Disclaimer : Hetalia Axis Powers © Hidekaz Himaruya
Warning : Boy's Love. OOC. AsaKiku. AU.
Writer's Note : Sequel dari Cat's Name. Untuk informasi, Arthur dan Kiku umur 16 tahun di cerita ini maupun Cat's Name. Terima kasih kepada Rachigekusa atas pemberian judul "Lollipop Days" =D.
Chapter 01
Ivory - Sleepless
Hangatnya…
Kelopak mata seorang pemuda Jepang ini telah berulang kali mencoba untuk menutup penuh matanya yang berwarna coklat gelap. Ia mengenakan kimono hijau lumutnya yang biasa dan menghangatkan diri dengan kotatsu dari udara dingin. Musim dingin hampir berganti musim semi, tapi udara masihlah sangat dingin membuat pemuda Jepang berparas cantik ini makin merasakan keinginan kuat untuk menutupkan matanya. Tapi, tak bisa. Dia tidak mengizinkan dirinya untuk tidur. Dia, Kiku namanya, harus tetap bangun karena sedang menunggu seseorang. Tentu saja orang ditunggu itu adalah orang spesial baginya. Orang yang telah menjalin hubungan khusus dengannya hampir satu bulan ini. Kekasih hatinya. Arthur Kirkland.
Kiku menutup mata dan dengan tanpa ada tenaga ia menidurkan kepalanya di atas meja kotatsu. Bibir tipis miliknya membentuk sebuah senyuman di kala ia mengingat Arthur. Remaja Inggris berambut pirang dengan mata hijau daun serta sikapnya yang selalu tidak bisa bicara secara gamblang mengenai apa yang ada di pikirannya itu selalu berhasil membuat hati Kiku terasa hangat. Jantungnya berdebar. Debaran dengan nada yang menyenangkan. Hanya dengan mengingatnya, Kiku sudah merasa bahagia.
Aku ingin bertemu denganmu…cepatlah datang, Arthur-san...
Dia berharap dalam hati. Walau telah satu bulan menjalin hubungan, mereka berdua nyaris tidak memiliki waktu berdua. Arthur yang menjabat sebagai ketua OSIS di sekolahnya memang telah sibuk, bahkan sebelum mereka menjadi pasangan. Kiku juga menjadi sibuk karena jabatan sebagai sekretaris OSIS. Dialah yang mengurus segala jadwal kegiatan, proposal untuk izin kegiatan, dan lain sebagainya. Karena kesibukan inilah mereka jarang berdua dan kadang ia harus tidak tidur untuk menyelesaikan dokumen-dokumen itu. Ditambah dengan acara dansa yang diajukan oleh Francis untuk Valentine minggu depan, kerjaannya semakin bertambah. Dan itu juga membantunya untuk semakin merasa rindu dengan Arthur.
Mata Kiku telah setengah terpejam. Tubuhnya terasa berat untuk digerakkan. Bahkan menggerakkan kelopak matanya. Ia sungguh merasa nyaman dengan kehangatan yang diberikan kotatsu-nya. Sungguh ia ingin merasa mengucapkan selamat tinggal dengan alam nyata dan bergabung dengan dunia mimpi. Tapi, lagi-lagi, ia menguatkan larangan pada kelopak matanya untuk membawanya lari dari alam nyata. Arthur-san…panggilnya dalam hati. Letih telah mulai mengalahkan niatnya. Matanya coklatnya tak lagi melihat dengan jelas. Kelopak matanya semakin menurun seolah ingin secepatnya menyatukan bulu mata Kiku. Dengan kalah terpaksa, Kiku pun menutup kedua matanya. Hal terakhir yang dilihatnya adalah langit kemerahan yang menandakan matahari akan tenggelam. Tapi, ia masih belum tidur.
Pikirannya melayang. Terlintas berbagai pikiran dalam benak Kiku. Ia teringat tentang dua hari yang lalu.
.
.
Flashback
Suara riuh para murid yang keluar kelas untuk mencari makan siang mulai terdengar sampai ruang OSIS dimana Kiku kini berada. Ia berada sendirian di ruangan itu untuk memeriksa sekali lagi dokumen-dokumen di laptopnya sebelum ke perpustakaan bawah untuk menge-print. Setelah yakin bahwa tidak ada kesalahan, ia mencabut thumb drive bambu miliknya lalu menutup laptop. Tangannya telah berada di depan pegangan pintu ruangan itu namun ada yang telah membukanya lebih cepat dari luar ruang sebelum Kiku. Ia pun bertukar pandang dengan orang yang membuka pintu dari luar itu.
