Sorry Guys!

Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto.

Ya dan karena tak kunjung ada suasana romantis atau tambahan saat-saat naruhina dan sasusaku, makanya saya menulis fanfic ini. Dipersembahkan kepada para fans lainnya, yang sama seperti saya jengkel pada Kishi karena Naruto tak kunjung menjawab pengakuan Hinata, Sasuke yang tak kunjung menjawab pengakuan Sakura, Asuma mati meninggalkan Kurenai yang lagi hamil, belum jelas pasangan Ino itu Sai atau Shikamaru sih?, dan Tenten yang sepertinya tak mendapat kisah romantis apa-apa. Hell, cerita Naruto tentang pertarungaaaaan terus. Oke, itu cerita buat para cowok, tapi kalau gitu kenapa kisah cintanya gantung semua? Ayo kita demo melawan Kishi. Sorry bercanda, Kishi masih tetap pengarang yang hebat kok, hehe.

Catatan: kebanyakan tokoh disini berumur 25 tahun. Aku anggap awal Naruto Shippuuden mereka berumur 15 tahun. Jadi cerita ini tentang 10 tahun kemudian.

Ok ini dia, bab pertama!


Sai bersenandung sambil membawa sekuntum mawar, menuju toko bunga Yamanaka. Ia masuk mencari seorang gadis yang berambut pirang. Ah itu dia! Sedang membaca buku.

"Hai Ino," Sai mendekat, tersenyum lebar.

Ino masih membaca, sepertinya tidak menghiraukan Sai.

"Eh halo Ino," Sai melambaikan tangannya di depan wajah Ino.

"Oh hai Sai," Ino tersenyum tipis, seperti baru sekarang menyadari kehadiran Sai.

"Hai," Sai tersenyum malu, wajahnya bersemu merah. „Ano… ini sekuntum bunga untukmu," Sai menyerahkan bunga mawar itu kepada Ino.

Ino mengangkat alis. „Sai, aku menghargai pemberianmu, tapi ini kan bunga yang kamu beli kemarin di toko ini."

"Habis ini satu-satunya toko bunga di Konoha," dahi Sai berkeringat.

Ino menghela napas lalu menerimanya, „makasih Sai."

"Sama-sama," Sai bersandar di atas meja kasir. „Ano Ino, maukah kamu pergi denganku ke pesta dansa hari ini?"

Ino langsung batuk-batuk,"Aduh, maaf Sai, aku masih banyak urusan. Aku harus cuci pakaian dan perbaiki kulkas malam ini. Maaf ya Sai."

Sai memperlihatkan raut wajah kasihan, „kalau kamu mau, aku bisa membantu."

"Tidak terima kasih Sai," Ino tidak terlihat terkesan sama sekali. Ia kembali membaca buku.

"Kalau begitu aku permisi…"Sai melambaikan tangan sambil tersenyum.

Beberapa menit kemudian, Sakura memasuki toko bunga Yamanaka.

"Hai Ino, tadi kulihat Sai di jalan, sepertinya dia depresi."

Ino membalikkan halaman. Ia terlihat tidak terkesan sama sekali.

"Terus? Aku yakin dia akan baik-baik saja, bukankah dia baik-baik saja selama sepuluh tahun terakhir ini?"

Sakura tertawa, melihat-lihat bunga di sekitarnya.

"Bukan kamu saja yang jengkel Ino."

Ino berdengus,"oh ya kamu kan yang paling parah keadaanya. Aku benar-benar mulai kasihan padamu. Dulu kamu dikejar dua cowok keras kepala, sekarang kamu dikejar cowok paling gila di Konoha."

"Well aku sudah bilang sama Naruto dan Lee kalau kuanggap mereka cuma teman saja," Sakura mengambil sekuntum bunga mawar merah, memperhatikannya dengan senyum. "Oh dan Sasuke…? Hahaha… baru sekarang saat butuh seorang istri untuk membangkitkan klan dia jadi ingat padaku…" Sakura merobek-robek mawar itu dengan kesal. "Kenapa sih baru sekarang? 13 tahun lebih aku mengejar-ngejarnya! Memberikan cinta yang tulus! Mencoba membahagiakannya! Menahan sakit dan menumpahkan air mata! Selama 13 tahun lebih! Kembalikan masa mudaku Uchiha brengsek!"

Sakura mengamuk, menginjak-injak mawar merah itu sampai gepeng. Ino masih terlihat sibuk membaca buku.

