Disclaimer: Masa' sih Kiss hih motor, *plakk* Masashi Kishimoto
Pairing: Namikaze Naruto x Hyuuga Hinata
Warning: OOC akut, AU kronis, misstypo kritis + abal dan gaje yang sudah tak tertolong(?).
Main pairing: Namikaze Naruto & Hyuuga Hinata
Genre: Romance, dan angst pada akhirnya T^T + sedikit bumbu humor, :D
Summary: Hyuuga Hinata (15) adalah gadis cantik, mempunyai banyak kelebihan, sebelum kejadian itu terjadi, dan akankah Namikaze Naruto (16) akan melakukan sesuatu untuk sang musuh sekaligus gebetannya ini? Cekidot!
A/N: Fic ke delapannnnnnnnkuu! Selamat membaca! Oh ya disini Hinata dibuat ada pupilnya, karena suatu alasan, yah nanti kalian juga akan tahu sendiri~
Tears of The Rain
By: Akasuna no NiraDEI Uchiha
"Hahh," sang gadis manis ini menghela nafas, ia mempunyai rambut panjang berwarna indigo dengan mata lavender dan terdapat pupil di bola matanya, ia adalah Hyuuga Hinata, gadis paling manis di angkatan 2010/2011 ini, setidaknya begitulah pendapat kakak-kakak kelasnya.
"Kenapa, Hinata-chan?" tanya Sakura, sahabat karib Hinata sejak mereka SMP dulu.
"Yah, apa lagi kalau bukan tentang UAS semester satu kita?" Sakura terkekeh.
"Emang ada apa sih?"
"Gini, kan nanti saat tes, satu meja yang menempati adalah kelas 10 dan kelas 11, nah aku tidak suka dengan peraturan itu, karena nanti aku pasti tidak dapat mengerjakan soal dengan serius."
"Kenapa?"
"Yah, aku kan orangnya suka gugup kalau berada dengan orang yang tidak aku kenal, apa lagi kakak kelas, kalau nanti aku salah tingkah, aku malah digosipin," Hinata menggembungkan pipinya, Sakura tersenyum kepada sahabatnya ini.
"Tenang saja! Aku kan satu ruangan denganmu, Hinata-chan, lagipula duduk kita juga depan belakang-an," dukung Sakura.
"Sudahlah, semoga saja aku sebangku dengan orang yang menarik, atau paling tidak, kakak kelas yang gantenglah," gurau Hinata, Sakura tertawa, karena meskipun Hinata anak yang manis dan pintar, ia tidak pernah punya pacar, karena menurutnya, orang-orang yang sudah menembaknya itu tidak sesuai kriterianya, kriteria cowok bagi Hinata adalah yang ganteng dan pintar olahraga.
"Setuju!" seru Sakura, ia juga sedang menjomblo saat ini.
"Ayo kita lihat mading, disitu kan ada info denah tempat duduk serta nama-namanya," Sakura mengangguk, lalu mereka segera pergi ke mading tersebut.
'Namikaze Naruto / Hyuuga Hinata'
'Uchiha Sasuke / Haruno Sakura'
"Aku tidak pernah dengar namanya," kata Hinata sambil memicingkan matanya.
"KYAAA! Aku bersama Sasuke! Sasuke idamanku!" seru Sakura, ia melonjak-lonjak dan merangkul Hinata.
"Wah, selamat ya, Sakura-chan," Hinata ikut senang dengan Sakura, karena saat ia MOS dulu, Sasuke adalah kakak kelas yang membantunya ketika ia disuruh push up 50 kali, Sasuke menyuruh temannya untuk tidak menghukum Sakura, hanya Sakura saja, dan saat itulah, Sakura mulai mengagumi Sasuke, dan lama kelamaan malah menjadi suka.
"Tapi bagaimana dengan teman sebangkumu?" tanya Sakura, Hinata menggeleng.
"Entah, semoga saja dia tidak menyebalkan."
~Tears of the Rain~
Hari ini adalah hari pertama UAS dan anak-anak kelas 10 dan 11 sudah dijejali Matematika dan Kimia, bagaimana mereka bisa tidur nyenyak kalau begitu caranya? Begitu pula dengan Hinata, semalaman ia begadang untuk belajar Kimia dan Matematika, jadi saat ia sudah berada didepan ruangan yang akan ia tempati, ia sudah benar-benar lelah.
"Kamu kenapa sih, Hinata-chan? Mata kamu seperti panda tuh, ada lingkaran hitamnya," kata Sakura menunjuk bawah mata Hinata.
"Iya nih, kamu bawa conceal buat kantung mata gak? Kebetulan banget, dirumahku lagi kehabisan tuh stok," kata Hinata, begini-begini Hinata memang senang berdandan, jadi ia ingat dan hapal betul nama-nama alat make-up.
"Ah, ini," kata Sakura setelah merogoh-rogoh tas pinknya, tentu saja, conceal itu adalah barang yang wajib dan harus dibawa ke sekolah bagi Sakura dan Hinata.
"Hah, makasih ya," Hinata segera merogoh tas putihnya dan mengambil cermin kecil berwarna lavender, ia memegan cermin itu dengan tangan kiri, dan tangan kanannya mengoleskan conceal dengan cekatan.
"Yap, eh jangan lupa nanti contekan sebagai imbalan ya," Sakura terkekeh, Hinata menjitak kepala sahabatnya itu.
"Huh, jangan minta contekan ke aku, salah tempat, tahu!" Sakura hapal betul tabiat sahabatnya ini, ia paling sebal jika dimintai contekan.
"Iya, kan cuma bercanda," kata Sakura, ia kembali tenggelam dengan buku rangkuman rumus-rumus yang ada dipangkuannya itu.
"Ah, aku masih bingung dengan prinsip aufbau," kata Sakura sembari menunjuk-nunjuk materi yang ia baca.
