Thank You
.
.
"Aku hanya ingin berterimakasih,"
.
.
Pagi buta di hari minggu, Kim Taehyung sudah berdiri di depan pintu apartemen kekasihnya dengan senyuman khasnya. Tanpa rasa bersalah, ia mengetuk(atau lebih tepatnya menggedor)pintunya sambil memencet bel berkali-kali. Taehyung terkikik lucu saat mendengar teriakan samar-samar Jungkook dari dalam. Senyumannya semakin mengembang kala pintu di hadapannya mulai terbuka, menampakkan sosok manis dengan wajah khas bangun tidur, rambut berantakan dan mata yang setengah terpejam. Sial, bisa-bisa Taehyung meleleh duluan jika lama-lama memandangnya.
"Taetae hyung?" Gumamnya parau, bibirnya mengerucut lucu. "Ini masih jam setengah enam.. Aku mau tiduurr," Rengeknya sambil menghentakkan kaki kesal.
Satu kecupan di pipi.
Jungkook berhenti menghentakkan kakinya. Bibirnya yang masih mengerucut menggumam pelan, "Masuklah,"
"Oke, sayang." Dengan langkah santai, Taehyung memasuki apartemen Jungkook.
Yang lebih muda hanya dapat menghela nafas saat melihat hyung tersayangnya bertingkah seperti ini. Serius, jika Taehyung datang tengah malam tadi, tidak apa. Tapi kenapa Taehyung datang saat ia butuh tidur setelah mengerjakan tugas dari guru fisikanya yang sangat amat teramat menguras otaknya. Bahkan Jungkook merasa rambutnya akan mulai rontok setelah mengerjakan soal-soal tadi malam.
"Tidur larut lagi, ya?" Taehyung mengapit pipi Jungkook dengan ibu jari dan telunjuknya.
"Aaww!" Pekiknya lucu. Bibirnya semakin mengerucut. "Tidak kok," Dustanya seraya mengusap pipi tembamnya yang memerah karena ulah Taehyung barusan.
"Benarkah?" Tanya Taehyung penuh selidik.
"I-Iya.."
"Nah, kau bohong!" Teriaknya lalu mencubiti pipi Jungkook lama-lama.
"Aw! Hyung ini sakit, yak! Aaww!"
"Mana permintaan maafnya?"
"Iya iya maaf aww! Hyuuungg!"
Taehyung tertawa senang lalu mengecup pipi Jungkook yang memerah akibatnya. "Sakit?"
Jungkook terdiam. Pipinya semakin memerah.
"Oh, apa semakin sakit?" Ucap Taehyung sambil mengecup pipinya lagi.
Pipi Jungkook semakin memerah, lagi.
"Oh, apa—"
"HENTIKAAANN!" Pekiknya lucu lalu menutupi wajah memerahnya dengan kedua telapak tangan.
Lagi-lagi Taehyung diulah terbahak karena respon Jungkook yang begitu lucu. Ya ampun, demi apapun anak ini terlihat sangat menggemaskan jika wajahnya sudah semerah tomat. Duhh—
"Hyung kalau datang pagi-pagi begini hanya untuk menggodaku, pulang saja sana." Usir Jungkook. Wajahnya masih ditutupi oleh telapak tangannya sendiri.
"Ooh, kau benar-benar mau aku pulang? Padahal aku ke sini niatnya mau mengajakmu jalan-jalan sih. Refreshing. Tugasmu pasti banyak sekali ya sampai-sampai refreshing saja tidak bisa? Ckck dasar sibuk. Yasudah aku per—"
Cup.
"Wow," Taehyung menganga di tempat. Barusan tadi, Jungkook menciumnya? Dimana? Di bibir? Eh?
"Aku mencintaimu," Gumam yang lebih muda setelah memeluk erat leher Taehyung.
"Aku lebih mencintaimu," Bisiknya seraya mengecup daun telinga Jungkook.
"Jadi, kita kemana, hyung?"
"Ke hatimu,"
"Iisshh!"
Taehyung tertawa lagi. Sungguh, dari awal ia menyukai Jungkook hingga sekarang, ia tidak pernah bosan melihat respon menggemaskan Jungkook apabila digombalinya.
"Tertawa terus. Ck, lama-lama aku dikira memiliki kekasih yang tidak waras,"
Taehyung menghentikan laju mobilnya. Omong-omong, ia berhenti bukan tanpa alasan. Lampu lalulintas berwarna merah, bung.
