Hallo… sudah lama kita tidak bertemu para readers..
Bagaimana kabar anda semua? Sehatkah? Maklum, saya nanya2, saya kan udah lama gak bikin fic. Hehehe… saya harap reader gak kangen ama saya, saya jadi gak enak karna jarang update =D *ditimpukin reader* Well, fic ini adalah fic terjemahan dari fanfic Birds Tell a Story, created by MadokaKotone, published on 18-08-2007 and finished on 22-08-2007. Cerita ini udah lumayan lama tapi saya suka banget sama cerita ini, jadinya saya translate deh. Dan tentu saja saya sudah mendapat izin dari author aslinya. XD
.
.
Disclaimer: Saya gak bisa gambar jadi saya bukan Tite Kubo.
Genre: Romance
Pair: Kurosaki Ichigo dan Kuchiki Rukia
Rated: T
.
~ Birds Tell a Story ~
.
SUMMARITIC FLASHBACK…
"Tidak! Tentu saja aku tidak menyukainya, bagaimana mungkin aku bisa menyukai perempuan seperti dirinya? Dia selalu bersamaku dan memanggilku dengan suaranya yang sangat menjengkelkan itu, dan cukup sampai sejelas itu- tidak, aku tidak menyukainya."
Rukia mendengar perkataan Ichigo. Kata-kata itu mengandung semua ledakan emosi Ichigo. Semua kata-kata yang telah ia katakan membuat hati Rukia sakit, padahal hanya beberapa kata yang sesederhana itu… Rukia tahu mereka sedang berbicara tentang dirinya. Dan di saat itulah ia menutup pintu dan membenamkan dirinya ke dalam kloset Ichigo.
Chapter 1:
Kebenaran dan Konsekuensinya.
Hembusan angin perlahan masuk ke dalam kamar seorang remaja laki-laki melalui jendela yang terbuka lebar, membelai lembut wajah remaja berambut oranye tersebut. Hembusan itu bertiup di sekitar kepalanya dan memilin helaian rambutnya. Tatapan kecewa terpasang di wajah tampannya. Nah… dia pergi lagi, pikirnya, lalu dahinya berkerut. Bahkan dia tidak menungguku.
Rukia sudah cukup sering melakukannya belakangan ini, ia akan langsung melompati jendela sebelum Ichigo dapat memprotesnya, Rukia mengabaikan panggilan 'Tunggu!' atau 'Sebentar!', dan tidak hanya itu saja. Rukia juga tidak menghiraukannya di sekolah. Rukia sudah melakukan hal itu berulang kali, tetapi kali ini ia benar-benar membuat Ichigo kesal.
Ichigo menyambar kemeja sekolah dari tempat tidurnya, melempar Kon ke dalam lemarinya, dan berjalan ke arah pintu. Sambil berjalan turun ke bawah, ia tenggelam di dalam pikirannya sendiri.
Dengan terburu-buru, ia berjalan menuruni tangga. Ichigo pun menunduk untuk melihat apa yang terjadi di dapur bawah sana. Kedua adik perempuannya berjalan menghampirinya. Dan ketika ia sampai di lantai bawah, salah satu dari mereka menyodorkan sepiring yang berisi …'makanan', di hadapan wajahnya.
Adiknya yang berambut cokelat tersenyum dengan mata yang masih setengah terbuka. 'Makanan' itu terlihat sedikit basah, seperti roti bakar yang dicelupkan dalam telur mentah dan ikan sarden yang masih berlendir. Saat ia menatap piring yang berisi 'makanan' menjijikkan itu, matanya langsung melotot. Pasti Yuzu bangunnya telat. Ia menutup hidungnya untuk melindungi wajahnya dari bau itu, "Y-Yuzu, itu apa?"
Yuzu cemberut, "Sarapan, Ichi-nii," Kemudian ia tersenyum manis. "Makanlah!"
Lalu Karin muncul di belakang Yuzu dan membuat isyarat dengan tangannya. Gerakannya itu tentu saja menangkap perhatian dari Ichigo. Gerakan itu adalah jari-menggorok-leher alias jangan-makan-makanan-itu. Ichigo mengangguk pelan dan Yuzu menolehkan kepalanya untuk mengamati Karin dengan matanya yang masih mengantuk. Dia hanya melihat wajah Karin dengan senyum palsunya yang lebar. Pengganti Ibu di keluarga ini pun mendesah, "Terserah, tetapi kau akan menyesal karena kau tidak makan pagi ini,"
Karin pun menggerutu, "Justru Ichi-nii bakalan menyesal kalau ia makan," Karin menyeringai, "Percayalah, jangan pernah biarkan Yuzu untuk memasak kalau ia bangun kesiangan."