"Yang penting dari prinsip aufbau itu, subkulit s diisi dengan 2 elektron, subkulit p diisi dengan 6 elektron, kalau d diisi dengan 10 elektron, dan f diisi dengan 14 elektron," jelas Hinata panjang lebar, Sakura memasang air muka yang masih terlihat tidak mengerti.
"Haduh, sini, sini," kata Hinata mengambil buku yang Sakura pegang dan segera mengeluarkan pensil mekanik yang berwarna lavender.
~Tears of the rain~
'TENG TENG' semua anak kelas 10 dan 11 yang dari tadi berkutat dengan pelajaran segera bangkit dan siap memasuki ruangan yang masih terkunci tersebut.
"Aku masih penasaran dengan orang yang sebangku denganku," bisik Hinata kepada Sakura, Sakura mengangguk.
"Tenang saja!" dukung Sakura, ia segera menyangklong tas pinknya ketika ia melihat pengawas yang galak, Bu Anko.
"Hei, pengawasnya Bu Anko! Gawat, padahal belajarku baru sedikit!" sayup-sayup Hinata mendengar suara tersebut, ia segera menoleh ke sumber suara, dan ia melihat sosok cowok dengan badan tegap dan tinggi, memiliki kulit kecoklatan, rambut kuning jabrik, dan mata sapphire yang menenggelamkan siapa saja yang melihat ke dalamnya, diam-diam Hinata terpana melihat cowok ini.
"Hei! Ayo semuanya masuk! Ulangan akan dimulai! Letakkan tas didepan kelas, dan jangan bawa contekan! Kalian tahu sendiri akibatnya," seru Bu Anko sembari membuka kunci ruangan tes.
"IYAAAA," jawab mereka serempak, Hinata dan Sakura segera menduduki bangku mereka, dan Hinata mendapati orang yang tadi menggerutu bahwa ia belajar sedikit juga duduk di bangku yang sama dengan Hinata.
"Hei, Teme! Contekin aku ya!" bisik cowok itu kepada teman yang duduk didepannya, Uchiha Sasuke, orang yang diidolakan Sakura, sementara Sakura terlihat sangat gembira mendapati Sasuke berada disampingnya, Hinata hanya dapat tertawa melihat tingkah laku Sakura didepannya.
"Diam! Ambil alat tulis! Aku akan membagi soalnya!" seru Bu Anko, tampaknya cowok yang berada disebelah Hinata tertegun kemudian ia gelagapan, Hinata menatap dari sudut matanya.
"Eh… Ano… Boleh pinjam pulpennya?" cowok yang berambut kuning itu meminta kepada Hinata, Hinata melihatnya sebal, bagaimana dia bisa lupa tentang pulpen? Padahal itu kan penting!.
Hinata dengan ogah-ogahan membuka kotak pensilnya yang berwarna lavender-putih itu dan memberikan pulpen berwarna putih kepada cowok disebelahnya, cowok itu langsung menerimanya tanpa berterima kasih sedikitpun, Hinata hanya menggerutu didalam hatinya.
'Dasar cowok menyebalkan.'
Hinata segera membaca soal yang sudah dibagikan, itu semua terlihat cukup mudah baginya, ia segera mengerjakannya tanpa ba-bi-bu, sedangkan cowok disebelahnya malah terlihat sangat gugup dan ia melirik kanan-kiri untuk mencari contekan, itu tentu saja sangat mengganggu Hinata, tetapi ia hanya memendamnya, lagi.
'TETTT'
Cowok yang berada disebelah Hinata tambah bingung ketika bel sudah berbunyi, Hinata dengan mudahnya memberikan soal dan jawaban ke Bu Anko, lalu membereskan barang-barangnya yang berserakan di meja, begitu pula dengan murid-murid lainnya, kecuali tentu saja, cowok jabrik disebelahnya.
"Cepat kumpulkan, senpai, nanti Bu Anko malah pergi," kata Hinata hendak mengingatkan, tetapi cowok itu tak menggubris dan tetap panik, Hinata dicuekin, lagi.
"KAMU ITU APA-APAAN SIH!" seluruh mata sekarang menatap ke Hinata, cowok itu tampak bingung dengan Hinata.
"Sudah pinjam pulpen, tidak berterima kasih! Menggangguku dalam mengerjakan soal! Kuingatkan, malah kamu hiraukan! Maumu apa sih!" oh, ternyata kesabaran sang gadis Hyuuga ini sudah mencapai puncaknya.
"Ya maaf! Aku kan lagi panik!" seru sang cowok.
"Makanya belajar dulu! Bodoh!" seru Hinata, merasa tertantang, sang cowok lalu berdiri, yang tentu saja tingginya melebihi Hinata.
"Apa katamu? Dasar jutek! Luarnya sih manis, ternyata didalamnya, ih, jutek abis!" seru cowok itu, lalu ia mengumpulkan lembar jawaban dan soal kepada Bu Anko yang sedari tadi tercengang melihat adegan itu.
"Tak usah pinjam pulpenku lagi!" sentak Hinata dan mengambil pulpennya dari meja Naruto.
"Silahkan! Aku ya tidak butuh!" Bu Anko yang sudah sadar, langsung melerai mereka.
"Hei! Kalian! Stop!" pekik Bu Anko, Hinata dan si cowok langsung berhenti berteriak lagi, tetapi mereka masih saling memandang sengit.
"Naruto, apa-apaan kamu! Dia kan adik kelasmu, cewek lagi, setidaknya hargai dong," kata Bu Anko, Hinata tersenyum kemenangan ketika Bu Anko memutuskan untuk membela dia.
"Kamu! Ah! Sudahlah!" seru Naruto dan pergi dari ruangannya.
'Jadi namanya Naruto?' tanya Hinata dalam hati.
~Tears of the rain~
"Kamu kenapa sih, Hinata-chan?" tanya Sakura ketika mereka telah keluar dari ruang ujian.
"Entah, aku tidak suka saja dengan Naruto itu," kata Hinata, ia mengambil buku pelajarannya dan membaca-bacanya.
