N.B: kesamaan ide hanyalah sebuah kebetulan belaka
Hai readers Hika yang saya cintai, kasihi dan hormati~ eh maaf ini bukan pidato ya. Oke, yang pertama, Hika mau meminta maaf. Sebenarnya sequel untuk Numbers sudah dipikirkan, konflik nya juga sudah ada, tapi setelah dipikir sepertinya ceritanya kurang seru, dan akhirnya Hika tunda deh sequelnya... Apalagi ada kemungkinan dibatalkan mengingat fic HMO saya masih in progress. Baiklah, sebagai permintaan maaf, Hika akan mempersembahkan one-shot, yang berkisah seputar tokoh Rin dan Len yang ada di cerita Numbers. Yah, mungkin di lain waktu Hika akan membuat one-shot seputar Numbers lagi. Oke deh, tanpa basa-basi lagi, selamat membaca!
"Sumpah, malu-maluin bener punya temen kayak gini." seorang gadis berambut pirang madu menepuk keningnya. Tampak sekali dari iris biru nya kalau ia kelelahan. Bahunya bergetar hebat, menahan diri agar ia tidak terpancing bisikan murid-murid yang ditujukan kepada dirinya dan lelaki di sebelahnya.
PLOK
"Huaaaa!" gadis malang itu berteriak kaget tatkala merasakan tepukan dari seseorang di bahunya.
"Rinny! Aku diejek sama teman-teman barukuuuuuu!" kata si penepuk bahu itu sambil nangis bombay.
SROOOT
Idih, jijik liat ingusnya.
Dan disinilah mereka, kembali untuk pertunjukkan tambahan pada panggung yang baru, yaitu dunia nyata...
Numbers: Encore
an original fanfiction by hikari-lenlen
Vocaloid (c)YAMAHA and Crypton Future Media
Number Days (c)Pacthesis
Len P.O.V
Hai para pembaca yang tercinta! Salam kangen dari Len, karakter utama kalian yang paling kece. Masih ingat aku 'kan? Itu loh, si "Pangeran" dari dunia taman bermain di fic yang lalu. Bingung? Mendingan baca lagi deh prequel fic ini.
Eh, maaf aku lupa! Namaku bukan Len lagi, tapi jadi Len Kagami—
"Len! Sudah kuingatkan, namamu Len Kagamine, bukan Len Kagami!"
Oh iya, sori hehe... Tau gak barusan itu suara siapa? Itu suara anak perempuan terimut, terpintar, tercantik, terbaik, juga paling rajin dalam menabung... Eh menabung itu apa ya? Aku sebenarnya nggak tau arti dari menabung, cuma pernah dengar aja. Tunggu sebentar—ini dia! Kukeluarkan buku kecil yang sangat amat tebal dari tas berwarna oranye milik di gadis imut itu. Tenang saja, aku sudah diajari memakai benda yang namanya kamis ini.
"Len! Itu kamus! Kamis itu nama hari!"
Oh iya benar. Ya sudahlah, mau kamis kek, keramas kek, yang penting aku sudah menemukan arti kata menabung disini. 'Menabung' berasal dari kata dasar 'tabung', yang berarti 'menyimpan uang (di celengan, pos, bank, dsb)'. Eh tunggu! Celengan itu apa? Pos itu apa? Terus bank itu apa? Ah, nanti kutanyakan saja pada Rin.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
EEEEEEEEHHHHHHHHHHHHHHHH!
Saya minta maaf dengan sangat, karena saya jadi lupa memperkenalkan gadis yang teriak dari tadi, langsung saja, itu namanya Rin Kagami. Teman pertamaku, hehe. Warna rambutnya sama sepertiku—pirang madu, begitupun dengan warna matanya, biru jernih. Dia selalu memakan empat jepit putih dan pita berwarna putih—tetapi pita itu tidak lagi bertengger di kepalanya, melainkan di pergelangan tangan Rin.
Katanya 'sih, biar Rin selalu ingat padaku, kapanpun dan dimanapun hanya dengan melihat ke pergelangan tangannya.