Yuzu mengerutkan dahinya sedangkan kakak laki-lakinya terkekeh, "Belajar dari pengalaman?"
Karin segera terbungkam, ia menangkup mulutnya, lalu mengangguk setuju. Ia berkata melalui sela jari-jarinya, "Ohhh, iyaa," Lalu ia segera melesat ke dalam kamar mandi terdekat.
Ichigo dan Yuzu memandang satu sama lain. Kemudian mengangkat bahu mereka dan berpisah. Ichigo berjalan ke pintu depan sementara Yuzu pergi ke kotak sampah untuk membuang makanan yang tidak diketahui jenisnya itu. Benda itu tidak bergerak sama sekali ketika Yuzu membalikkan piringnya, jadi ia mengambil sebuah garpu besar dan mencoba untuk mengoreknya.
Tes.
Tes.
Tes.
Mata Yuzu membesar, dan kamar mandi itu pun segera berisikan 2 orang.
Pemuda berambut oranye itu berjalan menyusuri trotoar ke sekolahnya Ia hanya menatap jalan di bawahnya. Sekarang, ia sedang berpikir tentang Rukia lagi, ini sudah kelima kalinya mereka tidak berjalan ke sekolah bersama-sama minggu ini.
Ia melihat ke tempat kosong sebelahnya, dan wajahnya setengah berkerut/setengah cemberut.
Bahkan tidak ada panggilan hollow yang bisa membuat mereka kembali bersama-sama di minggu ini.
Ichigo berhenti sejenak untuk menyandarkan kepalanya di tiang listrik. Ia memandang kepulan asap yang mengepul sehingga menyerupai kapas di permukaan cakrawala tiada batas.
Kini perutnya mulai mengajaknya untuk berdebat. Ia kembali mengerutkan dahinya dan memejamkan matanya. Mengapa, dari semua hari yang ada, Yuzu mencoba untuk membuat roti bakar?
Kepala berambut oranye itu mencengkeram perutnya, kini pikirannya kembali lagi kepada orang yang tinggal di dalam klosetnya itu. Tadinya, Ichigo pikir Rukia hanya marah, mencuekinya ketika Ichigo menanyakan kemana ia akan pergi.
Lalu, nada suara Rukia terdengar berbeda di telinganya, terdengar sedikit hampa, terisolasi, dan mungkin… menyesal? Ia kembali mengingat tentang percakapan terakhir antara dirinya dan Rukia. Ia pikir mungkin ia perlu untuk meminta maaf kepadanya karena kata-kata yang mungkin tidak sengaja diucapkannya waktu itu.
Ichigo mencoba memikirkannya sejenak, tetapi tidak ada satu pun ide yang muncul, membuat ia berdiri dari sandarannya dan kembali berjalan ke sekolah. Ia berbisik ke dirinya sendiri, "Aku harap kau mau berbicara denganku, Rukia."
"Achoo!" Ichigo menaikkan kepalanya.
Seseorang bersin, ia bisa mendengarnya.
Ia melihat ke belakang, tetapi tidak ada orang.
Dia pun melihat ke depan, dan di sana, Rukia, muncul dari sudut jalan yang jauhnya sekitar seratus meter darinya. Bagaimana ia bisa mendengar Rukia bersin, ia sendiri tidak tahu. Dan, alisnya pun terangkat di saat ia sadar.
Ichigo segera berlari. Ia harus segera meluruskan semua ini dengan Rukia sekarang.
Ichigo berteriak memanggil Rukia. "Rukia! Tunggu!" Rambut oranyenya bergoyang naik turun di setiap langkahnya.
Gadis berambut hitam itu pun berhenti. Ichigo… Tolong pergilah… Rukia menundukkan kepalanya dan kembali berjalan.
Ichigo menaikkan sebelah alisnya, masih berlari ke arahnya, "Rukia! Rukia!"
Kenapa kau mengikutiku, Ichigo? Perempuan itu tetap berjalan maju, meskipun ia sedikit enggan. Aku tahu kau tidak ingin terlihat sedang bersamaku lagi.
Ichigo merasa ini sudah cukup, "RUKIA, BERHENTI!" Akhirnya, ia bisa mengejar gadis itu dan memegang bahunya erat.
Mata gadis itu segera menutup. Ichigo!
Kasar, tapi lembut, ia membalikkan badan Rukia untuk berhadapan dengannya. Ketika ia melihat wajahnya, mulutnya terbuka.
