Merah
Disklaimer: Ansatsu Kyoushitsu merupakan properti sah milik Matsui Yuusei.
Saya tidak mengambil keuntungan apa pun atas dibuatnya fanfiksi ini.
Prompt bagian Akabane Karma: winter
[1/2]
[Ada jejak-jejak merah di atas tumpukan salju]
"Kenapa banyak bercak merah?"
Karma yang tengah memasang bagian kepala untuk boneka saljunya melirik lewat sudut mata, menatap bercak merah di atas salju yang Gakushuu tunjuk. "Pewarna," jawabnya pendek sembari memasang topi rajut untuk sentuhan terakhir.
"Pewarna?" Suara Gakushuu bernada bingung, Karma bisa menebak ada dahi terlipat yang ditampilkan Gakushuu, tapi Karma tidak perlu repot membuang energi hanya untuk memastikan.
Karma menggumam, kembali disibukkan dengan boneka saljunya. "Bagaimana kalau kau membantuku saja?"
"Boneka saljumu tidak pernah membutuhkan pewarna, Karma."
Kepala Karma bergerak, sementara sepasang mata menatap Gakushuu tidak suka. "Aku tidak bilang pewarnanya untuk boneka salju," katanya. Demi melihat Gakushuu menampilkan senyum yang samar terlihat menantang, Karma mendecakkan lidah, "Dengar, itu tidak penting, oke? Dan bilang saja kauingin diberi ucapan selamat datang atau apalah karena aku sibuk dengan boneka salju."
Dan sebelum Gakushuu berkata apa pun, Karma memberikan kecupan singkat di pipi kiri Gakushuu.
"Bukannya seharusnya di bibir—"
Dengan senang hati Karma melemparkan salju tepat ke arah Gakushuu—sayangnya hanya kena lengannya saja. Gerak refleks Gakushuu memang sialan.
.
.
"Bagaimana dengan membuat satu lagi boneka salju? Di depan hanya ada satu. Seharusnya ada dua."
"Membuat boneka salju itu kerjaan bocah, Karma."
Karma jelas tidak suka kalimat Gakushuu barusan. Terlebih karena dirinya memang suka sekali membuat boneka salju. Lagi pula apa yang salah dari membuat boneka salju? "Cuma bocah bodoh yang tidak bisa merampungkan pekerjaan sampai segini banyaknya, Gakushuu."
Gakushuu memijat kening, tampak lelah—dan Karma suka sekali melihatnya. "Salahmu. Semua ini akan selesai dengan cepat kalau saja kau tidak duduk di pahaku—demi Tuhan, jangan menutup laptop-ku seenaknya, Karma!"
Gakushuu makin kerepotan. Kalau dilihat dari ekspresi wajahnya, Karma bisa menebak Gakushuu ingin sekali menyingkirkan tubuhnya dan segera menyelesaikan tugas kantornya, tapi mau bagaimanapun Karma yakin Gakushuu tidak akan menyingkirkannya. Karma senang, niatnya mau tertawa keras, tapi masih punya rasa melas karena Gakushuu kelihatannya benar-benar lelah.
Pada akhirnya tawa Karma meledak juga. Telunjuk Karma usil menekan-nekan dada Gakushuu. "Kalau begitu, bagaimana dengan membuat boneka salju? Satu lagi. Yang raksasa."
Tangan Gakushuu terangkat, menyingkirkan jemarinya yang usil. "Sudah malam," jawab Gakushuu sambil membuang napas. "Dan aku tidak mau berurusan dengan salju di depan rumah."
"Memangnya kenapa?"
"Karena aku tidak tahu apa yang ada di baliknya."
"Hmm?" Karma tertawa pendek. "Memangnya apa yang ada di balik salju itu, Gakushuu?"
Segaris senyum samar terbentuk di bibir Gakushuu. Namun, kemudian hilang begitu saja. "Mayat?"
Karma menekuk bibir. Namun, dalam satu kerjapan mata, Karma tersenyum dan menatap Gakushuu dalam-dalam. "Menarik sekali. Apa kau baru saja menuduhku?"
Dahi Gakushuu berlipat-lipat. Mungkin tidak suka dengan yang Karma lakukan dengan rambutnya. Padahal Karma hanya memainkannya—yah, sebut saja menarik-narik dengan keras. Dan Karma jelas kecewa ketika tangan Gakushuu kembali bergerak untuk menyingkirkan tangannya dari kepala Gakushuu.
"Aku tidak menuduhmu." Karma memperhatikan bagaimana Gakushuu memberikannya sebuah tatapan lurus-lurus. "Omong-omong, aku tidak menemukan orang yang datang mencariku—"
"Tidak ada yang datang."
Karma sungguh ingin melakukan sesuatu terhadap senyum Gakushuu yang tiba-tiba terbit. Senyum sialan yang mengingatkan Karma betapa miripnya Gakushuu dengan Gakuhou berengsek itu. "Kau membunuhnya?"
