UNPREDICTABLE

.

.

.

Cahaya yang menyelinap menelusup dari balik tirai sewarna langit malam itu.

Memaksa sang pemilik kamar yang masih betah bergelung di balik selimut hangatnya membuka mata.

Menampakkan iris pucat yang masih separuh terbuka. Ia menguap dan menggeliatkan tubuhnya perlahan.

Beranjak dari ranjangnya dan mendekati jendela guna menyibak tirai yang sedari tadi menghalangi sang surya memancarkan sinarnya.

"Sudah terang, memangnya sekarang jam berapa?" Gumamnya perlahan sembari melangkah menuju kamar mandi yang terletak di sudut ruangan.

Ia mencuci wajahnya dan memandang pantulan dirinya pada cermin yang tepat berada di depannya.

Di sana berdiri seorang gadis dengan rambut indigo dan hazel berwarna lavender dengan kulit pucat menatap balik ke arahnya.

Tangannya terulur menghidupkan kran dan air segar tiba-tiba mengguyur tubuhnya.

Ia membalut tubuhnya dengan bathrobe dan berjalan ke luar kamar mandi.

Membuka lemari pakaian dan mengeluarkan seragam yang akan dikenakannya.

Setelah seragam tersemat rapi di tubuhnya, ia mengambil tas sekolah yang sudah dipersiapkan sejak semalam.

Merasa sudah selesai berkemas, gadis lavender itu melangkah keluar kamar dan menarik gagang pintu.

Seketika matanya membulat. Yang ia lihat pertama kali ialah seorang pemuda yang berkeliaran di tengah rumah dengan bertelanjang dada.

Perlahan kesadarannya menghilang. Ia ambruk di ambang pintu kamarnya.

...

Bruk~

Mendengar sesuatu yang mengusik pendengarannya, si pemuda menoleh ke asal suara.

Ia hanya menghela nafas berat melihat seorang gadis yang roboh di belakangnya.

Tanpa mempedulikan sang gadis, si pemuda berjalan menjauh.

Si pemuda bersurai merah itu melangkah menuju kamarnya. Ia juga harus bersiap berangkat ke sekolah kalau tidak ingin terlambat.

Ia menuju kamar mandi dan menghidupkan shower, membiarkan tubuh tegapnya terguyur air untuk mendinginkan kepalanya.

Pintu kamar mandi terkuak, menguarkan aroma mint dari ruangan itu.

Sesosok pemuda bersurai merah keluar dari sana dengan handuk kecil tersampir di lehernya.

Dengan berbalut handuk di pinggang, si pemuda berjalan menuju lemari dan mengenakan seragamnya.

Ia keluar dari kamarnya dengan tas yang sudah bertengger di bahunya.

Pria beriris jade itu berjalan menuju ruang depan. Saat melewati kamar si gadis indigo, ia tak lagi mendapati gadis itu di depan pintu.

Tak ingin berpikir lebih jauh, ia terus melangkah. Mengenakan sepatu dan keluar dari apartemennya, tak lupa mengunci pintu sebelum berbalik pergi meninggalkan kediamannya itu.

...

Seorang gadis tampak keluar dari pintu apartemen mewah itu. Ia melangkahkan kaki menuju lift yang ada di lantai itu.

Ia memasuki lift dan menekan tombol untuk ke lantai dasar. Menunggu sebentar sebelum pintu lift terbuka.

Setelahnya, ia berjalan mantap keluar dari gedung nan megah itu. Melangkahkan kakinya menuju sekolah tempat ia menuntut ilmu.

"Hhh." Ia tampak menghela nafas berat.

'Sudah hampir dua minggu aku di sini. Tapi aku masih belum terbiasa.' Ucapnya dalam hati.

Ia berhenti menunggu bus tujuan sekolahnya. Saat bus itu datang, banyak orang yang berdesakan masuk.

Membuat sang gadis lavender terdorong arus kerumunan. "Mm, su-sumimaseng.." cicit gadis itu menerobos kerumunan.

Dengan perjuangan yang ekstra, akhirnya gadis itu berhasil menaiki bus meskipun tidak dapat tempat duduk.

Dengan berat hati ia berdiri selama perjalanan. Untung-untung jika ada yang turun, maka ia bisa duduk.

Akhirnya gadis bersurai indigo itu sampai di depan gerbang sekolahnya, Konoha High School.

Sekolah elit tempat para putra-putri petinggi dan orang penting di kota itu bersekolah.

Si gadis indigo dengan tag name Hyuga Hinata juga termasuk salah satunya.

Gadis Hyuga itu memasuki kawasan KHS, sebelum seseorang memanggilnya.

"Hinata-chan, ohayou~" Sapa seorang gadis dengan mata aquamarine yang tersenyum ramah kearahnya.

"O-ohayou I-Ino-chan." Balas sang gadis Hyuga.

"Ini masih pagi Hinata-chan. Semangatlah sedikit.." Ujar gadis bersurai blonde terikat itu seraya menyejajarkan langkahnya dengan Hinata.

"I-Ino-chan, a-aku memang be-begini." Ucap Hinata setengah berbisik namun masih dapat di dengar oleh Ino.

"He he" Ino tertawa garing dengan cengiran yang masih melekat di bibirnya.

Kedua gadis dengan warna rambut yang kontras itu berjalan menuju kelas mereka.

