DAY DREAM
CAST : Marcus Cho ( Super Junior ), Nathan Kim (Super Junior), Stefia GP ( OC ), Luna ( OC )
RATE : T
GENRE : FRIENSHIP
WARNING :Typo, cerita gaje, tidak sesuai EYD, dan banyak kekurangan yang lain, Twoshoot
Don't Like Don't Read
Enjoy :)
Chapter 1
Ketika kami masih bersama,tidak pernah sekalipun aku menengok kearahnya. Meski banyak hal yang telah dilakukannya untukku, aku hanya menganggapnya sebagai angin lalu. Keberadaannya di sekitarku benar-benar membuatku muak. Melihat bagaimana dia tetap tersenyum setelah kubentak atau kusakiti hatinya, semakin membuat kebenciannku bertambah. Entah kenapa aku membencinya.
Sebenarnya tidak ada alasan bagiku untuk membencinya. Mungkin karena dia adalah orang pertama yang berani mengusik ketenanganku atau karena tawaran berteman darinya saat pertama kali bertemu yang tidak pernah kuindahkan. Entahlah. Sadarkah dia apa yang dilakukannya selama ini hanya akan berakhir sia-sia. Tapi sepertinya dia sangat keras kepala, sama sepertiku.
Waktu terus bergulir, kegigihannya menjadikannku sebagai temannya tidak pernah surut. Kebaikan hati dan ketulusan yang selama ini ditunjukkan kepadaku akhirnya mampu meruntuhkan sedikit keegoisanku. Hingga akhirnya kuputuskan untuk menerima tawarannya berteman.
" Thank's Marco" ucapnya saat aku mau menerima pertemanan yang diutarakannya sejak awal masuk High School. Tak lupa pula kebahagiaan yang terpancar dari sepasang manik madunya dan senyum manis yang bertengger di wajah chubbynya. Entah mengapa melihat dia tersenyum seperti itu membuatku mampu menarik sedikit sudut bibirku.
"Hn" balasku tak jelas. Aku pikir dia akan marah atas reaksiku yang dibilang cukup acuh seperti beberapa kenalanku, tapi aku lupa kalau dia adalah orang yang selama ini membuntutiku dengan segala keacuhanku. 'Sepertinya Nathan sudah terbiasa dengan keacuhanku' batinku.
Purnama telah terlewati beberapa kali. Hubungan kami sudah lebih dari sekedar teman. Nathan adalah sahabat terbaikku, bahkan aku telah menganggapnya sebagai saudaraku sendiri. Pun dengan keluargaku, mereka juga menganggapnya sebagai bagian dari kami. Takdir seolah telah mengikat kami untuk sementara. Dimanapun dia berada aku bisa dengan mudah menemukannya.
Pernah suatu ketika dia tiba-tiba menghilang saat festival, semua orang panik mencari keberadaannya. Dan entah bagaimana caranya saat itu aku dapat menemukannya. Aku merasa saat itu Nathan dalam bahaya. Dan instingku saat itu terbukti benar.
Dia terjatuh dari tangga kuil saat mencoba meletakkan jimat keberuntungan diatas sebuah pohon suci. Untung ada seseorang yang menolongnya. Seseorang yang entah bagaimana dapat membuatku kesulitan bernafas ketika kami bertemu pandang.
" Temanmu hanya terkilir, aku telah membenarkan ototnya yang kaku" ujar gadis itu dengan senyum manisnya.
" Ne, gomawo" balasku kaku. Dan dapat kulihat jika Nathan mencoba menahan tawanya.
" Baiklah permisi" kata gadis bersurai pirang itu.
" Tunggu aku belum tahu namamu nona" perkataan Nathan berhasil membuatnya kembali menoleh dan tersenyum.
" Fia, Stefia Georgina Parish" kata gadis itu.
" Aku Nathan, Nathan Kim. Dan ini Marco, Marcus Cho. Well thank's". Balas Nathan dengan seyum tersungging di wajah manisnya.
" You're welcome Nathan, bye" dan akhirnya gadis itu benar-benar pergi.
Kaki yang terkilir membuatku harus memapah Nathan untuk kembali ke rombongan. Dan dalam perjalanan dia mengerecokiku tentang kegugupanku di depan gadis pirang itu. Memang benar, selama ini tidak ada seorang gadispun yang mampu membuatku segugup tadi.
" Sepertinya kau telah jatuh kepadanya Marc,hehehe" ujar Nathan dengan kekehan tak jelasnya. Bahkan dia tidak berhenti menggodaku meski telah kuberikan glare yang paling menakutkan.
