"Arthur, kau gadis manis yang pernah aku temui. tetaplah semangat menjalani hidupmu! kau tahu, dibalik kesedihan dalam hidupmu, telah menunggu kebahagiaan untukmu"
"kebahagiaan?"
"Ya. karena itu, jangan putus asa! hidupmu baru dimulai"
"Aku sudah cukup bahagia asal kau ada disini"
"Aku ingin sekali berada disisimu, tapi orangtuaku melarangku untuk tinggal sendiri"
"..."
"Aku janji, suatu hari nanti kita pasti bertemu, dan akulah yang akan menjadi kebahagiaanmu, Arthur"
.
Title : Arthur Hurt Love Story Part 1
Desclaimer : Hetalia (c) Hidekazu Himaruya
Rating : M
Pairing : FrUk, UsUk, ScottEng.. + Sealand
Summary : UsUk, ScottEng, FrUk + Sealand.. Kisah seorang gadis muda yang melewati hari-harinya dengan penuh penderitaan dan kekejaman ayah dan kakaknya. Dicambuk, dihina, diperkosa hingga ia putus asa. Namun ia harus berjuang demi adik kesayangannya.
Note : OOC + Uk versi wanita bukan Nyo!Uk. Cerita ini terinspirasi saat sedang RP-an sama Clorkshelle.. Tapi sorry kalau ceritanya ada yang sedikit diubah karena lupa detilnya... ahahahaha #Tertawadengannistanya
.
"Akh" Rintih seorang gadis muda dengan rambut pendek layaknya lelaki yang tersungkur di atas tanah. Gadis muda itu menangis menahan perih di tubuhnya. Dibelakangnya ada seorang pria tua berewokan dengan mengayunkan gespernya kearah gadis muda itu berkali-kali. Tidak peduli berapa tetes airmata gadis muda itu berjatuhan, tidak peduli sekencang-kencangnya jeritan gadis muda itu memohon ampun, lelaki itu tetap mengayunkan gespernya kearah gadis itu.
Dibelakangnya ada seorang anak kecil tengah menangis melihat kejadian itu dan berkali-kali anak kecil itu memanggil gadis muda itu dengan sebutan 'kakak'.
"Jangan menangis! Atau kau akan merasakan cambukan ini!" teriak lelaki tua itu.
"Tidak! Jangan sakiti Peter! Dia masih terlalu kecil! Kumohon, ayah!" ucap gadis muda itu dengan sekuat tenaga melingkarkan tangannya ke kaki si pria tua itu. Airmatanya mengalir deras menahan rasa sakit dipunggungnya.
Pria itu menendang gadis muda itu sehingga gadis itu kembali tersungkur diatas tanah. Ia kembali mencabuki gadis muda itu sambil meminum bir yang dia punya. Tidak lama ia melemparkan botol bir itu kearah gadis muda itu sehingga gadis muda itu kebasahan air bir. Beruntung sekali gadis muda itu tidak kenapa-kenapa saat dilempar botol tersebut dan tidak terkena luka berat saat terkena pecahan-pecahan botol tersebut. Pria itu lalu menjambak gadis muda tersebut dan menteriaki gadis muda itu.
"Bereskan semua ini atau aku akan membuat adikmu juga sengsara!" setelah ia berkata seperti itu, pria tua itu masuk kedalam ruangannya meninggalkan gadis muda itu dengan adiknya.
"Ka—"
"Jangan mendekat!" perintah gadis muda itu lantang kepada adiknya sebelum adiknya menghampirinya. gadis muda itu tersenyum kecil kepada adiknya. "Jangan mendekat, ya! Berbahaya"
Adiknya yang dipanggil Peter itu segera menurut ucapan kakak perempuannya. Selama ini sang kakak selalu hidup menderita tanpa penuh kasih. Peter merasa sayang kepada kakaknya yang satu ini karena ia selalu ditolong oleh sang kakak. Gadis muda ini lalu membersihkan pecahan-pecahan botol tadi dan mengepel tumpahan-tumpahannya. Tidak peduli betapa sakitnya luka dipunggung itu, tidak peduli berapa banyak tangannya yang terluka akibat pecahan-pecahan tersebut.
