Cupid.

Itu sebutan untuk seseorang yang menyatukan dua hatikan?

Lalu untuk Jimin apa?

Jimin jelas jelas menginginkan perpisahan antara dua insan.

Ugh

Mereka Kim Taehyung dan Jeon Jungkook.

Taehyung dan Jimin sudah bersahabat selama umur keduanya berlangsung.

Tentu saja, untuk jangka waktu yang sedemikian panjangnya bohong jika tak ada perasaan perasaan lebih yang muncul. Untuk Jimin lebih tepatnya.

Sejak memasuki jenjang Sekolah menengah Jimin menyadarinya. Tapi karena embel embel sahabat yang terlalu melekat pada dirinya dan Taehyung, semuanya jadi membuat Jimin jadi serba salah pada perasaannya sendiri.

Jimin berusaha dengan keras untuk mengutarakan perasaannya. Namun karena Taehyung adalah orang paling tidak peka sedunia, Jimin jadi sulit sendiri.

Dan itu semakin sulit ketika Jungkook datang dalam ruang lingkup keduanya.

Jungkook datang satu tahun lalu di sekolah mereka. Berbekal suara merdu dan gigi kelincinya, Jungkook sukses menggeser posisi Jimin di hati Taehyung.

Taehyung sudah jarang main dengan Jimin, tidak ada lagi acara maraton anime di akhir pekan. Yang ada hanya Jimin, sendirian dan Taehyung bersenang senang bersama Jungkook.

Jimin merasa di tinggalkan, dan di lupakan.

Lalu apa yang harus Jimin perbuat.

Hanya satu.

Bisakah Jimin menjadi cupid. Black Cupid yang justru memisahkan keduanya.

Black Cupid

VMin/VKook/Yoonmin

By Mitakun

Story line by Ugii

"Kau tidak di jemput Taehyung hari ini?" tanya seorang pria bersurai hitam yang masih menata sebagian besar piring di meja makan.

Itu Yoongi. Anak salah satu teman ibunya. Jimin sudah dua tahun tinggal bersama Yoongi, karena ibunya di Busan tak mau Jimin tinggal sendiri.

"Tidak, dia berangkat dengan Jungkook mungkin." jawab Jimin lesu.

"Akhir akhir ini anak itu jarang main. Kalian bertengkar?"

Jimin diam tak menjawab.

Memang benar, sudah hampir satu bulan Taehyung tidak pernah menginjakkan kaki di rumahnya, rumah Yoongi maksudnya.

Padahal awal mula kepindahan Jimin ke Seoul juga karena Taehyung sekolah di ibu kota. Jimin jadi ikut ikutan merengek pada ibunya. Alhasil sudah dua tahun Jimin menumpang, menyusahkan hidup Yoongi.

Tapi sekarang, justru hidup Jimin yang susah karena makin hari Taehyung makin jauh dari jangkauannya.

"Min... Jimin!"

"Eoh nde Hyung?"

Yoongi tersenyum sambil mengusap helaian halus Jimin yang senada dengan miliknya.

"Mau ku antar?"

"Aaah tidak, terima kasih. Aku naik umum saja."

Yoongi pun mengagguk, lalu kembali menyelami acara sarapannya.

Jimin bukannya tidak mau sebenarnya, hanya saja ia merasa sudah terlalu banyak menyusahkan hidup Yoongi terlalu banyak.

Maka dari itu Jimin kini berangkat lebih pagi agar bisa naik kendaraan umum. Ia menunggu dengan setia kurang lebih selama sepuluh menit, sebelum akhirnya bus yang melwati sekolahnya datang.

Biasanya ia dan Taehyung akan mengendarai sepedah menuju ke sekolah. Saling bercanda dan melempar ejekan satu sama lain. Yang paling sering di ejek tentu saja Jimin. Banyak hal hal lucu ter jadi, salah satunya saat melewati tanjakan Jimin harus turun terlebih dahulu karena sepedahnya tidak akan bergerak jika Jimin ikut naik. Taehyung tak kuat.

Jimin tersenyum mengingatnya.

Sebuah senyum muncul di wajah manisnya. Namun tak lama.

Saat busnya melewati sebuah sepedah, senyum itu hilang begitu saja.

