.
.
Unquenchable
.
.
Story by Spica Zoe
.
Kepemilikan Naruto bukan tanggung jawab saya
.
.
Peringatan,
Cerita berat . Mengandung unsur antagonis moral . Cerita dewasa .
.
Note : Mengambil keputusan memakai chara Tsunade saat Dan (kekasihnya di anime) masih hidup. Intinya saya memakai chara Tsunade muda.
.
.
.
Sakura menutup kesal laptop yang baru saja diperhatikannya. Mendapati artikel murahan dengan gosip murahan memaksanya untuk mengawali pagi ini dengan kepenatan dan kedangkalan pikiran. Meski ia tahu, apa yang ia baca sebenarnya bukanlah gosip semata.
Tapi biar bagaimana pun, Sakura tidak suka kebenaran itu kembali terungkap. Tentang masa lalu, tentang hal yang sejak dulu tidak ia suka.
.
.
.
Dering pertama terdengar.
Tsunade mulai tersadar. Kebisingan suara dari ponsel yang terletak di atas nakas membuatnya terbangun, mau tidak mau.
Dering kedua masih berlanjut.
Dengan daya yang masih belum sepenuhnya ia miliki, Tsunade mulai menggerakan tangannya. Meraih ponsel yang dengan tak tahu diri mengganggu tidurnya.
Dering ketiga mulai menjengkelkan.
Memaksa kesadarannya berperan cepat mengambil ahli tubuhnya. Ditepisnya tangan yang merangkulnya. Deringan ini sungguh sangat mengganggu.
Dering keempat-
"Kau masih mau tidur sampai jam berapa?!"
Tsunade menghempas tubuhnya malas. Makian ini. Tidak lain dan tidak bukan adalah milik adiknya, Sakura. Tsunade masih terus membiarkan suara-suara Sakura menusuk pendengarannya. Dengan kalimat-kalimat lain dan makian-makian lain yang selalu mengguruinya. Ditumpuk satu tangannya lain lain dikening, Tsunade masih menyempatkan diri menatap wajah pria yang baru saja melewatkan malam panjang dengannya di tempat ini.
"Apa yang kau lakukan?"
Seakan mengetahui apa yang sedang Tsunade lakukan, Sakura menebak kemungkinan terbesar apa yang paling bisa terjadi pada kakaknya. Tak segera mendapat jawaban, Sakura bangkit dari duduknya. Berdiri di sisi jendela ruangan tempatnya berpijak. Sambil menunggu jawaban. Sambil ia tahan emosinya yang meluap. Dengan tangan yang ia simpan di dadanya. Mengantisipasi kemungkinan akan jawaba yang akan Tsunade berikan.
"Malam tadi, aku harus menemui beberapa rekan untuk membicarakan proyek kerja yang tengah menyimpang." Tsunade bangkit. Menahan Selimut yang akan merosot jatuh dari tubuhnya. Menyandarkan punggung di kepala ranjang dengan tumpukan bantal. Lalu menarik kedua kakinya untuk terlipat. Memeluk lututnya. Dan bibirnya masih terus saja berusaha berbicara. "Dan aku tidak punya cukup waktu untuk pulang."
Sakura tahu. Meski ia yakin, bukan itu kenyataan sebenarnya yang tengah Tsunade katakan. Iya tahu.
Tsunade meraih jari-jari kakinya. Memainkannya bersamaan dengan bibirnya yang masih terus mengoceh pada Sakura. Mengatakan kebohongan dan meyakinkan Sakura dengan hal yang tidak pernah ia lakukan.
"Tsuna-neesan."
Tsunade berhenti. Hanya dengan satu panggilan kecil yang khas yang Sakura ucapkan, Tsunade menghentikan semua kegiatannya. Mendadak, ada yang langsung membebani perasaannya. Semua yang telah ia lakukan sejak dulu telah salah. Rasanya, percuma untuk meninggalkan semuanya dan mencari kebahagiaan. Tsunade telah terlanjur terjerumus.
"Ya."
Sakura menarik napasnya berat. Tirai-tirai di jendela melambai mengeluarkan suara. Memberinya nuansa menggetarkan dan keinginan berbicara. Ia yang paling tahu apa yang harus ia lakukan. Kepeduliannya terlalu besar, dan ia tidak mau semuanya terabaikan begitu saja.
