[ if you were given the opportunity to fix something, what would you fix? ]

Ada cerita-cerita yang beredar, tentang, sesosok makhluk rupawan yang seringkali turun dari langit. Makhluk-makhluk yang memiliki paras sangat rupawan, bagai para penjaga surga. Berkulit sebening kaca, dan wajah yang membuat manusia akan melupakan apa arti kata sempurna, karena, pada dasarnya, makhluk-makhluk itu sudah lebih dari kata itu.

Merekalah seraph.

Ya, banyak orang yang lebih menyebut mereka dengan kata malak atau malaikat, karena pasti nama itulah yang pertama kali terbetik di pikiran orang-orang ketika mereka melihat, dengan mata kepala mereka, sesosok manusia anggun dengan tatapan penuh rasa damai, dengan sepasang benda putih besar dan terlihat selembut sutra di belakang punggung mereka.

Seseorang yang dapat melihat mereka hanya memiliki satu pilihan, yaitu menerima apapun yang akan dilakukan sang seraph tersebut. Karena, jika seorang seraph sampai turun ke Bumi dan menemui seorang manusia biasa, hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi.

Pertama, mereka di perintahkan untuk menghukum-mu karena kesalahan yang pernah kau perbuat.

Dan yang kedua, mereka di perintahkan oleh Tuhan untuk memperbaiki—hal apapun, yang ingin kau perbaiki dalam hidupmu.

Jadi, ketika kau melihat sesosok makhluk bersayap yang menanti di dalam kamarmu, menatapmu penuh tanya, dan mengulurkan tangan padamu, kau sebaiknya—

"WAAAAA!"

"Bakagami! Sst, ini lagi bagian yang terbaik, bodoh!"

"Lalu-lalu? Sebaiknya kenapa Furihata?"

"Sebaiknya ... Kau bersiap untuk mendapat hari terbaik seumur hidupmu, atau .. Akhir hidupmu.."

"WAAAAAAAAAAAAAAA!"


Kuroko no Basket © Todatoshi Fujimaki

Seraph © aonyx

Rated : T

Genre (s) : Friendship | Supernatural

Cast (s) : Kagami Taiga | Kuroko Tetsuya


Kagami meminum air banyak-banyak, berusaha menyingkirkan gumpalan burger ukuran XXL yang baru saja ditelannya.

"Sudah kubilang jangan makan sambil mendengarkan.."

Kagami menggumamkan suara seperti, syukurlah aku masih hidup, sebelum menoleh ke asal suara, yang baru saja menceritakan cerita itu kepadanya. "Mana kutahu kalau kau akan menceritakan cerita horor seperti itu."

"Horor?" Kawahara menaikkan alisnya. "Kagami, itu hanya legenda konyol, kau tahu."

"Tapi itu lebih terdengar seperti cerita horor!" Kagami membela dirinya, "Maksudku, soal seseorang yang menunggumu di kamar dan mengulurkan tangan kearah—"

Furihata memotongnya, "Kau takut Kagami?"

Kalau saja Furihata menanyakannya dengan nada pertanyaan biasa, Kagami tidak akan terlalu peduli. Tapi karena lelaki itu mengatakannya dengan nada yang jelas menghinanya, Kagami mau tidak mau pasti akan membencinya.

"Mana ada seraph yang mau menempel dengan lelaki gemuk tak berotak sepertimu?" Teman di sebelah kanannya tertawa, di susul dengan tawa lain.

Kagami tertawa juga, mereka tidak tahu, kalau dalam hatinya, ia menangis.


Kagami sebetulnya tidak pernah terpengaruh dengan apapun perkataan orang lain tentang dirinya. Toh, semuanya memang kenyataan.

Iya, Kagami gemuk—gendut, tubuhnya terlalu gempal bahkan untuk ukuran anak laki-laki setingkat SMA, segemuk seorang bayi yang sedang terkena diabetes akut. Kagami juga pendek, tubuhnya hanya setinggi seratus enam puluh sentimeter, orang-orang malah sering salah menganggapnya sebagai bola kalau ia sedang berjalan di tengah lapangan.

