"Hh...hhh...hhh..." Izaya menghembuskan nafasnya dengan berat. Ia berlari setengah tergopoh saking lelahnya setelah sekitar 2 jam lebih berlari, tanpa tujuan yang jelas, hanya berlari.
Melarikan diri dari dewa kematian.
Izaya berusaha mengatur nafasnya yang tersenggal. Kemudian bibirnya terkembang perlahan, membentuk seringai dan dia mulai tertawa sarkastik.
Tertawa pada dirinya sendiri.
Siapa sangka pertaruhannya malah berbuah ancaman bagi hidupnya
.
.
.
.
Chapter 1 : Gin no Juudan
BoyXBoy, typos, maybe OOC, mainstream plot (sepertinya)
Saya harap Anda tetap berminat membacanya
.
.
.
Shizuo meregangkan badannya setelah keluar dari pintu konbini sehabis membeli keperluan memasak, persediaan susu, dan cemilan-cemilan manis. Hari ini ia pulang kerja lebih cepat, biasanya ia akan pulang malam sekali, atau bahkan tidak pulang. Karena bisa pulang cepat, si penagih utang itu menyempatkan diri mengisi persediaan logistik di rumahnya yang sudah menipis.
Pria berambut pirang itu berjalan dengan tenang. Jam 23.13 dan jalanan sudah mulai sepi. Ia menikmati hawa dingin Desember dengan tenang. Ah, dingin.. tapi menenangkan sekali, batin Shizuo. Ia masih terbawa dalam sapuan angin dingin malam itu sampai ia langkahnya tertahan akan kemunculan suatu sosok-
Yang menurutnya sangat bau, bau kutu busuk yang selalu kemana-mana dengan otak jahatnya.
Dan siapa lagi kalau bukan sang informan terkenal, Orihara Izaya, berdiri di depannya dalam kondisi terengah dan lelah.
Mereka saling pandang dalam jarak sekitar 20 meter. Meski malam itu bersalju dan mengaburkan pandangan, tapi mereka dapat saling mengenali sosok satu sama lain.
Shizuo menghela nafas, lalu mendecak kesal. Sial sekali, di malam bersalju begini harus bertemu dengan kutu sialan, pikir Shizuo.
Ia sedang tak mau ribut dengan Izaya, karena tampaknya hawa dingin malam itu mendinginkan mesin emosinya yang sempat memanas drastis akibat amarah yang selalu menguasainya setiap bertemu dengan musuh bebuyutannya itu.
Sementara di sisi lain, Izaya menyeringai, berdiri persis didepan sosok mainan liarnya –tak pernah gagal memuaskan dirinya– yang selalu haus akan kesenangan berbahaya meski kerap kali mengancam nyawa. Pria berjaket bulu itu masih menyeringai, penasaran dengan apa yang akan dilakukan Shizuo padanya di malam bersalju ini.
Sampai ia melupakan beberapa menit yang lalu ia sedang dalam pelarian panjangnya dari dewa kematian.
Izaya sudah mau buka suara tapi terhenti karena Shizuo mulai memperpendek jarak mereka dengan cepat.
Detak jantung Izaya sontak berdebar lebih cepat, seperti melompat-lompat. Ia sudah ambil ancang-ancang mau menyerang...
Tapi Shizuo hanya mendekat, lalu lewat begitu saja, mengabaikan keberadaannya.
Alis Izaya terangkat. Ia jelas tak bisa menyembunyikan keterkejutannya karena Shizuo yang biasanya selalu lepas kontrol saat bertemu dengannya, tiba-tiba malah tak menggubris keberadaannya.
Izaya mendecih.
Padahal Izaya sedang senang, tapi kesenangannya terganggu karena Shizuo diabaikan seperti itu. Ia sedang tidak dalam suasana hati yang terima-terima saja Shizuo melewati ekspektasinya seperti biasa. Ia ingin bersenang-senang malam ini, jadi ia berbalik dan mencoba pancingan pertama.
"Eeh~? Shizu-chan?"
Abaikan, abaikan, rapal Shiuzo dalam hati. Berusaha menutup kedua lubang telinganya dengan sumbat tercanggih atau apa saja agar tak sedikitpun suara menjijikan Izaya terdengar olehnya. Pokoknya ia harus menjauhi Izaya secepatnya sebelum terjangkit virus kutu busuk berpenyakit mental.
Tapi Izaya bukan tipe yang mau diabaikan begitu saja, apalagi oleh Shizuo. Bertemu Shizuo tanpa ada kontak fisik (bertengkar maksudnya) rasanya membosankan sekali, menurutnya. Jadi ia memutuskan mengikuti Shizuo, berharap pria berkostum bartender itu berhenti mengacuhkannya.
