Sengoku BASARA by CAPCOM.
Mitsunari punya saya―
ENTE KAGAK KAPOK-KAPOK JUGA, CHILDREN?!
... oke, punya CAPCOM juga
.
.
cover bukan punya saya.
.
.
WARNINGS :
typo, OOC, abal, ancur, dan JANGAN SEKALI-KALI BACA SAMBIL NAEK ROLLER COASTER, ntar muntahnya makin banyak.
.
Sasuke's POV . SasuGa friendship . School!AU . Drama . Slice of Life
.
.
.
.
.
.
.
オ ◦ ソ ◦ ラ
[Osora ― Sky]
.
―kedua pasang netra pun memandang lazuardi bernaungkan awan bersama.
.
.
.
.
Sore yang sama seperti hari-hari sebelumnya.
Memang cukup membosankan. Hidup yang kujalani terasa monoton sejak aku dilahirkan. Tidak ada yang luar biasa maupun hal-hal fantastis dalam tiap peristiwa yang kulewati. Berjalan di jalan yang sama, menyeberangi jembatan yang sama demi mencapai sekolah, menyapa kawan, fokus terhadap ujian―yang telah berlangsung semenjak bangku SD―dan segala macam kegiatan yang―kuyakini―hampir seluruhnya sama dengan kalian yang juga peserta belajar yang mengenyam jenjang pendidikan.
"Oi, Sasuke. Nggak ikut main bola?"
.
Tidak ada pengecualian untuk ini.
Yukimura dan yang lain mengajakku bermain sepulang sekolah.
"Oh, maaf Yuki. Aku mau menjernihkan pikiran sebentar. Lain waktu, mungkin? Ujian matematika tadi membuatku limbung."
"Oke, sampai jumpa!" Ia meninggalkanku dan menghambur ke kerumunan teman-temannya―sebut saja Keiji, Masamune, atau Toshiie. Entahlah, aku tidak begitu peduli―hingga mengecil bayangannya lalu menghilang di mataku.
.
Yah, memang Yukimura adalah seseorang yang tidak ingin repot-repot untuk tahu masalah orang lain. Jadi, kebohongan yang terlontar dari ucapanku dianggapnya percaya dan aku aman.
―yang dalam alasan sesungguhnya, aku merasa mati meski jelas aku bernyawa dan bergerak di dunia ini.
Hampa, jelas hanya itu yang kurasakan. Tiada keistimewaan dalam lembar-lembar perjalanan hidupku. Terkadang aku bergumam, apalah arti kehidupan yang sesungguhnya jika aku ini tumbuh besar dalam belit rumah tangga yang begitu mencekam?
Hampir setiap hari orang tuaku bertengkar, saling memaki, adu mulut, tiada habisnya. Bahkan bisa kulihat dengan mata kepalaku sendiri, dimana ayahku―dengan teganya―menampar keras wajah ibu sampai sekuat tenaga. Memberikan bekas luka dan rasa sakit tidak hanya secara fisik, batin pun ikut tersiksa dan aku tahu perlakuan itu memang buruk. Amat buruk. Tapi anehnya, aku cuma bisa menutup mata atas kejadian itu.
Dan berperan menjadi boneka usang yang teronggok tanpa daya. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan, rasanya aku ingin lari dari kenyataan.
Yah, kurasa memanfaatkan tiga perempat dari seharian waktuku di sekolah cukup meringankan masalah ini. Meski hanya sedikit.
.
.
Syukur, cuaca cukup bersahabat. Aku merapikan buku dan meninggalkan kelas sambil berlari tergesa-gesa. Menaiki tangga demi menjejaki lantai paling atas karena aku ingin ke atap sekolah―inilah pelarian yang sesungguhnya terhadap kekacauan di rumah. Sudah kujalani sejak pertama menduduki bangku di SMA ini. Kesendirian yang kudapat saat meneliti daun-daun berguguran maupun seberapa banyak burung gereja yang bertengger di pagar kawat menjadi hiburanku saat di sana. Tidak kuanggap sebagai hal yang monoton―ini juga terjadi setiap hari juga, bukan?―berdasarkan pemikiranku.
Entahlah, aku hanya suka mengamati bagian-bagian kecil di dalam semesta agung tanpa penghujung ini.
"Yosh…"
Aku menatap senang kunci atap pemberian Shingen-sensei, memainkannya sebentar dan akhirnya kumasukkan dalam saku-ku. Kaki yang perlahan melangkah dari ruang gedung sekolah yang remang menuju dunia luar yang dipenuhi cahaya memang terasa seperti memasuki dunia baru. Aku pun segera disuguhi dengan hembusan angin. Sejuk dan menyegarkan. Belum lagi sodoran panorama akan potret lalu-lalang berbagai manusia dan segala urusannya, dilihat dari atas atap sekolah ini.
Benar-benar, aku merasakan sensasi kebebasan ala reformasi di sini. Aku bisa berbuat sesuka hati. Setiap kupandangi segalanya di atas ini, sebisa mungkin kulupakan semua nestapa yang menggantung dan membebani hati.
Aku―
.
.
.
"Uhh… hiks…"
.
Tunggu sebentar.
.
Ada orang di sini?
.
"Hiks… hiks… ukh…"
.