"Oi, Arthur!" panggil seorang pria dengan kasarnya. Pria yang hampir sebaya dengan gadis yang dipanggil dengan sebutan Arthur tersebut. Namun pria ini lebih tinggi dari gadis ini.
Gadis dengan paggilan Arthur itu melihat kearah pria jangkung itu dan dengan seketika itu juga wajahnya pucat pasi.
"Ka- kakak?" ucap Arthur dengan takut. Pria itu menghampiri Arthur. Arthur memejamkan matanya takut akan dipukul oleh pria ini. Pria yang dipanggil kakak ini sama seperti pria berewok yang dipanggil Ayah oleh Arthur. Pria itu selalu membuat Arthur terluka namun pria ini tidak mengenal ampun membuat sang adik menderita.
Pria itu jongkok di depan wajah Arthur dan berkata "Buka matamu dan lihat kearahku!"
Disuruh begitu, Arthur membuka matanya dan melihat kearah kakaknya dengan penuh ketakutan. Tubuhnya gemetaran dan bibirnya bergetir. Sang kakak menatap Arthur dengan lekatnya sehingga membuat Arthur bergidik. Tidak lama kemudian, sang kakak menampar Arthur dengan kencangnya sehingga membuat Peter berteriak dengan kencangnya.
Arthur kaget namun ia tidak bisa apa-apa melihat kekejaman kakaknya itu. Lalu sang kakak menjatuhkan tubuh Arthur dan memegang kedua tangan Arthur. Arthur kaget dan meronta.
"A—ka, kau mau apa? Le, lepaskan aku!" pinta Arthur meronta-ronta sehingga membuat sang kakak meludahinya dan kembali menamparnya dengan keras.
"Berisik!" teriak sang kakak. "Lebih baik kau diam saja dan ikuti perintahku!"
Arthur tersentak saat sang kakak menyentuh dan mencubit kecil payudaranya. Ia makin meronta bagaikan cacing kepanasan. "He, hentikan! Kakak! Hentikan!"
Ia berusaha melawan, namun sang kakak tetap bersikeras mencubit payudara gadis muda yang berdada kecil itu. Arthur kembali menangis meminta pertolongan dan berteriak sekuat tenaga. Namun pertolongan itu tidak ia dapatkan. Ia sudah mulai pasrah dan memberikan tubuhnya terhadap kakaknya yang sejak kecil itu mempunyai gangguan sister complex. Arthur memejamkan matanya dan membayangkan hal-hal bagus agar ia tidak merasakan takut, namun perasaan takutnya lebih besar daripada bayangan bahagianya.
JDUK
Terdengar bunyi keras yang seakan bunyi benturan. Arthur membuka matanya. Dilihatnya Peter yang masih kecil itu membawa sapu. Tangannya gemetaran dan matanya yang besar itu berlinangan airmata.
"Menjauh dari kakak! Atau aku akan memukulmu"
Sang kakak tersenyum licik kearah Peter. "Kau bisa apa, anak kecil?"
Saat sang kakak ingin memukul Peter, Arthur segera mendorong Peter agar tidak terkena pukulan keras dari kakaknya dan hal itu membuat Arthur terkena pukulan keras dari sang kakak.
"Hentikan, Scott! Jangan sakiti Peter! Ia masih terlalu kecil!" pinta Arthur menangis sambil memegang pipi bekas pukulan sang kakak.
"Aku tidak peduli siapa dia" lantang sang kakak yang bernama Scott. Scott merobek baju milik Arthur yang membuat payudara gadis muda itu terlihat.
"tubuhmu begitu indah, Arthur! Biarkan aku memilikinya!"
Belum sempat Scott menyentuhnya, Arthur merebut sapu yang dipegang oleh Peter dan memukulnya dengan keras. Ia segera menggenggam bajunya agar tubuhnya tidak terlihat lalu menggendong Peter dan segera pergi dari tempatnya. Ia keluar rumah dan berlari sekencang mungkin.
Dalam pelariannya itu, ia bertemu dengan seorng pria berambut blond dengan jambul yang tampak terlihat jelas menjulang keatas. Pria itu memberi isyarat kepada Arthur untuk masuk ke rumahnya. Arthur segera masuk kedalam rumah pria itu dan mengatur nafasnya yang membara itu.
