pikirnya begitu.
"Anakku… Uri Teoh…"
Pria bersurai ash grey itu hanya mampu menepuk-nepuk punggung bergetar adik bungsunya sekali lagi. Sedang sebelah tangan yang lain sudah sibuk mengangkat ponsel hitam yang sejak tadi terus saja bergetar, menandakan jika ada sebuah panggilan masuk.
"Aku sudah menemukan persembunyiannya." Ucap seseorang di ujung sana, membuat usapannya berhenti. "Dimana?" Tanyanya cepat. "Kami akan menjebak si brengsek itu." Dia menjeda. "Akan kukirimkan alamatnya…"
Lalu sambungan telpon itu terputus.
"Kai, ayo bersiap!" Ucapnya menatap lurus kedepan, "Sehun sudah menemukan persembunyian si bajingan itu." Lalu segera beranjak keluar setelah sebelumnya menyambar jaket juga kunci mobil di atas meja.
...
Mobil berwarna putih itu tiba satu jam setelah mendapat alamat persembunyian si pelaku. Di sebuah wilayah yang sudah lama di tinggalkan, wilayah yang sebentar lagi akan dirubuhkan dan berganti dengan bangunan hotel megah tahun depan.
Chanyeol membanting pintu mobilnya, segera beranjak mendekati pria berkulit pucat yang tengah mengobrol serius dengan seorang polisi beratribut lengkap.
"Bagimana?" Tanyanya kemudian. Dia tahunya menggeleng, merasa tidak enak juga merasa tak becus dalam menyelesaikan misi, "Maaf, kami hanya menemukan sisa-sisa makanan juga beberapa bekas amunisi di sana. Sepertinya dia kabur setelah menyadari kedatangan kita."
Chanyeol mendesah berat. Ingin berteriak marah namun tak bisa, biar bagimanapun dia harus menghargai kerja keras sahabatnya ini.
Kai lantas maju satu langkah, menatap kosong pada si detective. "Lalu kapan kau bisa mendapatkannya? Aku ingin sekali membunuhnya dengan tanganku sendiri." Ujarnya penuh penekanan, kembali membuat gerakan meremukkan dengan tangan.
"Tenanglah, Kai! Akan kupastikan pelaku itu tertangkap." Chanyeol sekali lagi memberi semangat, mengusap bahu itu pelan. "Yang harus kau lakukan sekarang adalah tetap di sisi Kyungsoo dan beri dia kekuatan."
"Baiklah."
Kai menjeda, kemudian menunduk hormat pada detective Oh juga Hyungnya. "Aku akan menemani Kyungsoo. Segera hubungi aku jika kau sudah mendapatkannya." Anak itu kembali masuk kedalam mobilnya, segera pergi meninggalkan tempat tersebut.
"Maafkan aku, harusnya semalam aku bisa datang lebih cepat."
"Kau sudah berusaha, Sehun-ah! Aku yakin kita bisa menangkapnya."
Sehun menarik garis tipis di bibir, menatap sahabatnya hangat. "Lalu bagaimana keadaan si kecil itu? Dia sudah sadar?" Tanya Sehun kemudian. Chanyeol hanya menggeleng dengan helaan nafas panjang. "Belum," Jawabnya. "Dokter bilang, anak itu mungkin masih terlalu shock. Tapi aku bersyukur dia tidak mendapatkan luka serius."
"Ya, aku juga bersyukur mendengarnya." Sehun tersenyum, mencoba mengingat-ingat wajah polos bocah yang di tolong sahabatnya semalam. "Untung saja kita sempat menyelamatkannya. Dia anak yang manis." Katanya jujur.
Ponsel Chanyeol tiba-tiba kembali bergetar. Dia merogoh saku celana dan langsung menempelkan ponsel pintar itu pada telinga perinya, membuat Sehun juga menatapnya penasaran ketika melihat perubahan raut wajah Chanyeol.
"Ada apa?"
"Anak itu sudah sadar."
Chanyeol tanpa sadar menarik senyuman terlalu lebar, segera melesak masuk ke dalam mobil tanpa mengindahkan panggilan Sehun. Entah, kenapa dia merasa sangat bahagia mendengarnya. Padahal mereka sama sekali tidak memiliki ikatan apapun. Tanpa sadar dia tertawa geli ketika mengingat kelakuan gilanya saat membawa anak itu kerumah sakit tadi malam.
"Hei, bangunlah." Dia masih menepuk-nepuk pelan pipinya, menatap jalan kembali dengan bola mata yang terus bergulir. Melirik pergerakan dada si kecil yang naik turun lemah, wajah anak itu pun semakin memucat pasi. Membuat perasaannya semakin tak enak saja.
"Apa dia akan baik-baik saja?" Chanyeol bertanya, melirik satu petugas medis yang tengah memakaikan alat bantu pernafasan pada si kecil.
"Kita akan tahu hasilnya setelah sampai di rumah sakit."