Dada Karma praktis membentur dada Gakushuu ketika Gakushuu dengan sengaja menekan punggungnya. Karma kesal setengah mati ketimbang harus merasa senang—apalagi jantungan. Dagunya baru saja membentur bahu Gakushuu—dalam satu tubrukan keras yang berhasil membuat Karma jengkel dan akhirnya nekat menggigit leher Gakushuu.
"Aku tidak mungkin membunuh orang di pekarangan rumah." Karma kembali pada posisinya yang semula. "Akan ada kemungkinan orang melihat, tidak terkesan mewah. Dan hei, barusan kau menuduhku!"
Senyum itu lagi. Karma benar-benar ingin melakukan sesuatu terhadap senyum itu—terhadap bibir sialan itu! "Kupikir kau suka pertunjukan." Karma mendengus keras. "Jadi, Karma, kau membunuhnya? Juga orang-orang yang mencariku? Ah, orang-orang kantor juga?"
"Entahlah?" Karma menarik senyum. "Pecahkan saja sendiri. Bukannya kau ini genius?" Karma menjeda hanya untuk tertawa pendek. "Ops, aku lupa bahwa akulah nomor satunya."
"Dulu." Senyum Karma melebar. Jelas senang karena topik yang satu ini memang cukup sensitif untuk seorang Gakushuu. "Bagaimana kalau kita bermain sesuatu yang lain?"
Karma curiga. Apalagi karena dirinya mendadak ingat dengan laptop Gakushuu yang ditutupnya tadi. "Sesuatu untuk membuatku membantumu menyelesaikan tugas kantormu? Aku menolak."
"Bukan."
"Lalu, apa?" Dan yang Karma dapatkan, untuk ke sekian kalinya, adalah senyum Gakushuu yang terbentuk selicik senyum Gakuhou berengsek itu.
.
.
Gakushuu kembali pulang tepat ketika Karma sedang menyelesaikan boneka salju keduanya—kali ini dibuat lebih besar, agak raksasa. Senyum Karma terbit begitu saja, merasa Gakushuu telah pulang pada waktu yang sangat tepat. Maka Karma mengangkat tinggi-tinggi salah satu ranting yang belum dipasang untuk tangan boneka saljunya.
"Kalau kau tanya apakah aku mau membantumu, jawabanku tidak, Karma."
Ranting di genggamannya dilesakkan ke dalam badan boneka salju dengan penuh tenaga—nyaris membuat ranting itu patah. "Tidak ada makanan di rumah kalau kamu mau makan malam. Aku belum masak."
"Serius? Kerjaanmu cuma begini saja, Karma?"
"Aku kerja juga, sialan!" Karma berdaham dan menepukkan kedua telapak tangannya. "Dan aku butuh bantuanmu supaya ini cepat selesai, Gakushuu." Tahu jelas Gakushuu akan menolak, Karma membuang napas panjang. "Kali ini kuberikan ciuman—"
"Cuma itu saja?"
"—di bibir—yasudah kalau tidak mau!" Karma memutar badan, kembali mengurus boneka saljunya. Karma bisa mendengar tawa Gakushuu—tawa keras yang mengejek. "Ada yang mencarimu tadi. Sepertinya bukan teman sekantormu. Mungkin klienmu? Aku tidak tahu pasti."
Tangan Gakushuu tiba-tiba muncul, ikut menyentuh boneka salju yang hampir selesai. "Dan di mana dia sekarang?"
Karma menarik bibir, menatap Gakushuu lewat sudut mata, "Menurutmu?"
Sepasang Karma mengamati Gakushuu lamat-lamat. Gakushuu yang mengerjapkan mata; Gakushuu yang kemudian menunduk, menatap tumpukan salju di pekarangan rumah; dan Gakushuu yang menatap mata Karma dalam-dalam sembari memberikan pertanyaan yang sudah bisa Karma duga dengan tepat; "Bercak merahnya hanya setetes?" Sepasang mata Gakushuu mengerjap lagi. "Dia di mana?"
Karma tidak tertawa—dia benar-benar tidak ingin tertawa. Yang dilakukan Karma justru memberikan selarik senyum, lalu memakan jarak, dan memberi kecupan panjang di bibir Gakushuu sebelum membisikkan kalimat tepat di telinga Gakushuu, "Selamat datang, Gakushuu."
Catatan:
Selamat ulang tahun buat Akabane Karma!
Fanfiksi ini dipersembahkan untuk event #asakaruweeks
Fanfiksi ini belum selesai, kok. Masih bagian 1/2 dan bagian kedua akan dipublikasikan tanggal satu Januari nanti, tepat di ulang tahunnya Gakushuu.
Ah, selamat Natal, omong-omong.
Nairel Raslain.
