Sore itu langit nampak mendung, rintik hujan pun perlahan mulai jatuh membasahi bumi. Para pejalan kaki mulai mempercepat langkah mereka guna menghindari hujan, beberapa memilih berteduh dan sisanya telah membuka payung masing-masing.

"Gawat aku harus cepat-ssu ",

Seorang pemuda bersurai blonde nampak tengah berlari melesak diantara orang-orang. Ditangannya terdapat sebuah payung tapi entah karena alasan apa ia tak mau menggunakannya.

Kise Ryouta, pemuda berwajah manis itu terus berlari tanpa memperdulikan jika seragamnya sedikit mulai basah.

Begitu ia melihat gerbang Sekolah bertuliskan Touo, senyum tipis terlukis di bibirnya.

"Kusso, ini sangat dingin-ssu", gumamnya sambil mengibaskan lengan kemeja putinya yang basah.

Setelah mendapat tempat berteduh, pemuda beriris madu itu segera mengeluarkan smart phone dari dalam tas nya kemudian menekan tombol dialing untuk menelfon seseorang.

"Moshi-moshi, aku sudah sampai-ssu apa masih lama?", ujarnya riang pada seseorang disambungan telfonnya.

"Souka.., aku ditempat biasa-ssu, jaa nee", dan Setelah dirasa cukup ia pun segera mengakhiri percakapan mereka.

Melihat Arloji perak dipergelangan tangan kirinya, Kise tak henti memamerkan senyum manis kebanggaannya. Arloji berwarna perak itu adalah hadiah ulang tahunnya. Modelnya memang tak begitu wah namun itu tak masalah bagi Kise karena Arloji itu spesial. Ya hadiah ulang tahun terbaik yang pernah ia terima.

Iris sewarna madunya terus melihat berkeliling dengan penuh semangat mencari sosok yang sedari tadi ditunggunya. Hingga seorang pemuda berkulit tan muncul dibelakangnya.

"Hei, baka! Sudah ku bilang tak usah menjemputku bukan! Kau benar-benar dobe ya", seru pemuda tan itu jengkel.

Wajah Kise membuncah bahagia saat akhirnya ia mendengar suara baritone rendah yang sangat ia kenali itu. Iris madunya menangkap sosok bertubuh jangkung itu tengah bersandar ditembok tepat dibelakangnya.

"Aku tidaklah dobe-ssu. Aominecchi hidoii..", cibirnya kesal sambil menggembungkan pipinya lucu.

Pemuda yang dipanggilnya Aominecchi itu hanya bisa memutar matanya menanggapi sikap menggemaskan Kise.

Tangan berotot itu mengacak surai pirang pemuda yang paling dicintainya itu dengan gemas, membuat sang empunya meronta tak suka.

"Hentikan-ssu! Kau membuat rambut ku berantakan",

Aomine Daiki, pemuda bersurai hitam kebiruan itu tersenyum teduh. Ia merangkul pundak langsing kekasihnya itu sayang.

"Ayo kita pulang", mengecupnya tepat dikening kemudian ke dua pemuda itu pun berjalan bersama memakai satu payung yang sama. What a beautiful rainy day, right?

FIN