.
Dari suaranya, aku tahu dia perempuan. Tangisannya keras sekali, aku penasaran. Sekaligus kaget, karena hingga detik ini baru kutahu ada seseorang lagi yang menggunakan atap ini selain aku seorang diri.
Leher sudi berputar, aku menengok ke arah belakang yang terdapat sumber suara yang jelas di telingaku.
.
.
.
.
Aku kenal dia.
Kasuga, gadis yang satu kelas denganku. Dia yang selalu ceria, yang kulihat dari sorot matanya, memiliki segalanya dan―menurutku―masa depan yang cerah. Murah senyum lagi ramah. Baik hati, penolong. Aku hingga iri dibuatnya―hei, aku melihatnya dengan jarak yang cukup tanpa berinteraksi denganya, tahu!
Dan pertanyaannya,
ternyata ia bisa menangis seperti ini―untuk yang kedua kalinya, aku sukses kaget.
Kedua tangannya sibuk satu sama lain, pihak kanan berusaha menyeka air mata sementara sisi lawan sedang memegang buku sketsa dan tempat pensil―terlihat tebal. Ia duduk diam bersandar di dinding layaknya patung minus bagian atas tubuh yang bergerak karena guncangan pundaknya. Ia sesenggukan.
Kakiku melangkah begitu saja seperti tersihir. Aku, dengan rasa keinginan tahuku kepada gadis berkekuatan optimis yang mendadak berubah drastis ini, mulai mendekat memperkecil jarak. Meski begitu, kelihatannya aura kehadiranku tidak ditangkap olehnya yang masih asyik dalam kesedihannya.
Setelah beberapa jarak kurasa cukup dekat dengannya, aku berjongkok. Kuteguk ludah, mempersiapkan mental karena ini adalah kali pertamanya aku berbicara padanya. Aku meremas gagang tasku.
"Kasuga-san?"
Aku tidak heran kalau dia tertegun mendengar suaraku. Ia memandangku bersama wajah merahnya yang penuh air mata dan― err… mungkin aku menyebutnya―ingus. Tak lupa, ia mengerjapkan kelopak matanya yang basah sebelum berbicara padaku, menyebut namaku.
"Sarutobi-kun?"
Aku kaget―ini kali ketiganya, bung. Tak disangka namaku ia ingat.
"Kau baik-baik saja?" Tanyaku tanpa ada perasaan simpatik apapun―lebih tepatnya, hanya sekadar ingin tahu. Aku sedikit mendekati wajahnya. Yang justru membuat gadis itu merasa kurang nyaman.
Aku jadi sedikit serba salah. Hah.
.
Ia menarik dirinya untuk menjauhiku. "Sa-Sarutobi… kun?!" Gadis itu setengah menjerit, sepertinya agak ketakutan.
"Bisa kesini darimana kau?"
―tiba-tiba alis Kasuga berkedut ngeri, iris kecokelatannya mengecil seolah aku makhluk buas yang siap menerkamnya. Langsung mendorongku hingga jatuh, ia memanggul tasnya dan menggenggam buku sketsanya erat lalu berlari kencang memasuki pintu keluar atap.
Sedikit heran juga, belum habis pikir malah. Ada juga yang sudi menduduki tempat privasiku ini.
(Kupikir sepertinya ada yang memiliki kunci atap selain Shingen-sensei.)
Tapi, entah mengapa aku tidak menyimpan dendam pada kelakuan gadis aneh itu. Padahal, setelah kupikir-pikir bisa saja aku menghajar kepala Yukimura yang menginjak kakiku karena tersenggol hal-hal apalah itu―dan itu juga disebabkan oleh ketidaksengajaan.
Lama sekali aku memandangi pintu penghubung gedung dan atap, area terakhir yang Kasuga sang gadis bercambang panjang di atas rata-rata itu pergi. Setelah itu, baru kusadari lamunanku kepada objek itu dan beralih kepada langit biru.
Dedaunan dan cicitan burung gereja hadir seperti biasanya, aku mengamatinya seolah hal yang terjadi beberapa sekian menit sebelumnya tidak pernah terjadi di muka bumi. Biar begitu, aku menyimpan rekam adegannya dalam otakku dan membuatku berpikir waras.
Apa yang sudah kulakukan?
Ini bukan seperti diriku yang biasanya!
Tapi, dari awal kupandangi wajahnya, terbesit sebuah kesimpulan aneh dariku bahwa―rasanya―aku dan dia memiliki suatu hal yang sama.
Itulah yang membuat nyali cukup tertantang untuk berbicara dengannya. Dan aku belum tahu apa hal yang sama itu.
Peduli setan―
Kusibukkan diriku kepada nuansa atap sekolah hingga tenggelamnya sang raja siang.
.
.
TuBerCulosis.
.
.
.
.
Ah, udah lama kaga bikin fic drama XD
Sekalian muasin napsu bejad akan kecintaan saya kepada pair inih #uyeah btw, GJK alias Gimana Jadinya Kalau pending dulu untuk sementara waktu yah, puyeng mikirin humor terus.
Yosh, review jika ingin lanjut. *maksa lu*
Oke, becanda.
Terima kasih dan salam titan :3
.
.
Review/flame?
