Yeay! Yuuki dateng lagi neh minna.. Pada kangen kan ma yuuki? #ditabok bolak-balik
Oh ya sekedar pemberitahuan ne fic saya yang ke empat lho *apaan, gak nyambung deh*
Yasudlah saya lagi males buat ngoceh-ngoceh gak jelas, mending kita langsung aja yakh..
Disclaimer: yang pasti tokoh-tokohnya punya Masashi Kishimoto, tapi fic ini punya saya donk.. hehe
Warning: Aneh, Typo(s), cerita gak nyambung, gaje, OOC (mungkin), AU, Twoshot (mungkin), pendek, dan maaf kalau deskripsinya kurang atau jelek cz emang saya paling gak bisa buat deskrip T.T
Sumarry: Bisakah seseorang dapat tersenyum meski di dalamnya ia pun sudah hancur? Tapi jika diizinkan, bisakah aku menjadi seorang putri yang ada di dongeng-dongeng sebelum tidur?
Don't Like? Don't Read!
Enjoy minna..
Pairing : NaruHina
Himitsu
Hamparan biru luas terbentang dengan indahnya di langit dengan kumpulan awan putih yang menyertai. Udara yang bergerak di sekitarnya membawa dedaunan kering yang tergeletak di jalanan menari dengan gemulai di angkasa.
Cahaya mentari menyeruak masuk melalui celah-celah ventilasi kamar bernuansa lavender. Membangunkan seorang gadis yang tengah di alam mimpi indahnya. Dengan sangat terpaksa gadis itu membuka mata indahnya yang sejak semalam telah tertutup menyembunyikan warnanya.
Silau. Itulah yang ia rasakan saat indera penglihatannya menangkap cahaya-cahaya mentari itu. Perlahan gadis itu mengusap-usap matanya dengan punggung tangannya.
Mencoba membiasakan matanya saat terbangun dari tidur lelapnya semalam. Kemudian pemilik mata amethyst itu menurunkan kakinya, menapaki lantai kamar yang dingin. Membawanya ke jendela kamarnya.
Ia membuka tirai jendela berwarna oranye. Warna yang sangat ia sukai, mengingat seseorang yang sejak dulu berada di hatinya. Seseorang yang mampu membuatnya hangat dan mampu melupakan segala kesedihan dalam hatinya.
Senyum manis terukir dengan jelas di wajah manisnya. Merasakan hangatnya sinar matahari yang mengenai kulit.
Mengamati setiap aktivitas yang terjadi di sekitar rumahnya. Gadis berambut indigo itu sesekali menyapa orang-orang yang lalu lalang di depan rumahnya melalui jendela usangnya.
"Ohayou Asuma ji-san," ramahnya pada tukang pos yang selalu berkeliling di perumahan kumuh itu.
"Oh, hai! Ohayou Hinata," balasnya dengan senyum mengembang.
Setelah selesai menikmati indahnya pagi di sekitar tempat tinggalnya, ia pun berbalik meninggalkan jendela yang terbuka itu dengan engselnya yang sudah berkarat. Bersiap untuk melakukan aktifitas hari ini.
.
~#~#~#~#~
.
Gitar. Sebuah benda yang sangat ia sayang bahkan menurutnya, hidupnya serasa sepi dan tak berwarna tanpa benda bulat berlekuk dan mempunyai gagang panjang yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi. Tak terkecuali saat dirinya pergi ke sekolah.
Karena gadis itu hanya dapat mengungkapkan perasaannya melalui gitar tuanya dengan melantunkan melodi indah dari bibir mungilnya.
Tiap hari gadis itu selalu menyempatkan diri untuk memetik senar-senar yang bahkan hampir rusak karena terlalu sering musik yang mampu mendamaikan hatinya dengan suara khasnya yang merdu.
Membawa langkah kaki jenjangnya menapaki jalanan menuju Takumi High School. Sekolah tempatnya menimba ilmu saat ini dan juga tempat dimana ia bertemu dengan pemuda kuning jabrik yang kini menjadi err-sahabatnya.
Ya hanya sebatas sahabat bagi pemuda itu, tapi hal itu berbanding terbalik dengan apa yang ada di pikiran gadis itu. Entah benar atau tidak, tapi gadis itu berharap jika sedikit saja pemuda itu dapat mengerti akan perasaannya.
Rasa itu selalu berkecamuk dalam hati sang gadis lavender, saat mereka bertatap muka ataupun hanya sebatas senyuman kecil yang diberikan pemuda itu. Hanya sebatas sapaan kecil belaka, sebagai sahabat yang baik tepatnya.
