Yo, minna-san! Ohisashiburi desu ne! ^^
Saya kembali lagi! Dan, lagi-lagi fandomnya masih sepi yah... Sayang banget...
Kali ini saya membawakan sequel dari fanfic saya sebelumnya. Dengan kata lain adalah lanjutan dari Lucia Route yang sudah saya bahas sebelumnya. Tentu dengan sedikit pengubahan.
Langsung saja dimulai! Hajimemashou! ^^
DISCLAIMER
Visual Novel 'Rewrite' by Key Visual Arts 2011, Romeo Tanaka and Yuuto Tonokawa
Fanfic 'Dream Comes True', sequel of 'Truth Behind of That Gloves' by Sachiya Haruyuki 2014
Part A : Dating
Kalau "kencan" hanya berarti jalan-jalan dengan perempuan, berarti aku sudah pernah melakukannya. Aku sudah pernah berkeliling dengan Kotori berulang kali. Tapi sebenarnya sulit dikatakan jika itu dihitung sebagai kencan. Yang kita benar-benar lakukan hanya berbelanja bersama. Dan tidak ada yang namanya ketegangan atau apapunlah itu.
Jika ketegangan adalah bagian dari kencan, berarti ini pun sudah pasti dihitung sebagai kencan.
"..."
"..."
Kupikir kencan seharusnya lebih romantis ketimbang ini. Malahan kita hanya berjalan cepat di jalan dekat stasiun dengan menghantam kaki dan melihat sekeliling.
Sudah pasti kita tak terlihat berjalan sebagaimana mestinya.
"Berhenti memandang sekeliling! Bersikaplah seperti biasa. Jangan biarkan orang-orang tahu!"
"B-Baik, aku mengerti..."
"Cari orang-orang yang memperhatikan kita di tengah keramaian sana. Dengarkan tiap langkah kaki dengan telingamu sendiri! Yosh, kita akan ambil jalur di gang sebelah kiri. Lalu kembali ke perhentian bus!"
Kita sudah berulang kali mengambil putaran tajam dan mengecek ulang untuk mengurangi potensi adanya penguntit nantinya. Rasanya seperti 'kita akan mati jika kita lengah sedikit saja'. Lucia sudah pasti sangat terlatih.
Walau begitu, apa ini benar-benar sebuah kencan?
"Hei, kau yakin kita harus melakukan semua ini?"
"Tentu saja! Shizuru pasti akan mengikuti kita! Lalu dia akan melaporkan ini pada Nishikujou-san, lalu menghabiskan waktu hanya untuk menertawai kita besok!"
"Aku tahu Shizuru mengejutkan kita kemarin, tapi aku tak yakin dia akan melakukan itu lagi. Sudah kukatakan padanya untuk tidak mengikutimu... Setidaknya percayalah sedikit pada temanmu."
"Dia mungkin akan tetap mengikuti kita! Kita takkan bisa tahu! Lakukan saja apa yang kukatakan! Disana, belok kiri! Lakukan putaran cepat sebelum dia menyadarinya!"
Haa... Jadi ini masih sama saja. Lucia hanya ingin mengecek adanya penguntit sebenarnya karena...
"Kau hanya merasa malu."
"A-A-A-Aku tidak, aku tidak begitu...!"
"Wajahmu merah."
"Uuuuuuuuuuuuu! Aku tidak merasa malu, aku tidak begitu...! Shizuru pasti akan mengikuti kita, dia akan mengikuti kitaaaa!"
"Ha'i ha'i, wakattanda yo. Tapi begitu kita sampai di dalam bus, kita langsung saja pergi ke taman. Tidak ada lagi salah mengambil bus untuk menipu penguntit, mengerti!?"
"Uu... uuuuuuuu, uuuuuu! Sekali lagi, sekali lagi! Shizuru tak mungkin bisa ditipu semudah itu!"
"Baiklah, ini bukan salah Shizuru, ya."
Kita sudah menghabiskan waktu setengah jam hanya untuk melakukan ini...
Sebenarnya aku juga merasa tegang hari ini. Tapi kelihatannya Lucia lebih jauh lebih tegang dari biasanya, sampai rasanya dibuat lupa bagaimana rasanya tegang pada diriku sendiri.
"Perhentian bus ketiga. Disana."
"Kita akan masuk di perhentian kedua untuk menipu Shizuru."
"Sudah kukatakan padamu untuk tidak melakukan itu lagi!"
"Nnnnnnnnnnn! Mmmmmmmmmmm!"
Dasar.
[Skip Time]
Untungnya dia tak menimbulkan berbagai masalah di dalam bus, jadi dia bisa tenang untuk sementara waktu.
