warning: OOC, AU, semua dalam Sasuke's POV
disclaimer: Naruto punya Masashi Kishimoto
Sunatan Takdir
"Mama! Papa! Tolong!"
"Tidak apa-apa, Sayang."
"Jangan! Jangan lakukan itu padaku! Aku masih mau hidup!"
"Tidak sakit, kok."
"MAMAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!"
***
"Hah! Hah! Hah!" aku kelelahan. Nafasku memburu. Mimpi itu lagi. Sudah tak terhitung jumlahnya dalam minggu ini aku bermimpi itu. Mimpi itu hinggap di alam bawah sadarku. Setiap aku memejamkan mata, mimpi itu muncul. Setiap aku memejamkan mataku saat keramas, mimpi itu muncul. Setiap aku berkedip, potongan mimpi itu muncul. Setiap aku memicingkan mata, mimpi itu terlihat hitam-putih. Setiap aku mengedip sebelah mata untuk menggoda cewek cantik, mimpi itu pun muncul juga. Mimpi itu terpotong-potong, seperti puzzle yang tak dapat kupecahkan.
Kuraba tubuhku, keringat keluar dari kulitku. Kulihat jam dinding, jarum pendek menunjuk angka tujuh dan jarum panjang menunjuk angka dua belas. Kuperhatikan jarum tipis berwarna merah, setiap detik berganti sehingga aku bingung mau menilainya. Kuperhatikan terus jarum tipis merah tersebut, lama-lama aku terhipnotis dan "Zzz..."
"SASUKE!!!"
"Gyaaa!!!" aku terkejut dan terduduk. Kupegang jantungku, detaknya begitu cepat. Kuikuti irama jantungku. Bunyinya asik sekali. Aku terhanyut dalam buaian nada debar jantungku. Tak sadar, irama jantungku pun mulai menghinopnotisku untuk masuk ke alam bawah sadarku...
"SASUKEEE!"
"Wuaaa!" aku kaget sekali sampai memental di kasurku yang terbuat dari per dan busa.
"Sasuke! Ini sudah jam tujuh lebih! Kamu mau terlambat?!" bentak ibuku dari arah dapur.
Aku bangkit dari tempat tidurku. Aku bingung mau ngapain dulu. Sebaiknya membereskan buku pelajaran dulu atau mandi dulu? Ah! Semuanya sudah tidak sempat! Aku langsung berganti seragam dan memasukkan satu buku tulis ke dalam tasku. Satu buku tulis untuk semua pelajaran, praktis sekali. Aku lalu pergi ke kamar kakakkku, Itachi. Aku mengambil parfumnya dan kusemprotkan ke seluruh tubuhku. Tak lupa aku makan permen agar mulutku wangi.
"Ayah! Ibu! Aku berangkat!" pamitku pada orangtuaku.
***
Uhm. Aku masih mengantuk. Kukucek mataku. "Aw!" kuku cantikku menyentuh bagian putih dari mataku, untung tidak berdarah. Aku berusaha jalan sebaik mungkin walaupun aku ingin jalan terhuyung-huyung seperti di TV.
"Sasuke!" seorang cewek memanggilku.
"Ya. Ada apa?" jawabku cool dengan pose yang tegap. Biasa, jaga imej.
"Sasuke, aku mau menyerahkan proposal buat acara tutup tahun," kata cewek itu.
"Hn..." kubuka map proposal tersebut dengan gaya yang keren. Kulihat dengan seksama tarian tinta hitam di atas kayu yang sudah diolah berwarna putih. Seketika mataku ingin kabur dari otot mataku.
"Apa?!" tanyaku seraya berteriak. "Ah, maaf. Apa ini maksudnya, Sakura?"
"Proposal acara 'Sunatan Massal'," jawab sekretaris OSIS yang cantik itu.
"Siapa yang mengusulkannya?" tanyaku greget.
"Ketua OSIS. Naruto," jawabnya. "Naruto ingin kau mengumumkan berita ini ke khalayak ramai. Kan ini tugasnya Humas."
Aku ingin membunuh Naruto! Untuk apa dia mengadakan acara seperti ini?! Aku benci! Benci acara seperti ini! Aaaargh! Rasanya kepalaku ditimpuk batu, hidungku disumbat ingus, mataku diolesi sambel, telingaku dipaksa mendengarkan lagu Mbah Surip volume maksimum!!! Argh! Aku benci sekali!!
"Sasuke?" kurasakan sentuhan di pundakku.
"Ah, iya, Sakura. Nanti aku sebarin beritanya," ucapku sambil berjalan pergi dari situ.
"Yang cepat ya, Sasuke. Acaranya hari Minggu besok," ucapnya.