Kesakitan ini.
Kesalahan ini.
Rasa malu ini.
Masih bisa mereka perbaiki.
"Kau tidak harus lari hanya karena mereka mengetahui kebenarannya."
Remuk bagai gelas yang tengah diisi air panas. Begitulah perasaan yang tengah Tsunade rasakan saat Sakura mengatakannya. Tsunade memaksa bibirnya tersenyum meski matanya telah berkaca-kaca. Ada linangan yang tersembunyi tapi memaksa untuk menampilkan dirinya.
Tsunade sadar, ia sudah kalah berkali-kali. Tapi, bagi Sakura itu adalah sebuah kemenangan jika Tsunade tidak memutuskan untuk menyerah. Dan setiap kali Sakura meyakinkan, Tsunade selalu menurut untuk mencobanya.
Setelah menyudahi pembicaraan. Tsunade bangkit dari ranjangnya. Efek dari gerakannya, menimbulkan gangguan kecil bagi pria lain yang tengah ia tinggalkan. Kesadaran pria itu mulai terkumpul. Dan Tsunade mengabaikannya.
Menarik selimut dan menutupi tubuh telanjangnya.
"Kau mau kemana?"
Sambil mengutipi satu persatu pakaiannya yang berserak di atas lantai. Tsunade merespon datar. "Kembali pulang."
"Dan kita akan bertemu lagi?"
Tsunade terhenti. Tidak. Ini tidak mungkin akan bisa ia ulangi kembali. Pertemuan ini akan kembali menyeretnya dalam kebimbangan. Mendesaknya untuk mengulang dan terus mengulang.
"Kakashi. Jangan pernah mengharapkanku."
Dan Tsunade meninggalkannya.
.
Sakura duduk di ruangannya. Salah satu ruang tertinggi dari gedung mewah yang orang-orang sebut sebagai kemegahan Senju Corp. Perusahan yang mengelolah semua aset alam di Konoha. Salah satu perusahaan ternama yang telah menjadi cikal bakal kota itu sendiri. Menatapi beberapa lembar data yang telah ia himpun. Lalu meminimalisir dalam kelompok kerja yang tengah ia sesuaikan di dalam laptopnya.
Tsunade belum menunjukan kehadirannya. Sudah siang hari, dan tidak ada kabar sama sekali yang Sakura terima. Ia takut, sesuatu terjadi padanya.
"Kau yakin baik-baik saja membiarkanmu memasuki gedung dengan keadaan seperti ini?"
Kakashi menatap Tsunade tenang. Mereka telah sampai di depan gedung Senju Corp. Dan Kakashi ragu membiarkan Tsunade masuk karena ia yakin pasti banyak hal yang akan terjadi di sana. Belum lagi, mereka telah melihat sudah ada beberapa wartawan yang tengah menunggu.
"Aku baik-baik saja." Tsunade mengambil keputusan. Keluar dari mobil, dengan kaca mata hitam yang mungkin bisa membantu penyamarannya. Tapi memang tidak semudah itu. Kenyataannya, kehadirannya memang telah mengundang rentetan langkah cepat para wartawan yang kini tengah mengejarnya.
Tsunade mempercepat langkahnya. Tapi sia-sia.
"Tsuna-hime ... Tsunade-hime ... bisa kami-"
"Apa kabar hime?"
Tsunade tidak peduli. Ia tetap melangkahkan kaki saat semua suara mendesaknya untuk menjawab. Ia hanya harus bersabar. Menutup bibirnya rapat-rapat akan membuat mereka menyerah untuk berucap.
"Apa rumor tentang masa lalu anda itu benar?"
Tsunade tidak menjawab. Beberapa langkah lagi, ia akan tiba di lobby utama. Beberapa penjaga mungkin akan membantunya. Hanya harus bersabar untuk tetap ...
"Tapi tidak mungkin kan, jika anda dulu pernah berperan dalam pembuatan video dewasa?"
... melangkah, atau mungkin tidak.
Pertanyaan itu mampu membuat kaki Tsunade keluh seketika. Tsunade menatap marah salah satu wartawan yang berhasil memancing amarahnya.