Ah, membicarakan ini mengingatkanku kembali pada memori itu...
Flashback
Disinilah Rin, berdiri di depanku. Sakit rasanya mengingat bahwa ia tidak bisa melihatku lagi... Ah, Rin menarik pita yang melekat di kepalanya perlahan, dan mengikatkannya di batang pohonku...
Yah, begitu. Itulah mengapa kami memutuskan untuk menjaga pita Rin baik-baik.
"Ara ara~ Rin berani juga bawa cowok ke rumah~" goda seorang wanita perambut pirang panjang, sambil melirik ke arahku. Eh, cakep juga dia... soalnya dia mirip Rin!
"Aah, Kaa-san bisa saja!" Rin menggaruk bagian belakang lehernya canggung—tapi tetap imut tentu saja.
"Adik manis namanya siapa?" tanya wanita aneh ini lagi.
"Eeh... namaku Len Kagami. Eh Kagamine maksudnya."
Rin merangkul si wanita aneh itu dengan senyum mengembang di wajahnya. "Kenalkan Len, ini ibuku, Lenka Kagami!"
.
.
.
.
"Anu..."
"Ya, Len?"
"'Ibu itu apa ya?"
.
.
.
.
.
Hening.
.
Apa aku salah ngomong?
Rin P.O.V
Aduuh, aku lupa kalau sebenarnya Len itu bukan manusia! Kacau deh!
"Kaa-san!" sahutku panik. "Len itu memang suka kurang ajar, maafkan dia ya!"
Kaa-san sweatdrop. Gimana iniii? "I-iya... Len tante nggak marah kok."
"Eh ngomong-ngomong ini malam pertamaku bersama Len, ya..." kataku, mencoba membuka topik baru.
.
.
.
.
Apa aku salah ngomong?
.
"..." Kaa-san diam. "Len?"
"Iya?" tanya Len, ia sama bingungnya denganku.
"Sudah kau apakan anakku?"
"Eh?" kata Len lagi, mukanya kayak monyet baru keluar dari penangkaran.
"Aduuh, Kaa-san ini kenapa sih?" tanyaku, mulai gusar.
Kaa-san menggeleng cepat. "Ah sudahlah, aku akan mengawasi kalian saja malam ini."
.
.
.
Eh?
.
Gak bisa gitu dong?! Kalau Kaa-san tau Len tidak bisa membaca dan berhitung, bisa-bisa dia curiga!
"Nggak, gak boleh Kaa-san!" teriakku sambil mendorong Kaa-san menjauhi pintu kamarku.
Kaa-san tampak kesal. "Kalau kau ngapa-ngapain di dalam sana gimana?!"
"Aku janji tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh! Aku bertaruh atas nama jeruk-jerukku!"
.
Normal P.O.V
Jam delapan lewat empat puluh lima menit. Waktu yang tidak wajar bagi seorang gadis untuk membawa seorang lelaki pulang 'kan? Tapi, itulah yang terjadi pada Rin Kagami. Ia baru diijinkan masuk ke dalam kamar berdua dengan Len tanpa diawasi ibunya. Yah, meskipun itu berarti ia harus membuang stok jeruknya selama sebulan... (Rin: Kaa-saannnn! Jangan jerukku!)
Lupakan itu.
Mungkin kalian heran, apa tujuannya Len berkunjung ke rumah Rin selarut ini? Kita lihat sesaat lagi.
Rin membuka tasnya, yang berisi... berbagai macam buku warna warni dengan gambar karakter kartun. Mari kita intip salah satu bukunya.
Berhitung Ceria
Untuk anak usia 3,4, dan 5 tahun
Pengarang: Kokone Kizuki
Illustrator: Jin Yuugami
Penerbit: PT Morizumi
Oh ternyata malam ini Len dan Rin akan belajar bareng! Itu wajar, mengingat Len terjebak di dunia anehnya bertahun-tahun lamanya, tentu saja ia tidak bisa berhitung dengan lancar! Selain buku berhitung, Rin juga membeli buku "Lancar Membaca" dan "Menggambar Untuk Semua"!