"Hah~ ya sudahlah, lebih baik kau mengajariku matematika saja," kata Sakura, Hinata mengangguk dan mengajari Sakura.
~Tears of the rain~
Hari-hari berikutnya dihabiskan Hinata dan Naruto untuk bertengkar, selama ujian mereka saling mengejek, terlebih lagi Naruto, sudah tahu Hinata itu emosian, ia malah semakin membuat Hinata emosi dengan ejekan-ejekannya.
"Dasar mata aneh."
"Rubah bodoh!"
"Sadako."
"Rambut duren!"
Begitulah intinya, mereka selalu saja bertengkar semenjak kejadian itu, tetapi setiap kali Hinata menatap mata biru langit Naruto, entah kenapa ada suatu getaran yang aneh ketika Naruto melihatnya, Hinata sih tidak mempedulikannya.
~Tears of the rain~
"Aku pulang~" ia memasuki rumahnya yang besar itu, entah kenapa ia mendengar barang pecah dan teriakan-teriakan, ia segera mencari tahu sumber suara itu, dan alangkah kagetnya, ia menemukan ayahnya beserta ibunya sedang bertengkar, ia hendak melerai, tetapi gerakannya terhenti ketika ia mendengar kata-kata yang diucapkan Ayahnya.
"Sudahlah! Kita cerai saja!" seru Hiashi Hyuuga kepada istrinya.
"Baik! Ayo kita cerai!"
"Kaa-san, Tou-san," Hinata menatap keduanya nanar, mereka memang sering bertengkar, tetapi tidka sampai seperti ini, dan inilah yang paling Hinata takutkan, Kaa-san Hinata menatap Hinata, mata lavender Kaa-san basah, ia menangis.
"Kaa-san! Tou-san! Jahat!" seru Hinata, ia segera berlari sekencang-kencangnya, keluar dari rumahnya, ia ingin menenangkan pikirannya, diluar sedang hujan lebat, seragam Hinata yang berwarna putih dan rok yang berwarna orange kotak-kotak itu basah dan melekat ditubuhnya, Hinata menolehkan kepalanya ke atas, ia membiarkan tubuhnya basah, ia memejamkan matanya, ia menyukai hujan, hujan dapat menyembunyikan air matanya.
"Sedang apa kamu disini?" Hinata membuka matanya ketika suara yang sangat ia kenal berbicara padanya, dan ia tidak merasakan hujan membasahi tubuhnya, ia menoleh ke belakang dan mendapati Naruto memayunginya.
"Kamu tidak pulang?" tanyanya, Hinata tetap menatapnya.
"Hei, gadis aneh, kamu tak menjawab pertanyaanku," kata Naruto, tiba-tiba saja Hinata memeluk Naruto erat.
"Jadi kamu sudah jatuh cinta kepadaku ya?" canda Naruto, Hinata memukul punggung Naruto pelan.
"Ti-tidak, bo-bodoh, hiks," Naruto terkejut, Hinata yang biasanya berteriak-teriak kepadanya dapat menjadi sangat rapuh seperti ini, menangis pula.
"Memang kenapa sih, Hyuuga?" tanya Naruto, Hinata menggeleng, sambil tetap memegangi payung, Naruto membalas pelukannya.
"Bagaimana jika kita berteduh dulu?" tanya Naruto, Hinata mengangguk pelan, Rumah Naruto berada dekat situ, tadi ia pergi ke minimarket untuk membeli makanan, tak tahunya malah bertemu dengan Hinata.
~Tears of the Rain~
"Ini," Naruto memberikan Hinata handuk dan baju milik Kaa-sannya, Kaa-san, Aniki dan Tou-san Naruto sedang pergi, jadi mereka berada dirumah itu sendiri.
"Makasih," mata lavender Hinata masih sembab, Naruto menuntunnya ke kamar mandi agar ia bisa berganti baju, setelah Hinata berada didalam, Naruto segera ke dapur untuk membuat coklat hangat.
'Cklek' Hinata beranjak dari kamar mandi Naruto dengan handuk yang melingkari lehernya, menjaga agar rambutnya yang basah tidak membasahi baju Kaa-san Naruto.
"Terima kasih, Namikaze-senpai," kata Hinata setelah Naruto menyodorkan coklat hangat kepadanya.
"Jangan panggil aku begitu, panggil Naruto saja," Naruto menyeringai, muka Hinata memerah sedikit.
"Baiklah, Naruto-senpai."
~Tears of the Rain~
"Jadi Kaa-san dan Tou-sanmu itu mau cerai?" tanya Naruto, kini Hinata dan Naruto duduk di sofa berwarna coklat yang menghadap TV, Hinata mengangguk.
"Jangan sedih, mana si cewek aneh yang kulihat biasanya, kamu boleh saja menangis, tapi berjanjilah padaku, selanjutnya kamu akan tersenyum!" seru Naruto, Hinata menatap mata biru Naruto, ia tersenyum dan mengangguk.
"Tentu saja! Kalau aku tidak berisik, nanti kamu kesepian karena tidak ada teman mengejek," seru Hinata, kemudian Naruto dan Hinata tertawa berbarengan.
"Dan aku juga tidak mau melihatmu sedih terus menerus," bisik Naruto, Hinata menoleh kepadanya.
"Kamu bilang apa?" Naruto menggeleng, Hinata mengerutkan alisnya, kemudian Naruto mencubit pipi Hinata.
"Ittai!" seru Hinata, Naruto menyeringai.
"Habis, kamu lucu sih," kata Naruto, kemudian Hinata balas mencubit Naruto, dan terjadilah perang cubit-cubitan antara Naruto dan Hinata.
~Tears of the rain~
"Terima kasih, Naruto-senpai!" seru Hinata, ia berpamitan kepada Naruto karena hujan telah reda.
"Terima kasih atas apa?"
"Terima kasih karena kamu ada buat aku saat aku butuh teman, juga baju ini, juga kamu telah menghiburku! Terima kasih atas semuanya!" seru Hinata, mukanya bersemu kemerahan, lalu ia segera berlari.