Tujuan kita hari ini adalah sebuah pusat perbelanjaan terbaru, Kazamo. Sebagai laki-laki, kupikir kencan itu seperti pergi ke taman atau menonton film bersama-sama. Tapi sesuai dengan apa yang dikatakan Shizuru, bukan kencan seperti itu yang diinginkan Lucia. Rupanya hanya berkelana di sekitar saja sudah cukup baginya. Walaupun bagiku tak terlalu menyenangkan. AKan jelas lebih cocok ke tempat dimana kami berdua bisa bersenang-senang.
Karena itulah mengapa kami memutuskan untuk memilih tempat itu.
Kazamo terbilang jauh dari tempat tinggalku, dan aku sendiri belum pernah kesana sebelumnya. Jadi aku sendiri merasa penasaran dengan tempat itu, dan kebetulan cocok dengan yang diinginkan Lucia.
"Kalian berdua setuju untuk memiliki pacar di waktu bersamaan? Serius?"
"B-Bodoh! J-J-J-Jangan katakan itu keras-keras...!"
Aku berucap demikian tanpa menghiraukan orang lain yang berada di dalam bus. Lucia tampak down, sekali lagi rona merah muncul sampai ke telinganya.
Kalau aku bertindak mengejutkan lagi, dia akan memukulku, jadi aku memutuskan untuk berhenti.
"Iiya... Aku hanya tak mengerti mengapa masih ada gadis yang membuat persetujuan seperti itu..."
"Shizuru dan aku selalu membicarakan itu... J-Jika salah satu dari kita... Ya... Kau tahu 'kan maksudku...?"
"...Salah satu dari kalian tak ingin memiliki kekasih duluan dan meninggalkan satunya lagi?"
"Uuuuuuuuuuuuuuuu... Makanya Shizuru pasti akan merasa terkhianati karena ini... Maafkan aku Shizuruuuuuuuu!"
Jadi dia khawatir tentang janji yang dia dan Shizuru pernah buat. Kurasa, itu mungkin adalah salah satu caranya untuk menutupi rasa malunya.
"Aku tak berpikir Shizuru akan merasa terkhianati sedikitpun."
"Bagaimana kau bisa tahu!?"
"Kami sempat membicarakan itu."
"A-Apa!?"
"Tenang saja, bukan yang aneh-aneh... Dia hanya khawatir padamu sebagai teman."
Jika Shizuru tak membuatku menyadari sesuatu malam itu, mungkin aku akan berakhir menyakiti Lucia. Tapi sekarang aku mengerti.
"Dia bertanya padaku jika aku sudah siap untuk mendukungmu seumur hidupku."
"Mm... mmmmmm... L-Lalu?"
"Itu saja. Dia tak pernah mengatakan hal-hal seperti kau mengkhianatinya atau mengingkari janjinya atau apalah itu."
"B-Bukan!... M-Maksudku, yah... mmmmmm!"
Lucia gagal menyampaikan kata-katanya, seperti tersangkut sesuatu. Sebagai gantinya, aku merasa nyaman menemukan sisi manisnya. Jarang ada gadis yang menunjukkan apa yang dipikirkan lewat wajahnya dengan mudah. Jadi kuberikan jawaban yang pasti seperti yang dia inginkan, tanpa candaan.
"Ini jawaban yang kuberikan pada Shizuru."
"Hm... Baik... Apa itu?"
Dengan wajahnya yang masih memerah, dia memandangku, menunggu jawaban dariku. Dia hampir terlihat seperti hamster yang gemetaran di telapak tanganku. Sebelum aku ingin menggodanya saat memandangnya seperti itu. Tapi tidak sekarang.
Dia terlihat manis bagiku. Jadi kuberikan jawaban yang sejujurnya saja.
"Aku berjanji..."
"Y-Ya...?"
"...bahwa aku takkan pernah meninggalkan Konohana Lucia sendiri, seumur hidupku."
"...mm...a..."
Semenjak aku mengatakannya dengan jujur, dia harusnya bisa mendengarkanku kali ini. Dan dia harusnya tidak-
*punch*
"J-J-J-Jangan mengatakan hal seperti itu di dalam buuuuuuuuuuuuus! ...aaaaa...! Aaa...aaah...!"
Ugh! Apa salahku sampai ia memukulku!?
"Bisakah kau berhenti memukul orang lain ketika kau merasa malu!? Mungkin aku harus... oh..."
"... aaa... uuuuu..."
Gigi Lucia gemetar dan matanya menutup, wajahnya masih merah... Seperti menanggung emosi yang sedang tertekan. Setitik air mata muncul diantara bulu matanya.