"Te—terimakasih banyak" ucapnya dikala mengatur nafasnya.
"Lagi-lagi mereka jahat padamu, ya?" ucap pria dengan jambul itu. Arthur menurunkan Peter dari gendongannya dan mengelus rambut blonde pria itu.
"Tidak apa-apa, terimakasih ya, Alfred" senyum Arthur kepada pria berjambul itu.
"Ah, Arthur datang ya?" ucap seorang gadis separuh baya yang melihatnya dari dalam ruangan yang mana adalah ibu dari Alfred.
"Ta, tante?"
"Bajumu kenapa? Kemarilah! Ganti bajumu!" ucap sang ibu sembari mengantarkan Arthur ke kamarnya.
"Te, terimakasih banyak, tante" ucap Arthur malu-malu.
Arthur dan Alfred sudah lama saling Alfred pindah rumah kerumahnya yang ini, ia dan Arthur mulai berteman. Arthur sudah menganggap Alfred sebagai adiknya karena Alfred sangat baik padanya. Namun tidak dengan Alfred. Alfred mempunyai perasaan terhadap Arthur. Perasaan yang lebih dari rasa persaudaraan. Setiap ia berkata suka kepada Arthur, Arthur hanya tersenyum kecil sambil mengelus rambut Alfred dan menganggap ucapan Alfred hanya sebatas ucapan suka sebagai saudara. Alfred memang lebih kecil daripada Arthur, namun ia tahu bagaimana rasanya mencintai seseorang yang ia sayangi.
Arthur kembali keruang tamu dimana tempat Peter dan Alfred berada dengan pakaian yang diberikan oleh ibunya Alfred.
"Hei Arthur, aku sudah dengar dari Peter" ucap Alfred kesal. "Mereka tidak bisa dimaafkan! Aku akan membalaskan dendammu!"
Arthur hanya tersenyum kecil dan menggendong Peter kembali. "Tidak apa-apa. Aku tidak kenapa-kenapa kok"
"Kenapa sih kau selalu saja bersabar dengan orang-orang seperti itu. Seandainya ibumu masih ada—" belum sempat Alfred melanjutkan kalimatnya, Arthur membungkan mulut anak itu dengan cepatnya.
"Alfred, jangan bicarakan itu!" ucap Arthur gelisah. Ia menatap kearah Peter dan memeluk adiknya itu dengan eratnya.
"Kenapa sih tidak boleh ngomong tentang hal itu di depan Peter?" ucap Alfred kesal. Peter bingung karena namanya disebut oleh Alfred.
Arthur terdiam dan memelototi Alfred kesal. Alfred merasa bersalah namun ia tidak mau meminta maaf. Peter bertanya-tanya kepada Arthur maksud yang diucapkan oleh Alfred namun Arthur tetap tersenyum dan berkata "Tidak ada apa-apa"
Setelah itu, mereka bermain dirumah Alfred dengan bahagianya hingga fajar menjelang.
"Al, aku pulang dulu, ya" ucap Arthur bersiap-siap.
"Eh? Apa kamu tidak apa-apa pulang ketempat itu?" ucap Alfred khawatir. Ia menggenggam tangan Arthur seakan tidak membiarkan Arthur pergi. Arthur kembali tersenyum kepada Alfred.
"Aku pernah berjanji pada orang itu kalau aku tidak akan pernah menyerah dalam hidupku. Orang itu yang selalu mengajariku karena itu aku tetap menjalaninya dengan kuat"
"Kau selalu bicara tentang orang itu, siapa sih dia?" ucap Alfred kesal.
"Dia adalah orang yang sangat spesial dihatiku dia selalu mengajariku bahwa dibalik kesedihan terdapat kebahagiaan. Karena itu aku percaya bahwa suatu saat nanti aku bisa berbahagia" ucap Arthur tersenyum sambil mengelus rambut Alfred kembali. Ia menggendong Peter dan segera pulang.