Chanyeol terus saja memandangi wajah itu, mengeras dalam amarah ketika menyadari bercak kemerahan di leher sang bocah. Terus bergerak gelisah ketika waktu terasa lama di perjalanan.
"CEPATLAH!"
Dia berteriak rusuh, tak sabaran untuk membawa turun sang anak dari mobil ambulans. Tidak lama dua orang suster datang membantu mendorong brankar rumah sakit. Chanyeol segera mengikuti langkah kaki para suster yang membawa sang bocah dengan raut wajah panik yang selama ini belum pernah tergambar di wajah.
"Tenanglah, kau akan baik-baik saja." Tangan besarnya sesekali mengusap pelan kepala hingga pipi si anak, membisikkan kata-kata penenang yang nyatanya itu untuk dirinya sendiri.
Sejak melihatnya, Chanyeol seperti menemukan sesuatu yang pernah hilang. Perasaannya membuncah, antara senang, lega dan sangat bersyukur akan beberapa hal. Mereka tidak memiliki ikatan apapun. Tapi, sesuatu dalam hatinya mengatakan jika anak ini adalah orang yang paling berharga untuknya.
Chanyeol juga tidak mengerti, kenapa saat anak itu membuka mata dan menatapnya dengan tatapan teduh membuat jantungnya berdegup dengan kecepatan gila.
Dia mendekat, membetulkan letak blazernya lalu berdehem pelan. "Hei, Kau sudah bangun?" Tanyanya sambil mengelus surai halus itu pelan.
"Chanyeol?"
Pria itu langsung terdiam, menatap si anak surai madu dengan tatapan bingung. Bagaimana dia tahu namaku? Chanyeol membatin. Semakin terkejut ketika anak itu justru beranjak untuk memeluk lehernya sangat erat, menangis sambil terus mengatakan sesuatu yang tidak jelas apa maksudnya.
"Akhirnya aku menemukanmu, Chanyeolie! Aku merindukanmu, sungguh." Anak itu sesenggukan, mengusap asal air mata yang terus turun. "Kenapa kau tidak mencariku seperti janjimu dulu? Kau berbohong padaku." Ujarnya, dia menatap mata Chanyeol dengan wajah basah akan air mata. Namun segera bersembunyi kembali di ceruk leher pria yang lebih besar.
Chanyeol tidak mengerti. Lantas kedua bahu anak itu ia dorong, membuat jarak diantara mereka. Hidung mancungnya sudah merah di ujung dengan cairan berlendir yang berulang kali ia sedot masuk kedalam.
"Apa maksudmu?" Chanyeol langsung bertanya pada inti, tak ingin berbasa-basi.
"Kau tidak mengingatku?"
Pria itu tahunya menggeleng sebagai jawaban, membuat raut wajah anak itu berubah sedih seketika. "Aku suamimu, Chanyeolie. Aku Baekhyun." Dia berkata, mencoba menyakinkan Chanyeol yang tampak shock sekarang.
Chanyeol tertawa sinis, "Suami? Kau bahkan terlalu muda untuk menjadi suamiku." Jawabnya tak ingin percaya.
"Tapi aku memang suamimu!"
Dia segera berjalan menjauh, masih tidak percaya akan kata yang terus terlontar dari mulut si bocah. Dia ini sudah dewasa, mana bisa di bohongi dengan lelucon macam itu? Apa kepalanya terbentuk hingga bicara ngelantur?
Baekhyun menggeleng, menjerit pada Chanyeol yang ingin beranjak meninggalkannya. Tidak, dia tidak ingin di tinggal lagi.
Jarum infuse di punggung tangan ia lepas segera, mengabaikan rasa ngilu juga darah yang sudah menetes pada lantai. Memeluk lengan Chanyeol sangat erat setelah berhasil menggapainya.
"Maafkan aku, Chanyeolie. Aku tahu ini sangat mendadak tapi aku akan berkata yang sesungguhnya." Chanyeol hanya diam, enggan menjawab. Juga mengabaikan tatapan-tatapan beberapa orang yang tak sengaja melintas di dekat mereka. "Bawa aku bersamamu dan aku akan buktikan semuanya…" Dia menjeda, mendongak untuk mempertemukan kembali netra mereka.
"Aku akan ceritakan semuanya, tentang kita, tentang hubungan kita di kehidupan sebelumnya. Juga tentang janji yang kau buat padaku."
.
NEXT or DELETE?
.
.
Anggap aja ini prolognya ya^^
Gak tahu juga, tiba-tiba ide ini muncul gitu aja di kepala. Berhubung Hina baru pertama bikin genre gini jadi mohon bantuannya. Kritik dan saran sangat membantu, jadi hina bisa mengoreksi kesalahannya.
Halo Reader dan sider tercinta~~ Minta review ya^^
#ChanBaekisReal!
#ChanbaekMenujuHalal
