Hai Minna-sama
Ketemu lagi sama Fire di fic ketiga Fire ini
Pairingnya tetep kok
GaaraXHinata
Haha..
Males ganti2 *plakk*
Oke gak usah bertele-tele
Happy Reading^^
Disclaimer : Naruto punyanya Bang Masashi Kishimoto, cerita+plot+judul+ide semua murni hasil pemikiran saya!
Warning : GaJeness Guaranteed! Agak aneh, Hinata OOC. Don't like? So don't read!
MY MUTE ANGEL
Summary :
"Tapi Hinata, aku yakin suatu saat Tuhan akan mengirimkan seorang malaikat padamu. Dan juga keajaiban. Kau harus memercayainya, Hinata!". Tapi bagaimana jika malaikat yang dikirimkan Tuhan itu bisu, tak bisa bicara ataupun menyanyi?
Hyuuga Hinata, gadis cantik berusia 20 tahun idaman semua pria. Super cantik, super pinter, super berbakat, dan blablabla.. Dia adalah pewaris tunggal Hyuuga Corporations, perusahaan nomer 1 dan terbesar di dunia! Semua keinginannya terpenuhi. Kalo masalah cowok mah banyak cowok yang ngantri untuk ndapetin dia, tinggal pilih aja. Tapi masalahnya sih Hinata nih tomboy dan hatinya sekeras batu, nyaris gak bisa nerima cowok di hatinya. Hidup sebagai Heiress dari perusahaan paling kaya di dunia menyebabkan dia bisa mendapatkan apapun yang dia inginkan, tinggal bilang sama Papanya mau apa. Dia bisa dapetin semuanya..
Semuanya..
Kecuali satu..
Cinta.
Ya selama ini, di balik penampilan dan sikapnya yang seperti preman dan dingin layaknya es, dalam hatinya dia menginginkan cinta. Bukan cinta seperti yang diberikan Ayah, Ibu, ataupun adiknya. Dia menginginkan cinta dalam bentuk seperti seorang pria pada wanita. Selama ini dia tak pernah merasakannya. Cinta yang tulus yang dia rindukan dan inginkan.
Suatu hari di bulan November awal-awalan, beberapa minggu sebelum hari Natal yang ada di bulan Desember, Ino, teman akrabnya yang sudah dia anggap sebagai adik kandungnya sendiri, datang berkunjung ke rumahnya. Sebentar lagi hari Natal tiba. Hiashi mengundang Ino untuk menginap. Orangtua Ino sedang ada kunjungan perusahaan ke luar negeri dan mereka meminta agar Hiashi menjaga putri semata wayangnya itu. Hiashi sih mau-mau aja. Ino sudah dianggapnya seperti anak kandungnya sendiri.
Ino dan Hinata sedang bersenda gurau di kamar Hinata yang super luebar itu. Bicara-bicara hal yang penting sampe yang nggak puenting soro. Tiba-tiba, Ino bertanya, "Hinata, 22 Desember nanti kau kan ulang tahun. Apa yang kamu inginkan sebagai hadiah?". *22 Desember juga ultah Author*. Di titik ini, mata Hinata berubah menjadi sendu. Dia tersenyum sedih. "Kalau bisa, Ino, aku menginginkan cinta sejati.", jawabnya. Mendengar nada Hinata yang seperti itu, Ino segera menepuk bahu sahabatnya. "Hinata, aku percaya 22 Desember nanti, akan ada malaikat yang memberimu cinta sejati yang kau inginkan itu."
Mendengar kata 'malaikat', Hinata segera berdiri, membuat Ino terkejut. Hinata berjalan ke jendela dan membuka tirainya. Tampak butir-butir salju sedang turun dengan pelan dan lembutnya. "Jangan katakan apapun tentang malaikat lagi, Ino. Aku tak percaya malaikat itu ada. Kalaupun ada, tak ada buktinya. Aku juga tak percaya adanya keajaiban.", kata Hinata sambil memandangi salju yang turun. "Tapi Hinata, aku yakin suatu saat Tuhan akan mengirimkan seorang malaikat padamu. Dan juga keajaiban. Kau harus memercayainya, Hinata!", Ino berdiri dan mendekati Hinata. Hinata berbalik menatap Ino.