Sesampainya dirumah, ia celingak-celinguk melihat keadaan agar tidak bertemu dengan Scott, kakaknya. Namun sial baginya, ia memang tidak bertemu kakaknya, melainkan ia bertemu dengan ayahnya dengan sebilah pisau ditangannya. Ia mulai tampak ketakutan kembali. Ayahnya tersenyum sinis terhadap Arthur. Ia merebut Peter yang sejak tadi digendong oleh Arthur hingga Arthur kembali terjerembab ke tanah karena tidak sanggup menahan Peter dalam pelukannya.
"Oi, dia sudah pulang nih!" seru sang ayah sembari melihat kedalam ruangannya. Arthur panik. Ia tidak tahu siapa orang yang dipanggil oleh ayahnya. Ia sangat takut apabila ternyata orang itu adalah kakaknya, Scott.
Seseorang keluar dari ruangan. Pria gendut dengan kumis lebat di bawah hidungnya menatap Arthur dengan lekatnya.
"Gadis ini yang akan kau jual pada kami?" ucap pria gendut itu. Sang ayah mengangguk tegas.
"Ya. Dia masih virgin dan tidak ada cacat selain dipunggungnya"
"Hmm—" pria itu menatap Arthur dari segala arah hingga membuat Arthur ketakutan. Lalu pria itu jongkok dibelakang Arthur dan meraba vagina Arthur dengan kasarnya sehingga Arthur tanpa berpikir panjang menonjoknya.
"Apa yang kau lakukan?" bentak sang ayah menjambak rambut blond Arthur. Arthur kesakitan dan meronta-ronta meminta ampunan dari sang ayah.
"Hmm, boleh juga gadis ini. Aku akan membelinya mahal!" ucap pria berkumis itu dengan tersenyum. "Ia akan bekerja sebagai penari erotis dan pelacur ditempatku!"
Arthur digeret oleh pria itu dengan paksa.
"Tu—tunggu dulu! Kumohon!" pinta Arthur dikala tangisnya. "Adikku! Adikku! Biarkan adikku bersamaku! A— aku akan bekerja ditempatmu dengan serius tapi kumohon, biarkan adikku bersamaku"pintanya memohon. Lalu pria berkumis itu membolehkan Arthur membawa Peter bersamanya. Ia memeluk Peter dengan kencangnya seakan tidak ingin kehilangan adik satu-satunya itu. Mereka pergi jauh dari rumah itu. Rumah yang dipenuhi kenangan manis dan pahit bagi Arthur. Ia begitu merindukan mendiang Ibunya. Ia menangis berkali-kali selama perjalanan itu.
.
xxXXxxXXxx
.
Dua tahun dilalui oleh Arthur dengan menjadi penari erotis di klub malam. Namun ia tidak sudi dirinya disentuh oleh sembarang lelaki karena itu setiap ada lelaki yang mendekatinya, ia selalu menghajarnya tanpa pandang bulu. Ia berusaha melindungi dirinya dikala ada lelaki berhidung belang yang menghampirinya dan mempunyai niat busuk. Namun hal itu membuat dia dimarahi bahkan dicambuk abis-abisan oleh bosnya yang membelinya. Ia sudah berhenti berharap akan kebahagiaan, Baginya asal Peter dapat tumbuh menjadi anak yang sehat sudah lebih dari cukup. Ia sudah tidak peduli akan kesehatan dirinya dan kehidupan sial yang menimpanya sampai saat dimana seorang pria membuatnya merasakannya lagi.
Hari itu, Arthur menari seperti biasanya, dan seperti biasanya juga ia dapat siulan-siulan dari lelaki mata keranjang yang selalu mampir ke bar malam itu. Namun ada satu lelaki yang melihatnya dengan tersenyum. Senyuman yang sangat membuat Arthur begitu penasaran. Pria itu memanggil Arthur berkali-kali namun Arthur tetap cuek padanya. Pria itu mendekati Arthur dan menarik tangan Arthur dengan eratnya.
"He—hei! Mau apa kau?" teriak Arthur kesal. "Aku sedang kerja!"