Ngomong-ngomong soal lapangan, tempat itulah yang paling sering di datangi Kagami seumur hidupnya. Tidak, ia tidak kesana untuk menjadi bola. Tidak juga, ia tidak kesana untuk berolahraga.

Pasti kalian juga bertanya-tanya, lalu apa yang dilakukannya? Nyawah?

Bukan. Dia tidak mendatangi sembarang lapangan, tapi Kagami selalu mendatangi lapangan basket. Dan bukan juga, dia tidak nyawah, dia akan hanya duduk di perbukitan kecil samping lapangan, menatap ke bawah penuh damba ke arah teman-temannya yang sedang bermain basket.

Kagami ingin mencobanya, kendati dia terlalu takut untuk gagal—tidak bisa sama sekali.

Kalau kalian sudah bisa menangkap seperti apa bentuk tubuh Kagami, kalian pasti tahu alasannya. Ia tidak mau membuang-buang waktunya mencoba berkumpul dengan teman-temannya di lapangan itu, memantul-mantulkan bola yang ia tahu ujung-ujungnya dirinya sendiri juga yang akan terpantul ke segala arah.

Konyol? Ya memang.

Kagami juga bodoh. Ralat, sangat bodoh.

Ia benci buku, ia benci sekumpulan kertas yang berisi penuh dengan huruf-huruf aneh yang tidak dimengertinya. Yah, walaupun buku sendiri memiliki fungsi lain jika sudah berada di tangan Kagami, sebagai bantal ataupun obat tidur, tentu saja.

Jadi bukan salahnya kalau ia pernah menjawab dengan pasti bahwa di Planet Merkurius memiliki gravitasi yang sama dengan Bumi ataupun burung memiliki anak dengan cara melahirkan. Itu semua sepenuhnya bukan salahnya kan?

"Eh lihat, apa itu orangnya?"

"Iya yang itu, laki-laki peringkat paling bawah di sekolah dan tidak pernah punya teman itu."

"Malang sekali."

Itu. Itu masalahnya yang terakhir. Kagami tidak pernah mempunyai teman yang benar-benar temannya. Orang-orang di sekitarnya boleh saja mengelilinginya dan tertawa—menertawakannya, tapi tidak ada satupun dari mereka yang merupakan teman Kagami.

Apa Kagami peduli? Entahlah. Dirinya sering sekali merasa berbeda dari orang-orang di sekelilingnya, seperti alien yang terdampar di Bumi. Ia selalu sendiri.

Kagami jadi ingat perkataan teman lamanya kepadanya dulu.

"Kau seharusnya berdiet Kagami."

"Apa kau buta? Aku sedang berdiet!"

"Lalu apa yang kau lakukan dengan 'gunung hamburger' itu?"

Benar, sebutan 'gunung hamburger' memang sama sekali tidak berlebihan dengan barang yang sedang dibawanya. Hamburger-hamburger itu menumpuk di tangannya seperti menara pisa, oleng ke kanan.

Kagami tersenyum miris. Pantas saja ia tidak pernah bisa berubah.

Dan cerita Furihata tadi sedikit mengusiknya. Bagian 'Mereka di perintahkan oleh Tuhan untuk memperbaiki—hal apapun, yang ingin kau perbaiki dalam hidupmu'.

Kalau seraph benar-benar eksis, kenapa makhluk bodoh bersayap itu tidak turun ke Bumi, menemui Kagami, dan membenarkan semua hal yang benar-benar selalu dibencinya?

Geez, itu hanya legenda Kagami bodoh! Kalaupun kau ingin ada hal yang harus di wujudkan sekarang, kenapa kau tidak meminta agar jangan sampai hujan turun?

Seolah semua hal yang diinginkannya selalu berbalik membencinya, hujan langsung turun. Kagami mengutuk dan berlari kecil menuju apartemennya. Tidak mudah memang, dengan berat gunung hamburger di kedua tangannya dan berat tubuhnya sendiri.

Kagami megap-megap ketika sampai di depan pintu apartemennya, menarik napas dalam-dalam dan bersandar pada dinding kecil yang langsung menghadap keluar, tubuhnya langsung merosot ke bawah.

Apa hal seperti ini bisa jadi lebih buruk lagi? Batinnya.