"Kau-"
"Maaf. Maaf. Kalian sudah benar-benar melewati batas privasi." Sebelum akhirnya ada satu rangkulan yang Tsunade rasakan di kedua bahunya. Membawanya melangkah, dan meninggalkan pandangan pada kerumunan wartawan yang tengah di halau oleh beberapa orang berpakaian serba hitam.
"Tsunade-hime! Tsunade-
"Jadi rumor itu ben-"
Hingga suara-suara itu menghilang dari pendengarannya.
.
"Kakashi, kau?"
Di dalam sebuah lift yang hanya ada mereka berdua. Kakashi mengabaikan pertanyaan-pertanyaan tak tersirat Tsunade dengan pengabaian. Tsunade tidak perlu mengulangi, berapa kali ia telah menyuruh Kakashi untuk tidak menunjukan dirinya pada orang-orang di sekitar Tsunade. Biarkan saja menjadi misteri. Dan biarkan hanya menjadi rahasia di antara mereka berdua.
Hubungan mereka hanya sebatas perkenalan antara seorang teman, tidak lebih. Meskipun Tsunade sadar, tidak layak baginya untuk menjadi seorang teman bagi Kakashi yang orang-orang kenal sebagai-
"Apa kau lihat siapa pria itu?"
"Dia mirip Hatake Kakashi."
"Serius?"
"Ini akan menjadi rumor baru."
"Perkenalkan aku pada adikmu, orang-orangmu dan semua orang di Konoha, jika kita punya hubungan."
.
Sakura menoleh saat pintu ruangannya terbuka. Dua bayangan telah hadir menjajah pengelihatannya. Ia hampir lupa jika akan kedatangan seorang tamu agung untuk ikatan kerja sama pada sebuah film yang akan ia bintangi.
Menjadikan gedung ini tempat pertemuan adalah pilihan terbaik, karena Sakura selalu menyakinkan, sebagian ruang yang telah ia ubah sebagai kantornya adalah tempat teraman yang bisa ia samarkan dibalik bayang-bayang kemegahan Senju Corp.
"Sakura. Perkenalkan. Uchiha Sasuke."
Uzumaki Naruto, salah satu sutradara ternama yang sudah Sakura anggap sebagai sahabat sendiri, dengan tingkah khasnya tersenyum memberi Sakura sambutan hangat. Memperkenalkan sosok dingin yang Sakura duga akan menjadi produser pada filmnya kali ini.
Sebuah senyuman canggung dan uluran tangan, Sakura berikan pada Sasuke. Sebagai seorang artis, Sakura telah bertemu ribuan mata yang pernah menatapnya. Ribuan pancaran yang pernah menghakiminya. Tapi baru ini ia merasa, tatapan pria ini seakan dengan yakin ingin menelanjanginya.
"Haruno Sakura."
Hangatnya tangan Sasuke, seakan mampu memberikan satu sengatan yang menjalar ke seluruh tubuh Sakura. Melalui tatapan matanya yang dingin, Sasuke mampu membuat Sakura terdiam tanpa sebab.
Pesonanya.
Sakura terjebak.
.
.
.
.
AN: Lagi pengen buat tema berat, di mana Sakura mengalami dilema akan kisah cintanya sendiri.
Chapter ini hanya chapter percobaan.
.
.
.
"President Direktur Senju Corp tengah berada dalam masalah."
Pria bersurai merah itu menghabiskan minumannya dalam sekali teguk. Ucapan dari seorang yang berada di sampingnya tidak ia respon berlebihan. Dalam gelapnya malam. Ia memilih diam.
"Jika Senju jatuh, apa Hyuga dan Uchiha mampu merangkak naik?"
Surai merah yang menyala itu bangkit, raut wajahnya tidak terbaca. Imajinasi untuk membayangkan apa yang akan terjadi tidak mampu menguasai pikirannya.
Hinata tersenyum melihat tingkahnya yang tersesat. Satu dari tiga orang yang berada di sana telah memilih mundur dalam pesta kecil ketiganya.
"Dia akan baik-baik saja 'kan?"
Shino menerawang, "Kazeya Gaara akan selalu baik-baik saja."
.
.
.
.
.
TBC