~#~#~
Salju malam itu berjatuhan, menghampiri pakaian Shizuo dan menerpa kulitnya. Sudah 10 menit ia meninggalkan tempat itu, tapi bau kutu masih menguar. Ia tidak tahu sampai ia berbalik dan mendapati Izaya tengah mengekor di belakangnya, dengan senyum terkembang.
Mesin emosi Shizuo memanas.
"Oi, kutu busuk! Mau apa kau mengikutiku?" geram Shizuo dengan suara rendah.
Izaya memiringkan kepalanya dan mengeluarkan ekspresi bingung. Hanya sesaat, sebelum akhirnya ia menyeringai lagi.
"Lho, siapa yang bilang aku mengikutimu? Aku hanya kebetulan saja berjalan searah denganmu kok."
"Jangan bercanda, kutu! Aku sedang malas berurusan denganmu, kau tidak merasa apa malam ini dingin sekali?! Masih sempat-sempatnya cari masalah denganku... hhh..." Uap putih keluar dari mulut dan hidung Shizuo. Hidungnya pun terasa gatal dan akhirnya ia bersin. Oh, ia ingin cepat pulang, mandi air hangat dan cepat tidur. Tapi tampaknya itu takkan terjadi karena si kutu ini muncul disaat tak tepat. Si pirang menggosok-gosok kedua telapaknya dan meniupnya, sepertinya plastik belanjaannya pun mulai membeku. Sejenak ia tak memperhatikan kalau Izaya sedari tadi memperhatikannya dengan mata berbinar. Entah berbinar karena apa, Shizuo tak peduli.
"Apa kau lihat-lihat?"
"Tidak, aku hanya senang lihat kau. Lucu sekali melihat monster sepertimu tak kuat dingin dan langsung bersin-bersin begitu..." komentar Izaya.
"Cih, menjijikan." Shizuo berbalik dan melanjutkan jalannya. Meski jengkel setengah mati, kali ini ia memilih membiarkan si kutu itu dan cepat-cepat pulang saja.
Tapi ia tahu Izaya adalah penyulut kemarahan yang ulung, jadi Izaya masih mengekor di belakangnya. Shizuo meringis jengkel, ah sudah biarkan saja, pikirnya pasrah. Diladeni pun malah hanya akan membuatnya susah, dengan cuaca dan kondisi yang tak mendukung ini.
"Hei, Shizu-chan," tiba-tiba yang mengekor di belakang menyahut. Dahi Shizuo mengernyit kesal. Mau apa lagi keparat itu?
"Menurutmu kematian itu rasanya seperti apa?"
Shizuo yakin Izaya habis terbentur batu bata beberapa buah sampai omongannya kacau begitu. Alih-alih menjawab, ia memilih bungkam dan tetap melanjutkan jalannya.
"Sakit tidak, ya?"
Akhirnya Shizuo tak tahan juga, "Mana aku tahu, sial. Aku belum pernah mati."
"Tapi kau sering 'kan jatuh, dipukuli orang, kena tembak, tertabrak... Kau juga tahu 'kan normalnya orang akan mati jika mengalami salah satu dari hal-hal buruk tadi, tapi karena kau tak normal jadi kau tak mati, tapi setidaknya, kau tahu 'kan rasanya sekarat?"
"Dan semua terjadi hampir karenamu, kutu sialan. Sudah hentikan dan segera pergi dari sekitarku! Kau harus tahu ini kesempatan sekali seumur hidupmu, tahu... Normalnya seharusnya kau sudah kuhajar sejak tadi... hhh... dingin, sial!" Mulut Shizuo gemetar mengucap kata-kata terakhir itu, hawa dingin makin menusuk kulitnya dan membuatnya gemetar. Sementara yang mengikuti di belakangnya terkikik.
"Hihihi... kau benar juga. Selama ini kau selalu sial karena aku, ya? Tapi harusnya kau bersyukur juga, sekarang kau bisa menggunakan kekuatan monstermu itu lebih jauh lagi karena kau mengasahnya dengan menghadapi kecelakaan dan bahaya macam itu... Makanya sekarang kau bisa sekuat itu, Shizu-chan.."
"Lalu aku harus bilang 'terima kasih, Izaya', hah? Mau kubunuh dulu sebelum kau dengar kata-kata itu? Aku sih mau saja mengatakannya asal kau mati di depanku.." langkah Shizuo mulai berat, sudah mulai menggigil sampai ke kaki.