Itu semua tak bisa dia pungkiri, karena wajahnya yang selalu bersemu ketika mereka sedang dalam jarak yang dekat. Entah pemuda itu bodoh atau memang benar-benar tidak peka terhadap perempuan, oleh karenanya ia tak begitu paham apa arti dari rona merah yang menghiasi wajah manis sang gadis.
"Hei Hinata-chan..!" seru seseorang dari kejauhan.
Si empunya pun menolehkan kepalanya mencari sumber suara. Dan ternyata dia adalah seorang yang telah menghiasi malam-malamnya, seorang yang mampu meluluh lantakkan hatinya dengan seketika. "H-hai.. Naruto-kun.." senyum manis terukir di sana.
"Wah.. untung aku ketemu kamu, jadi kita bisa sama-sama ke kelas ya 'kan?" cengir pemuda berambut duren.
"I-iya ya Naruto-kun.." jawabnya seadanya. Rona merah itu kembali muncul di kedua pipi mulus sang gadis, tanpa pemuda itu mengetahuinya.
"Yasudah, ayo nanti kita telat," ucapnya bergegas seraya menggenggam erat tangan kecil milik Hinata.
.
~#~#~#~#~
.
Dentingan bel pun menggema di seluruh penjuru Takumi High School. Suara itu bagaikan sebuah alunan musik dari surga bagi seluruh murid karena rasa penat dari mata pelajaran dan tugas yang guru-guru berikan. Dan itu juga menandakan bahwa sudah tiba waktunya untuk kembali ke rumah masing-masing.
Helaian rambut lavender terbang melambai lambai di udara bersamaan dengan dedaunan kering yang tertiup angin. Poninya pun ikut tersibak beberapa kali karenanya.
Di bawah rimbunan pohon sakura, ia melangkahkan kakinya yang mulus itu dengan pasti. Dan dengan sebuah tas ransel yang bertengger di punggungnya dan tak ketinggalan dengan sebuah gitar yang berada di tangan kanannya. Gadis itu mengayun-ayunkan tangannya menikmati hembusan angin yang membelai lembut kulit pucatnya
"Huah.. sejuknya.." riangnya sembari mengalunkan sebuah nada-nada kecil yang keluar dari bibir mungilnya.
Tak ada yang ia sukai selain berjalan-jalan di tengah rimbunan pohon sakura di sisi-sisi jalan. Menikmatinya selalu membuat hatinya damai, sejenak meupakan urusan dunia pikirnya.
"Hoi Hinata-chan, kami duluan ya..," ucap seorang pemuda berambut kuning yang sedang menaiki motor miliknya bersama dengan seseorang di jok bagian belakang.
Seorang gadis berambut merah muda yang memang sudah merebut hati pemuda itu. Gadis pink itu pun hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya ke arah gadis lavender.
Motor itu melaju dengan kecepatan yang bisa dibilang tidak lambat. Menghepaskan dedaunan yang telah mati dan berserakan di jalanan ke arah sang gadis lavender. Sedang gadis itu hanya dapat tersenyum kecut melihat pemandangan itu. Melihat seorang yang telah lama ia sukai bersama dengan orang lain.
Sakit. Sakit yang ia rasakan sudah semakin parah bukan sakit fisik memang, namun rasa sakit ini dapat dengan mudah membuat hatinya terasa tersayat sayat dan tercabik-cabik hingga terkadang ia sulit untuk mengambil napas.
Terlalu mengharapkan apa yang memang bukan menjadi haknya, mungkin karena itu ia mendapatkan ganjaran seperti ini. Pemuda itu sangat sulit untuk ia jangkau, sangat jauh untuk ia dapatkan mengingat dirinya dan Naruto tidaklah dalam satu derajat keluarga yang sama.
Bagaikan pungguk merindukan bulan. Mungkin itulah peribahasa yang pantas untuknya.
Namun, apakah ia memang tak ditakdirkan bersama dengan seorang yang ia cintai? Apakah tak pantas baginya untuk bahagia dengan seorang yang ia kasihi? Hanya pertanyaan itulah yang selalu terlintas di dalam otaknya.
"Dia.. hanya menganggapku sebatas sahabat, tak lebih dari itu. Janganlah kau terlalu berharap padanya Hinata, kau dan dia tak akan mungkin dapat bersatu," gumamnya lirih.
Suasana hatinya berubah seketika. Kini wajah manis itu tampak kusut. Sang lavender telah layu tanpa mentarinya. Karena sang mentari lebih memilih memberi kekuatannya pada bunga sakura. Lavender yang rapuh itu hanya dapat berharap agar sang mentari dapat sedikit saja melihatnya. Sekedar memberi sedikit kekuatan untuknya.