"Bagaimana aku bisa percaya, Ino?", tanyanya dengan ekspresi yang sulit sekali dibaca. Ino segera merangkul sahabatnya itu dengan hangat. Dia tahu Hinata. Dia mengenal Hinata kan bukan baru kemarin. Dia tahu kali ini Hinata nggak bercanda. "Hinata, aku doakan agar kau segera bertemu malaikat itu.", Ino tersenyum. Matanya panas. Rasanya dia ingin menangis. Entah kenapa dia sangat sedih jika melihat Hinata seperti ini. Hinata yang seperti ini rasanya sangat jarang. Selama ini yang dia tahu Hinata adalah cewek tomboy yang tegar dan tak banyak bicara. Tak disangka malam ini Hinata yang senantiasa bungkam malah mengatakan hal-hal yang sama sekali di luar logika.
Malam itu berakhir dengan Hinata yang mencurahkan semua isi hatinya pada Ino. Dan Ino pun mengisi malam itu dengan menghabiskan tissue Hinata (baca : menangis).
5 November 2009, 09.30 a.m
"APA?", teriakan owner Hyuuga Corporations, Hyuuga Hiashi, menggema di ruang dokter spesialis jantung di Rumah Sakit Internasional Konoha itu. "Benar, Pak. Kami sudah berulang-ulang meneliti diagnosa kami dan ternyata hasilnya benar. Putri Anda menderita penyakit jantung yang sudah sangat parah dan nyaris tak bisa disembuhkan lagi. Satu-satunya yang bisa menyembuhkannya hanyalah keajaiban, Pak. Hidupnya mungkin takkan bertahan sampai Januari atau Februari bulan depan. Kami sarankan agar Putri Bapak di opname di rumah sakit ini. Kami akan berusaha sebisa kami demi Putri Bapak.", kata dokter itu. Hiashi menatap kertas yang di tangannya itu dengan mata berkaca-kaca. Tangannya gemetar.
"Hinata.."
6 November 2009, 10.15 a.m
Hinata sedang berdiri di samping jendela kamarnya yang terbuka. Udara bersih dan dingin. Salju sedang tidak turun hari itu. Hinata baru saja masuk rumah sakit. Hinata menatap ke luar. "Kenapa?", batinnya. "Aku belum menemukan cinta sejatiku. Apa aku akan mati sebelum aku menemukannya?", tanyanya dalam hati. Tangannya bergetar. Dia ingin menangis, tapi airmatanya tidak keluar.
Tiba-tiba seekor burung merpati hinggap di kusen jendelanya, membuatnya kaget. "Kurr..Kurr..", burung itu seolah memanggilnya. Hinata mengulurkan tangannya. Si burung segera melompat ke lengannya. Saat itulah Hinata menyadari bahwa di kaki burung merpati itu ada sebuah surat. "Hm? Surat? Masih ada juga orang yang menggunakan jasa merpati pos.", pikir Hinata. Dia membawa burung itu masuk lalu mengambil suratnya. Saat dia membuka surat itu, bau mawar menguar dari kertas tersebut, membuatnya makin heran. Tulisannya rapi, walaupun tampak jelas itu tulisan cowok.
Hinata menaikkan satu alisnya saat membaca surat itu. "Hah? Siapa ini?", pikir Hinata. Namun, hatinya tergerak untuk membalas surat itu. Dia pun mengambil pena dan mulai membalas surat itu.
Setelah meletakkan surat itu di kaki si merpati, dia melepaskan merpati itu ke luar jendela. Dia kembali termenung sambil berpikir siapa yang kira-kira mengiriminya surat itu.
