Disclaimer: Jeno/Jaemin ©SM Entertainment
Katakanlah Jeno orang yang egois, ia tidak ingin memberikan yang ia miliki kepada orang lain, bahkan sekedar meminjam. Dan juga, apakah Jaemin adalah orang yang bodoh? Dengan mudahnya ia mendengar perkataan Jeno untuk tidak mendekat pada orang lain. Selalu berada di sisinya dan tidak boleh berdekatan dengan orang lain. Ibaratkan barangnya, Jaemin adalah miliknya dan tidak boleh di sentuh oleh siapapun.
Dengan kata-kata manis yang selalu diberikan, dengan mudahnya Jaemin terpikat pada perkataan itu sekalipun ia terpaksa. Egois, sombong, tamak. Jaemin berharap suatu saat Jeno terkena karmanya sendiri.
Ia sudah mengenal Jeno lamanya, ia bahkan heran kenapa dirinya bisa bertahan dengan Jeno yang selalu menyombongkan kelebihan orang tuanya. Selalu merasa tidak puas pada apa yang sudah ia miliki.
Walaupun mereka sudah lama berkenalan, tetap saja Jaemin tidak bisa menyentuh barang-barang milik Jeno. Datang kerumahnya hanya melihatnya bermain sendiri, duduk (sesekali tiduran) di kasur Jeno yang empuknya bukan main. Terkadang ia jengah, bosan ketika Jeno mengabaikannya saat ia sedang dengan seriusnya.
"Jeno-ya?"
Tidak ada balasan. Ia sibuk dengan stick playstation miliknya. Untuk ke sekian ratusan ribu kalinya, Jaemin menghela nafasnya, sudah biasa di abaikan pangeran tampan sekolahnya yang memiliki penggemar yang bahkan tidak pernah berkurang dan kian bertambah. Ia berdiri dari tempatnya, ketika itulah Jeno menyaut dengan pandangan masih tetap pada layar televisi yang besarnya bukan main.
"Kemana?"
Ia memperhatikan Jeno yang sedang fokus. "Aku ingin kerumah Donghyuck, ada tugas yang harus di kerjakan bersama."
"Kenapa aku tidak tahu?"
Dan lagi, jumlah helaan nafasnya kian bertambah.
"Karna kau tertidur saat pelajaran Guru Jung."
"Kenapa kau tidak satu kelompok denganku?" Jeno mengalihkan fokusnya pada Jaemin, menatap pemuda yang lebih muda darinya itu dengan pandangan yang membuat pemuda manis di depannya itu sedikit ketakutan.
"Guru Jung yang memilihnya."
"Aku tidak mau tahu, kau harus saru kelompok dengan ku." Ia kembali menatap layar televisinya yang sudah ada tulisan Game Over disana.
"Tapi Jen—
"Harus!" Sanggahnya cepat.
Cukup sudah, ia sadar ia bukanlah boneka yang selalu bisa di kendalikan oleh Jeno. Jadi ia memilih keluar dari kamar yang luasnya lebih dari ruang tamu di rumahnya itu dengan diam tanpa sepatah katapun, bahkan sekedar pamit untuk pulang.
Bahkan ketika ia menutup pintunya, ia masih melihat Jeno masih fokus pada permainannya, tidak mencegahnya pergi seperti biasa.
Tapi, semua perkiraan Jaemin itu salah. Sekarang stick ps-nya sudah menempel pada layar televisi yang sudah tidak menampilkan apa-apa.
.
Pertama kali jumpa dengan Jeno, saat itu mereka berada di taman kanak-kanak. Jeno yang selalu menyombongkan kekayaan orang tuanya, membuat kawan-kawannya menjauh darinya, dan datanglah Jaemin yang dengan polosnya mengatai Jeno adalah orang yang hebat. Di saat semuanya pergi, hanya Jaemin yang tinggal di sisinya.
Dan sekarang, Jaemin menyesali ke bodohannya itu yang selalu setia berada di sisi Jeno. Bodoh.
.
Ke esokkan harinya, Jaemin sudah mengakrabkan diri dengan Donghyuck. Mengabaikan fakta bahwa teman sebangkunya tidak datang hari ini. Ia tidak tahu bagaimana caranya Donghyuck bisa mengalihkan fikirannya, ia terlalu senang dengan lelucon-lelucon Donghyuck yang mampu membuatnya tertawa terpingkal-pingkal. Seasik ini kah?
Ke esokkan harinya, pangeran sekolah datang. Dengan wajah yang sangat buruk. Mata bengkak, lingkaran hitam, wajah pucat, tangan yang di perban. Sempat merasakan khawatir, tapi untuk sekedar menyapapun ia takut. Ia hanya mampu melirik kawan sebangkunya itu dengan pandangan takut serta khawatir.
Tidak biasanya mereka diam seperti ini, dan Jeno bahkan tidak meliriknya sekalipun.
Begitupun ke esokkan harinya, bukan hanya dirinya saja, tapi hampir seluruh penggemar di sekolahnya memandang khawatir pada Jeno. Dengan keberanian yang belum terkumpul, Jaemin mencoba untuk memanggil teman sebangkunya itu.
"Jeno-ya."
Orang itu menoleh, memberi tatapan menusuk pada Jaemin.
"Kau...baik-baik saja?"
Bodoh. Sudah jelas orang di depannya ini terlihat kacau balau, apanya yang baik-baik saja?
Dan Jeno sama sekali tidak menjawab pertanyaan Jaemin, ia kembali menatap lurus kedepan. Dan saat itulah Donghyuck memanggilnya, mengajaknya untuk pergi ke canteen sekolah. Mengabaikan tatapan mengerikan yang tertuju pada dirinya.
.
Pagi ini ketika ia ingin berangkat kesekolah, langkahnya di cegat oleh mobil mewah yang ia kenali milik keluarga Jeno. Seseorang keluar dari sana, yang Jaemin kenal sebagai kepala pelayan di rumah Jeno, Paman Kim. Dengan wajah panik tapi terlihat tenang, ia mebukakan pintu mobil untuknya. Menjelaskan bahwa Jeno sepertinya membutuhkannya. Ia bingung, tapi tetap masuk kedalam mobil.
END
Udah sampai sini dulu, udah mentok. Pengen tau seberapa banyak yang minat. Tapi...
Gak janji.
Review? Please?