"Iya. Tenang saja," kataku sambil memberikan senyum sangat tipis pada cewek itu. Aku pun beranjak pergi dari situ. Kulihat dari ekor mataku, pipinya memerah. Pasti karena senyumanku.
***
Hari ini seluruh pengurus OSIS lagi rapat di ruang OSIS. Membahas acara Sunatan Massal. Sebagai ketua seksi Humas, tentu saja aku wajib ikut rapat. Walaupun sebenarnya aku nggak mau. Nggak mau banget!
"Nah, pokoknya besok kita harus siap!" kata si ketua OSIS, Naruto.
"Siap apa, Naruto? Siap dipotong peliharaannya?" kata Kiba. Seluruh anak tertawa, baik laki-laki maupun perempuan. Aku diam saja. Apanya yang lucu?
"Hehehe. Siap-siap aja besok banyak tontonan bagus," Shikamaru berkata seperti itu dengan muka malas yang mesum.
'PLAAK!' kepala Shikamaru dipukul pakai buku oleh Temari, pacarnya Shikamaru.
"Yang bener dong niatnya! Kan kita ngadain acara ini sebagai wujud dari rasa syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya lah kakak-kakak kelas kita bisa lulus UN seratus persen dan nggak ada satupun murid di sekolah ini yang nggak naik kelas, bla... bla... bla..." Temari ceramah, aku males dengerinnya.
"Sudahlah, Temari. Mereka nggak sungguh-sungguh kok," kata Sakura memadamkan apinya Temari. Temari pun padam.
"Hei, hei!" Naruto mulai cari perhatian. "Kalian sunat waktu umur berapa?" ngomong apa dia???!!!
"Aku waktu umur sepuluh tahun," kata Kiba.
"Aku pas naik kelas empat," kata Shikamaru.
"Haha! Aku sih waktu mau naik kelas enam," kata Naruto. "Sasuke, kapan kamu disunat?"
Aku terdiam tak tahu mau jawab apa. Aku pejamkan mataku. Ah! Tidak! Kalau aku pejamkan mataku, nanti mimpi buruk itu datang lagi. Aku buka mataku lebar-lebar.
***
'Dumdumdumdum... Prak prak prak,' bunyi arak-arakan di desaku, Konoha. Hari ini, aku dan kakakku akan disunat. Kami memakai baju panjang berwarna putih dan duduk di kursi delman yang ditarik oleh dua kuda berwarna putih. Arak-arakan meriah mengiringi kami untuk menuju ke tempat mantri sunat yang terkenal di Konoha. Acara menjadi semeriah ini karena kami adalah anak laki-laki dari orang yang terpandang di Konoha.
"Itachi, Sasuke, ayo turun..." papaku menyuruh kami turun. Karena kami sulit turun dengan pakaian seperti ini, maka kami digendong orang suruhan papaku sampai ke depan pintu mantri sunat yang terkenal itu.
Aku dan kakakku masuk ke dalam ruang kerja si mantri sunat. Kulihat sekelilingku, putih. Dinding berwarna putih, kasur berwarna putih, gorden berwarna putih, lantai berwarna putih dan mantri sunat berambut putih! Seketika perasaan kami menjadi tidak enak.
"Nah, Itachi dulu ya, yang disunat," kata mantri sunat berambut putih itu.
"Eh? Sa-sasuke dulu..." kulihat kakakku ketakutan dan berusaha melemparkannya padaku. "Ka-kakak kan, harus mengalah..."
"Kakak kan lahir lebih dulu daripada Sasuke!" tolakku.
"Bagaimana, Tuan Fugaku?" tanya mantri sunat itu pada papaku.
Papaku mendekati kakakku dan memeluknya, "Ita-chan, yang duluan papa beliin mainan, lho."
"Tapi... Itachi takut, Papa!" tolak Itachi.
Kulihat papaku memberi kode pada antek-anteknya, Om Minato dan Om Hiashi. Dengan sergap mereka menaikkan Itachi ke atas ranjang putih. Memisahkan aku dan kakakku untuk waktu yang tidak ditentukan.
"Nggak mau! Itachi nggak mau, Papa!" ronta kakakku.
"Nggak apa-apa, Sayang. Nggak sakit, kok," bujuk ayahku.
"Mama! Itachi mau sama mama!" jerit kakakku. Aku miris mendengarnya.
"Nggak sakit kok, Sayang," bujuk papaku. "Papa, Om Minato sama Om Hiashi aja berani waktu kami kecil dulu." Om Minato dan Om Hiashi melemparkan pandangannya ke lantai dengan wajah bersemu merah.
"Nah, mulai sekarang ya," kata si mantri sunat.
"Jangan! Jangan lakukan itu padaku! Aku masih mau hidup!" tolak kakakku. Kulihat buliran air mata mengalir dari mata onyxnya yang indah itu.