Pria itu hanya tertawa sambil tetap menarik tangan Arthur dan tidak menghiraukan teriakan-teriakan Arthur. Ia membawa Arthur ke tempat dimana mobilnya diparkirkan dan memasukan gadis itu dengan paksa. Ia mengemudikan mobil tersebut dengan kencangnya hingga kesebuah bangunan putih yang tampak seperti rumah yang besar. Arthur terjerat melihat rumah tersebut. Tidak seperti gubuk yang ia tinggal selama dua tahun ini dan tidak seperti rumah miskinnya di rumahnya yang dulu. Rumah ini begitu mewah seakan rumah milik bangsawan.
"Kita sudah sampai" ucap pria itu sambil tersenyum kecil. Ia kembali menarik Arthur untuk masuk kedalam rumah tersebut. Didalam rumah itu terdapat banyak pajangan dan foto diri pria itu dari yang besar hingga yang kecil. Arthur tampak seperti orang bego melihat-lihat dalam rumah tersebut. Pria itu tertawa sambil menggenggam erat tangan Arthur.
"A—apa yang lucu?" pekik Arthur malu.
"Tidak" ucap pria itu yang masih menarik Arthur ke kamarnya. "Wajahmu lucu sekali"
Ia duduk dikasurnya lalu memangku Arthur. Arthur bingung dengan pria yang ia temui ini. Wajahnya memerah saat mengetahui wajah pria itu sangat dekat sekali dengan wajahnya. Pria itu mengelus pipi lembut milik Arthur.
"Ma—mau apa kau dariku? Aku tidak punya apa-apa untuk diberikan padamu!" lantang Arthur. Pria itu tersenyum lalu memberikan kartu nama kepada Arthur. Arthur membaca kartu nama pemberiannya.
"Francis Bonnefoy dokter Psikologi anak?" eja Arthur.
"Ya. Namaku Francis" ucap pria itu.
"Ma, mau apa kau? Aku tidak sakit! Lepaskan aku!" pekik Arthur meronta.
"Kau mungkin tidak sakit," ucap pria yang bernama Francis itu.
"Ma— maksudmu aku sakit jiwa?" lantang Arthur kesal. Ia mencakar wajah Francis layaknya kucing mencakar. "lepaskan aku! Pulangkan aku!"
"Ah—betapa bahagianya" ucap Francis tersenyum dengan cakaran Arthur sehingga Arthur berhenti mencakarnya. "Aku hanya ingin bertanya padamu, nona manis"
"—bertanya?"
"Ya. Apabila kau sudah menjawabnya, kau boleh pulang"
Arthur terdiam menatap Francis dengan kesal. Ia menunggu pertanyaan dari Francis agar ia bisa cepat-cepat pulang.
"Kenapa kau bekerja menjadi gadis penari erotis itu sih?"
Mendengar pertanyaan seperti itu tentu saja membuat Arthur kesal. Bagaimana tidak? Ia juga terpaksa menjadi gadis penari erotis tersebut. Kalau memang bisa, ia tidak akan menjadi gadis penari erotis seperti itu. "Su—suka-suka aku mau jadi apa!"
"Jawablah dengan benar!" ucap Francis menatap lekat kearah Arthur.
Ditatap seperti itu Arthur mulai luluh. Ia sangat tidak kuat apabila dirinya ditatap dengan lekat oleh seseorang. Ia menunduk, alisnya yang tebal mengkerut. Teringat kembali lembaran-lembaran lamanya yang ingin sekali ia tutup rapat-rapat walau tidak pernah berhasil.
"Aku bekerja demi adikku" ucapnya perlahan. "demi dapat bertahan hidup"
"kenapa kau bekerja seperti itu? Banyak sekali pekerjaan yang pantas kau dapatkan" ucap Francis yang sejak tadi menatap Arthur dengan lekatnya.
"Aku bisa apa? Cuma menari seperti itu yang kubisa" jawab Arthur tersenyum kecut.
"Kenapa kau pesimis seperti itu?"
Arthur menghela nafasnya. Ia terdiam seketika lalu mulai berbicara. "Aku dijual oleh ayahku ketempat itu. Aku dipaksa bekerja disana untuk membalas uang jual diriku. Ayahku begitu keras karena itu aku bekerja disana"
"Lalu kau mau saja dan membiarkan tubuhmu disentuh pria-pria itu?"
"Mau bagaimana lagi? Aku tidak punya pilihan! Tapi aku tetap bertahan menjaga keperawananku!"