Jungkook diam. Ia menatap Taehyung yang juga menatapnya. Tatapan Taehyung terlihat, err—
"Kekasih tidak waras?"
Sialan, sialan, sialan. Jungkook mengumpat berkali-kali di dalam hati. Ia meremas ujung bajunya dengan gelisah. Pasalnya suara Taehyung barusan benar-benar mengerikan. Hawanya seperti ia akan dimakan sebentar lagi.
"Kemari, kelinci manis." Perintah Taehyung masih dengan suara dan tatapan yang sama.
Jungkook tidak mampu membantah. Dengan gemetar, ia mendekatkan wajahnya ke arah Taehyung, matanya terpejam rapat.
Satu kecupan di kening. Satu lumatan di bibir. Lalu mobilnya berjalan lagi. "Manis juga," Gumam Taehyung dengan seringai khasnya.
"H-Hyung.." Wajah Jungkook semerah tomat, sial.
Saat jarum pendek berhenti di angka lima, saat pancaran sinar mata hari mulai meredup, keduanya baru saja sampai di apartemen Jungkook. Taehyung mengacak surai kekasihnya, gemas melihat ekspresi kelelahannya.
Bagaimana tidak lelah? Seharian ini Taehyung—sebenarnya ini keinginan Jungkook sendiri, sih—mengajaknya mengelilingi taman bermain, memainkan wahana yang sudah lama berdiri di sana, berbelanja, makan di kedai ramyun dan masih banyak lagi. Yang awalnya ingin melepas lelah, malah semakin kelelahan. Tapi omong-omong, Jungkook bahagia.
Pasalnya, saat-saat seperti ini adalah waktu yang langka. Biasanya, keduanya sibuk dengan urusan masing-masing. Jungkook dengan tugas dari gurunya dan Taehyung dengan rutinitasnya. Jarang sekali mereka bisa jalan berdua dalam waktu selama ini.
"Hyung,"
"Hm?"
Jungkook merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Tangannya menarik Taehyung agar pemuda itu ikut berbaring di sebelahnya. "Aku mengantuk," Tangannya melingkar di tubuh Taehyung, kakinya juga melingkar di kaki Taehyung. Jungkook benar-benar mengurung Taehyung kali ini.
Yang dipeluk hanya tertawa ringan. Menyamankan posisi, lalu ia juga memeluk sosok pemuda yang begitu dicintainya. "Tidurlah,"
"Menginap, ya?"
"Kalau perlu aku pindah ke sini, sayang."
"Kalau hyung pindah, mana bisa aku fokus mengerjakan tugas.." Gumam Jungkook seraya mengerucutkan bibirnya.
Taehyung mengecup bibir kekasihnya itu. "Aku tau. Lagipula kalau aku pindah, Seokjin hyung dan Namjoon hyung pasti akan khawatir lalu marah-marah seperti orang tua yang melihat anaknya kabur dari rumah."
Jungkook terkikik lucu. Ia mengeratkan pelukannya pada tubuh Taehyung lalu mengecup sayang pipinya. "Makanya, hyung jangan nakal."
"Kau yang nakal, sayang."
"Aku anak baikk!" Jungkook kembali mengerucutkan bibirnya.
"Hmm, benarkah?"
Jungkook mengangguk cepat. Bibirnya masih mengerucut.
"Oke oke," Bibir Taehyung mengalunkan kekehan pelan. "Tidurlah,"
"Humm.." Gumam Jungkook sebelum melesakkan kepalanya di ceruk leher Taehyung. "Aku mencintaimu, Hyung."
"Aku lebih mencintaimu, Kook.."
"Taehyung! Darimana saja kau?!"
Yang disapa hanya mampu menghela nafas panjang. Enggan menjawab, ia merebahkan diri di atas ranjangnya.
"Tae—"
"Dari apartemen Jungkook, menginap."
Sosok pemuda yang tadi membentaknya mengatur nafas, mencoba menstabilkan emosinya. "Kenapa tidak izin dulu, Tae? Aku dan Namjoon khawatir sekali."
"Hyung.." Taehyung menghela nafas lagi. "Aku baik-baik saja.."
"Kau tidak baik-baik saja, Tae."
Ia tertawa pelan. "Aku tau. Tapi aku baik-baik saja, hyung."
"Bisa tidak, berhenti menjadi sosok yang menyebalkan meskipun hanya satu hari?"
"Bisa tidak, berhenti menjadi ibu-ibu cerewet meskipun hanya satu hari?"
"Oke, terimakasih."
