The Spinning World

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Pair : SasukexSakura

Rated : Teen (T)

Warning : typo, bad diction, out of character, read summary first then if you don't like, don't read!

Chapter 1 : The World Began to Spin

"Ohayou Sakura-san!"

"Ohayou Sakura-senpai!"

"O-ohayou Sakura-chan!"

Aku menatap mereka dengan tatapan angkuh, tidak berniat membalas satupun sapaan dari mereka. Tidak penting, itulah yang ada di pikiranku saat ini. Aku tetap berjalan menuju kelasku tanpa menghiraukan mereka, memangnya siapa mereka? Tanpa mereka pun, aku akan tetap hidup. Yeah, sebagai primadona sekolah memang membuatku bangga. Aku yakin gelar itu tidak akan luntur begitu saja mengingat wajahku yang rupawan, serta kekayaanku yang melimpah. Semua itu membuat orang-orang tunduk padaku. Kecuali-

"Ah! Dia menatapmu, Sakura!" Aku menatap seorang pemuda yang ditunjuk oleh Karin, sahabatku yang juga merupakan primadona sekolah. Kini emerald-ku melihat seorang lelaki duduk di bangkunya seraya membaca buku saku miliknya. Aku menatap pemuda itu intens, dia Sasuke. Pemuda yang paling kubenci. Dialah satu-satunya orang yang menganggapku tidak ada di dunia ini. Disaat semua orang dengan hebohnya menyeruakkan namaku, hanya dia yang tetap tenang membaca bukunya dan tak menghiraukanku. Aku benci padanya!

"Tidak, dia tidak melihatku Karin," ucapku sembari duduk di samping Shion. Karin tersenyum, kemudian matanya menyipit, aku tahu yang akan dilakukan wanita ini.

"Kau … kecewa, heh?" Menggodaku. Salah satu pekerjaan favorit sahabat merahku ini, aku hanya mendengus menatapnya, sedangkan Shion hanya terkikik geli.

"Tidak akan, aku tidak akan kecewa hanya karena dia tak menatapku, jangan membual." Karin semakin menyipitkan matanya.

"Hmm … dasar sok tegar." Telingaku memanas mendengarnya. "Kau menyukainya, heh? Ternyata tipemu orang yang seperti itu, Sakura." Aku menggebrak mejaku, sekilas, kulihat Karin dan Shion mengerjap kaget.

"Aku tidak akan menyukai Sasuke! Memangnya siapa yang mau bersanding dengan pria miskin tanpa marga itu?!"

Shit! Aku kecoplosan, semua pandangan mata telah tertuju padaku saat ini. Aku juga melirik Sasuke yang tengah melihatku dengan pandangan yang sulit diartikan. Menahan malu, aku menggaruk tengkukku. Tapi tunggu, aku primadona! Mana mungkin aku malu seperti ini! Aku melangkahkan kakiku menuju Sasuke, pemuda itu juga menatapku. Ketika sampai di depannya, aku menunjuk wajahnya.

"Kau … dasar miskin!" Sasuke masih menatapku dengan tatapan dinginnya, aku benci ditatap remeh seperti itu! "Lebih baik kalau kau tidak ada, Sasuke. Kau hanya memperburuk keadaan!" Oke, kurasa aku sudah keterlaluan, namun entah mengapa mulutku tidak berhenti berbicara. "Jangan harap kau mendapat cinta dariku!" Sasuke berdiri, aku cukup kaget saat melihatnya bangkit dari tempat duduknya. Dia mau apa? Mau memukulku, heh? Akan kulapor pada pihak sekolah agar mengeluarkannya!

"Aku tidak butuh cinta darimu, Haruno Sakura." Setelah berkata demikian, Sasuke melangkah melewatiku yang masih mengerjap kaget. A-apa dia bilang tadi? Dia … tidak butuh cinta dariku?! Aku menatap sekeliling, aku melihat siswa berbisik-bisik, namun ada juga yang menertawaiku. Aku yakin pasti saat ini wajahku memanas. Kurang ajar kau, Sasuke! Kau membuatku malu di depan umum!

.

.

.