Saat melewati area parkir, mereka mendengar kebisingan yang memang sudah biasa mereka dengar setiap hari.

Para gadis-gadis di sana berteriak histeris. Seolah bertemu dengan idola mereka.

Sebenarnya yang mereka teriaki itu memang idola, idola KHS.

Dan di sana salah seorang dari mereka tengah keluar dari Aston Martin One 77 merah miliknya.

Dengan santaintanya ia berjalan tanpa memedulikan orang-orang yang mengelu-elukan namanya.

Saat akan melewati si gadis Hyuga, si gadis tengah menahan rasa takutnya.

Keringat dingin mulai menuruni pelipisnya, saat pemudai bersurai merah itu berlalu, barulah ia bernafas lega.

"Wow, kau lihat Hinata-chan~" Ino yang berdiri di sebelah Hinata tak luput dari pesona pemuda itu.

"Gaara-kun selalu terlihat tampan. Orang yang menjadi kekasihnya pasti beruntung." Ino terlihat mengkhayal. "Aku juga ingin." Lanjutnya.

Melihat Hinata tak merespon, Ino menoleh. "Hinata-chan. Kau tidak mendengarkanku ya." Ucapnya dengan nada merajuk.

"Eh, I-Ino-chan bilang a-apa barusan?" Hinata tersentak. Ia terlihat gugup.

"Kenapa kau tidak mendengarku? Apa kau memikirkan sesuatu?" Tatap Ino menyelidik.

"Eh, i-iie desu." Hinata berusaha terlihat senormal mungkin.

"Daijobuka?" Ino masih tak yakin.

"Mm." Hinata mengangguk. "Daijobu desu." Lanjutnya meyakinkan.

Ino masih setia memandang Hinata dengan penuh selidik. Keringat dingin kembali menuruni pelipis Hinata.

"Ya sudah. Ayo kita ke kelas." Ino beralih dan mulai berjalan menuju kelas mereka.

Hinata yang sedari tadi mematung menghela nafas untuk kedua kalinya. Ia akhirnya mengikuti gadis bersurai blonde itu.

...

"Yo, Gaara." Sapa seorang pria berambut blonde dengan potongan jabrik pada Gaara yang baru memasuki kelas.

Ia berjalan menuju si pria berambut blonde itu. Di sana sudah ada beberapa orang yang lain.

Tanpa memedulikan sapaan dari pria jabrik tadi, Gaara mendudukan tubuhnya di sebelah pemuda berambut biru gelap.

Tak ada interaksi di antara kedua pemuda itu, hanya ocehan dari si rambut jabriklah yang mendominasi.

"Kenapa kau masih di sini Dobe." Pertanyaan lebih tepatnya pernyataan keluar dari mulut si pria yang duduk di sebelah Gaara.

"Kau mengusirku Teme?" Balas si pria jabrik yang diketahui bernama Naruto itu.

"Ck, urusai." Sasuke berdecak kesal dan memandang ke luar jendela. Halaman lebih menarik baginya sekarang dari pada Naruto yang tengah mengoceh di depannya.

Mata pria berambut raven itu tertuju pada satu sosok. Onyxnya menatap lekat sosok itu hingga menghilang di dalam gedung.

Gaara yang sedari tadi diam angkat bicara. "Bell, sebentar lagi berbunyi senpai." Perkataan Gaara barusan membuat Naruto semakin tersudut.

Seolah kedatangannya ke kelas ini di tolak mentah-mentah oleh kedua pemuda yang duduk di depannya.

"Hh, baiklah, baiklah." Cibirnya. "Aku akan keluar, kalian puas." Ucapnya kesal.

"Hm." Gumam Sasuke masih memandang ke luar jendela.

"Yokatta." Gaara berujar datar.

"Hh, kalian benar-benar tak mengharapkanku di sini ya." Wajah Naruto di buat semerana mungkin. Ia berjalan lunglai ke luar kelas.

Dan kedua orang yang masih betah berdiam diri tak menghiraukan kepergiannya. -Poor Naruto-

'Hh, gadis permen kapas itu belum datang ya.' Batinya lesu.

Saat keluar, ia berpapasan dengan dua orang gadis yang dikenalnya.

Manik sapphirenya menatap kedua gadis itu. "Ohayou Ino-chan, Hinata-chan." Sapanya.

Ino yang melihat si pemuda jabrik merasa heran. "Ohayou Noruto." Balas Ino.

"O-o-ohayou Se-se-senpai." Balas Hinata, suaranya tak terlalu jelas, tanpa sadar kegugupannya bertambah. Terlihat rona tipis di kedua pipi chuby Hinata.

"Kenapa wajahmu Naruto?" Tanya Ino mengutarakan keheranannya.

Naruto menghela nafas. "Hh, tidak ada apa-apa. Aku kembali dulu." Ucapnya dan berlalu meninggalkan kedua gadis yang tengah dalam kindisi berbeda.

Ino dengan keheranannya dan Hinata dengan kegugupannya. Tidak terlalu memikirkannya, Ino kemudian mengajak Hinata ke tempat duduk mereka.

"Kau kenapa Hinata-chan?" Tanya Ino yang juga melihat keanehan pada Hinata.

"Eh, aku tidak kenapa-napa." Jawabnya.

Tanpa mereka sadari, sedari tadi sepasang manik kelam menatap lekat mereka. Lebih tepatnya si gadis Hyuga.

...