Aku rekomendasiin baca ini sambil dengerin lagu EXO ~ Fall.
happy reading
-
Semilir angin dingin pesisir pantai berhembus memasuki jendela kamar yang terbuka. Menerpa wajah pucat dari sosok mungil di atas ranjang. Sipit sayunya menatap kosong pada buku gambar di pangkuannya. Tangan lentiknya bergerak mengikuti naluri di atas kertas putih itu. Menodainya dengan tinta hitam yang terselip di jari-jari kurusnya.
Jiwanya disana. Namun tak ada yang tau bahwa memorinya kembali melalangbuana pada masa lalu. Debu keras ombak yang menabrak karang di pantai pun tak mampu mengalihkan pemikirannya.
"Baekhyunie," Suara berat di ambang pintu mengalihkan pandangannya dari buku gambar.
"Oh, Chanyeolie. Lihat! Apa ini mirip?!" Serunya riang.
Lelaki jangkung di hadapannya tersenyum dan menghampiri kekasih hatinya itu. Mengacak surai lembutnya kemudian.
"Hmm, kau tak bosan menggambar wajahku setiap hari?" Tanya sosok jangkung itu.
"Tidak, sampai aku benar-benar berhasil" Yakinnya kemudian.
"Aku bahkan berharap kau tak akan berhasil dan melupakanku kemudian." Gumaman lirih lelaki itu tak sampai ketelinga si mungil.
"Hmm? Kau mengatakan sesuatu?" Tanyanya.
Lelaki itu hanya tersenyum menjawabnya.
"Ingin melihat pantai?" Tawaran lelaki itu disambut pekikan riang dari si mungil.
Mereka pun berjalan menyusuri pantai dengan tangan saling bertautan erat. Senyuman merekah di bibir keduanya. Semilir angin senja di pantai itu menerpa wajah keduanya.
Lelaki tinggi menghentikan langkahnya. Melepaskan tautan tangannya dan melangkah kedepan satu kali sebelum membalikan tubuhnya untuk saling berhadapan dengan si mungil.
Tangannya menyingkirkan poni si mungil yang menutupi sipit beningnya. Lelaki tinggi itu tersenyum dan menyentuh lembut pipi si mungil. Menulari si mungil untuk turut tersenyum.
"Ingat ini baik-baik Baekhyun. Seberapa jauh kakiku melangkah, seberapa lama aku menghilang, seberapa dalam kau membenciku. Aku adalah seseorang yang begitu mencintaimu. Selalu mencintaimu. Hanya dirimu." Ucap si lelaki tinggi.
Si mungil mengernyitkan dahinya tak mengerti.
"Kau berbicara seolah akan pergi jauh Chanyeolie. Berhenti bercanda yang tidak-tidak. Aku tau kau sangat mencintaiku. Akupun begitu. Lalu apa masalahnya?" Si mungil sedikit merengut mengatakannya.
Lelaki di hadapannya hanya tersenyum dan mencium kening si mungil begitu dalam kemudian. Menyalurkan betapa lelaki itu mencintainya.
Mereka kembali membawa langkahnya menyusuri pantai dengan tangan yang kembali bertaut erat.
-
Senja kala itu, pintu kamarnya di ketuk dari luar. Ibunya masuk dengan secangkir Coklat panas di tangannya.
Mengusap rambut si mungil untuk mengalihkan fokusnya dari buku gambar di pangkuannya.
"Kau masih melakukannya?" Suara lembut sang ibu terdengar di telinganya.
"Hmm, aku masih payah bu, aku sungguh ingin berhasil melakukannya dan memberikannya sebagai hadian di ulang tahunnya nanti. Bukankah itu sangat istimewa?" Serunya riang.
Sang ibu hanya tersenyum dan menatap sendu si mungil yang kembali melanjutkan kegiatannya.
"Kau sudah berusaha keras, sayang. Chanyeol pasti akan sangat senang." Sang ibu kembali berujar.
Si mungil tersenyum mendengar penuturan ibunya dan melanjutkan kegiatannya.
