Furihata memandangi kertas beralaskan papan di tangannya sambil menggigit bibir.
Totalnya ada tiga ciri-ciri, yang bisa dicentang bisa tidak.
.
Nomor satu. Centang.
.
Nomor dua.
Centang.
.
Nomor tiga.
.
.
Cen...
.
.
"Mengenai apa check-list yang kau buat tentang aku, Kouki?"
.
.
SKIZOFRENIA
Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi
Skizofrenia © Kaoru 'Kaori' Ishinomori
Disclaimer : Kuroko no Basket punya Fujimaki Tadatoshi.
Summary : "Ng.. Akashi, apa kau menderita Skizofrenia?" tanya Furihata suatu hari. Dan dia benar. Agak MidoAkaFuri. Complete.
.
.
Pasca pertandingan Winter Cup dengan Kuroko, tidak ada perubahan apapun pada diri Akashi Seijuurou. Satu pun. Tetap saja warna matanya merah-kuning. Tetap saja memanggil orang dengan nama depan mereka. Tetap saja selalu pada motto "Aku selalu menang dan aku selalu benar". Tetap saja memandang rendah lawan. Tidak ada perubahan sama sekali.
Jelas anggota Kiseki no Sedai bingung menghadapi ini. Kuroko juga tidak habis pikir. Perjuangannya sampai titik darah penghabisan demi mengalahkan Akashi, ternyata tidak membuahkan hasil sama sekali. Akashi jadi rajin latihan main basket – itu bukan perubahan namanya. Sejak dulu, meskipun karakternya sudah berubah, Akashi tetap rutin latihan basket.
Meskipun sekilas tampak tidak penting, namun jika Akashi berlatih basket, selain Kiseki no Sedai, paling tidak ada Furihata di dekatnya. Sekedar menonton.
Setelah Winter Cup, Akashi lebih memilih untuk tinggal di villa miliknya di Tokyo selama liburan musim dingin, sebelum kemudian kembali ke Kyoto. Karena itulah, setiap kali Akashi ingin berlatih di taman sebelah Maji Burger, biasanya Furihata sudah menunggu di sana. Yang Furihata lakukan tidak kalah kurang kerjaan dari seekor kucing yang tidur-tiduran; Furihata hanya menunggu, menonton, dan pergi. Begitu saja.
Namun, sepertinya hari ini lain.
Akashi mengerutkan kening begitu melihat ada seseorang lain yang berada di sebelah Furihata. Bukan, bukan Kuroko. Melainkan Midorima. Yang benar saja, sejak kapan Furihata dan Midorima bisa mengobrol berdua? Sebenarnya Akashi ingin menanyakan hal itu, tetapi sepertinya tidak perlu.
"Shintaro," Akashi menatap Midorima. "Kenapa?"
Midorima balik menatap Akashi. Ia hapal betul sifat Akashi ketika masih SMP dulu, ketika sudah mengalami perubahan menjadi heterochrome, sampai sekarang. Dan Akashi yang sedang menatapnya detik ini sama sekali tidak menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki Akashi SMP dulu. Serius, Midorima akan melakukan apapun untuk mengembalikannya.
"Kenapa apanya?" Midorima bertanya balik.
"Aku tidak membutuhkan kehadiranmu. Sana, pergi."
Demi apapun, Midorima tidak mengerti mengapa tim Rakuzan bisa tahan menghadapi sikap Akashi yang seperti ini. Midorima diam saja, masih duduk di sebelah Furihata seperti semula sebelum Akashi datang.
"Shintaro."
"Ya?"
"Perintahku mutlak. Sana, pergi."
Apakah Akashi lupa bahwa Midorima selalu menemaninya sejak pertama kali masuk SMP dulu? Apakah Akashi lupa bahwa mereka sudah bersama-sama ketika dipertemukan secara tidak sengaja, saat Akashi kecil hendak latihan basket dan di sana ada Midorima kecil yang sedang melakukan hal yang sama? Apakah Akashi lupa bahwa ia pernah mencuri benda keberuntungan Midorima tanpa ijin dan sampai sekarang belum dikembalikan? Bisa-bisanya Akashi mengatakan seperti itu sekarang?