Taehyung tertawa lepas melihat ekspresi hyungnya itu. "Bercanda, hyung." Pandangan matanya berpendar ke segala arah, lalu ia bersuara lagi, "Namjoon hyung mana?"
"Rumah sakit. Hari ini dia ada operasi. Dan kau, hari ini menjadi tanggung jawabku."
"Astaga, ya Tuhan." Taehyung tertawa lagi. "Perkataanmu barusan membuatku merinding, hyung."
"Cerewet."
"Kau yang—aww! Iya hyung maaf, duh!" Dengan wajah yang tertekuk, Taehyung mengusap lengannya yang sedikit memerah akibat cubitan Seokjin tadi.
"Kau tidak lupa meminum obatmu, kan?"
"Lupa," Jawabnya santai sambil melemparkan cengiran ke arah Seokjin. "Aawww!"
Barusan, Seokjin mendaratkan jitakannya di kening Taehyung. "Iblis kecil, berani-beraninya kau melupakan hal sepenting itu?!"
"Aku lupa membawanya, hyung cerewet."
Lagi, Seokjin mengatur nafasnya. Hal ini memang selalu berhasil mengurangi emosinya meskipun sedikit. "Taehyung.."
"Iya hyung, maaf. Lain kali aku tidak akan lupa. Aku janji."
"Pintar. Tunggu di sini, aku akan mengambil peralatanku."
"Oke, hyung."
Taehyung menyamankan posisinya. Matanya terpejam, nafasnya terdengar teratur. Sesekali bibirnya tertarik ke atas, mengukir senyum tipis kala ia mengingat-ingat kencannya dengan Jungkook kemarin.
"Bro, kau tidak gila kan?"
Taehyung tersentak saat mendengar suara barusan. Ia membuka mata dan mendapati Jimin berdiri di samping ranjangnya. Sambil terkekeh, ia menggeleng. "Tentu saja tidak, sialan."
"Ckckck.. Berani-beraninya mengumpat? Mau ku adukan ke Seokjin dan Namjoon hyung?"
"Aku bukan anak kecil lagi, i—aawww!" Belum menyelesaikan kalimatnya, Taehyung dikejutkan oleh sepasang jemari yang mengapit daun telinganya lalu menariknya tanpa belas kasihan. Milik Seokjin.
"Kau mengumpat, anak manis?" Tanyanya setelah melepaskan jemarinya dari daun telinga Taehyung.
Yang menjadi korban menghela nafas kasar. "Maaf, eomma." Gumamnya asal, yang malah dihadiahi satu jitakan mulus di keningnya. Bagus, rasanya luar biasa, bung.
"Aku hyungmu, bukan eommamu."
Lagi, Taehyung menghela nafas kasar. "Iya iya, maaf."
"Oh, Jimin? Sejak kapan ada di sini?" Tanya Seokjin sambil mengambil beberapa peralatannya di meja.
"Baru saja tiba, hyung. Maaf tidak mengetuk pintu, hehe." Jimin menunjukkan cengiran tak berdosanya ke arah Seokjin.
Yang lebih tua mengangguk paham. Tangannya dengan telaten mengusapkan kapas beralkohol di lengan Taehyung. Jarum suntik yang sudah disiapkannya dengan perlahan menembus permukaan kulit Taehyung, mengalirkan cairan entah apa itu—Taehyung tidak tau dan tidak peduli—di pembuluh darahnya. "Sakit?" Tanyanya, takut-takut ia akan menyakiti adik kesayangannya.
"Tenang, hyung." Taehyung terkekeh pelan. "Aku bukan anak kecil."
"Kau masih bayi, Tae."
"Dalam mimpimu—aww, Jim!"
Barusan, Jimin yang menjitaknya. Serius, kalau saja Seokjin belum menancapkan jarum infus di punggung tangannya, ia bersumpah akan menghajar Jimin sampai habis.
"Kau memang masih bayi. Jadi diamlah sampai Seokjin hyung selesai memasang popokmu, bayi besar."
"Sialan, kalian sialan." Desis Taehyung sebelum memejamkan matanya lagi.
Seokjin yang sedari tadi hanya fokus dengan kegiatannya, kini tertawa pelan. "Jimin baik sekali, nanti ku adopsi menjadi adikku, mau ya?"
"Bo—"
Tiba-tiba, Taehyung menyahut, "Tidak boleh!" Dengan suara bak anak berumur lima tahun yang enggan membagi makanannya dengan teman-temannya.
Sontak, Seokjin dan Jimin langsung terbahak. Lihat? Taehyung benar-benar bayi.