"Kapan-kapan aku minta imbalannya!" seru Naruto.
~Tears of the rain~
Ketika Hinata sampai dirumahnya, ia segera berlari ke kamarnya, tanpa menghiraukan teriakan Kaa-san dan Tou-sannya yang memanggil namanya, ia segera membanting pintu kamarnya, menguncinya dari dalam, dan ia menghempaskan tubuhnya ke atas kasur yang empuk.
'Naruto-senpai, dia baik sekali,' pikir Hinata, lalu ketika mengingat kejadian tadi, mukanya bersemu kemerahan.
'Lebih baik aku tidur saja,' lampu kamar Hinata, ia matikan, lalu ia menyalakan lampu tidur, dan ia terlelap begitu saja.
~Tears of the rain~
"Hinata, ayo keluar, kita berangkat sekarang," kata Neji, kakak Hinata, ia mengetuk pintu kamar Hinata pelan.
"Baik, Nii-chan! Aku akan segera keluar!" kemudian Hinata membuka pintu kamarnya, ia kemudian turun ke meja makan bersama Neji.
"Mana Kaa-san dan Tou-san?" tanya Hinata ketika tidak mendapati sosok mereka berdua.
"Tou-san sudah berangkat dari tadi jam 5 pagi, Kaa-san masih tidur," kata Neji, dimeja makan sudah ada Hanabi yang menikmati roti bakar dengan orange juice.
"Ah, pagi, Hinata-nee," sapa Hanabi, Hinata tersenyum lalu mengambil dua potong roti bakar dan mengoleskan selai strawberry ke atasnya.
"Neji-nii, Hanabi, apa kalian setuju kalau Tou-san dan Kaa-san berpisah?" tanya Hinata, Hanabi dan Neji tampak menundukkan kepala mereka.
"Sebenarnya, tidak, Hinata-nee."
"Tapi kalau itu keputusan mereka berdua, apa boleh buat."
"Tidak bisakah kita menghentikan mereka?" seru Hinata.
"Dengan cara apa?" tanya Neji.
"Entah, aku juga tidak tahu," Hinata terdiam, semuanya juga terdiam, larut dalam pikiran masing-masing.
~Tears of the rain~
"Naruto-senpai!" seru Hinata, Naruto kemudian menoleh, dan mendapati Hinata sedang berlari ke arahnya.
"Ada apa cewek aneh?" Hinata mengerutkan alisnya.
"Tidak sopan! Aku sudah memanggil baik-baik, kamu malah begitu! Dasar!" Hinata melempar Naruto dengan suatu bungkusan, Naruto dengan cekatan menangkapnya.
"Apa ini?"
"Tentu saja bajumu, bodoh."
"Oh, lalu mana imbalannya?" tanya Naruto, ia menyeringai.
"Memang kamu mau a-," ucapan Hinata terputus, ketika Naruto mengecup pipi Hinata, muka Hinata bersemu kemerahan.
"Sudah cukup kok," Naruto segera berlari, mengingat sebentar lagi, Hinata pasti mengamuk.
"COWOK BODOH!"
~Tears of the rain~
'Teng teng teng' bel pulang sekolah berbunyi, Hinata dan Sakura segera membereskan barang-barang mereka.
"Hei, Hinata-chan, aku pulang dulu ya," kata Sakura berpamitan kepada Hinata, Hinata mengangguk.
"Ya, ja Sakura-chan!" seru Hinata sembari melambai padanya, Sakura balas melambai kepada Hinata.
"Ja!"
"Kurasa aku harus cepat-cepat pulang," Hinata segera mencangklongkan tas ransel putihnya dan bergegas keluar dari kelas, tetapi dia terkejut, mendapati Naruto berada disana.
"Apa maumu cowok bodoh?" Hinata mengernyitkan alisnya, Naruto nyengir kepada Hinata.
"Sudah, ikut aku saja," Naruto kini menarik Hinata bersamanya.
"Hei hei! Aku mau dibawa kemana cowok bodoh?" seru Hinata, Naruto hanya tersenyum, mereka kini berada ditaman sekolah.
"Kamu tidak ekskul?" tanya Hinata kepada Naruto, Naruto menggeleng.
"Bagaimana Kaa-san dan Tou-sanmu?"
"Sejak kemarin aku menghiraukan mereka, aku tidak tahu keadaaan mereka, kuharap mereka tidak jadi cerai," Hinata menundukkan mukanya dengan wajah sedih.
"Sudah, sudah, aku akan mendukungmu kok, Hinata!" Naruto membelai rambut Hinata yang panjang.
"Oh ya! Bagaimana kalau kita makan dulu? Ada kafe baru yang menyediakan berbagai macam cake yang enak! Kamu pasti suka!" seru Naruto, sebelum Hinata sempat menjawab, Naruto sudah menariknya lagi.
~Tears of the rain~
"Nih, pakai helmnya!" seru Naruto menyerahkan helm kepada Hinata, Hinata menerimanya dan memakainya.
"Kamu serius mau mengajakku pergi?" tanya Hinata.
"Tentu saja, aku akan mentraktirmu," seru Naruto, muka Hinata tersipu, dan ia kemudian duduk di motor sport Naruto.
'Kurasa aku memang harus menjernihkan pikiranku sejenak.'
Hinata tersenyum dan menaruh kepalanya dipunggung Naruto, menikmati angin semilir yang menerpa wajahnya, sementara itu wajah Naruto memerah.
"Tumben hari ini kamu diam saja," goda Naruto, Hinata mencubit punggung Naruto.
"Berisik, suka-suka aku dong, bodoh," seru Hinata, tetapi ia tersenyum atas kejahilan Naruto.
"Ah, sudah sampai!" seru Naruto, Hinata menatap sejenak kafe itu, banyak sekali orang yang makan disana, kebanyakan orang yang berpacaran, kafe itu bernuansa lavender dan manis sekali, Hinata kemudian mengikuti langkah Naruto saat memasuki kafe itu.