"Waw, aku yakin tadi kau malu, Sakura." Aku menatap Karin dengan tatapan kesal. Saat ini aku, Shion dan Karin berjalan bersama menuju kantin. Kekesalanku sama sekali tak berkurang sampai saat ini, dan Sasuke juga tak pernah menunjukkan batang hidungnya lagi di depanku. Dialah orang pertama yang membuatku malu dan mati kutu di depan umum! Cih, dasar-

BRUUUK!

-miskin.

Aku menatap orang di depanku dengan mata melotot seakan mataku hendak keluar. Aku melihat seorang gadis dengan rambut indigo menatapku takut-takut. Jika aku baik, aku akan iba melihatnya, namun sayang, aku jahat, jadi-

Bruk!

-aku menendangnya. Dia perlahan bangkit, aku yakin dia saat ini sudah menangis.

"M-maafkan aku, aku tidak sengaja." Aku mendengarnya berucap dengan pelan. Tapi sayang, sepertinya hari ini bukan hari keberuntungannya. Aku kesal hari ini, dan hendak melampiaskannya pada wanita malang di depanku. Aku menajamkan pengelihatanku, dia … Hyuuga, heh?

"Ooohh … kau putri Hyuuga itu?" Aku mendekat ke arahnya, aku melihat ia perlahan-lahan mundur. "Kalau aku jadi ayahmu, aku akan kecewa saat melihat anakku seperti ini." Aku berbisik di telinganya. Ia tersentak, namun aku tak menghiraukannya. "Hyuuga yang malang … " Tanganku sudah mengambil ancang-ancang untuk menamparnya, namun aku merasa tanganku ditepis oleh sesorang. Siapa lagi dia?! Pemuda dengan rambut coklat panjang? Berlagak menjadi pahlawan, heh?

"Jangan menyentuh Hinata-sama!" Aku mengangguk mengerti, jadi dia pengawal Hyuuga malang itu. Aku menatapnya dengan tatapan meremehkan.

"Kalau aku ingin menyentuhnya, apa maumu, Hyuuga?" Aku mendengus. "Aku yakin Hyuuga sepertimu belum ampuh jika melawan seorang Haruno." Aku tersenyum meremehkan. Hyuuga memang kalangan atas, namun diatasnya masih ada Haruno. Dan aku mendengar desas-desus, bahwa diatasnya lagi masih ada klan bernama Uchiha. Tapi aku tak peduli, toh Uchiha saat ini tak ada, jadi yang lebih berkuasa adalah Haruno!

"Cih, kau-" Aku yakin dia tak mampu meneruskan kata-katanya. Aku tersenyum saat dia membantu gadis indigo itu berdiri, dan meninggalkanku. Dasar pengecut!

Aku membalikkan badanku, aku melihat Karin dan Shion menganga menatapku. Aku tersenyum angkuh, kalian lihat, heh? Tak akan ada yang dapat mengalahkan seorang Haruno!

End of Sakura's POV

.

.

.

02.00 pm

"Tadaimaaa!" Sakura berseru kencang saat memasuki pintu 'istana'-nya. Para pelayannya menunduk hormat saat Sakura melewatinya. Gadis itu berjalan ke dapur, ia lelah karena banyak berteriak saat di sekolah tadi, gadis itu terkejut saat mendapati seseorang yang dirindukannya berada di dapur.

"Ayaaah!" seru Sakura. Haruno Kizashi membalikkan badannya dan tersenyum kepada putri semata wayangnya. Sakura segera berhambur memeluk sang ayah, sedangkan ibunya tersenyum kecil melihat reuni dari sepasang ayah-anak tersebut.

"Bagaimana sekolahmu?" tanya ayahnya tanpa menghilangkan senyuman dari wajahnya. Sakura tersenyum angkuh dan berkacak pinggang.

"Menyenangkan. Tak ada yang berani melawanku di sekolah. Aku seenaknya bisa memerintah mereka, ayah ingat? Haruno selalu menang!" Ayah Sakura tersenyum maklum, lalu meminta putrinya untuk duduk di sampingnya.

"Mereka bukan budak, Sakura. Kau tidak boleh memerintah temanmu seenaknya," tegur ayahnya halus, Sakura menggembungkan pipinya kesal.