"Taehyung,"
Yang merasa dipanggil menoleh ke sumber suara. Ia tersenyum saat melihat kakak keduanya berdiri di ambang pintu dengan ekspresi seperti biasa; dingin, tapi hangat.
"Kemana saja kau kemarin?" Tanyanya setelah mendudukkan tubuhnya di kursi yang berada tepat di sebelah ranjang Taehyung.
"Seokjin hyung belum memberitahumu, hyung?"
Namjoon menghela nafas lelah. "Aku ingin dengar dari mulutmu sendiri,"
Dengan tersenyum geli ia menjawab, "Astaga, hyung dramatis se—"
Plak!
"Aku dari rumah Jungkook." Jawabnya dengan ekspresi yang berubah drastis.
"Kenapa tidak minta izin?"
Taehyung terdiam.
"KIM TAEHYUNG."
Taehyung menghela nafas. "Memangnya kalau aku meminta izin pada kalian,—" Ia menjeda sebentar. "—kalian izinkan, begitu? Tidak, kan?" Bibirnya mengalunkan kekehan pelan.
Tangan Namjoon sudah melayang di udara, bersiap untuk mendaratkan tamparan lembut di pipi Taehyung.
"Namjoon," Itu Seokjin, di ambang pintu dengan wajah bak malaikatnya.
Sontak, Namjoon menurunkan tangannya. Dengan suara pelan, bibirnya menggumamkan, "Maaf."
"Kau kakaknya, atau ayah keduanya, Joon?"
Sekali lagi ia bergumam, "Maaf, Seokjin hyung."
"Aku tau kau khawatir pada Taehyung. Tapi jika kau begini, apa ini yang namanya khawatir, Namjoon sayang?"
"Maaf, hyung."
"BERHENTI MEMINTA MAAF JIKA AKHIRNYA KAU MELAKUKAN HAL INI LAGI, NAMJOON!" Teriak Seokjin dengan buliran bening yang menggenang di pelupuk mata. "Percuma kau meminta maaf, Joon. Aku membencimu. Keluar dari sini. Mulai hari ini aku yang merawat Taehyung."
"Mana bisa begitu, hyung?!" Protes Namjoon, tanpa sadar meninggikan suaranya.
Seokjin tertawa keras, entah mengapa. Namun tanpa aba-aba, air matanya meleleh, bersamaan dengan tawanya yang mengalun sumbang dari bibir.
"Hyung.." Lirih Taehyung takut-takut. Dadanya sesak. Meskipun sudah sering melihat Seokjin dan Namjoon begini, ia selalu tak kuasa menahan amarahnya pada Namjoon jika Seokjin sudah seperti ini.
"Seokjin hyu—"
"Namjoon hyung, kumohon keluar dari sini. Kau boleh membentakku, hyung. Tapi, Seokjin hyung? Kakakmu, kakak kita? Jika nanti kau membentaknya lagi seperti yang tadi, persetan dengan umur kita, hyung. Kau brengsek. Pergi dari kamarku." Lirih Taehyung penuh penekanan di setiap katanya.
Namjoon terdiam. Matanya yang menatap Seokjin memancarkan rasa bersalah yang begitu dalam. Itu Seokjin, Seokjinnya. Iblis macam apa yang merasuki Namjoon tadi?
"Kau boleh membenciku, Namjoon hyung. Kau boleh membenciku. Tapi sadarlah, kau lebih brengsek dariku jika begini jadinya."
"Cukup, Taehyung-ah." Ucap Seokjin setengah tertawa. "Kalian lucu sekali." Senyumnya mengembang, tapi lagi-lagi air matanya menetes. "Dan kau, Namjoon, kau dengar perkataan Taehyung, kan? Pergi."
Tanpa banyak bicara, Namjoon melangkah pergi dari ruangan itu. Dalam hati ia menyumpahi dirinya sendiri, merutuki dirinya sendiri, mengumpat untuk dirinya sendiri. Rasanya Namjoon ingin mati, ya Tuhan. Kenapa ia tidak bisa menahan emosinya? Kenapa ia menjelma menjadi sosok ayah mereka dulu?
Di dalam ruangan, Seokjin terduduk di atas ranjang Taehyung. Bahunya bergetar, bibirnya mulai mengalunkan isakan, air matanya mengalir dengan sempurna.
"Hyung," Panggil Taehyung dengan suara pelan.