"Kamu pesan apa, Hinata?" tanya Naruto, mereka duduk di meja yang mempunyai bangku dua, berseberangan, Naruto menyerahkan buku menu kepada Hinata.
"Aku… Snow Cake, sama milkshake deh," kata Hinata menyerahkan buku menu kepada Naruto.
"Kalau aku, Cheese cake sama milkshake juga deh," kata Naruto, pelayan yang mengenakan baju lavender itu segera mencatat pesanan mereka dan beranjak dari tempat Naruto dan Hinata.
"Errr, Naruto-senpai tahu dari mana ada café ini?" tanya Hinata, Naruto mengernyitkan alisnya, kemudian ia tertawa.
"Ah, itu, kemarin Kaa-sanku maksa aku, Anikiku dan Tou-sanku pergi kesini, tetapi karena cakenya enak, ya sudah aku beritahu ini ke kamu, memangnya kenapa, Hinata?" tanya Naruto.
"Enak sekali ya, Kaa-san dan Tou-san Naruto-senpai bisa rukun," Hinata menundukkan kepalanya.
"Tenang saja, Hinata, aku akan selalu ada untukmu kok," kata Naruto, Hinata menatap nanar mata sapphire Naruto.
"Terima kasih," Hinata menyuap cake itu ke mulutnya dan Naruto masih saja melihat Hinata dengan tatapan sedih, ia tidak dapat berbuat apa-apa selain menghiburnya dan selalu berada disampingnya, andai ada sesuatu yang dapat ia perbuat.
~Tears of the Rain~
"Tadaima," Hinata melepas sepatunya dan meletakkannya di rak sepatu terdekat, lalu ia mendengar suara orang berteriak lagi, ia segera menuju ke sumber suara.
"Hanabi bersamaku!" seru Kaa-san dengan menggandeng Hanabi bersamanya, Hanabi hanya menunduk pasrah.
"Kalau begitu, Neji bersamaku!" seru Hiashi, ia mendorong Neji ke belakang tubuhnya, Neji hanya menurut saja, tetapi mata lavendernya menunjukkan kesedihan.
Tiba-tiba, secara serempak, tatapan mereka berempat menuju ke tempat Hinata berdiri.
"Sekarang kamu, kamu ingin bersama siapa?" seru Kaa-san, Hinata menutup mulutnya, seakan tak percaya, kemudian air mata meluncur turun dari pelupuk matanya.
"Aku… tidak mau bersama siapa-siapa!" seru Hinata, ia berlari ke luar lagi, seperti biasa, hari ini hujan, tetapi anehnya, ketika ia bersama Naruto, hari tidak sedang hujan.
"Aku benci Kaa-san dan Tou-san!" seru Hinata, tanpa ia sadari, ada truk yang melaju kencang ke arahnya.
"Aku ingin melupakannya, aku tidak ingin mengingatnya, lebih baik aku tak melihatnya lagi," Hinata tidak mendengar klakson yang berbunyi sedari tadi, lalu akhirnya….
'CITTTT BRAKKK'
Semua orang menoleh ke sumber suara, yang dilihat mereka pertama kali adalah, darah pekat berwarna merah yang sekarang tercuci oleh air hujan, lalu setelah itu mereka melihat gadis berambut indigo terkapar dengan warna merah disekujur tubuhnya.
~Tears of the rain~
"Hinata-nee! Hinata-nee!" seru Hanabi mengguncang-guncang tubuh Hinata yang sekarang didorong menuju kamar operasi.
"Hinata," bisik Neji, diam-diam ia juga tidak mau adiknya ini terluka, apalagi karena masalah Kaa-san dan Tou-sannya.
"Hinata-nee!" seru Hanabi sekali lagi, ia menangis, Neji memeluk Hanabi, bermaksud menenangkannya, Hanabi memeluk balik Neji.
"Neji-nii, Hinata-nee! Hinata-nee!" akhirnya air mata meluncur dari mata lavender Neji, hatinya terasa sangat perih.
"Aku tahu, aku tahu," Neji menepuk kepala Hanabi pelan, lalu mengelusnya.
"Kita hanya bisa berdoa."
"Ini salahmu!"
"Tidak! Ini semua salahmu!"
"Bisakah kalian diam?" seru Neji, Kaa-san dan Tou-san mereka kaget, tidak biasanya Neji membentak.
"Kalau saja kalian tidak cerai! Hinata tidak akan seperti ini!" seru Neji.
"Ta-tapi…"
"Kalau saja kalian memahami perasaan Hinata, ia tidak akan seperti ini! Harusnya kalian intropeksi diri kalian!" seru Neji.
"I-iya, kita semua sebenarnya sangat tidak setuju Kaa-san dan Tou-san cerai," isak Hanabi.
"Sungguh waktu yang sangat tidak tepat jika kalian bertengkar dirumah sakit, Hinata sedang memperjuangkan hidupnya disana!" tunjuk Neji ke ruang operasi.
"Baik," Kaa-san dan Tou-san mereka duduk di bangku panjang yang berwarna putih, Neji menuntun Hanabi untuk duduk disebelahnya, Hanabi meletakkan kepalanya dipundak Neji, Neji membelai rambut Hanabi.
"Hanabi tenang saja, Hinata-nee pasti baik-baik saja," hibur Neji, tetapi didalam hatinya, ia sendiri gelisah.
'Cklek'
"Bagaimana keadaannya dok?" seru Neji, dokter yang memiliki papan nama bernama 'Tsunade' itu menggeleng.
"Keadaannya benar-benar kritis, terlebih lagi, sekarang ia tidak dapat melihat, aku juga tidak tahu kenapa, mungkin ia mensugesti dirinya sendiri agar ia tidak dapat melihat, atau mungkin ia shock," jelas Tsunade, tangis Hanabi kian menjadi-jadi, kakak yang selama ini ia sayangi, tidak dapat melihat lagi, Neji terjatuh, Kaa-san dan Tou-san mereka membelalakkan mata, perlahan-lahan, Kaa-san menangis dan membenamkan wajahnya di pundak Hiashi.