Sepertinya takdir mulai menguji persahabatan kami. Pertemuan keduaku dengan Fia membuatku melupakan janjiku untuk menjemputnya dari les piano. Saat itu dia marah dan tak mau berbicara padaku, tapi ketika kukatakan alasannya dia malah kembali menggodaku. Aish...seharusnya aku berbohong tentang pertemuannku dengan Fia.
Tidak hanya itu, pernah aku hampir memukulnya ketika dengan entengnya dia bilang jika dia tidak mengenalku dihadapan teman-teman les pianonya. Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikirannya. Bahkan ketika seharusnya dia minta maaf, dia malah mengacuhkanku. Akupun tak ambil pusing dengan perubahan sikapnya.
Tetapi ketika kuceritakan apa yang sedang terjadi antara aku dan Nathan kepada Fia, dia malah memarahiku. Seharusnya aku mencoba meminta penjelasan tentang apa yang telah dilakukannya kepadaku. Jika bukan karena Fia memaksaku, aku tidak akan mau menemuinya.
Bahkan ketika kami bertiga telah duduk di sebuah meja cafe, tetap tidak ada pembicaraan. Hanya pandangan saling menyalahkan antara aku dan Nathan. Hingga Fia memecah keheningan yang menegangkan ini.
" Huuh... sebenarnya aku sama sekali tidak ingin mencampuri urusan kalian. Tapi melihat kalian marahan seperti ini membuatku sangat tidak nyaman". Tidak ada yang menyahuti perkataan Fia, hingga dia kembali berbicara,
" Nathan apa yang sebenarnya terjadi?".
" Tidak ada"jawabnya pendek dan dingin.
" Oh ayolah, jangan seperti ini. Bukankah dulu kau yang ingin berteman dengan Marcus?". Tetap kubiarkan Fia berbicara dengan Nathan.
" Ya, dan aku sangat menyesal". Aku benar-benar tak percaya dengan apa yang barusan aku dengar.
" Baiklah, jika ini yang kau inginkan. Anggap apa yang telah terjadi diantara kita tak pernah terjadi" kataku emosi.
" Baik,"balasnya tak kalah emosi. Hampir saja aku membalas apa yang dikatakannya jika Fia tidak menengahinya.
" Hentikan, aku mengajak kalian bertemu bukan untuk bertengkar. Mengerti?" tanya Fia. Dan kulihat Nathan menganggukkan kepalanya.
" Jadi apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Fia lagi. Akhirnya Nathan mengatakan alasannya bersikap seperti itu kepadaku. Tak lain karena gadis yang disukainya lebih tertarik kepadaku daripada kepadanya.
Hal ini tak ayal membuatku dan Fia tidak bisa menahan tawa kami, sementara Natahan hanya tertunduk malu. Aku bersyukur Tuhan mengirimkan Fia untukku. Tanpanya aku akan kehilangan sahabat terbaikku. Masalah gadis itu dapat terselesaikan ketika akhirnya Nathan bertemu dengan gadis pujaannya, Luna.
Persahabatan kami bertahan sampai kami bekerja. Seperti halnya hubungan-hubungan yang lain, persahabatan kamipun tak luput dari masalah. Dan kami mampu melewatinya dengan bantuan dari gadis-gadis kami tentunya.
Tempat kerja yang berbeda membuat kami jarang bertemu. Meski demikian rasa percaya satu sama lain tetap terpatri di hati kami. Seminggu sekali kami selalu meluangkan waktu untuk bertemu, entah berdua atau berempat. Hingga malam itu, ketika aku tengah bersiap untuk double date kami handphoneku berbunyi.
Ternyata darinya.' Terlalu merindukannku eoh' batinnku. Tapi bukan suaranya yang pertama kali kudengar saat kuletakkan handphoneku di telinga. Malahan suara orang asing yang mengabarkan bahwa dia mengalami kecelakaan dan sekarang tengah dibawa ke rumah sakit.
Tanpa pikir panjang kuambil kunci mobil dan kupacu dengan kecepatan diatas rata-rata. Tak kupedulikan cacian dari beberap pengemudi lain ketika aku hampir menabraknya. Yang ada di pikiranku saat ini hanyalah keadaan Nathan. Karena terlalu memikirkannya, tanpa sadar aku telah melanggar lampu lalu lintas. Dan tanpa dapat kuhindari tabrakanpun terjadi, setelah itu hanya gelap.
TBC
a/n : pernah di post di WP. Terima kasih banyak bagi yang berkenan membaca.