"... Lucia?"
"M-..."
"?"
"...Maafkan... Aku... Aku takkan... memukulmu... lagi..."
Biasanya dia tak pernah melawan atasannya, dan kelihatannya dia perlu waktu banyak untuk mengakui kesalahannya... Tapi sekarang dia langsung minta maaf. Lalu, dia bertanya padaku lagi. Kali ini, dia terlihat seakan bebannya sudah hilang.
"Aku takkan... memukulmu lagi... karena itu... ku-...mo...hon..."
Lucia memandangku dengan tatapan serius, seakan seperti ini yang dia inginkan ketimbang apapun di dunia...
"...akan...agi..."
"Eh? Maaf, kau tadi bilang apa?"
"...akan...agi...nnnnn..."
Aku tak bisa mengatakan apapun. Tapi aku tahu apa yang diinginkannya. Dan ketika aku menyadarinya, dia terlihat manis.
"Biasanya aku membuat lelucon bodoh di bagian ini."
Lucia berjanji untuk tidak memukulku lagi ketika merasa malu. Maka aku harus membalasnya. Aku janji untuk tidak membuat lelucon bodoh untuk menutupi rasa maluku juga.
"Baiklah, akan kukatakan lagi. Ketika Shizuru bertanya padaku, aku berjanji padanya..."
"...Ya..."
"Bahwa aku takkan meninggalkan Konohana Lucia sendiri, lagi."
"L-Lagi..."
"Dua kali saja cukup."
"...A-Aku tidak terlalu jelas mendengarnya, jadi tolong katakan lagi...!"
"Hmmm, bagaimana ya? Mungkin aku harus menyuruhmu datang ke rumahku untuk memasak makan malam kali ini."
"...B-...Baiklah... Akan kulakukan... Aku akan memakai pakaian itu lagi dan membuatkan makan malam untukmu..."
"Whoa, aku tidak menanyakan itu, tapi silakan saja!"
"Jadi... Cukup sekali lagi saja... Kumohon..."
Dia memandangku dengan mata basah. Aku tak berpikir dia akan menganggapnya serius. Tak terlihat ada debu sama sekali di matanya.
...Tapi,
Untuk kali pertama aku melihat ekspresi jujurnya, tanpa ada paksaan.
"Maaf, aku sempat mengatakan aku takkan menggodamu lagi..."
"..."
Dan untuk kali ini, aku tersenyum.
"Baiklah. Akan kukatakan sekali lagi untukmu. Aku janji takkan pernah meninggalkan Konohana Lucia sendiri."
"Sekali lagi."
"Aku mengerti."
Berulang kali ia memintaku untuk mengatakannya, berulang kali jugalah aku mengatakan janjiku untuk tidak meninggalkannya. Entah. Mungkin sampai bosan. Tapi baginya, itu adalah sesuatu yang sangat berharga.
"Kau adalah keajaiban Lucia."
Shizuru pernah sekali mengatakan itu padaku. Maka dari itulah aku mengusahakannya. Demi Lucia.
"Mungkin kapan-kapan aku akan mengirimkan pesan untukmu saat malam hari."
"T-Tidak... Tak apa menelponku, tapi... aku ingin... mendengarnya langsung..."
"Wah... Kau ini benar-benar..."
"Y-Ya? ... Apa...?"
'Kau sungguh... lebih manis dari yang kupikirkan.'
Dulu dia selalu mengataiku 'mesum' atau 'musuhnya para wanita' dan menghajarku begitu saja. Sifatnya benar-benar seperti ketua kelas. Cara bicaranya juga lebih formal ketimbang yang lainnya, seperti putri seorang samurai. Dan beberapa menit lalu dia sangat tegang sampai harus menghabiskan setengah jam hanya untuk memastikan tak ada yang menguntit untuk beberapa alasan.
Baru sepuluh menit berlalu sejak saat itu, tapi dia sangat manis sekarang. Bahkan ketika sampai di dalam bus, dia masih khawatir Shizuru akan mengikuti kita.
Seiring berjalannya waktu, dia tetaplah seorang gadis pada umumnya dengan mata basah.
"Janji, ya? Tengah malam nanti kau akan mengatakannya padaku entah dengan cara apa..."
"Ya, itu janjiku antara laki-laki dan perempuan. Aku takkan mengingkarinya."
"Baiklah... A-Aku akan... M-Menepati janjiku juga... Aku akan datang ke rumahmu untuk membuatkan makan malam dengan pakaian seperti itu... Jadi..."
"Tunggu dulu... Kau takkan memakai pakaian itu sepanjang jalan menuju rumahku 'kan?"