"Neji! Bagaimana keadaan Hina…." Naruto datang dengan terburu-buru diikuti Sakura dan Sasuke dibelakangnya, tetapi perkataan Naruto terputus ketika melihat keadaan keluarga Hinata, Neji dengan perlahan menggeleng, Naruto membelalakkan matanya.
"Apa yang terjadi dengan Hinata? Apa?" seru Naruto kepada Neji, Sakura mengikuti Naruto, Naruto terlihat sangat akrab dengan Neji, karena sebelumnya mereka pernah satu klub di satu sekolah, tetapi Neji sekarang sudah kuliah, dan mengambil mata kuliah kedokteran.
"Hinata, keadannya sangat kritis, dan dia… buta," sungguh, Neji tidak ingin mengucapkan kata terakhir itu, tetapi mau bagaimana lagi, Naruto juga berhak mengetahuinya, kan?.
"Apa? Hinata-chan? Buta?" mata emerald Sakura menunjukkan keterkejutan dan kekhawatiran, Sasuke berada disamping Sakura, mengelus pundaknya, agar ia dapat tenang sedikit.
"Yang tabah, Sakura," bisik Sasuke, Sakura menelungkupkan tangannya di wajahnya, dan ia menyandarkan kepalanya didada bidang Sasuke.
"Hinata-chan," kini Sakura juga menangis, seakan tidak percaya dengan kabar yang barusan ia dengar, Naruto masih terbujur kaku didepan Neji, ia tidak tahu harus melakukan apa.
"Kalian bisa menjenguknya setelah ia berada di kamar rawat," kata Tsunade, ia kemudian kembali ke ruang operasi.
~Tears of the rain~
Naruto melihat sosok gadis yang baru saja ia temui sebelumnya, sekarang ia sudah terbujur kaku diatas ranjang rumah sakit dengan selang-selang yang menghubung ke tubuhnya, dan juga alat pendeteksi jantung berada disamping ranjang Hinata, muka Hinata memucat, beraneka perban terlihat menonjol di tubuhnya, memang pemandangan yang sangat miris, baru saja Naruto mengantarnya pulang, dan sekarang ia tidak dapat mendengar suaranya untuk beberapa waktu.
"Hinata-chan," isak Sakura, ia menggenggam tangan Hinata erat.
"Kapan ia sadar?" tanya Sasuke.
"Perkiraan dokter, besok," kata Neji.
"Hinata-nee! Cepat sadar, Hinata-nee!" seru Hanabi mengguncangkan tubuh Hinata, kemudian aktivitasnya itu dicegah oleh Neji.
"Jangan, itu akan memperburuk keadaannya saja," Hanabi memeluk Neji, ia terisak.
"Lihat sendiri, putri kalian sekarang menjadi buta gara-gara kalian, apa kalian tidak sedih?" suara Neji pelan, tetapi sangat menusuk Hiashi beserta istrinya.
"Aku minta maaf," kata Hiashi.
"Jangan minta maaf padaku, mintalah pada Hinata ketika ia bangun nanti," seru Neji.
"Pasti, dan aku akan memberitahunya juga kalau kami tidak jadi bercerai," kata istri sang Hyuuga itu, mata lavendernya sembab sekali sekarang.
"Sekarang sudah malam, Hanabi, sebaiknya kamu pulang," kata Neji lembut kepada Hanabi, Hanabi menggeleng.
"Tidak mau!"
"Tapi besok kamu ada sekolah, Hanabi," kata Neji, Hanabi tetap bersi keras tidak mau, bahkan ia merengek-rengek.
"Hanabi, ayo pulang bersama kami, Neji biar mengurusi Hinata," kata Hiashi, menggandeng lengan Hanabi.
"Hanabi tidak mau! Kalau Neji-nii tidak pulang, Hanabi juga!" seru Hanabi.
"Lagipula besok Neji-nii juga ada sekolah kan? Sama saja denganku!" lanjut Hanabi, Neji tampak berpikir keras, lalu ia menghela nafas.
"Baik, Neji-nii juga ikut pulang, siapa diantara kalian yang mau menjaga Hinata malam ini?" tanya Neji kepada Naruto, Sakura, dan Sasuke.
"A-aku ma..," ucapan Sakura terputus karena Sasuke terlanjur memotongnya.
"Jangan, kamu itu perempuan, kamu harus pulang, nanti orang tuamu khawatir, biar Naruto saja yang menjaganya," kata Sasuke, Sakura mau tidak mau mengangguk.
"'Iya, biar aku saja, Sasuke, antarkan Sakura pulang ya, Neji, tidak apa-apa kan?" tanya Naruto, Neji tersenyum kecil kepada Naruto.
"Tentu saja tidak apa-apa, terima kasih kamu mau menjaga adikku," Naruto menunjukkan cengiran khasnya.
"Yap, tenang saja, sudah kalian semua pulang saja, lagipula hari ini sudah malam," kata Naruto, ia berpikir, sebaiknya besok ia juga minta ijin tidak masuk sekolah.
"Terima kasih, Nii-san," Hanabi memeluk Naruto kemudian mengikuti Neji keluar kamar Hinata, begitu pula dengan Sasuke dan Sakura.
"Kami percayakan ia padamu," kata Hiashi, Naruto tersenyum sopan kepada mereka, kemudian orang tua Hinata keluar.
"Hinata, aku belum minta maaf padamu atas sikapku akhir-akhir ini, dan juga… aku belum mengatakan padamu bahwa aku menyukaimu," Naruto menggenggam erat tangan Hinata seakan takkan melepaskannya lagi.
"Hinata, aku mohon, bangunlah," seketika itu pula, Naruto terlelap disamping ranjang Hinata.
