Disclaimer: J.K. Rowling own everything.

Warnings: OOC parah, aneh, gaje.


Why It Is

Dia sering berkata padaku bahwa semua ini salah. Dan sesering itulah, aku tampak mengacuhkan dirinya.

Mungkin dia berpikir bahwa aku tak pernah mendengarkannya. Tetapi selalu adalah faktanya.

"Mungkin ini salah," suatu waktu aku berkata begitu padanya, dengan senyum terhias di wajahku. "Tetapi siapa yang peduli? Karena sejujurnya, aku merasa bahagia."

Dan aku tidak berbohong. Aku merasa bahagia. Kuharap dia juga merasa begitu.

-o0o-

Waktu berlalu dengan cepat. Perang Besar terjadi di tahun ketujuh kami. Aku masih mengingatnya dengan sangat jelas, dan memang aku tak akan pernah bisa melupakan hal besar seperti itu. Aku terkena kutukan hitam, menderita luka dalam, dan cukup parah.

Tetapi aku senang. Ya, senang.

Aku senang karena dengan aku terluka cukup parah, dia menjadi baik-baik saja. Tak bisa dipercaya. Karena aku, seorang Malfoy―untuk pertama kalinya dalam hidupku, telah berhasil mengalahkan egoku untuk melindungi diriku sendiri dan menyelamatkan orang lain.

Waktu memang dapat mengubah segalanya. Mungkin tidak dapat menyembuhkan tanpa bekas, tetapi dapat membantu untuk melupakan. Secara perlahan.

Dan semua yang kami lakukan, bersama, mungkin cukup tidak masuk akal. Kami musuh, ya. Dan tidak seharusnya seperti ini.

Tapi inilah yang terjadi. Dan kami benar-benar merasa bahagia dengan semua ini.

-o0o-

Malam menjelang, menggantikan siang. Membawa ketenangan bagi setiap orang.

Aku tahu dengan pasti dia akan datang menemuiku. Dan aku memang akan selalu menemukan dirinya berada di sisiku setiap malam. Begitulah.

Ya. Aku tetap berpikir bahwa semua ini benar. Meskipun mungkin terlihat begitu salah.

Mungkinkah begitu? Tentu saja, karena tak ada yang tidak mungkin.

Merasakan jemarinya di antara helaian rambut pirangku, dan memejamkan mataku. Mengosongkan pikiran. Tak ada satu pun pikiran yang terlintas dalam benakku.

Mengapa? Kenapa? Apakah itu sebuah pertanyaan?

Well, tentu saja bukan. Karena ketika bersamanya, aku tak perlu mempertanyakan apa pun lagi.

Yang ada hanyalah sebuah pernyataan. Yang tak pernah terungkap.

Aku membuka mataku, menatap mata cokelatnya. Mata yang berwana madu. Manis, terlalu manis. Selalu tampak indah dan menenangkan.

Aku tak pernah berusaha menanyakan apa yang ada di dalam benaknya. Aku cukup pintar untuk tidak melakukan hal bodoh seperti itu. Mengapa? Karena dia memang selalu berpikir, dan itulah jawabannya.

Kami selalu bertemu hanya untuk duduk bersama, berbicara. Terkadang hanya untuk menatap langit malam, tanpa kata. Menikmati keheningan suasana, menikmati desahan angin yang berhembus perlahan, menikmati aroma rumput basah tempat kami berbaring. Tenang.

Tetapi egoku berkata, aku menikmati kebersamaannya. Menikmati keberadaannya.

Dia tak pernah melakukan hal-hal konyol seperti gadis lain. Tetapi, dia memang berbeda dengan semua gadis lain.

-o0o-

Apakah dia masih menjadi musuhku? Aku tak tahu. Rival? Tentu saja.

Teman? Pasti. Cinta? Mungkin.

Apa makna dari semua ini? Hal seperti ini tidak mungkin terjadi, kan?

Oh, sangat mungkin. Karena memang beginilah yang seharusnya.

Kalian tahu? Semua ini memang sudah begitu benar sejak awal.

- END -


A/N: Aku rasa fic ini masih ada hubungannya sama fic "How It Is". Thanks for reading.^^

Makasih banyak buat draconiandevil18, Sun-T, Infaramona, Arzhetty, yuuaja, Rhara Athena, cleopatra-dramione, Iris, Uchiha Rissa, DiefmadhaaGL, isabela granger, virus-1221, Chya Hanaan, Cassie males login, crossalf, nesWizzle, Pitophoy, rahmarta, Nyxtheia, dan Sarah Annida H.H yang udah review di "Unforgivable". Love you all… ^_^

Much love,

Chels