Tepat di depannya, wajah Rukia penuh dengan linangan air mata, mata violetnya berkaca-kaca seperti kolam air laut dalam yang berkilauan. Mereka tampak seperti genangan air hujan dengan seberkas cahaya bulan di permukaannya. Rukia tidak berani memandang muka laki-laki yang sudah membuatnya menangis itu.
Ichigo pun merasa kasihan, ia melonggarkan cengkramannya di bahu kecilnya, dan meremasnya perlahan,
Biasanya, ia tidak peduli perasaan orang lain, seperti ia benar-benar tidak peduli dengan kehidupan mereka…
Tetapi, ketika ia bertemu Rukia… Ia mulai berubah.
Ichigo memandangnya, "Hei, ada apa?"
Rukia masih tidak melihatnya, atau bicara dalam hal ini.
Anak laki-laki naïf itu, yang tampak egois di luar… sangat berbeda di sekitar Rukia.
Tangan Ichigo meremas bahunya lebih kencang, "Hey, lihat aku,"
Rukia tetap diam.
Ichigo tahu bahwa di dalam hatinya, dari semua orang yang dekat dengannya, Rukialah satu-satunya orang yang ia rela untuk melakukan apa saja. Ichigo akan merasa sangat menderita jika Rukia pergi meninggalkannya lagi, ia sudah tahu hal ini akan segera datang, tetapi ia sudah tidak tahan.
Tangan Ichigo meninggalkan bahu Rukia, begitu juga dengan kehangatannya. Apapun yang Rukia inginkan bukanlah pilihannya, tetapi pilihan Ruka sendiri, dan Ichigo menghormati itu.
Rukia memicingkan matanya untuk melihat kemana perginya tangan Ichigo, and melihat tangan itu kembali ke samping tubuh Ichigo. Ia pun menyuarakan pikirannya, "Jangan khawatirkan aku, aku akan baik-baik saja, pergi saja sana dengan Orihime dan berbahagialah,"
Anak SMA itu tidak mendengar ucapannya rupanya, karena ia berbicara di saat bersamaan dengan Rukia, dan sedikit lebih keras, "Dengar, aku tahu kau marah padaku… aku tidak tahu mengapa-"
"-Apa?" Akhirnya, Rukia menatapnya, ia sedikit bingung dengan ucapan Ichigo barusan.
Ichigo merasa ia tenggelam di saat ia menatap mata violet Rukia. Ia mencoba bicara, tetapi tidak ada kata yang keluar. Saat ini Rukia terlihat sangat rapuh.
Akhirnya, Ichigo berhasil merangkai kata-katanya dan berbicara kepada gadis di sebelahnya, "Kau marah padaku, aku tahu,"
Rukia mengerjapkan matanya untuk menghapus air matanya dan menggelengkan kepalanya, "Aku tidak marah padamu,"
Ichigo menaikkan alisnya, "Kau tidak marah?"
Rukia menggelengkan kepalanya lagi, "Tidak. Kenapa kau berpikir seperti itu?" Lalu ia menolehkan pandangannya ke kiri dan kanan, memeriksa jalan. Secara tiba-tiba ia mendorong Ichigo untuk jalan duluan sambil mencoba mengganti topik. Rukia berbicara terburu-buru, "Ichigo, dengarkan aku, jangan khawatir denganku. Aku akan baik-baik saja. Pergilah dengan Orihime and berbahag-"
Ichigo berhenti berjalan. "-I-Inoue? Kenapa aku harus bersamanya sekarang?"
Rukia menghentikan dorongannya. Kini gilirannya untuk menaikkan alisnya. Kata-katanya keluar dengan ragu, "Yah… kau menyukainya, bukan?"
Punggung Ichigo menegang, "Hah? A-Apa?! Kenapa setiap orang di dunia ini menanyakanku pertanyaan yang itu lagi?! Minggu lalu Keigo menanyakanku pertanyaan yang sama!"
Saat itu, Rukia segera membeku, "B-Benarkah? Keigo?"
To Be Continued…
Gimana? Baguskah? Menarikkah? Ada yang kurang jelas? Atau anda tidak mengerti?
Untuk 2 hal yang terakhir, saya mohon maaf jika hal itu yang benar-benar ada di pikiran anda sekarang. Saya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menerjemahkan fic ini, berbekal kamus dan pengetahuan saya, saya harap para reader bisa memakluminya.
~ Preview chapter selanjutnya~
"Karena aku merindukanmu,"
"Dan aku harap dia juga merindukanku,"
Rukia menghela napasnya, Kenapa aku merasa seperti ini?
Sampai jumpa di chapter selanjutnya! Jangan lupa review…