.
~#~#~#~#~
.
Dibawah sebuah pohon maple sang gadis menikmati pemandangan alam yang terbentang luas di langit atas. Tampak olehnya segerombolan awan cumulus yang berarak menampilkan warna putih berkilauannya. Tak jarang ia pun melihat burung-burung kecil terbang kesana kemari mencari makanan untuk anaknya.
Memainkan melodi indah dengan sebuah gitar tua yang tersemat di antara tubuh dan kedua kakinya yang dilipat. Menerawang jauh ke depan, yang entah kita pun tak tahu apa yang ada di pikirannya saat ini.
Sejuk rasanya, bersadar di bawah pohon yang rindang di tengah teriknya mentari yang menyengat. Sepoi angin terasa membelai lemah kulit pucatnya. Saat yang tepat untuk bermain musik bukan?
Sotto mezameru..
Hakanai omoi zutto donna toki demo negau yo
Anata ni todoku you ni to..
"Ato sukoshi" to iu kyouri ga fumi dasenakute
Itsumo me no maewa tozasarete ita no
Aitai aenai hibi wo kasaneru tabi ni
Tsuyoi tokimeki wa setsunasa ni naru yo
Moshimo eien to iu mono ga aru nara
Toomawari shite demo shinjite mitai.. (1)
Lantunan musik gitar berpadu dengan musik alam yang berasal dari dedaunan merah yang saling bergesekkan. Membuat suara indah itu bagaikan sebuah musik yang menghangatkan hati. Gadis lavender itu memetik senar-senar gitar dengan kepiawaiannya sambil memejamkan mata amethtstnya.
Merasakan apa yang dapat ia rasakan saat ini. Bahagia bercampur damai, sungguh perpaduan yang menyenangkan bukan? Sekaligus sebagai pelampiasan atas apa yang ia rasakan, karena hanya dengan ini ia dapat mengungkapkannya.
Setelah selesai bersenandung, Hinata pun meletakkan gitar tua kesayangannya itu tepat di sampingnya dengan perlahan. Sembari menekuk kedua lututnya dan sejurus kemudian melingkarkan kedua tangannya. Menatap hamparan langit biru tanpa penghalang apapun di atasnya. Tak jarag pula ia melihat segerombolan burung melintas di antaranya.
"DORR!"
Suara bass seorang pemuda tertangkap di indera pendengarannya, membuat gadis amethyst itu terlonjak kaget dan tersadar dari lamunannya.
"E-eh Naruto-kun.. mengagetkan saja.."
"Ehehe.. gomen Hinata-chan, habis dari tadi aku lihat kau terus melamun sih," ucapnya dengan cengir yang biasa ia perlihatkan. "Atau jangan-jangan kau sedang... memikirkanku ya?" lanjut Naruto dengan nada menggoda dan dengan pedenya.
Blush. Seketika wajah pucat itu merona, memberi kesan di wajah manisnya. "E-e-eh nggak kok, Naruto-kun.."
Naruto menatap dalam wajah Hinata. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah sang gadis hingga mau tak mau gadis penyuka warna lavender itu pun harus merapatkan tubuhnya pada kulit pohon yang berada di belakang tubuhnya.
"E-e-eh.. a-apa yang mau ka-kau lakukan Naruto-kun?" ucapnya ketakutan sembari memejamkan kuat-kuat mata amethyst-nya.
To Be Continued
Ket :
di atas itu lirik lagu Ost. Inuyasha yang judulnya "My Will"
Kata 'Himitsu' diambil dari bhs. Jepang yang artinya Rahasia
*jedot jedotin kepala ke bantal* haduuh fict apaan ini, kok kayaknya terlalu lebe bin gaje bin ancur binti super duper abaless(?)
Sebenernya ne fict pelampiasan saya ke mapel kesenian gara-gara tes nyanyi lagu '3 cinta' di sekolah ToT
dan.. jadilah fict ini (u_u) padahal coba aja lagu yang di tes lagunya YUI atau lagu Jepang lain.. Arrgghh *frustasi mode* (lha? Knp saya malah curcol gajeness gini yakh 0.0a)
Huah yuuki juga tak tahu lah terserah kalian para senpai, readers, ataupun reviewers yang bisa nilai fic ne masih pantes buat dilanjutin atau gak. So, yuuki minta reviewnya yakh minna.. _
Wokeh.. RnR pleaseee.. ,
Arigatou
Hyuuki a.k.a Yuuki n_n
