Namaku Mamori Anezaki.
Kalian hanya mengenalku sebagai cewek over-protektif, keibuan, lembut, pintar dan cantik.
Sebenarnya aku lebih dari itu.
Aku ini murid SMA Deimon.
Atau lebih tepatnya, aku ini seperti murid SMA Deimon.
Selama tiga tahun di Deimon nggak ada yang pernah membongkar rahasia besarku.
Rahasia yang sangat besar, bahwa—
—aku ini mata-mata.
(Disini adalah bagian kalian kaget dan berkata betapa bodohnya ide ini.)
Ya, aku bukan cewek yang kalian kenal di 37 komik Eyeshield 21. Sebenarnya aku nggak selemah itu—yang cuma bisa memukul pakai sapu. Aku bukan cewek yang maniak cream puff—maksudku bukannya aku nggak suka cream puff, aku suka sekali, hanya saja aku menguranginya demi penyamaran (yang berarti aku lebih maniak daripada yang kalian tahu)—dan biar kuberitahu, gambarku nggak sejelek itu. Tapi harus kuakui, sifat over-protektif itu ada pada sisi cewek dan sisi mata-mataku.
Seperti yang sudah kubilang sebelumnya, aku bukan sepenuhnya murid SMA Deimon. Aku disini hanya untuk penyamaran mendalam—ujian akhir kelulusan untuk sekolahku yang asli. Yang kalian nggak pernah boleh tahu namanya.
Kuberitahu kau soal ini, tapi kau benar-benar harus berjanji nggak akan memberitahu siapa-siapa, karena aku sedang melanggar lusinan peraturan sekolah (sekolah asliku, maksudnya)—dan CIA, lalu aku terancam akan gagal lulus dari sekolah itu. Di ujian akhir kelulusan ini, kami akan dikirim ke berbagai sekolah di berbagai negara, lalu menyamar sebagai siswi biasa. Yang ketahuan, berarti tidak lulus. Kami menggunakan identitas samaran, dan bahasa bukan masalah—hanya murid-murid yang ke Afrika Timur yang agak kurang beruntung karena harus mempelajari ulang bahasa Swahili saat mereka diperbolehkan untuk ke kota.
Singkatnya, Mamori Anezaki itu—
—nama samaran.
Setiap murid didampingi backup. Jadi setiap sekolah akan menerima dua murid—mata-mata, maksudku. Aku tidak sendirian di SMA Deimon. Ada agen terlatih lain selain diriku, yang juga sedang menjaga rahasia besar yang akan membahayakan banyak orang bila gagal. Banyak sekali orang.
Aku, "Mamori Anezaki", memulai petualanganku di SMA Deimon.
Sebelum aku mulai, aku tahu ada diantara kalian yang bertanya-tanya tentang bagaimana Sena bisa sama sekali tidak tahu soal ini.
Sejak SMP, aku pergi ke dua sekolah.
SMP biasa,
dan SMP mata-mata.
Ketika "SMP biasa" libur, aku pergi ke SMP "mata-mata". Begitu pula sebaliknya. Nggak ada kata libur di masa remajaku. Kalau Sena bertanya "kenapa kak Mamori nggak pernah muncul di festival musim panas" atau "kak Mamori keren banget ya tinggal di Amerika", itu karena aku sedang sekolah. Dia sama sekali nggak tahu soal ini dan nggak boleh tahu.
Aku berjalan menyusuri koridor-koridor SMA Deimon yang nyaman. Waktu terasa lambat disini. Setiap orang rasanya menikmati masa sekolah mereka yang memang jarak sibuk, dan aku memang rindu sekali hal itu.
Aku menatap para anggota klub sepakbola yang sedang latihan. Serius, deh—cowok bernomor punggung 11 itu payah bangeeet. Siapa namanya—Muro Satoshi? Cowok cengeng apa yang perlu tali agar bisa mengintip cewek-cewek ganti baju? Aku sudah belajar memanjat dinding tanpa memakai pelindung dari kelas 2 SD!
Saat aku sibuk menahan tawa dan berusaha sangat keras untuk tidak pamer... aku merasakannya.
Sudah lama sekali sejak aku gagal menghindar dari tabrakan-di-koridor.
"Jalan pakai mata, bego."
Seorang cowok berambut pirang, bertelinga runcing dan memakai anting hitam berdiri di depanku, tampak nggak suka. Penampilannya... cukup bagus untuk orang yang mencoba untuk terlihat mengintimidasi.
"Maaf." kataku, segera bangkit. Aku berjalan pergi, lalu langkahku terhenti.
Aku ingat siapa dia—Youichi Hiruma. Orang yang paling ditakuti satu sekolah, bahkan mungkin satu Jepang. Kurasa aku memang pernah menemukan namanya waktu meng-hack database CIA.
Tapi aku nggak peduli dengan database CIA sekarang.
Kemarin aku melihatnya—bagaimana dia menyiksa Sena waktu pertandingan lawan Koigahama. Sisi cewek maupun sisi mata-mataku mengatakan itu nggak benar. SAMA SEKALI nggak benar. Dia nggak punya hak untuk melakukan itu. Ini sih perbudakan di zaman modern.
"Hei," kataku, menghentikan langkah Hiruma.
"Mau apa kau cewek sialan?" bentaknya.
"Apa-apaan kau," kataku. "Menindas orang lemah? Justru kau yang lemah kalau begitu. Cowok murahan."