"Mereka bukan temanku ayah, mereka tak selevel denganku! Temanku hanya Karin dan Shion, aku harus pilih-pilih teman, primadona sepertiku tidak akan berteman dengan orang jelek dan miskin!" kata Sakura tegas. Ayah dan Ibunya hanya mendesah pasrah. Putrinya memang benar-benar sombong, tak heran jika orang tua Sakura telah banyak mendapat teguran dari berbagai pihak, namun tentu saja teguran halus, karena tak akan ada yang berani menegur secara kasar.

.

.

.

Pagi datang kembali. Disaat seluruh makhluk hidup mulai menjalankan aktivitasnya masing-masing. Begitupun dengan Sakura. Gadis itu bersiap-siap menuju sekolahnya, ia semprotkan parfum bermerek di seragam yang telah di pakainya. Setelah siap, gadis itu memerintahkan sopir pribadinya untuk mengantarnya ke sekolah. Tak ada yang spesial baginya di pagi ini, semuanya sama saja seperti biasanya. Bahkan ketika sampai di sekolah pun, semuanya sama saja. Teriakan para fans-nya tak luput membuat telinganya terasa sakit. Gadis itu mendecih pelan, namun manik virdian-nya menangkap seseorang yang dibencinya, membuatnya tersenyum licik. Setidaknya, ini pasti akan menghilangkan rasa bosannya.

"Ne, Ohayou Sasuke~" Dengan nada manja, Sakura mendekati Sasuke yang meliriknya dengan tajam. Gadis itu berputar mengelilingi Sasuke dengan wajah yang sengaja ia buat menyebalkan. "Ternyata, orang sepertimu bisa juga datang sepagi ini~"

"Apa maumu?" tanya Sasuke sarkastik. Sedangkan gadis di depannya tersenyum sinis.

"Tak ada, aku hanya menanyakan alasan mengapa kau datang sepagi ini, itu saja." Sakura mengusap dagunya, berpura-pura berpikir. "Biasanya, orang sepertimu harus berjalan kaki ke sekolah dengan jarak jauh, atau mencari upah terlebih dahulu sebelum datang ke sekolah." Gadis berambut merah muda tersebut menjentikkan jarinya. "Ah! Atau jangan-jangan … kau bekerja sebagai tukang bersih-bersih di sekolah ini? Makanya kau datang lebih awal?" Sakura terkekeh geli. Sedangkan Sasuke hanya menatapnya dengan datar.

"Bukan urusanmu." Setelah berkata demikian, Sasuke melangkahkan kakinya. Sakura tersenyum meremehkan.

"Kau marah, heh?" ejek Sakura. Sasuke tak menghiraukannya dan tetap berjalan, membuat Sakura sedikit kesal. Gadis itu memutuskan untuk mengejarnya, namun entah mengapa kakinya sulit bergerak. Emerald gadis itu bergulir ke sana-kemari, mencari mangsa yang tepat untuk dihina. Namun gadis tersebut tidak menemukan siapapun yang pantas untuk dicaci maki, membuatnya mendesah pasrah dan memutuskan untuk beranjak menuju kelasnya.

.

.

.

"Sakuraa!" Sakura tersenyum sumringah saat melihat kedua sahabatnya. Sakura segera berlari menuju sahabatnya tersebut, dan mendudukkan dirinya di sebelah Shion.

"Hei, lihat ini! Toko di sana menjual aksesoris baru!" Karin memekik girang, Sakura menatapnya malas.

"Kau mau beli lagi? Kau kan sudah punya banyak aksesoris, Karin," tegur Shion. Sakura mengangguk mengiyakan omongan Shion. Karin menatap keduanya seraya mendengus kesal.

"Tapi aku kan mau mencoba yang baru! Aku bosan dengan aksesoris lamaku!" tutur Karin. Sedangkan kedua sahabatnya hanya menatapnya malas, gadis berkacamata tersebut memang menggilai benda bernama aksesoris.

"Temani aku yah~" Nah, mulai lagi. Disaat seperti ini, pasti Karin merengek minta ditemani membeli aksesoris. Dan sasaran utamanya pasti Sakura dan Shion. Dengan segala bentuk rayuan dan rengekan yang dilontarkan gadis merah itu, akhirnya Sakura dan Shion mengangguk pasrah.