Tapi kata-kata terakhirnya adalah hal terakhir yang Shizuo dengar. Izaya yang sejak tadi mengajaknya bicara mendadak tak bersuara dan itu agak membuat Shizuo penasaran. Akhirnya ia memutuskan untuk berhenti sejenak dan berbalik melihat keadaan, syukur-syukur si kutu itu sudah pergi, harapnya. Namun pemandangan yang ia lihat malah sosok Izaya terkapar dalam kondisi tertelungkup diatas tumpukan salju tiga puluh meter di belakangnya, tak bergerak.
Shizuo menaikkan alis, kenapa tiba-tiba ia tumbang begitu? Tak kuat dingin? Hypothermia?
Shizuo menggaruk belakang lehernya dengan frustrasi. Bahkan mau matipun si kutu ini sempat-sempatnya menyusahkannya. Jadi dengan alasan tak mau disangka pelaku jikalau ternyata saat itu Izaya mati, ia mendekati sang informan yang terkapar. Lalu ia berjongkok, melihat keadaan tubuh terkapar itu sampai ia mendapati warna merah membasahi tumpukan salju putih di bawah perut Izaya dan ia langsung tahu itu darah. Shizuo cukup terkejut, sejak tadi ia tak menyadari bahwa Izaya sedang terluka, saat bertemu tadi pun ia kelihatan baik-baik saja. Sejak kapan ia terluka begini?
Ia menyentuh leher Izaya, memeriksa nadinya. Dan entah perasaan aneh apa itu, Shizuo mendapatinya dirinya agak lega mengetahui nadi Izaya masih berdetak sebagaimana mestinya. Izaya masih bernafas, tapi kalau dibiarkan lama-lama nyawanya terancam juga. Sang mantan bartender memperhatikan tubuh tak berdaya musuh bebuyutannya itu. Sama sekali bukan kewajibannya menolong, malah sudah sewajarnya Izaya mati seperti yang ia harapkan. Kendatipun ia membencinya sampai ke ubun-ubun, ternyata itu tak menghentikannya untuk meraih ponsel di kantung celananya dan menekan tombol-tombolnya, mencari kontak Shinra.
Ia sudah men-dial nomor Shinra, tinggal menunggu dijawab, tapi belum sempat ada jawaban, perhatian Shizuo teralih pada suara decitan roda mobil yang kelihatannya melaju cepat sekali. Dari suaranya mobil itu lebih dari satu. Shizuo penasaran itu apa, tapi ia pikir paling itu kebut-kebutan berandalan saja. Ia berusaha tak memikirkan itu dan mencoba kembali menghubungi Shinra. Sembari menunggu jawaban, ia menyadari tubuh Izaya menggeliat dan terdengar suara rintihan.
"Kau sudah sadar, kutu?"
"...?"
Izaya perlahan-lahan bangkit dari posisi telungkup untuk duduk tapi bahunya malah didorong dan Shizuo mengarahkannya agar ia berbaring lagi dalam posisi telentang.
"Jangan banyak bergerak. Kelihatannya kau kehilangan banyak darah. Diam saja disitu, aku sedang menelepon Shinra. Kuharap ia belum tidur.."
Izaya menatap Shizuo dengan bingung. Nafasnya tersengal-sengal karena udara makin dingin dan darah yang keluar dari lukanya makin banyak. Shizuo melihat itu, lalu ia letakkan tangan kanannya menekan luka di perut Izaya, berusaha menghentikan darah yang merembes.
"... ?"
Shizuo mengerling kearah Izaya, "Kenapa apanya? Kenapa kau menatapku begitu?"
"..harusnya aku yang tanya, bodoh.. ke..napa kau.. menolongku..uhuk, uhuk..." tanyanya diikuti batuk-batuk. Mata Izaya samar-samar memandang Shizuo di sebelahnya. Tangan kanan Shizuo yang menekan perutnya terasa sangat hangat. Rasa sakit dan perih luar biasa di sekujur tubuhnya mendadak berkurang perlahan-lahan bersamaan dengan kehangatan yang ia rasakan dari tangan Shizuo.
"Ditanya pun aku tak tahu mau jawab apa, kutu. Sial, ini kenapa Shinra tak juga mengangkat telepon!?" Shizuo menatap layar ponselnya frustrasi.
Tak berapa lama, keduanya mendengar suara tembakan keras sekali, bersama dengan suara-suara decitan roda mobil tadi. Shizuo kali ini tak bisa mengabaikan, apa suara tembakan itu berasal dari sumber yang sama? Sementara ia mencoba menerka-nerka, Izaya sontak mengeluarkan ekspresi horor dan takut.
Ia tahu tembakan dan suara mobil itu berasal dari mana.
Segera ia singkirkan tangan Shizuo dari perutnya dan ia memaksakan dirinya untuk berdiri. Tak peduli Shizuo mau bicara apa, ia harus secepatnya pergi dari situ.