Tak lama, "Kurr..", terdengar suara merpati lagi. Hinata menoleh ke arah jendela, di mana si merpati sudah bertengger di situ dan menatap ke arahnya. Dia turun dari kasurnya dan mendekati si merpati serta diambilnya surat yang ada di kakinya itu. Entah kenapa Hinata agak bersemangat saat membuka surat itu. Ada tulisan lain di bawahnya! Hinata tersenyum, kemudian menuliskan kata-kata lain di bawah kalimat-kalimat terakhir itu. Setelah itu dia melepas si merpati lagi, dengan surat di kaki makhluk kecil itu.
Akhirnya Hinata surat-suratan dengan cowok asing itu, membahas sesuatu yang akan mengubah kehidupannya untuk selamanya.
15 November 2009, 11.00 a.m
Hinata sedang keluar untuk jalan-jalan. Jaket hitamnya cukup tebal untuk membuatnya hangat. Sebenarnya sih lebih tepat bahwa dia menyelinap keluar dari kamar rumah sakit untuk jalan-jalan ke luar. Dia lelah jika harus terus berada di dalam kamar yang sumpek itu. Tangannya dia masukkan saku jeans hitamnya. Kabut putih keluar dari hidungnya setiap kali dia bernapas.
Hinata akhirnya sampai di pinggir sebuah hutan dan melihat ada sebuah bangku hitam dengan sebuah lampu jalan hitam yang menyala di samping bangku itu. Hinata pun lalu duduk di situ, tenggelam dalam pikirannya. Tiba-tiba, "Kurr.. Kurr..", terdengar suara merpati di sebelahnya. Dia menoleh. Tampak di tempat kosong di sebelahnya bertengger merpati yang sudah susah payah bolak balik untuk mengantarkan surat dari dia ke cowok misterius yang tak dikenalnya.
Hinata meraih surat yang terikat di kaki si merpati. Seperti biasa, ada kata-kata baru di sana. Dia menoleh pada si merpati. "Siapa yang mengirimmu?", tanyanya. Tapi kemudian dia menepuk jidatnya. "Bodoh! Mana mungkin dia menjawab?", gerutunya. Maka diambilnya pena yang entah kenapa tadi dibawanya dan dia pun menuliskan balasan surat itu.
Setelah melepas si merpati ke pengirim surat tersebut, dia berdiri dan mulai berjalan menjauh. Saat dia ada di jalan besar yang sepi, tiba-tiba..
CIIIIT!
Hinata menoleh ke arah sumber suara. Hal terakhir yang dilihatnya adalah sebuah truk besar dan berikutnya pandangannya menjadi gelap.
19 November 2009, 21.00 p.m
4 hari telah berlalu sejak kecelakaan itu. Hinata tak menderita luka serius apapun, hanya luka-luka lecet, namun mata Hinata terluka cukup parah dan harus diperban untuk beberapa hari. Maka seperti biasanya, pada malam itu, Hinata berbaring di tempat tidurnya dengan perban yang menutupi kedua matanya. Dalam hati dia merutuk jengkel dengan keadaan yang kini menimpanya.
Tiba-tiba, terdengar pintu dibuka. Ia merasa ada yang berjalan ke arahnya. Suara langkah kaki orang ini begitu pelan, seolah-olah tak ingin ia tahu kalau ada yang masuk. Hinata amat sangat yakin sekali kalau orang ini bukan suster. Lagi, suara langkahnya walaupun pelan, tampak jelas itu suara langkah kaki seorang pria.
"Siapa itu?", tanya Hinata.
Hening. Tak ada jawaban.
"Hei.", nada suara Hinata meninggi. Tetap hening.
Tetap tidak ada jawaban.
Rasa penasaran Hinata semakin bertambah. Siapa orang ini dan apa maunya kesini? Apa mungkin salah kamar? Tapi mengingat pemilik rumah sakit ini masih termasuk kerabat dekat ibunya, dan kenyataan kalau ia mendapatkan kamar VVIP beserta perawatan terbaik di rumah sakit ini, tidak mungkin ada orang lain yang ingin dijenguk ataupun salah kamar. Di depan kamar seharusnya tertera nama Hyuuga Hinata dengan jelas.