"Tsk tsk Sakura, biarkan saja Sasuke merangkat ke tempatmu. Aku bisa paham sih apa yang kamu rasakan. Bagaimana tidak? Bukan cuma kita saja, tapi Hinata dan Tenten, bahkan kudengar kakaknya Gaara itu, siapa namanya? Oh Temari. Ya mereka semua sama seperti kita. Setelah perang ninja selesai, setelah kita menggoreng Madara, para cowok masiiiiiiih juga belum memperhatikan kami."

Sebuah nadi di dahinya Sakura berdenyut, mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu.

Perang usai, Madara mati, saatnya berpesta ria. Sakura, Ino, Hinata dan bahkan Tenten sibuk menyembuhkan dan mengurus para ninja yang terluka, mereka kerja siang dan malam. Sementara para cowok sibuk berpesta dan merayakan kembalinya Sasuke ke Konoha. Ternyata Madara dan Kabuto mempergunakan Sasuke, dan ia sadar hal itu sebelum semuanya terlambat. Naruto dan Sasuke dianggap pahlawan, dan Naruto dijanjikan posisi sebagai Hokage setelah Tsunade pensiun.

Sakura yang lelah kerja siang malam memutuskan mampir ke tempat para cowok. Ia ditemani Hinata.

Sasuke dan Naruto, berkumpul bareng yang lainnya saling bercanda ria, ngobrol banyak, makan mie ramen dan minum-minum.

"Halo Sasuke-kun…" Sakura tersipu malu.

"Hai N-Naruto-kun," Hinata tersipu lebih malu lagi.

"Ah Sakura, halo. Ngapain kesini?" Sasuke tanya.

"Ano, aku mau ngomong sama Sasuke,"Sakura terlihat tegang. Pipinya tambah merah.

"Aku sedang sibuk Sakura, nggak bisa lain kali?" Sasuke kembali mendengarkan cerita Naruto yang sepertinya tidak menyadari kehadiran Hinata yang duduk di sampingnya.

"Cuma sebentar Sasuke-kun. Ini penting sekali," Sakura memohon.

"Hn baiklah,"Sasuke bangkit lalu mengikuti Sakura yang senang luar biasa.

Setelah cukup jauh, Sasuke bertanya, "Apa?"

Sakura terlihat gugup. "Begini Sasuke-kun… aku tahu kalau selama ini aku sudah jelas tentang hal itu… bahkan aku sudah mengaku sekali padamu… tapi aku ingin sekali lagi memberitahumu… kalau aku suka sekali Sasuke-kun-"

"Oh Sasuke!" Kiba muncul entah dari mana. "Sang Hokage mencarimu, ini soal izin kamu ikut ujian Chuunin."

Sasuke terlihat senang sekali. "Benarkah? Aku harus ke tempatnya sekarang, maaf Sakura lain kali saja kita ngobrol lagi, dahh" dan dengan begitu, Sasuke pergi begitu saja.

Sakura berdiri dengan wajah dongkol. Ia sepertinya belum bisa mencerna keadaan yang baru saja ia lewati. Ia telah siap ditolak mentah-mentah oleh Sasuke, bahkan sedikit berharap kalau ia akan diterima olehnya. Tetapi dicuekin?

Tidak lama kemudian ia menemukan Hinata menangis, bahunya ditepuk-tepuk oleh Tenten yang mencoba menghiburnya. Alasan Hinata menangis adalah karena Naruto tidak menyadari kehadirannya dan terus bicara soal Sasuke, latihan, ujian Chuunin, dan ramen.

Setahun kemudian. Konoha telah pulih, Sasuke dan Naruto lulus bahkan ke tingkat Jounin. Hubungan antar desa telah dijalankan dengan baik, kerja sama tercapai. Semua ancaman bisa teratasi, dunia terasa damai. Hanya ada satu masalah kecil…

"Setelah para cowok mendapat gelar yang mereka inginkan, pekerjaan yang bagus, uang yang banyak, makan yang banyak, rumah sendiri dan kehormatan dari orang-orang desa, baru mereka sadar kalau mereka butuh pacar, atau istri, atau partner untuk bereproduksi. Sorry guys, tapi tidak denganku!" Ino membanting bukunya ke meja kasir.