Francis menyentuh kedua pipi Arthur yang lembut bagaikan kapas itu. "Aku mau merekrutmu"
Ucapan itu tentu saja membuat Arthur tersentak kaget.
"Aku sudah lama memperhatikanmu setiap malam" ucap Francis kembali. "Kupikir, sayang sekali gadis manis sepertimu bekerja menjadi pelacur di klub malam"
Arthur tetap terdiam, ia tidak menyangka akan ada orang yang mengatakan demikian kepadanya.
"Aku ingin kau bekerja jadi asisten ditempatku bekerja"
Arthur terdiam lalu berkata "Ta, tapi aku tidak tahu tentang kedokteran"
"Tidak apa-apa. Kau tinggal menuruti apa yang kukatakan seperti kalau aku minta pisau, ambilkan pisau" ucap Francis. "Bagaimana? Gajinya juga lumayan besar"
Arthur terdiam memikirkan semuanya.
"Kau terlalu cantik untuk bekerja seperti itu"
"—ke—kenapa kau baik terhadapku?" ucap Arthur menahan Airmatanya.
"Karena aku mencintaimu" ucap Francis yang tanpa basa-basi mencium bibir gadis itu dengan lembutnya. Hal itu membuat Arthur tersentak kaget dan dengan spontan menamparnya.
"Apa yang kau lakukan?" pekik Arthur kesal. "Aku pulang!"
"Tawaran kerjaan dariku bagaimana?"
"A—aku terima!"ucap Arthur berlari keluar dari rumah tersebut.
.
xxXXxxXXxx
.
Arthur membawa Peter ke tempat kerjanya yang baru, yaitu tempat dimana pria bernama Francis bekerja. Saat ia memasuki wilayah itu, ia disambut hangat oleh pria itu.
"Selamat pagi, Arthur" ucap Francis sambil memeluk Arthur. Dan tentu saja hal itu membuat ia dihajar habis-habisan oleh gadis dengan alis tebal itu. Francis kemudian melihat kearah Peter. "Ah ini adikmu?"
"Iya, namanya Peter" ucap Arthur tersenyum lembut kearah Peter. "Peter ayo beri salam!"
"Namaku Peter Kirkland" ucap Peter dengan manisnya sehingga membuat Arthur makin tersenyum lembut. Melihat hal itu, Francis ikutan tersenyum.
"Kau begitu menyayangi Peter, ya" ucap Francis yang mengetahui isi hati Arthur. Arthur tersentak kaget dan wajahnya memerah padam.
"Te, tentu saja aku menyayanginya! Walau begitu itu bukan kesalahan Peter!" ucapnya lantang. Francis dan Peter bingung dengan kalimat yang diucapkan oleh gadis itu. Dan seketika itu juga Arthur tersadar dengan ucapannya. "Ah, itu, bukan apa-apa"
Francis mengantarkan Arthur dan Peter untuk menjelajahi tempat kerjanya. Disini adalah tempat dimana anak-anak yang tidak punya orang tua berada. Tempat dimana anak-anak yang mempunyai gangguan psikologis akibat ditinggalkan oleh kedua orangtua mereka. Arthur melihatnya dengan iba. Ia mengetahui bagaimana rasanya di buang oleh orang tuanya, bagaimana rasanya ditinggal oleh orang yang terkasihi. Ia dapat merasakan penderitaan mereka karena ia juga mengalaminya.
"Mulai hari ini kau jadi ibu bagi anak-anak dengan kamar 666 ya" ucap Francis lembut.
"Lalu, aku ngapain saja?"
"Kau bisa menceritakan dongeng, ajak mereka bermain dan lainnya" ucap Francis.
"Baiklah" Arthur tersenyum lembut terhadap Francis. Ia bahagia karena ada seseorang yang memperlakukannya dengan lembut. Ia bahagia karena ada seseorang yang membutuhkannya. Perasaan putus asanya sirna dan ia kembali bersemangat menjalani hari-harinya seakan kehidupan bahagia yang dulu hilang kembali kedirinya.
.
TBC...
Part 2 coming soon... berdoa aja bisa secepatnya #dibuang...