.

.

.

"Kyaa! Gelang ini lucu!" Sakura memutar bola matanya, ia bosan berada di tempat ini. Kakinya terasa pegal, ia menghabiskan waktu lama berada di tempat ini. Gadis itu melirik arlojinya, pukultujuh malam. Pasti para pengawalnya sedang resah mancarinya saat ini.

"Karin, aku sudah mau pulang! Cepatlah…" Sepertinya Shion kurang lebih sama jenuhnya dengan Sakura. Gadis pirang pucat itu sudah berkali-kali mengajak Karin untuk pulang, yang tentu saja tak pernah digubris oleh gadis bersurai merah tersebut.

"Iya, iya." Dengan pasrah, akhirnya Karin berhasil mereka seret menuju kasir. Gadis itu membayar aksesoris yang dibelinya, dan keluar menyusul Sakura dan Shion.

"Nah, kalian pulang naik apa?" tanya Karin. Hari sudah gelap, mana mungkin mereka pulang jalan kaki. Selain kaki mereka sudah sangat pegal, mereka terlalu gengsi untuk berjalan kaki.

"Hmm … aku lapar, kalian tidak mau mencari makan dulu sebelum pulang?" tanya Shion seraya mengelus perutnya, dan disusul oleh bunyi perut Karin dan Sakura.

"Uangku habis, Sakura … traktir kami yah?" pinta Karin pada Sakura.

"Ah, aku-"

"Ayolah Sakura~ kita ini teman 'kan?" Perkataan Shion membuat Sakura mengangguk. Benar, mereka teman Sakura. Sakura tak ingin menyia-nyiakan temannya begitu saja.

.

.

.

"Tadaima~" Sakura mengernyit heran. Aneh, mengapa rumahnya begitu sunyi? Lampu juga tak ada satupun yang dinyalakan. "Tadaima!" Sakura berseru sekali lagi, tetap hening. Tak ada yang menyambut kedatangannya. Kemana orang-orang di rumahnya?

"Ayah? Ibu?" Sakura memanggil-manggil kedua orang tuanya. Tak ada jawaban dari mereka berdua. "Genmaaa?!" Sakura mulai takut. Tangan kurusnya meraba-raba dinding rumahnya, mencari saklar lampu, sambil terus memanggil-manggil ibu dan ayahnya.

Klik!

Emerald Sakura membulat lebar. Pupilnya mengecil, kaki gadis tersebut refleks mundur saat melihat mayat-mayat yang tergeletak bersimbah darah di depannya.

"K-kalian…" Sakura menutup mulutnya, para pelayannya … tergeletak tak berdaya. Gadis itu berlari kencang menelusuri rumahnya. "Ayah! Ibuu!" teriaknya panik. Gadis itu membuka pintu kamar ayah dan ibunya, dan menemukan keduanya tergeletak bersimbah darah, nyaris sama dengan apa yang terjadi pada pelayan-pelayannya.

"A-ayah…" Sakura menggoncang-goncangkan tubuh ayahnya. Tak ada jawaban. Tubuh gadis itu bergetar hebat, air matanya telah mengalir di pipi ranumnya. "Ibu…" Pandangannya beralih pada ibunya yang berada di dekat ayahnya. Sama, ibunya juga sama dengan ayahnya. Tak ada respon dari keduanya. Sakura menatap langit-langit kamarnya. Tidak. Ini hanya mimpi. Semua ini pasti hanya mimpi.

"KYAAAAAAA!"

Bugh!

.

.

.

Sakura mengerjap-ngerjapkan matanya. Aroma busuk tercium di hidungnya saat ini. Ia segera bangun, gadis itu tersentak saat ia menemukan dirinya ditengah-tengah rongsokan sampah. Gadis itu bangun dengan cepat, ia merasakan sakit pada tengkuknya. Ia tidak ingat apa yang terjadi, ia hanya mengingat mayat-mayat yang tergeletak di rumahnya, dan tengkuknya dipukuli sehingga ia pingsan. Tunggu … mengingat mayat, ia segera berdiri. Gadis malang tersebut berjalan sempoyongan menuju rumahnya yang telah di lilitkan garis larangan polisi. Sakura juga dapat melihat banyak polisi di pekarangan rumahnya. Pandangannya terasa kabur saat menatap rumahnya dan mayat-mayat yang dikeluarkan dari rumahnya. Pandangan gadis itu terus mengabur, sampai ia benar-benar kehilangan kesadarannya kembali.