Tetapi, Midorima akhirnya berdiri juga. Ia menganggukan kepala kepada Furihata, dan tanpa menoleh atau sekedar melakukan isyarat mata terhadap Akashi, Midorima langsung pergi dan sosoknya hilang ditelan tikungan.
Furihata menelan ludah. "Akashi, tidak apa-apa?"
Akashi mulai memainkan bola basketnya. "Tidak apa-apa apanya, Kouki? Aku sedang bermain basket. Jangan ganggu aku, atau kau akan kuusir juga seperti Shintaro."
"Ti-tidak apa-apa, Midorima diusir seperti itu?" Furihata mengatakan itu dengan sangat hati-hati. Ia sendiri tidak akan mungkin diperbolehkan di sini, kalau bola basket yang Akashi pegang itu bukan miliknya.
Akashi tidak tahu jika di tangan Furihata sekarang ada sebuah papan yang menjepit selembar kertas, pemberian Midorima tadi. Hanya check-list biasa, dan Furihata disuruh secara diam-diam untuk membuktikan apakah benar atau tidak mengenai hipotesis Midorima.
.
Ciri pertama. Tidak mempunyai perasaan emosional.
.
Sebenarnya, Furihata tidak ingin memercayainya, sama seperti yang dilakukan oleh Kiseki no Sedai dan Kuroko. Mereka semua tidak ingin memercayainya, tapi apa boleh buat. Midorima adalah seseorang yang lebih lama menghabiskan waktu bersama Akashi, dibandingkan dengan mereka semua yang ada di sana saat berkumpul bersama ketika Midorima mempertemukan mereka.
"Kamu tidak merasa kasihan pada Midorima atau bagaimana.."
"Tidak."
"..."
Ragu-ragu, Furihata menyentang ciri pertama itu. Tidak mempunyai perasaan emosional, berarti tidak mempunyai belas kasihan sama sekali, kan? Yah, meskipun tidak ada bukti apapun, sebenarnya Furihata sudah setengah yakin bahwa itu benar.
Furihata membaca ciri kedua dan ketiga. Diteruskan tidak, ya? Ciri kedua dan ketiga sebenarnya sudah menggambarkan Akashi sekali, sih. Tetapi Furihata tidak yakin jika kesimpulannya mengatakan demikian, seperti yang dikatakan Midorima barusan. Furihata menggaruk-garuk kepalanya dengan spidol tinta merah di tangan.
Akashi melirik sekilas kegiatan Furihata itu sebelum kemudian memasukkan bola basket itu ke dalam ring.
.
Ciri kedua. Menarik diri dari hubungan individu.
.
Akashi masih betah latihan, mendribble bola ke sana ke mari, memasukkan bola, sampai Furihata merasa bahwa ini saat yang tepat untuk memancingnya lagi.
"Ke-ke mana teman-teman setimmu, Akashi?" tanya Furihata, setengah tergagap. Duh, entah mengapa ia masih belum bisa menghilangkan ketakutan jika merasakan hawa-hawa keabsolutan sang Emperor seakan-akan ingin menerkamnya.
"Entah," jawab Akashi ketus. "Aku tidak peduli."
Sebenarnya Furihata berniat untuk memancing lebih jauh lagi karena ia tidak mengharapkan kesimpulan yang didapat dengan cepat, namun jawaban Akashi barusan sudah menampakkan hasilnya. Mau bagaimana lagi kalau Akashi sudah langsung terjebak seperti ini. Ciri-ciri ini benar-benar mengarah kepada seorang Akashi Seijuurou.
Setelah menelan ludah, Furihata menyentang ciri kedua.
Lagi-lagi, ia tertangkap mata Akashi.
.
Ciri ketiga. Berdelusi dan berhalusinasi.
.
Berdelusi.. oh? Suatu keyakinan yang dipegang secara kuat namun tidak akurat, yang terus menerus dipercaya meskipun bukti sama sekali tidak realistis? Apakah selalu mengatakan "Aku selalu menang dan aku selalu benar" itu termasuk delusi?