"J-Jangan lihat—" Lirihnya disela isak tangis yang belum mereda. "—aku kakakmu, astaga. Kenapa aku terlihat selemah ini di hadapanmu. Ini memalukan." Lanjutnya setengah tertawa.
Pelan, Taehyung menarik tubuh Seokjin sampai terbaring di sebelahnya. Ia melingkarkan tangannya di tubuh Seokjin, membiarkan kakak tersayangnya itu menangis di bahunya. "Maafkan aku," Gumam Taehyung.
"J-Jangan meminta maaf.."
"Hyung bilang aku tidak boleh kasar pada Namjoon hyung. Tapi barusan aku kasar padanya. Maaf ya, hyung. Aku menyayangi kalian berdua kok, sungguh. Kalian keluargaku yang terbaik, yang paliiiiing baik."
Mendengar perkataan Taehyung, isakannya semakin menjadi-jadi. Ia mengeratkan pelukannya pada Taehyung, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Taehyung lalu terisak hebat di sana.
Dan yang dapat Taehyung lakukan hanya mengusap surai hingga punggung Seokjin, berharap kakaknya itu akan lebih tenang karena ini. Hingga akhirnya Seokjin terlelap di pelukannya.
"Hyung,"
Seokjin tetap berjalan. Mengacuhkah sosok yang memanggilnya sedari tadi. Dalam hati ia meringis, kenapa rasanya sesakit ini? Bahkan saat mendengar suaranya saja, Seokjin merasa hatinya berdenyut nyeri.
"Hyung, kumohon.."
Sama. Seokjin tetap berjalan. Enggan berpaling, menoleh, menatap, apalagi menjawab panggilannya.
"Hyung," Tangannya menggenggam lembut ujung jemari Seokjin.
Seokjin berhenti di tempat. Ia masih membelakanginya, masih enggan untuk menatap sosok yang begitu dibencinya sampai sekarang.
"Maafkan aku,"
"Ya."
"Hyung.."
"Ya."
"Seokjin hyung, kumohon."
"Ya.."
"Seokjin hyung.."
"Astaga, Namjoon." Seokjin mengerang kacau. Tangannya memberontak pelan, berusaha melepaskan diri dari genggaman Namjoon.
"Jangan begini.." Namjoon berbisik parau.
Keduanya sama-sama tersakiti, asal kau tau.
Seokjin membenci Namjoon, tapi ia mencintai Namjoon. Namjoon merasa bersalah, dan ia ragu apakah Seokjin akan memaafkannya kali ini.
Ini sudah—
"—yang kesekian kalinya, Kim Namjoon. Yang kesekian kalinya kau membentak Taehyung, memukulnya, menyakitinya." Suara Seokjin terdengar serak.
"Maaf—" Cicit Namjoon.
"Sudah ku bilang, berhenti meminta maaf!" Teriak Seokjin. Setetes air mata menerobos keluar. "Berhenti mengatakan omong kosongmu, Namjoon. Kau kakaknya. Kau kakak Kim Taehyung." Ucapnya penuh penekanan.
"Aku tau.." Bisik Namjoon.
"Jika kau tau, kenapa kau tetap saja begini?! Berapa kali aku menegurmu, Namjoon? BERAPA KALI?!" Habis. Habis sudah kesabaran Seokjin. Ia sudah cukup lama menahan semuanya, menahan dirinya, menahan lisannya untuk berteriak di wajah Namjoon.
"Hyung—"
"Demi Tuhan, Namjoon. Demi Tuhan. Aku membencimu dengan sepenuh hatiku, sumpah demi Tuhan, Namjoon-ah."
Dan sekarang, siapa yang mengatakan omong kosong?
Tanpa menghiraukan Namjoon, tanpa mempedulikan betapa hancurnya hati Namjoon saat mendengar perkataannya tadi, Seokjin melenggang pergi. Air matanya tumpah sepenuhnya, membasahi pipi tirusnya tanpa ampun. Sambil berjalan, ia menangis pilu tanpa suara sekecil pun.
.
.
To Be Continue
Long time no see you guys! ;D
Ada yang kangen? Gak ya? Hehe- /pundung; pulang/.g
Just kidding, wkwk:v
Actually, fanfic ini adalah hadiah ulang tahun super terlambat for ma lavlav sunbaenim(?), cllmearay 3 :v
Failed, ini failed sekali. Aduh─ :")
Sorry for the late gift, cllmearay-nim;(
And sorry for the bad plot, readers-nim;(
Dann, jangan lupa review please? Aku gak gigit kok(?);D
See you at next chap!