~Tears of the rain~
"Enggh," Hinata merasa sakit yang amat sangat menjalar ditubuhnya, lalu ia juga merasakan kehangatan pada tangan kanannya yang terbebas dari infus, ia tahu, ia sekarang berada dirumah sakit, ia berusaha membuka matanya, tetapi tidak terlihat apa-apa, semuanya gelap, padahal Hinata merasa ia sudah membuka matanya.
"A-apa? Apa yang terjadi padaku?" gumam Hinata, ia lalu merasakan sesuatu yang menggenggam tangannya mulai bergerak.
"Si-siapa itu?" tanya Hinata, sementara orang yang berada disebelahnya terkesiap.
"Hinata! Kamu sudah sadar!" seru orang itu, suara berat itu, suara seseorang yang Hinata sukai, suara itu.
"Naruto-senpai?" tanya Hinata, Naruto tampak tertawa lalu ia memeluk Hinata.
"Kamu sudah sadar, syukurlah," Naruto benar-benar senang.
"Apa yang terjadi padaku?" tanya Hinata sekali lagi, Naruto melepas pelukannya, dan ia menghela nafas.
"Kamu… tidak dapat melihat lagi, Hinata," Naruto benar-benar tidak enak hati saat berkata itu, Hinata menahan nafasnya.
"A-aku? Tidak dapat melihat lagi?" tanya Hinata tidak percaya, Naruto menatap iris mata Hinata yang sudah tidak berpupil itu, ia menggenggam erat tangan Hinata.
"Tenang saja, Hinata," Hinata menangis, semuanya kini gelap, ia tidak dapat melihat lagi, semua benda yang dulu berwarna kini tampak gelap semua, hitam pekat.
"Ba-bagaimana dengan Tou-san dan Kaa-san?" tanya Hinata, sempat-sempatnya Hinata memikirkan kedua orang tuanya itu saat ia kini jatuh sakit dan buta, benar-benar anak yang pengertian.
"Mereka tidak jadi bercerai," papar Naruto, Hinata tersenyum lega, hatinya merasa lebih baik sekarang, jika saja Hinata buta dan ibunya serta ayahnya masih saja bercerai, Hinata tidak tahu harus bagaimana.
"Setidaknya, dibalik bencana ini, masih ada hikmah," Naruto menatap Hinata yang kini mulai menampakkan senyum yang sangat ia rindukan, satu hal yang paling ingin Naruto lihat saat Hinata terbujur kaku saat itu adalah senyumnya, senyumnya yang menenangkan, senyuman yang hangat.
"Iya, kamu benar, oh Hinata, kamu kenapa kok bangun malam-malam begini?" tanya Naruto, saat itu jam memang masih menunjukkan pukul 3 pagi, masih terlalu pagi untuk bagun.
"Aku tidak tahu, akku hanya merasakan sakit disekujur tubuhku, lalu aku berusaha untuk bangun, itu saja," kini Hinata merasakan ada sentuhan lembut dikepalanya, Naruto membelainya, Hinata tahu itu.
"Kamu tenang saja, Hinata, aku akan selalu disini untukmu, kamu kalau butuh apa-apa, bilang padaku ya," Hinata mengangguk dan memejamkan matanya, sudah lama rambutnya tidak dibelai seperti ini.
"Naruto-senpai, aku memang menyukai saat-saat bersamamu," kata Hinata, kalimat itu terucap begitu saja dari mulut Hinata, tapi memang begitu kenyataannya, ia merasa hatinya hangat ketika bersama Naruto, ia merasa tenang jika ada Naruto disisinya.
"Ngh, mungkin ini memang saat yang tidak tepat, tapi… aku menyukaimu, Hinata," kata Naruto, Hinata tertegun.
"Bukannya kamu membenciku?" tanya Hinata.
"Itu hanya alasanku mendekatimu," kata Naruto.
"Ka-kamu tidak apa-apa dengan kondisiku sekarang? Ng, maksuku, kamu tidak apa-apa dengan gadis buta sepertiku?" Hinata merasa tertekan ketika mengucapkan kalimat terakhir.
"Aku tidak keberatan, aku menyukaimu apa adanya," sudut di bibir Hinata perlahan-lahan tertarik ke atas.
"Aku juga menyukaimu, Naruto-senpai."
"Sssht, jangan panggil dengan embel-embel 'senpai' panggil aku dengan '-kun'."
"Ba-baik, Naruto-kun," memang hanya kegelapan yang dapat terlihat oleh Hinata, tetapi ia tahu bahwa saat ini Naruto sedang menunjukkan cengiran khasnya kepada Hinata.
"Aku akan mencoba untuk menghadapi kehidupan ini," kata Hinata.
"Aku akan menuntunmu, Hinata-chan," muka Hinata bersemu kemerahan saat mendengar Naruto memakai embel-embel –chan ke namanya.
"Sekarang kamu harus tidur lagi, kamu belum sembuh benar, istirahatlah yang benar," kata Naruto, ia merebahkan tubuh Hinata ditempat tidurnya.
"Sudah nyaman?" tanya Naruto, Hinata mengangguk.
"Tidurlah, aku juga mau tidur sekarang," Hinata tersenyum dan memejamkan matanya, meski yang terlihat selalu sama, gelap.
"Selamat malam, hime," Naruto mengecup dahi Hinata dan mencari posisi nyaman untuk tidur, ia juga ingin tidur, hei, begini-begini dia juga manusia, kan? Pasti butuh aktivitas tidur.
~Tears of the rain~
Jam 5 pagi, siapa sih orang yang ingin bangun pada jam-jam segini? Jam segini kebanyakan orang masih memilih untuk tertidur dalam buaian selimut hangat serta kasur empuk mereka, tetapi tidak untuk gadis berambut merah muda ini, ia sudah selesai mandi malah.
"Ah~ dinginnya!" keluh gadis itu, Sakura namanya, dingin pagi ini memang keterlaluan, benar-benar dingin yang menusuk tulang.