"A-A-A-Akashi, me-mengapa kamu yakin kalau kamu selalu menang?" ini pertanyaan yang membuat Furihata takut setengah mati menanyakannya. Bisa-bisa ia dirajam gunting karena dianggap berprasangka buruk dan bisa-bisa dikenai tuduhan mencemarkan nama baik motto seorang Akashi Seijuurou.
"Aku selalu benar, Kouki," Akashi bahkan menjawab itu sembari tetap melanjutkan aktivitasnya, yaitu mendribble bola basket dan memasukkannya.
Furihata menggaruk pelipisnya tidak enak. "Er.. bukannya ketika Winter Cup.."
Akashi mengangkat kepala, ia menghentikan dribble di tangannya dan memegang bola basket itu dengan tiba-tiba, membuat suasana hening yang mendadak tercipta. Takut-takut, dengan tampang pucat, Furiata membalas tatapannya.
"Kouki. Aku selalu menang, dan aku selalu benar. Aku tidak pernah merasakan kekalahan, dan aku tidak pernah kalah di masa depan nanti. Semua kata-kataku adalah mutlak. Jika kamu menentangku, maka aku akan membunuhmu, siapapun dirimu. Aku itu absolut. Sadarilah tempatmu, Kouki."
Ewh. Ini jelas-jelas dia sedang berdelusi parah. Benar-benar sakit.
Sebenarnya Furihata rasanya ingin pingsan saja, dan ia bisa sungguhan pingsan apabila tidak ingat soal misinya yang diberikan oleh Midorima. Kemudian, Furihata membaca ciri selanjutnya yang masih termasuk ke dalam ciri yang ketiga. Halusinasi.
Apakah mengharapkan status 'selalu menang' itu tetap ada selamanya padahal sebenarnya ia pernah kalah merupakan suatu halusinasi? Tidak, pasti yang lebih besar daripada itu. Mengharapkan sesuatu yang sangat khayal.
"Oh."
Furihata mengangkat kepala, mendengar suara Akashi. "Ada apa Aka.." Furihata terdiam tiba-tiba, dilihatnya Akashi sedang memegangi matanya sebelah kiri, tempat mata kuningnya itu bersemayam.
"Lensa kontakku lepas."
"..."
"Biarlah."
"... Tunggu," Furihata mengacungkan jari telunjuknya, meminta penjelasan ulang dari kejadian yang tiba-tiba barusan. "Tunggu, Akashi. Mata kuningmu itu hanyalah lensa kontak?"
"Ini adalah bukti bahwa keabsolutanku semakin mutlak, Kouki."
"..."
Nah. Ini yang disebut dengan halusinasi.
Furihata hendak menyentang ciri yang ketiga, ketika..
"Ngomong-ngomong, mengenai apa check-list yang kau buat tentang aku, Kouki?" suara dingin itu seakan-akan membekukannya, membuat Furihata langsung menggigil refleks.
"Ng.." Furihata terdiam, mencari jawaban. Tetapi karena tidak ada satupun jawaban yang ditemukan, akhirnya tidak ada jalan lain, Furihata memutuskan untuk menanyakan balik saja. "Ng.. Akashi, apa kau menderita Skizofrenia?"
"Apa?"
"Itu adalah jenis penyakit, di mana sang penderita tidak mempunyai perasaan emosional, seringkali menarik diri dari hubungan individu, dan yang terpenting.. berdelusi dan berhalusinasi," Furihata menjelaskan di bagian kesimpulan, bagian paling akhir. Inilah yang paling tidak ia sukai. Meskipun taruhlah tiga ciri itu merujuk pada Akashi, Furihata tidak memahami mengapa ini disebut sebagai suatu penyakit.
Akashi terdiam lama. "Kouki. Aku tidak menderita suatu penyakit apapun."
"..."
Ia benar. Midorima benar. Ternyata selama ini,
Akashi menderita penyakit Skizofrenia. Percaya atau tidak.
TAMAT
Author's Note : Akhirnya bisa buat fic yang menistakan Akashi di sini /gakgitu. Oke, aku tunggu reviewnya ya xD I know you're in there..
Kaoru Ishinomori aka Kaori