"Siap, Len?"
"Selalu, Rinny-ku yang cantik!"
"Baiklah, kita mulai!"
Len mulai dengan buku berhitung.
"Sekarang Len, kita tes dulu kemampuanmu. Kau tau satu ditambah satu?"
"Tentu saja, hasilnya satu-satu!"
Rin sweatdrop.
"Baiklah, kita umpamakan begini. Kaito membeli okonomiyaki negi di Pactheland, satu untuk dirinya, satu lagi untuk Miku. Berapa okonomiyaki yang harus dibeli Kaito?"
"Dua!"
Rin mengacungkan empat jempolnya. Dua di tangan, dua di kaki.
Selanjutnya, buku membaca.
"Len, coba baca ini."
"Rei yang seksi suka keramas di laut. Aku benar 'kan?"
"Aduh Len, beda banget. Yang benar adalah "Rei dan Miku sedang bermain di laut. Sekarang coba baca yang ini."
"Rin adalah sahabat Len."
"...Benar."
Buku menggambar.
"Len, coba gambar ini." kata Rin sambil menyodorkan buku notes bergambar daun di cover-nya.
"Selesai!"
"...Beda Len. Ini sih pita-ku. Masa pita disamain kayak daun?"
Dua jam pun berlalu, dipenuhi dengan usaha Rin untuk mengajari Len yang seperti mengajar balita itu. Rin berusaha... sampai keringat bercucuran, muntah-muntah, sampai tetes darah terakhir...
Alay banget sih.
Sebenarnya nggak sampai gitu sih, dia cuma ketiduran aja.
Bagaimana dengan Len? Ia masih saja membuka-buka halaman buku tipis itu dengan semangat.
"Rin, kalau yang— ...Rinny?"
Tidak ada jawaban dari gadis yang bersangkutan.
"Ah... sudah tidur rupanya." Len mengangkat tubuh Rin perlahan, lalu memindahkannya ke karpet biru muda dan menyelimutinya.
"Oyasumi, Rin... sampai ketemu besok."
Cup
Ia mengecup kening gadis itu lembut, dan pergi berlalu dari tempat itu. Malam pertamanya dengan Rin sungguh tidak buruk...
Omake
Len berjalan santai menuju gedung tinggi di tengah kota, kemudian mengambil kartu hitam yang tersimpan saku celananya. Dengan kartu itu, ia berhasil naik ke lantai tujuh, lalu ia terus berjalan sampai ke depan pintu cokelat kayu dengan dua papan. Papan yang pertama bertuliskan "709", sedangkan papan yang lain menampilkan sebuah nama: "Kagene".
Tok tok tok
"Reeeeii! Aku pulang!"
Seorang lelaki bersurai hitam membuka matanya, terbelalak kaget. "Sial!" Ia mengumpat sambil melemparkan bantalnya ke arah pintu.
"KAGAMINE LEN! MALAM INI KAU TIDUR DI LUAR! Sudah dikasih tempat tinggal masih keterlaluan pula kau!"
"Huaaa! Rei jahat!"
Pagi harinya, seorang wanita bersurai kuning madu masuk ke dalam kamar Rin.
"Rin sayang, saat— RIN NGAPAIN KAU TIDUR DI KARPET?!"
OWARI
Yap, chapter one-shot pertama sudah jadi! Ngomong-ngomong, Len nidurin Rin di karpet karena saat masih di dunia Len, Rin dkk selalu tidur di karpet bioskop, jadi dipikirnya karpet adalah tempat untuk tidur xD kalau mau, readers boleh nge request one shot buat Encore ini, kalau bisa saya akan membuat ceritanya! Sebut saja nama karakter nya di reviews! Karakter yang dipakai adalah yang dari fic Numbers (Rin, Len, Kiyoteru, Kaito, Rei, Miku)
Akhir kata...
Review, please?