Ia baru ingat lagi, sejak tadi ia sedang dalam pelarian, melarikan diri dari sesuatu yang jauh lebih mengerikan dari yang ia duga.
Dan ia tahu suara mobil itu, suara tembakan itu...
Ia tahu itu berasal dari 'mereka' yang mengejarnya.
~#~#~
Shizuo memperhatikan Izaya yang bangkit dengan susah payah dan berusaha berjalan dengan tergopoh, perlahan meninggalkannya.
"Kau serius mau mati? Berjalan dalam kondisi begitu.."
Izaya tak menjawab. Ia terus melangkahkan kakinya secepat mungkin. Tidak ada waktu baginya lagi.
"Sebentar lagi Celty akan datang, tadi aku menghubunginya. Kenapa kau tak tunggu saja di sini?" Shizuo tak mengerti kenapa ia seperti sedang berusaha menghentikan Izaya agar tak pergi darinya.
"Hentikan Shizu-chan... jangan pedulikan aku lagi... pergi saja sana, sejak tadi kau kenapa? Bukannya kau ingin aku pergi? Lagipula... bukannya kau yang paling senang kalau aku mati...?" ujarnya tanpa menoleh. Ia merasa sudah ratusan meter berjalan tapi nyatanya ia baru berjalan lima puluh meter.
Si mantan bartender mendengus, lalu menggaruk hidungnya. Hawa dingin serasa mencengkram tulang-tulang seperti jarum. Ia baru memutuskan akan mengikuti Izaya sampai kemudian ia melihat tiga mobil menghampiri Izaya. Izaya kelihatan panik, ingin kabur dengan meloncati mobil-mobil itu tapi kondisinya tak memungkinkan. Mobil-mobil itu sepertinya mengepung Izaya karena sekarang si informan itu sudah berada di tengah-tengah kepungan tiga mobil. Ia memperhatikan dari mobil-mobil itu keluar beberapa laki-laki besar berpakaian hitam dengan balutan senjata di bahu kanan dan kirinya lalu mereka semua bergerak mengelilingi sosok pria berjaket bulu itu.
Shizuo tak bisa melihat jelas bagaimana Izaya saat itu karena pandangannya terhalang sosok-sosok besar, tapi mendadak ia terkejut setengah mati ketika melihat mereka semua mengarahkan pistol kearah Izaya yang sudah jatuh terduduk tepat di depan mereka.
.
.
.
.
Bersambung...
.
.
.
#trailer
"Shizuo memang tak akan terbunuh dengan peluru biasa, tapi masalahnya ini peluru perak..."
Orang ini... kenapa?
"Izaya, mau apa kau di apartemenku?"
"Mulai sekarang sampai kau sembuh, aku akan jadi babysitter-mu, Shizu-chan~~ jangan lupa terima kasih yang banyak dan jangan banyak tingkah lalu yang penting turuti aku, oke?"
Sial! Dia menyentuh tubuhku seperti ini– Tunggu! Ada yang bereaksi tak normal di bawah!
Chapter 2 : Chi de tsukurareta Unmei
A/N
Halo
Apa kabar? Ahahaha... akhirnya saya kembali juga di fandom dan OTP tercinta yang membuat saya masuk FFn dan jadi author... sudah 4 bulan sejak cerita saya yang pertama, sebenarnya sejak itu saya sudah bikin banyak sekali draf Shizaya dan bahkan satu proyek besar fic multichapter yang rencananya bisa 10 chapter-an... tapi RL membunuh saya dan semua ide itu hampir membusuk di otak tanpa ada yang bisa keluar semua derita sekali tak bisa nulis fic padahal ide banyak...
Tapi semua itu belum apa-apa sampai saya terserang virus ultimate OTP baru (baca:midoaka) dan mulai debut di random KuroBasu #debutapa
Akhirnya draf fic di otak saya makin banyak dan yang keluar banyak malah yang midoakanya, yang shizaya terbengkalai. Tapi saya langsung sadar kalau ini nggak boleh berhenti tengah jalan dan ultimate OTP saya harus berjalan beriringan #apasih
(btw, saya juga keracunan EruRi (SnK) dan lagi bikin draf untuk debut di random itu yahaaaa)
Jadi midoaka tetep produksi fic, shizaya pun harus lebih rajin. Dan jadilah ini.
Ini juga MC yang ujung2nya mau saya bikin angst/Hurt no comfort tapi nggak tahu juga, karena Shizuo dan Izaya nggak bisa saya atur sesuka saya, mereka pasti berontak tengah jalan hmph...
Akhir kata makasih yang mau baca ocehan nggak penting ini. Kasih saya masukan untuk chapter selanjutnya di kotak review yang baik-baik dan membangun, kritik juga boleh, favorit/follow pun ditinggu *wink