.

.

.

"Enghh…" Sakura membuka matanya. Ia berada di ruangan asing saat ini. Sakura menatap ke samping kirinya, ia melihat ruangan ini dengan jelas. Ruangan ini terlihat sangat mewah. Gadis itu mengernyitkan kedua alisnya. Di mana ia sekarang?

"Kau sudah sadar?" Sakura tersentak kaget. Ia menoleh ke samping kanannya. Ia menemukan pemuda yang dibencinya tersenyum melihatnya.

"Di-di mana aku?" Sakura bertanya was-was.

"Hotel." Seketika mata emeraldanya membelalak kaget mendengar perkataan pemuda raven di depannya.

"K-kau…" Gadis itu menutup dadanya dengan kedua tangannya, wajah gadis itu memerah. "Kau keterlaluan! Memanfaatkan tubuhku disaat seperti ini!" teriak gadis itu marah. Sasuke mendengus menahan tawa.

"Seharusnya kau berterimakasih padaku," ucapnya singkat.

"Terimakasih? Huh! Jangan harap!" Sasuke menatap Sakura dengan pandangan yang sulit diartikan. Pemuda itu menghela nafas.

"Bahkan disaat seperti ini, kau masih mempertahankan sifat sombongmu itu." Sakura tersentak mendengar perkataan Sasuke. "Hartamu sudah musnah. Rumahmu dilelang, ternyata keluarga Haruno memiliki banyak hutang." Mata Sakura membelalak lebar.

"Jangan bercanda!"

"Apakah aku terlihat bercanda?" Sakura menatap Sasuke. Pemuda itu memang memasang wajah serius sekarang. "Kau sudah tak punya apa-apa lagi sekarang. Terimalah itu, Sakura." Sakura menggelengkan kepalanya.

"Tidak! Tidak mungkin!" Sakura menatap Sasuke tajam. "Kau … lalu kenapa kau di sini, hah?! Kau mau memakiku yang sudah tak berdaya lagi, hah?! Kau mau balas dendam padaku?!" Sakura menuding Sasuke. Sedangkan Sasuke tersenyum miring.

"Aku akan melakukannya jika aku bisa," ucap pemuda itu. Sakura menatapnya bingung.

"Apa maksudmu?!"

"Hn, sudahlah. Kau mandi sana! Dasar bau!" Sakura mengendus, ia memang bau sampah sekarang. Ia segera menuju kamar mandi hotel tersebut. Namun, ini merupakan sebuah keganjilan bagi Sakura.

"Kau yang membayar sewa hotel ini?" tanya Sakura curiga. Mana mungkin Sasuke yang membayarnya, pasalnya, pemuda itu kan miskin! Tapi, kalau bukan Sasuke, siapa lagi?#ala iklan

"Itu tidak penting, sana mandi! Baumu menyumbat hidungku." Sakura mendengus. Sepertinya pemuda itu memang berniat balas dendam padanya. Sakura merenung di bawah shower yang meneteskan liquid bening yang membasahi tubuhnya. Terlalu banyak hal yang terjadi padanya. Namun … mengapa Sasuke ada bersamanya? Mengapa ia langsung berada di hotel ini? Dan … ini mimpi atau sebuah realita?

Tuhan … kumohon jawablah!

.

.

.

TBC

Yo minna! Aku hadir dengan fic baruku! Wkwkwk…

Ini hanya threeshoots kok, jadi nggak menghambat update-an Still dan Night School#plak

Ehm, as usual, aku orang yang susah nentuin genre dari sebuah fic -_-

Ada yang bisa ngasih usul genre fic ini selain romance? T.T

Oh ya, REVIEW PLEASEEE! Harus! Yang baca harus review!#nodong pedang

Arigatou!

Hany-chan DHA E3