Para orang dewasa itu tidak mengacuhkannya. Papa memegangi kedua tangan kakakku. Kakakku menjeduk-jedukkan kepalanya ke bantal, berontak. Om Minato dan Om Hiashi memegangi kaki kakakku, membuat kakakku mengangkang dan mengerang, lalu menyibak baju putih panjang kakakku.
Si mantri sunat itu mulai memegang-megang Itachi Junior. Katanya mau membersihkan junior kakakku itu agar saat dipotong nanti tidak terjadi infeksi.
"Nah. Sekarang Om semprot obat bius dulu, ya. Tidak sakit, kok. Malahan enak. Dingiiin," kata si mantri sunat. Dia pun menyemprot Itachi Junior dengan obat bius yang dimasukkan ke botol spray. Kakakku diam sedikit. Menurutku kakakku sedang keenakan. "Sekarang, om suntik dulu, ya," lanjut si mantri sambil men-cuur-kan isi suntikan ke atas.
"MAMAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!" jerit kakakku. Siapa yang tidak menjerit jika berpikir bahwa jarum tajam itu akan menusuk kulitmu.
Miris hatiku melihat kejadian itu. Si mantri sunat menyuntikkan obat bius ke pangkal kulit luar Itachi Junior. Dua kali! Jarum berisi obat bius itu dua kali menusuk kakakku. Darah! Itachi Junior berdarah. Banyak sekali. Kakakku mengerang kesakitan.
"Berhentiii!!! Papa! Itachi tidak kuat!" erang kakakku. "Berhenti, Papa!" air mata kakakku keluar lagi.
Seakan aku merasakan kepedihan yang diterima Itachi, aku meringis dan memegang punyaku.
"Sabar, Ita-chan. Ini demi kebaikanmu," bujuk papaku.
"Sabar, ya, Itachi. Habis ini nggak kerasa apa-apa kok," si mantri sunat membantu membujuk.
"Ahhh! Ach!! Sakiit! Papa... Sakiiit! Tidak tahan!" kakakku terlihat kasihan sekali. Tapi tak ada yang bisa kuperbuat.
"Nah, sekarang nggak sakit lagi, kok," kata si mantri sunat.
"Sakiiit!" kakakku masih mengerang.
Si mantri sunat itu mengelap Itachi Junior, "Nggak kerasa apa-apa, kan?" kakakku diam, tanda dia tak merasakan apa-apa.
Si mantri sunat mengambil peralatan sunatnya, gunting. Gunting perak yang terlihat tajam dan panjang.
"Nah, sekarang tinggal kita potong," ujarnya sambil memainkan gunting tersebut. Kakakku meringis lagi.
"Papa! Itachi takut! Sakiit!" kakakku semakin meronta. Membuat Om Minato dan Om Hiashi mengeratkan pegangannya di kaki kakakku karena si mantri sulit memotongnya.
"Ita-chan... Kalau kamu mengeluh, sakitnya akan menjadi-jadi," bujuk papaku sambil memeluk kepala kakakku. Tangan kakakku menggenggam erat tangan besar papaku. Baju kakakku sudah basah karena keringatnya. Air mata kakakku sepertinya sudah hampir terkuras, dia hanya sesenggukan sambil men-srooot ingusnya.
"Lanjutkan saja, Pak!" kata papaku. Kakakku memejamkan matanya.
Kulihat dengan mata kepalaku sendiri, si mantri sunat ubanan itu menjepit ujung kulit luar Itachi Junior dengan gunting. Lalu dia membiarkan gunting perak itu disitu. "Aw!" aku mengaduh seraya menutup mataku dengan tanganku. Aku tidak tahan melihatnya. Tapi sebagai anak laki-laki, aku harus kuat! Aku hanya akan menangis untuk cinta. Kulihat lagi adegan penyiksaan di depan mataku. Sekarang si mantri sunat itu menjepit kulit luar bagian kanan dan kiri Itachi Junior dan memperlakukan gunting-gunting tersebut sama seperti gunting yang pertama. Tiga gunting menjepit Itachi Junior. Aku meringis sambil memegang juniorku, seakan-akan juniorku itulah yang diperlakukan seperti itu.
"Nah, sekarang klimaksnya," kata mantri sunat ubanan itu. Dia mulai memegang bagian kulit luarnya dan mendorongnya ke arah pangkal. Dia lalu memegang gunting perak yang berada di ujung kulit luar dan menggunting sedikit kulit luar Itachi Junior. Itachi Junior pasti tinggal sedikit sekarang, karena sudah dipotong.
"Ngh..." kakakku mengerang sedikit. Sepertinya sakit.
"Nah. Berbahagialah, Itachi. Hampir selesai," ucap si mantri sambil mengelap buliran keringatnya yang sebesar kelereng. Keringat si mantri sunat malahan lebih banyak daripada keringatnya kakakku.