Lagipula kenapa orang ini tidak menjawab? Atau setidaknya mengeluarkan suara. Apa orang ini bisu? Seingatnya, ia tidak pernah punya teman yang bisu. Kalau yang kelewat bawel sih ada. Banyak, malahan.
''Begini saja, kalau kau tak mau jawab, tak apa. Aku nggak akan maksa. Aku akan bertanya padamu dan kau cukup mengetuk meja ini.'' Ia menunjuk meja yang ada di sebelah ranjangnya. ''Kalau iya, ketuk satu kali. Kalau jawabannya bukan, ketuk dua kali. Kalau kau mengerti, ketuk meja itu.''
Terdengar suara ketukan di meja.
"Bagus.", pikir Hinata.
"Pertanyaan pertama, apa kau laki-laki?", tanya Hinata. Rasa takut yang aneh tiba-tiba muncul. Dia kan hanya berdua dengan orang asing itu. Dan rasa takut itu makin meninggi saat mendengar satu ketukan di meja.
"Apa aku mengenalmu?", tanya Hinata lagi. Terdengar dua ketukan di meja.
"Lalu untuk apa kau menjengukku? Bukannya jam berkunjung sudah habis? Apa kau ada urusan denganku?", Hinata bertanya lagi. Ada jeda sejenak, kemudian terdengar ketukan di meja sebanyak dua kali, yang membuat satu alis Hinata naik di balik perban putihnya.
"Aneh.", pikir Hinata.
"Ehm.. Maaf kalau aku menyinggung perasaanmu. Tapi apa kau.. ehm, bisu?", tanya Hinata. Terdengar suara ketukan sebanyak satu kali.
"Bisa kau mendekat?", tanya Hinata. Terdengar suara langkah kaki, kemudian dia merasakan panas. Pria itu mendekat ke arahnya. Hinata meraba-raba kemudian dia menyentuh sesuatu. Tangan pria itu. Hinata menggenggamnya. Hangat. Padahal ini musim dingin. Tiba-tiba, Hinata mencium sesuatu yang sangat familiar di indera penciumannya. Aroma laki-laki itu.
Aroma wangi mawar.
Hinata mencoba mengingat di mana dia mencium bau mawar yang wangi tersebut, tapi dia lupa di mana, sekeras apapun dia berusaha mengingat, tetap saja tak membuahkan hasil.
Lamunannya buyar saat laki-laki itu menarik tangannya dengan perlahan. Hinata pun melepaskannya. Namun saat dia melepaskan tangan laki-laki itu, ada sesuatu yang.. hilang.
"Kalau aku boleh tahu, namamu siapa?", tanya Hinata. Dia merasakan tangan hangat pria itu meraih tangannya yang dingin, lalu menuliskan sesuatu di tangan Hinata dengan jarinya. Hinata berkonsentrasi merasakannya.
'Maaf. Aku tak bisa memberitahumu.'
"Ah ya sudahlah. Tapi dengan apa aku harus memanggilmu?", tanya Hinata.
Laki-laki itu menuliskan satu kanji di tangan Hinata dengan jarinya. Dan Hinata nyaris tersedak menahan tawa saat mengetahui apa yang dituliskan laki-laki itu. "Haha. Aku harus memanggilmu itu? Kau laki-laki, kan?", Hinata tertawa kecil. Terdengar suara tawa yang ditahan meluncur dari mulut laki-laki itu. Untuk sesaat, mendengar tawa tertahan laki-laki yang ada di sebelahnya itu, Hinata merasa.. sangat senang.
Dan mulai malam itu, sampai malam-malam berikutnya pertemuan mereka, Hinata memanggil laki-laki asing itu dengan sebutan..
'Ai'
'Cinta'
Fuah..
Chapter pertama selese..
Read 'n Review please, Minna-sama