"Ibu harap kau selalu menjalani hidupmu dengan bahagia, sayang." Ucapnya dengan wajah sedih. Air mata menggenang di irisya yang serupa dengan si mungil.
Si mungil menghentikan kegiatannya dan menatap tak mengerti pada sang ibu.
"Tentu, bu." Yakinnya kemudian.
-
Debur ombak di senja kala itu mengiringi langkah si mungil untuk menyusuri jalan setapak di pesisir. Langkahnya riang dengan senandung kecil terdengar dari bibir tipisnya.
Senyumnya melebar kala iris tipisnya menemukan sang kekasih di taman ujung pantai. Langkahnya dia percepat.
"Chanyeolie,"Panggil si mungil.Lelaki jangkung disana menolehkan kepalanya dan membalas senyum si mungil.
"Terimakasih sudah datang. Maaf aku mengganggumu." Ucap lelaki jangkung itu.
Simungil menggelengkan kepalanya.
"Tidak sama sekali Chanyeolie, aku senang." Ujar si mungil.
"Ada yang ingin kuberikan padamu. Tapi sebelumnya aku ingin kau percaya apa yang aku katakan ini" tutur lelaki itu.
Si mungil mengernyit tak mengerti, namun mengangguk setelahnya.
Lelaki itu meremat lembut pundak sempit si mungil. Menatap teduh kedua iris beningnya. Dan menghela nafas dalam kemudian.
"Aku mencintaimu, Baek. Sangat amat mencintaimu. Aku ingin selamanya bersamamu. Menjalani hidup hanya dengan dirimu. Sungguh. Kau percaya padaku kan?" Lelaki itu menatap dalam kedua iris sipit si mungil.
"Aku percaya Chanyeolie. Sebenarnya ada apa? Jangan membuatku takut." Si mungil gelisah dalam berdirinya. Perasaanya menjadi tak nyaman.
Lelaki tinggi itu menurunkan kedua tangannya dari pundak si mungil. Dan mengambil sesuatu dari balik jaket yang dikenakannya. Tangannya terjulur memberikan benda itu kepada si mungil.
Si mungil mengambil ragu benda itu. Namun airmata langsung menetes dari irisnya saat membuka dan mengetahui isi di dalamnya.
Surat Undangan.
Dentuman keras langsung menghantam dada si mungil. Tangannya gemetar membaca setiap untaian kata yang tertulis di surat undangan itu.
Park Chanyeol dan Ahn Jaeni
Isakan tangis mulai terdengar dari bibir tipisnya.
"Maafkan aku Baek. Aku mencintaimu tapi aku tak bisa hidup bersamamu. Ahn Jaeni, dia mengandung anaku. Maafkan aku, sungguh." Ujar lelaki jangkung itu.
Bagai petir perkataan lelaki jangkung itu mendengung di pendengaran Si mungil.
Si mungil hanya tertunduk dengan air mata yang semakin membanjiri wajahnya. Tangan gemetarnya meremat kuat undangan di tangannya.
"Carilah pasangan lain yang mencintaimu dengan tulus. Hiduplah dengan bahagia setelah ini." Lelaki itu mengecup lembut pucuk kepala si mungil untuk terakhir kalinya. Dan melangkah meninggalkan si mungil.
Si mungil mulai meraung keras. Dadanya yang sesak dia pukul dengan kepalan tangannya. Kakinya yang tak sanggup menopang tubuhnya pun lemas dan membuatnya jatuh bersimpuh di atas pasir.
Si mungil meremas kuat pasir di bawahnya. Menjambak rambutnya kasar. Dan berteriak keras di temani sang matahari yang mulai menyembunyikan cahayanya.
Lelaki mungil itu menghapus kasar air matanya saat tersadar dari memori masa lalu yang sangat menyakitinya.
Pandangannya kembali pada buku gambar di pangkuannya.
Sempurna.
Sketsa wajah seseorang disana begitu sempurna. Si mungil berhasil melakukannya. Tidak ada cacat sedikitpun di sketsa itu.
"Aku berhasil Chanyeolie." Ucapnya sendu. Lalu melanjutkan ucapannya.
"Selamat ulang tahun."