Arthur.
Mereka bertukar pandang terkejut. Telah nyaris memasuki satu minggu mereka tidak saling menatap seperti ini walaupun keduanya selalu bertemu di ruang OSIS. Tapi, hanya di situ mereka bertemu. Mereka berbeda kelas, sehingga berbeda jadwal. Sementara bisa ketemu di OSIS, mereka hanya membicarakan urusan sekolah dan tak pernah berdua saja. Mata hijau daun milik Arthur menatap lekat mata coklat gelap Kiku. Seperti biasa, tatapan itu langsung membuat jantung Kiku terasa akan melompat keluar. Kiku menahan nafas. Ia menutup erat bibirnya. Lalu tanpa disadarinya, alis matanya telah turun. Di sudut matanya, Kiku menahan airmata yang nyaris keluar. Matanya menyiratkan kerinduan.
Meski baru satu minggu. Kiku sungguh merasa kesepian tanpa Arthur. Betapa inginnya dia sekarang memeluk erat tubuh orang yang berada di depannya itu tapi tidak dilakukannya. Arthur adalah seorang yang pemalu. Ia tidak pernah bersikap sebagai kekasih jika mereka masih di sekolah. Tapi Arthur sangatlah berbeda jika mereka hanya berdua di tempat lain selain sekolah. Maka, Kiku pun hanya bisa memandangnya dengan penuh rindu.
Mereka terdiam saling pandang. Lalu, Arthur mundur satu langkah keluar ruangan dan memalingkan pandangannya ke kiri dan kanan lorong yang berada di depan pintu. Sesaat, Kiku heran dengan tingkah Arthur. Setelah melakukan itu, ia masuk dan bertanya, "Ada orang lain di ruangan ini?"
Kiku menggeleng, "Hanya aku sendiri."
Arthur segera menutup pintu ruangan itu. Ia menguncinya lalu berbalik menghadap Kiku. Remaja Inggris itu menatap sedih Kiku sebentar. Tatapan itu persis sama seperti mata Kiku yang memandangnya. Ada kerinduan mendalam di mata itu. Kiku yang mengerti maksud tatapan Arthur hanya sanggup tersenyum pasrah. Melihat itu, Arthur segera memeluk erat Kiku. Ia memposisikan tangan kirinya di pinggang ramping Kiku, sementara tangan kanannya melingkari pundak kekasih Asia-nya itu. Arthur membenamkan kepalanya di rambut hitam Kiku. Ia menghirup pelan dan menikmati wangi tubuh Kiku. Perlahan dengan hembusan nafas hangatnya di rambut Kiku, Arthur juga mengeratkan pelukannya sehingga Kiku merasa sedikit sesak.
Kekasih remaja Inggris itu mulai meneteskan airmata. Ia melingkarkan kedua tangannya di tubuh hangat Arthur. Ia memang sesak karena dekapan erat Arthur, tapi rasa sesak di hatinya-lah yang membuat Kiku meneteskan airmata. Ia sungguh-sungguh merindukan Arthur. Sama seperti kekasihnya, ia merasakan dan menghayati wangi tubuh orang yang dirindukannya itu. Inilah pertama kalinya Arthur ada menyentuh Kiku di sekolah, yang sebelum-sebelumnya tak pernah dilakukannya. Kiku pun menjadi tahu kalau Arthur juga merasakan kerinduan yang sama. Ia membenamkan kepalanya di pundak Arthur ketika kekasih Inggris-nya itu mencium lama kepalanya. Kiku menangis tanpa suara sebelum menyebut, "Arthur-san…"
"Kiku…" ucap Arthur lembut. Mereka berdua lama diam dalam pelukan itu untuk menikmati masa-masa singkat ini. Arthur melanjutkan dengan, "Aku akan ke rumahmu lusa nanti. Tunggu aku…"
.
.
Itulah yang diucapkannya.