"T-Tidak harus, ya...!? A-Aku pikir..."
Wajah Lucia tambah merah, seperti sedang dimasak. Gemetaran lalu terlihat down lagi. Tapi sungguh, tadi itu hampir saja Lucia akan berjalan sepanjang jalan menuju rumahku dengan pakaian cosplay.
'Teman-teman, jangan berpakaian seperti cosplay di tempat umum kecuali ada event atau acara apapun, ya.'
"T-Tapi... B-Berganti pakaian... D-Di rumahmu... Itu... Memalukan..."
"Berjalan-jalan di sekitar kota dengan pakaian seperti itu malah lebih buruk."
"B-Berganti pakaian... D-Di rumah laki-laki... Melepas pakaian disana... I-Itu jauh lebih buruk... kyuuuuuuuuuuuuuu..."
"...Lucia-san, kau tak harus merasa sakit hati gara-gara ini. Aku bisa mimisan."
"Oh iya... Aku baru sadar pakaian itu dari game bernama 'Doki Doki Maid Party'."
"Ueeh? Ah? B-Benarkah? A-Aku tak menyarankanmu game itu..."
M-Masalahnya itu game dengan batas umur 18 tahun ke atas...
"Aku membelinya di tempat pelelangan. Pembayarannya terjadi kemarin jadi harusnya sudah sampai segera."
"Geeeeeeeeeeh! T-Tidaaaaaaaak, jangan dibeliiiiiiiiiii!"
"Aku baru sadar itu permainan komputer. Aku ingin mencobanya."
Tidak, jangan, jangan katakan itu! Tolong jangan mencobanya! Aku tahu itu terlihat seperti game percintaan biasa dari luar, tapi dalamnya lebih buruk!
"K-Kau tak harus memainkannya. Perempuan baik sangat menghindari itu. Ditambah itu akan membuatmu memukulku atau bahkan membunuhku."
"A-Aku tahu... Ada pembatasan umur disana."
"B-Bagaimana kau... B-Bisa tahu...?"
"K-Ketika aku mengecek gambarnya... B-Banyak sekali gambar yang beg'itu'an muncul..."
"H-Hiiiiiiiiiiiiiiii...!"
"T-Tapi... Aku masih ingin mencobanya."
"K-Kenapa!?"
"Tennouji, kalau kau merasa terbiasa dengan itu, aku ingin tahu bagaimana rasanya."
Lucia tahu seperti apa game itu, tapi dia tetap mengatakannya. Dengan polos, dan agak malu.
"Tennouji, kau berusaha untuk mengetahui lebih tentangku... Aku telah berusaha menjaga jarak dengan orang-orang walaupun aku ingin mereka mengerti.. Dan kau telah mengusahakannya. Jadi untuk kali ini, aku ingin mengetahui lebih tentangmu, Tennouji."
"Lucia..."
"Tennouji, aku ingin tahu hal-hal apa saja yang membuatmu terbiasa. Aku ingin tahu semua tentangmu, Tennouji... Semuanya..."
"..."
Hatiku dipenuhi perasaan yang aneh. Rasanya waktu dan cahaya matahari seperti bergerak dengan tenang.
Tidak, tidak! Aku tidak bisa membiarkan perasaan itu menyelimutiku. Game itu buruk! Dia akan membunuhku jika dia memainkannya!
"..."
Tapi bahkan ketakutanku meleleh ketika aku memandang wajahnya. Aku tak percaya hal pertama yang ia ketahui tentangku ada salah satu dari galge 18+ yang pernah kubaca. Mungkin aku harus berpikir ulang apa yang telah kulakukan sepanjang hidupku.
"Tennouji, apakah itu shopping mall nya?"
"Hm? Sepertinya begitu."
Kami bisa melihat tujuan kami melalui jendela. Mall baru bernama Kazamo. Nama resminya adalah Shopping Tower Kazamo. Sesuai dari situs resminya, gedung itu memiliki dua puluh lantai, dengan sepuluh toko besar dan lebih dari seratus toko ahli.
Dipenuhi dengan warna-warna cerah dan ornamen mengkilap, membuatku merasa seperti anak kecil yang dibawa pergi ke taman bermain.
~ To be Continued ~
Sekali lagi karena saya pikir terlalu panjang kalau dijadikan oneshot, jadi akan saya buat beberapa part.
Mungkin ini gak muluk-muluk saya ambil full dari original game nya. Mungkin salah satu scene saya ambil dari fandisc nya juga.
At least, Sankyuu peeri machu desu! ^^
~ Sachiya Haruyuki ~