Aku bisa melihat matanya yang menyipit. Dia sedang berpikir "Siapa cewek sialan ini sampai berani ngomong kayak gitu? Udah nabrak ngocol lagi." (ternyata pelajaran Psikologi-nya Mr. B—aku nggak mau memberitahu nama aslinya—ada gunanya juga.)
"Apaan sih lu. Bacot banget jadi cewek." balasnya. Ia meraih kantongnya secara diam-diam—seakan aku nggak bisa melihat itu—dan mengeluarkan buku hitam yang penuh post-it dimana-mana.
Well, aku akan berterus terang, buku ancamannya mengesankan. Tidak se-mengesankan data-data Interpol atau CIA atau FBI, tapi untuk warga sipil itu sangat amat luar biasa. Kalau dia agen terlatih dia nggak akan terkalahkan.
"Mamori Anezaki," katanya dengan seringai payahnya. "Ketua komite disiplin yang suka makan kue sus menjijikkan. Di rumahnya ada 6 lemari, semuanya penuh dengan cream puff."
"A-A-Apaan sih?" aku tahu—akting 'apa-apaan sih kau-jangan-sebar-aib-dong'-ku bagus sekali, 'kan?
"Ke ke ke, mau ku sebarin?" tanyanya.
Aku sudah gatal ingin melakukan Manuver Eckerson padanya dan mengatakan padanya bahwa semua data yang ia punya tentangku SALAH, dan bahwa aku tahu betul buku ancamannya itu KOSONG—semua data ada dalam otak Hiruma dan itu tidak se-mengesankan kedengarannya, dan bahwa aku bisa membunuhnya hanya dengan buku IPS yang memang sedang kupegang.
Tapi aku nggak melakukannya.
Aku tahu, aku memang nggak seharusnya melakukannya. Tapi ada perasaan yang benar-benar menghentikanku. Kalau perasaan itu nggak ada mungkin sekarang Hiruma Youichi tinggal kenangan.
"Kalau nggak mau kusebarin," katanya dengan suara mengancam (ITU mengancam?), "Jauhin cebol sialan itu."
"Justru kau yang harus menjauh dari Sena."
"Cih! Terserah. Kalau besok ini ada di siaran live CNN, aku nggak tanggung jawab." kata Hiruma. Aku menghela nafas. "Terserahlah."
Lalu aku teringat sesuatu.
"Hi...Hiruma?" aku memanggilnya dengan canggung—penyamaran. "Aku mau jadi manajer Devilbats!"
Hiruma, yang tadinya berjalan pergi sambil bersiul-siul, menoleh padaku. "Terserah. Tapi kau harus siap menjalani neraka."
Aku mengangguk. Apaan sih, pakai mengancam segala. "Tapi kau jangan ganggu Sena! Dasar sesat!"
"Ke ke ke!"
Kali ini Hiruma benar-benar berjalan pergi, lenyap di belokan koridor.
Entah kenapa...
...Aku agak khawatir ketika melihatnya berjalan pergi?
Aku kembali lagi ke jalur awalku, yang terhenti gara-gara setan itu.
Tiba-tiba ada tangan kurus yang memukul pundakku. Aku berbalik, melihat Sanae Kigihayama yang sedang nyengir ke arahku.
"Hei," sapanya. "Penyamaranmu bagus banget."
Oh, sepertinya aku lupa bilang kalau Sanae Kigihayama itu cuman alias.
Ingat waktu kubilang bahwa setiap sekolah akan menerima dua murid/mata-mata? Well, backup yang kudapat adalah "Sanae Kigihayama". Aku nggak akan memberitahumu nama aslinya—aku belum pernah patah tulang dan aku akan mempertahankan itu, karena semua orang di angkatanku sudah patah tulang setidaknya 2 kali, dan paling banyak di tulang C7 atau C3.
"Aku nggak percaya kita harus pura-pura agak bodoh di sekolah ini."
Aku tersenyum. "Kau mau bilang apa kalau sekolah tahu kau belajar kimia tingkat phD di kelas 10?"
Sanae mengangkat bahu. "Bilang saja kau ini kebetulan jenius."
Aku tertawa. Ketika di sekolah—sekolah mata-mata—aku nggak begitu dekat dengan Sanae. Kami jarang sekali bicara—bahkan waktu pembagian backup aku sempat berpikir "Sanae? Yang mana dia?". Ketika kami ditempatkan dalam lingkungan yang sama, kami langsung akrab. Yah, kurasa itu memang termasuk hukum alam.
Sanae menatapku. Ia menatapku dalam-dalam. Agak aneh bila kau diliatin seperti ini, memang, tapi saat ini aku lebih peduli pada kaki-kaki model sempurna Sanae.
"Mamori," katanya, setengah berbisik. "Kau suka pada Hiruma ya?"
Waah selesai juga.
Anyway, halo, namaku Isabelle! Author baru nih... dengan pair favoritnya, HiruMamo!
Fic ini adalah kolaborasi ES21 dan buku Gallagher Girls karya Ally Carter. Di FFN ada category Gallagher Girls-kah? Hehe, maaf masih newbie. Aku ngambil ide Mamori jadi mata-mata itu dari buku Gallagher Girls itu. Baca deh. Bagus lho.
Maaf ya... aku nggak terlalu kuat ngarang panjang-panjang. Cuman ngebacot doang bisanya. Hehehe