Kiku tahu bahwa Arthur mau ke rumahnya hari ini adalah karena hari ini ulang tahunnya. Sebenarnya ia tidak terlalu mempedulikan hari ulang tahun seperti ini. Baginya tidak ada yang spesial. Tapi, ia akan bisa bertemu Arthur hari ini. Maka dari itulah, ia membereskan semua kerjaannya sebelum hari ini. Ia ingin waktu-nya bersama Arthur tidak terganggu sedikitpun oleh urusan sekolah apapun. Selama dua hari penuh ia mengerjakannya sehingga kurang tidur. Tubuhnya pun terasa lelah. Pikirannya terasa melayang. Kiku juga bisa merasakan tubuhnya terasa sedikit lebih hangat dari biasanya. Kelopak matanya tak lagi bisa membuka. Tapi, ia masih tidak membiarkan dirinya tidur. Ia masih menunggu kekasihnya.
"Kiku."
Terdengar suara memanggil dari arah pintu depan rumahnya. Kiku yakin pemilik suara itu adalah Arthur. Tentu saja. Mana mungkin ia tidak bisa membedakan suara kekasihnya sendiri. Suara itu masih memanggil-manggil nama Kiku berkali-kali bersamaan dengan suara ketukan pintu. Pemuda Jepang itu berusaha keras membuka mata ataupun menggerakkan badannya. Tapi, tak ada satupun anggota tubuhnya yang bergerak mengikuti perintah hatinya. Matanya masih saja tertutup. Kiku hanya bisa melihat kegelapan. Ia hanya bisa mendengar suara.
Detik selanjutnya, tak ada lagi suara ketuka pintu melainkan suara yang biasanya didengar Kiku jika ia membuka pintu depan rumahnya. Suara Arthur masih memanggil-manggil nama Kiku hingga mendekati ruangan dimana kekasih Asia-nya itu telah tampak tertidur dengan kepala terkulai di atas kotatsu. Arthur yang menggeser perlahan daun pintu ruangan itu masih memanggil nama Kiku dengan pelan. Ia mendekatinya dan berjongkok untuk melihat jelas paras cantik wajah Asia Kiku. Arthur menghela nafas lalu membelai lembut rambut hitam Kiku sambil tersenyum dengan tatapan penuh sayang. Di bawah mata Arthur juga tampak kantung mata seperti yang terlihat juga di bawah maat Kiku. Mereka telah memaksakan diri mengerjakan semua kewajiban mereka sebelum hari ini sehingga kedua sama-sama kurang tidur.
Arthur mengeluarkan kotak kecil yang telah dibungkus rapi dari kantung jaketnya. Kado untuk Kiku. Sekali lagi, ia menghela nafas dan tersenyum pasrah melihat Kiku. Arthur menaruh lagi kado itu ke dalam kantung bajunya dan mulai melepaskan syal, tas sekolah, juga jaketnya. Setelah menaruhnya rapi di ruangan itu, ia berjalan ke luar. Ia pergi ke kamar tidur Kiku. Dibentangkannya futon di atas tatami kamar itu dengan selimut yang tidak terpasang lalu ia kembali ke ruangan dimana Kiku mendengar semua gerak-geriknya namun tidak sanggup membuka matanya.
Remaja berambut pirang itu menyingsingkan kedua lengan baju seragamnya hingga siku ketika mendekati Kiku. Arthur berjongkok dan dengan pelan-pelan ia memindahkan kepala Kiku ke pundak kirinya sementara tangan lainnya menggeser kotatsu untuk mengeluarkan kaki Kiku dari bawah meja itu. Setelah berhasil, ia pun menaruh tangan kanannya di bawah lutut Kiku dan tangan kiri yang menopang bahu kekasihnya. Arthur mengangkat Kiku dalam gendongannya lalu membawanya ke kamar dengan futon yang telah disiapkannya tadi. Dia menidurkan Kiku di atas futon itu lalu menyelimutinya. Arthur duduk di samping futon. Ia diam menatap wajah Kiku yang masih menutup mata. Sekali lagi dibelainya kepala Kiku sebelum mencium lembut dahi kekasihnya.
Kiku bisa merasakan lembutnya bibir Arthur yang mencium dahinya. Lalu tak lama, didengarnya kekasihnya itu beranjak dari duduk dan akan berjalan keluar ruangan. Entah kekuatan dari mana, Kiku membuka matanya dan menarik Arthur seraya berseru, "Arthur-san!"
Ia menarik kaki Arthur sehingga Arthur terjatuh di atas tatami. Remaja Inggris itu mengeluh, "Aw…"
"Ma-maaf, Arthur-san…" Kiku bangun dari kasur dan duduk untuk melihat Arthur dengan jelas. Arthur bangun dari jatuhnya dan duduk bersila menghadap Kiku sambil memegang pipinya yang terbentur tatami. Ia bertanya, "Kau masih bangun?"