Si mantri sunat mengambil benang dari kotak peralatannya dan menegangkannya. "Hampir finish, Itachi," katanya sambil tersenyum.
Dia mulai menaruh benang itu di Itachi Junior. Tepatnya, dia menjahitnya. Kudengar kakakku sedikit meringis. Aku tak berani melihatnya.
"Nah. Tinggal sentuhan terakhir," kata si mantri sunat itu sambil mengelap keringat di dahinya. Sekarang dia sedang mengoleskan benda sejenis lem berwarna putih di Itachi Junior.
"Uh... Sudah selesai belum?" tanya kakakku.
"Sabar, ya, Itachi," ucap si mantri sunat. "Dikit lagi, kok."
Si mantri itu pun dengan sigap membalut Itachi Junior dengan kain putih. Aku nggak tau itu jenisnya apa. Kain sutra, kain kafan, kain buludru, kain nylon apa kain kasa, aku kan bukan tukang jahit.
"Nah. Sudah selesai, Itachi," ucap si mantri sunat dengan wajah bahagia.
"Itachi mau lihat, Papa," kata kakakku. Kakakku pun mencoba untuk duduk di kasur tapi... "MAMAAAAA!!!" kakakku menjerit.
"Ita-chan, jangan duduk dulu. Lukanya belum kering," kata papaku.
"Itachi mau lihat, Papa!" pinta kakakku.
Papaku memberikan kode pada Om Minato. Mereka memang hobi berkode-kodean. Om Minato pun mengeluarkan handphonenya dan 'Jepret,' dia memfoto Itachi Junior.
"Aaah!!! Punya Itachi jadi kecil sekaliii!!!" jerit kakakku.
"Sabar, ya, Itachi. Tiga hari lagi udah sembuh kok. Nanti juga jadi panjang lagi," kata si mantri sunat sambil membersihkan alat-alat yang digunakan untuk operasi sunatnya Itachi.
"Uuuh... Jadi, Itachi nggak bisa main dong?" kata kakakku.
"Nanti papa beliin mainan yang bisa dimainin sambil duduk, deh," bujuk papaku. Kakakku tersenyum. Hei! Kakak sudah lupa akan penderitaan yang tadi?!
"Kalo Itachi mau mandi, gimana?" tanya kakakku penasaran.
"Nanti, kalo mandi, burungnya ditutupin pake gelas, ya. Jangan sampe kena air," saran si mantri sunat. Kakak dan papaku mengangguk-angguk saja.
Itachi pun dipindahkan ke kasur lain dengan cara digendong ala tuan putri oleh papaku. Dia dibaringkan dengan posisi kaki yang tetap mengangkang. Karena Itachi Juniornya itu mengganggu pemandangan, ditaruhlah kain yang seperti kain taplak meja untuk menutupi Itachi Junior.
"Nah. Sekarang, gilirannya Sasuke," kata papaku.
APA?! Setelah berbagai macam penyiksaan yang kulihat?! Itachi Junior saja jadi sekecil itu, apalagi Sasuke Junior?! Bisa habis dia dimakan gunting! "SASUKE NGGAK MAU DISUNAAAT!!!" jeritku. Lalu aku kabur dari rumah selama setengah hari.
***
Mimpi itu! Mengapa saat kubuka mataku lebar-lebar, mimpi itu muncul dengan full version! Ternyata itu mimpi saat kakakku disunat waktu dia berumur sebelas tahun.
"Hei, Sasuke? Jadi, kapan kamu disunat?" tanya Naruto. Penasaran amat sih?!
"AKU BELUM DISUNAAAT!!!" jeritku lepas kontrol sambil bangkit dari kursiku. Hei! Apa yang kau lakukan, Sasuke! Kau membuka kartumu! Aku rasakan pipiku memanas sekarang. Teman-temanku memandangiku tatapan aneh. Aku malu. Aku sangat ingin pulang sekarang dan aku pun meninggalkan teman-temanku itu tanpa pamit. Suatu kenyataan yang aku tidak ingin menjadi nyata akhirnya terkuak juga.
- To Be Continued -
Hahahahahah. Hahahahah. Hahahahah *maklumlah lagi stres*
Kisah yang terinspirasi dari sepupu dan tetangga-tetanggaku yang baru disunat.
Thanks to Ei-chan yang udah bantuin milihin katanya :)
Ada typo? Ada salah EYD? Ada kalimat yang aneh? Ada bagian yang nggak nyambung? Ada yang mau kasih saran? Ada yang mau kasih kritik? Atau ada yang mau ngeflame? Tuliskan pesan dan kesan serta unek-uneknya lewat tombol ijo di bawah ini, ya :D
P.S= maaf kalo ada yang merasa tersinggung :(