"Ini semua demi Hinata-chan!" seru Sakura, kemudian ia segera berganti dengan seragam putih lengan panjang dengan rok orange kotak-kotak, tidak lupa blazer berwarna hitam yang tersemat lambang KHS di dada sebelah kiri.
Masih ada satu setengah jam lagi hingga bel masuk sekolah berbunyi, Sakura tidak menyia-nyiakan waktu, ia segera turun ke bawah untuk sarapan, ia membuat sarapan sendiri, Kaa-sannya pun masih malas untuk terbangun, Sakura sudah mencoba membangunkannya, tetapi tidak bisa, memang biasanya Kaa-sannya baru membuat sarapan jam 6, setengah jam lebih telat dari waktu Sakura sarapan sekarang.
"Hei, kamu sudah bangun?" Sakura menoleh kepada sumber suara dan mendapati kakak semata wayangnya, Sasori itu bertanya padanya.
"Onii-chan!" seru Sakura, lalu ia memeluk Sasori, memang Sakura sangat manja kepada kakaknya satu ini.
"Kamu kok sudah bangun jam segini?" tanya Sasori, yang ditanya hanya tersenyum penuh arti kepadanya.
"Aku bangun lebih pagi biar sebelum sekolah nanti aku bisa menjenguk Hinata-chan, dan membawakan bunga untuknya," seru Sakura, Sasori tersenyum lembut padanya, ia tahu kalau Sakura adalah orang yang setia kawan.
"Ya sudah, kalau begitu aku akan membuatkanmu sarapan, kamu duduk manis disitu saja," kata Sasori, Sakura duduk dimeja makan, mengamati kakaknya memasak dengan cekatan, dan hanya dalam waktu beberapa menit, didepan Sakura sudah tersaji roti bakar, telur, bacon, dan asparagus, serta tak lupa orange juice.
"Aku mandi dulu ya, Saku-chan," kata Sasori, Sakura mengangguk, dan hanya dalam waktu 5 menit, Sakura sudah selesai menyantap makanannya, kini ia membereskan piring dan menatap jamnya, jam 6, seharusnya Sasuke sudah berada diluar, Sakura segera membuka pintu rumahnya, dan mendapati Sasuke bersama mobil ferrarinya yang berwarna hitam mengkilat.
"Aku baru saja hendak meneleponmu, mengabarimu bahwa aku sudah sampai," kata Sasuke, muka Sakura memerah, dan kemudian ia segera duduk di kursi penumpang.
"Ayo! Kita harus cepat ke Yamanaka Florist!" seru Sakura, memasangkan sabuk pengaman, Sasuke melaju dengan cepat, dan dalam hitungan menit, mereka sampai di Yamanaka Florist.
"Aku minta rangkaikan lavender, secepatnya!" seru Sakura, mengetahui kesukaan Hinata pada lavender, orang itu tersenyum dan segera merangkaikan lavender dengan cekatan.
"Ini, semuanya 5000 ryo," kata penjaga toko itu, Sakura segera merogoh sakunya dan meletakkan uang 5000 ryo dimeja, kemudian ia duduk kembali dimobil Sasuke.
"Sudah?"
"Sudah! Ayo ke rumah sakit Konoha sekarang!" seru Sakura, Sasuke memasukkan gigi dan melaju dengan cepat.
~Tears of the rain~
'Tok tok tok'
"Permisi," Sakura memasuki kamar Hinata dan terkejut mendapati Hinata dan Naruto masih tertidur, tetapi bukan hal tersebut yang dikejutkan Sakura, melainkan tangan Naruto yang menggenggam erat tangan Hinata.
"Bagaimana?" tanya Sasuke.
"Mereka masih tertidur, aku akan mengganti bunganya saja kalau begitu," Sakura meletakkan bunga yang tadi dirangkai ke dalam vas yang terletak di meja disamping ranjang Hinata.
"Uhh," Sakura melihat ke sumber suara dan mendapati Naruto yang terbangun.
"Sakura? Sasuke? Kenapa kalian sudah datang ke sini?" tanya Naruto beruntut, Sakura hanya tersenyum.
"Masa aku tidak boleh menjenguk Hinata sih? Sudahlah, bagaimana keadaan Hinata?" tanya Sakura, mengambil tempat duduk di sofa kamar Hinata.
"Tadi malam dia sudah sadar, dan… aku menembaknya," kata Naruto, sesaat kemudian, Sakura memukul kepala Naruto.
"Kamu itu! Dia kan masih sakit!" seru Sakura, Naruto meringis kesakitan.
"Sudahlah Sakura, dobe paling kelepasan, Hinata juga pasti menerimanya, bukan begitu? Dobe?" tanya Sasuke, Naruto mengangguk setuju.
"Jadi Hinata menerimamu? Jadi kalian sekarang pacaran?" seru Sakura, Naruto mengangguk.
"Jangan keras-keras, Hinata masih butuh istirahat," kata Naruto, Sakura segera menutup mulutnya, seakan mengerti.
"Oke, ya sudah, sampaikan salamku pada Hinata ya, aku nanti pulang sekolah ke sini lagi," kata Sakura riang.
"Kamu nanti akan kuambilkan surat ijin, dobe."
"Ya, makasih Teme, Sakura sudah mau menjenguk Hinata," kata Naruto, tersenyum lebar, tetapi wajahnya masih mengantuk.
"Kami berangkat dulu," pamit Sakura dan menarik Sasuke bersamanya, lalu kedua orang itu pergi dari Bangsal Hinata.
"Hoahm, pagi-pagi sudah ribut," Naruto menguap, lalu ia memutuskan untuk tidur lagi.
~Tears of the rain~
A/N: Gimana gimana gimana gimana? Hahaha mungkin belum kerasa angstnya, tapi ntar angst nya kerasa di chappie 2! RnR plis?
Dan aku jamin ini akan aku update secepatnya karena sebenaranya chappie 2 udah ada, tinggal publish ;D
Sign,
Akasuna no NiraDEI Uchiha