"Ah, i-iya," Kiku tersipu. Arthur pun ikut tersipu mengingat apa yang dilakukannya tadi pada Kiku yang dikiranya sudah tidur. Mereka berpandangan dengan pipi yang memerah. Keduanya saling tahu bahwa mereka sesungguhnya merasa lelah karena dua hari ini. Tapi, kerinduan yang mereka rasakan sanggup membuat Kiku maupun Arthur masih saling tersenyum sekarang. Menyadari apa yang mereka rasakan adalah sama. Kiku mendejati Arthur lalu mengalungkan tangannya ke leher Arthur yang sedang terkejut. Ia kali ini langsung menangis di pundak Arthur seraya berbisik, "Aku rindu…"
Arthur yang merasa senang, tersenyum malu melingkarkan tangannya di tubuh Kiku. Ia tersenyum senang ketika menjawab, "Aku juga…"
Kiku sungguh tak ingin berpisah dengan Arthur sekarang, tapi bulan telah muncul. Lagipula, dia maupun Arthur sama-sama lelah dan kurang tidur. Mereka butuh tidur sekarang. Tapi, ia tak ingin melepaskan Arthur. Hingga sebuah pikiran terlintas di benaknya. Ia perlahan melepaskan pelukannya dan menatap Arthur, "Mau tidur bersama?"
Detik pertama setelah Kiku menanyakan itu, Arthur tak memberikan reaksi apapun. Hingga detik kesepuluh, Arthur berkata kaget dengan wajah memerah, "A-apaaaaa?"
"Bu-bukan 'tidur' yang seperti itu maksud-ku," Kiku membantah dengan terbata-bata dan wajah yang juga memerah. Mendengar itu, Arthur menghela nafas lega. Namun, masih dengan wajah merahnya ia menatap Kiku yang menunduk malu. Ini pertama kalinya bagi Arthur mendengar Kiku berkata seperti itu. Ia pun tersenyum memahami maksud Kiku bertanya seperti itu. Ia langsung tahu kalau Kiku tak ingin pisah darinya sekarang sampai menawari berbagi tempat tidur.
"Boleh."
Jawaban yang diiringi senyum Arthur itu dibalas dengan pelukan hangat dari Kiku. Mereka berdua masuk ke dalam selimut sambil tidur berhadap-hadapan. Keduanya berpandangan dengan tersenyum bahagia hingga tangan kiri Arthur membelai pipi Kiku. Ia mendekatkan wajah mereka sebelum menyentuh lembut bibir tipis Kiku. Arthur membuka mulutnya di atas bibir kekasihnya. Mengeluarkan lidahnya untuk menjilati bibir tipis itu agar membuka bibir Kiku. Setelah membuka bibirnya, Kiku juga membalas ajakan main dari lidah Arthur yang sedari tadi menjelajahi rongga mulutnya. Lidah mereka bergulat, membuat keduanya mengeluarkan erangan nikmat. Kedua bibir mereka pun saling memagut tanpa henti. Tak terlihat kalau mereka sebenarnya lelah dan kurang tidur.
Arthur menghentikan bibirnya yang mengulum bibir Kiku untuk memberikan kekasihnya itu dan dirinya kesempatan mengambil nafas. Keduanya terengah-engah, namun masih saling memandang dengan penuh sayang. Arthur tersenyum di tengah engahannya dan berbisik mesra, "Otanjyoubi Omedetou, Kiku…"
.
.
.
.
.
.
Thank you so much for reading!^^
Please review if you don't mind!
Aku tahu fic ini banyak kekurangan. Mohon sekiranya berbaik hati untuk memberikan kritik ataupun saran. =))
Oh iya, untuk chapter selanjutnya, silahkan me-request warna Lollipop lainnya. Aku akan membuat cerita selanjutnya berdasarkan warna itu. =D
Chapter pertama ini dariku dengan warna ivory ^^
Buat fans AsaKiku yang telah melakukan pemilihan polling di profile-ku,
Aku minta maaf sebesar-besarnya karena AsaKiku tidak terpilih untuk edisi Valentine nanti. MOHON MAAAAAFFF X'(
Satu lagi, Selamat Ulang Tahun untuk Kiku X))