Kagami nyaris bisa mendengar kenyataan yang meneriakinya dengan kalimat, Tentu saja bisa! Persiapkan dirimu bodoh!

Dan akhirnya dia menyadari kalau hal itu benar ketika dirinya membongkar-bongkar tas, mencari kunci apartemennya.

Apa ada alien yang mencuri kunci apartemennya?

Kagami panik, ia menggedor-gedor pemilik apartemennya yang berada di lantai tiga. Ia baru ingat kalau dua lansia itu sedang keluar kota untuk berlibur.

Jadi hanya dengan seragam sekolahnya yang sudah basah, ia duduk di depan pintunya, menikmati makan sorenya dengan setengah hati.

Lalu ia mengantuk.

Ia memejamkan matanya dan memeluk tubuh gempalnya, mengurangi setidaknya sedikit hawa dingin. Ketika ia sudah berada dalam dunia gelap yang meluluhlantakan kesadarannya, ia tidak tahu bahwa ada sosok bersayap yang mengamatinya dari jauh.


"Huh?"

Kagami memelototi kunci yang ada di depan matanya. Dia tidak pernah menyangka, kalau kunci yang sedari tadi dicarinya ternyata ada di depan matanya. Apa kunci bisa berjalan?

Oh biarlah, yang penting dirinya bisa masuk dan tidur di ranjang empuknya.

Kagami masuk. Kamarnya hanyalah sebuah ruang kecil yang hanya muat dengan satu sofa, satu lemari, dan satu ranjang tidur. Tidak ada yang menarik di kamarnya selain...

Mata Kagami membesar, selain... sejak kapan kamarku sebersih ini?

Kagami belum menyalakan lampu, tapi dia jelas-jelas sadar kalau ruang pribadinya itu sekarang lebih berbeda, lebih—sangat bersih tepatnya. Tidak ada tumpukan kemejanya yang seharusnya ada pada tempatnya, berkarung-karung kantung snack yang baru saja di ciptakannya sehari yang lalu juga sudah menghilang, dan dia dapat wangi kamarnya berbeda.

Wangi vanila.

Dan Kagami melihatnya. Seseorang sedang berdiri membelakanginya, ia bisa menebak bahwa mungkin mereka seumur, dan orang itu adalah laki-laki. Berambut biru dan sedang menatap ke benda kuning bulat yang bersinar pada malam.

Kagami merasakan kalau dirinya seperti tersedak burger nya lagi. Ia menyadari bahwa lelaki itu..

S...S-Sayap?!

Lelaki itu menoleh ketika mendengar suara orang lain di kamar itu. Matanya, menurut Kagami, sangat cantik, bulat dan besar berwarna biru langit, sewarna dengan rambutnya yang di potong pendek dan sedikit acak-acakan. Lelaki itu mengenakan kemeja putih dan celana putih yang makin membuat kulit pucatnya terlihat transparan. Dan ekspresinya, Kagami tidak dapat menilai ekspresinya, apakah ia terkejut dengan kedatangan Kagami, ingin mengetahui siapa kagami, atau ingin membunuh Kagami, dirinya tidak mau menebak.

Tapi ternyata, ekspresinya lebih menunjukkan sebuah ketertarikan, seolah Kagami adalah seekor serangga imut yang baru saja ditemukan lelaki itu di bawah pohon.

Tangannya terulur, Kagami dapat melihat seberapa kecil dan rapuhnya jemari lelaki itu. Dan dengan dengungan bak angin malam dan air hujan, lelaki itu bertanya :

"Jika kau diberi kesempatan untuk memperbaiki sesuatu, hal apa yang kau perbaiki, Kagami-kun?"

Dan saat itu jugalah Kagami menyadari bahwa, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.


Heloooo~ meet me again ehehe XD

Fic kedua setelah 'Winter' (Itulho, fic abal ituu #eh #abaikan)

Setelah pair AkaKuro, sekarang ganti jadi pair KagaKuro. Gatau kok bisa kecetus cerita macem ini, mungkin.. erng.. mungkin gara-gara abis baca novel the daughter of bone and smoke kayaknya ehehe XD

Review sangat dipersilahkan, arigatouu :3/