"Benar Ino! Kita para ceweklah yang seharusnya dikejar! Kita para ceweklah yang harus milih-milih pasangan! Bahkan dalam dunia binatang pun, sang jantan harus menangkan hati sang betina! Para cowok begitu beruntung dikejar-kejar cewek-cewek baik seperti kita! Cantik lagi! Tapi alamak! Yang mereka pikirkan itu latihan, latihan, kekuatan, balas dendam, Sasuke, dan ramen terus!" mata Sakura berapi-api.

"Huh sejak setahun kita berhenti mengejar-ngejar siapapun, eh baru mereka datang dengan santainya mau ajak kita makan," Ino mengibas-ibas rambutnya.

"Aku masih ingat betul beberapa bulan yang lalu… aku tidak akan pernah lupa wajah Naruto waktu itu," Sakura tertawa.

Naruto berjalan pulang dengan suram. Walaupun ia sudah tidak apa-apa lagi, tapi sudah seminggu sejak ia ditolak Sakura mentah-mentah dengan alasan ‚kehidupan single terlalu berharga buatnya'. Naruto secara tidak sengaja bertemu Sakura yang berdiri di depan toko buku.

Naruto nyengir, „Hai Sakura-chan, ngapain disini?"

Sakura melambaikan tangan, tersenyum. "Oh halo Naruto. Ini aku lagi nunggu Hinata."

"Hinata..?" Naruto mencoba mengingat-ingat kenapa ia merasa seperti berhutang sesuatu kepada Hinata.

Oh ya sekarang dia ingat! Waduh… sudah berapa hari sejak kejadian itu…? Eh tunggu, sudah sembilan tahun rupanya!

"Maaf membuatmu menunggu Sakura-san!"

Naruto mengangkat kepalanya dan wajahnya berubah menjadi tomat matang.

"Oh nggak apa-apa kok Hinata-san," Sakura tersenyum.

Naruto mencoba untuk tidak mimisan. Hinata telah berubah dari seorang gadis pemalu yang manis sekali, menjadi seorang wanita muda yang santun, anggun, sangat seksi, berdada cukup besar, memiliki lekuk tubuh yang sempurna, dan rambutnya yang panjang seperti sutra yang gelap. Dari gerakannya bisa terlihat kalau Hinata adalah seseorang dengan kemampuan membunuh yang cepat. Lambang anbu terlihat jelas di lengannya, seperti Sakura.

"Oh selamat siang Naruto," Hinata tersenyum manis sekali, membuat kedua lutut Naruto terasa seperti bubur.

"Se-se-selamat siang," Naruto menelan ludah. Baru sekarang ia sadar apa yang telah ia lewatkan sebagai seorang pria.

"Kudengar kamu lulus dari ujian Jounin, selamat ya?" ucap Hinata masih tersenyum.

"T-terima kasih Hinata-chan…" Naruto merasa kedua telinganya seperti berasap.

"Kalau begitu sampai nanti Naruto," Hinata dan Sakura beranjak pergi meninggalkan Naruto yang berdiri mematung.

Ino dan Sakura tertawa keras mengingat kejadian itu.

"Yah yah dan sekarang? Dia mengejar Hinata seperti dia mengejarku dulu… tapi Hinata sekarang terlalu sibuk peduli tentang hal yang dulu paling penting buat Naruto, yaitu latihan.

"Ya, ternyata masalah karier jauh lebih penting, daripada cowok. Dan lebih adil. Kamu kejar karier, imbalannya pasti datang. Kamu kerja Sai? Bisa ubanan kamu setelah lima tahun,"Ino menghela napas.

"Hm sudah sore, aku mau belanja dulu. Sampai nanti malam Ino, ingat, jam sembilan ya!" Sakura beranjak pergi.

"Oh Sakura?" Ino membuka bukunya.

"Ya?" Sakura berbalik.

"Lima ribu," Ino menunjuk ke bunga mawar di lantai yang gepeng oleh amukan Sakura.

Sakura sweatdrop.


Nah gimana menurut kalian? Review please, bisa jadi inspirasi bagus buat cerita ini. Saya masih ragu sih apa sebaiknya saya lanjutkan atau tamatkan disini. Maaf kalau bab ini pendek dan ada beberapa kesalahan nulis, tapi habisnya saya nggak bisa tidur sampai jam delapan pagi. Maaf sekali lagi, semoga kalian suka bab ini! Akan ada beberapa bab fanfic lain yang menyusul minggu ini. Beberapa hampir selesai malah. Sampai nanti!