Disana bisa Jimin lihat Taehyung dengan senyum khasnya tengah mengayuh sepedah dengan Jungkook di belakangnya. Di bonceng dengan wajah kelewat bahagia.

Keduanya terlihat begitu menikmati moment indahnya. Namun lain dengan Jimin. Ia merasa hatinya hancur, ada sesuatu yang pecah dalam dadanya. Perih kawan.

Melihat keduanya tertawa lepas seperti itu membuat Jimin merasakan sakit yang amat menghimpit dadanya.

Jimin perlu sesuatu yang dingin untuk menyejukkan kepalanya.

.

.

.

Ini cup ketiga yang Jimin habiskan siang itu.

Ia tak peduli perutnya akan meledak karena terlalu banyak memakan eskrim. Yang jelas ia saat ini butuh sesuatu yang dingin.

Terlalu muak ia pada kedua manusia itu.

"Jimiiiiiiiiiin"

Hampir saja Jimin tersedak sendok eskrimnya.

Seorang pemuda dengan rambut coklat gelap menghampirinya heboh.

"Aku punya kabar baik"

Taehyung tersenyum pada Jimin yang entah kenapa mempunyai pirasat buruk. Ini pasti ada hubunganya dengan Jungkook. Insting Jimin berbicara kalau sebentar lagi hatinya akan makin sakit.

"Aku duluan" Jimin cepat menyahut Taehyung, membuat pemuda itu terdiam.

"Aku tau apa yang akan kau katakan. Jadi aku akan mengatakannya duluan."

"Apa?" Taehyung terlihat sangat bingung dengan arah pembicaraan Jimin.

Sorot mata Jimin berubah jadi serius, membuat Taehyung diam.

Jimin membuang cup eskrim terakhirnya. Lalu...

"Aku menyukaimu Taehyung. Tak bisakah kau lihat aku sekali saja?"

Taehyung menatap Jimin tak percaya. Ia tak salah dengar kan?

"Jim, tapi. Aku dan Jungkook." kebingungan itu kembali menjelma menjadi sebuah keterkejutan dalam diri Taehyung.

"Siapa Jungkook sebenarnya, hanya orang yang baru masuk kedalam kehidupanmu beberapa bulan yang lalu. Aku, aku bahkan sudah menyimpannya bertahun tahun. Kenapa kau lebih memilih Jungkook?" mata dan suara Jimin bergeta ketika mulutnya begitu lancar berkata

"Karena aku mencintainya. Kita sahabat Jimin."

"Dalam matamu iya, tapi tidak denganku."

Jimin pun berlalu, ia tak bisa menangis di depan Taehyung. Sedangkan air matanya mulai merengsek keluar. Ia tak mau terlihat lemah di mata Taehyung.

Sebenarnya apa lagi. Apa yang harus Jimin lakukan agar Taehyung kembali mengalihkan pandangannya pada dirinya.

Ia suda cukup lelah dengan penolakan yang Taehyung utarakan secara halus tadi. Kenapa tak sekalian saja Taehyung memukulnya dan membuat Jimin mati sekalian.

Atau sebenarnya memang Jimin tidak pernah berada di hati Taehyung. Sebenarnya hati itu sudah kosong bahkan sebelum Jimin menyadari perasaannya pada Taehyung.

Apa itu artinya Jimin tak berarti apa apa untuk Taehyung?

Dan Jungkook,

Ah itu dia anaknya.

"Jeon Jungkook."

"Jimin Hyung."

Jimin berusaha tersenyum pada Jungkook. Ia harus luruskan semuanya.

"Ayo bicara."

.

.

.

Taehyung melangkah kan kakinya cepat cepat.

Tadi ia benar benar di buat terkejut setengah mati dengan perkataan Jimin yang sangat di luar dugaan.

Jimin sahabatnya, ia tak menganggap lebih anak itu. Walau ia akui Jimin sangat manis untuk ukuran seorang lelaki.

Tapi yang ada di pikiran Taehyung adalah Jimin yang harus ia lindungi dalam artian melindunginya sebagai seorang sahabat. Bukan menjurus ke arah romansa yang tadi Jimin utarakan.

Taehyung sebenarnya merasa bersalah karena seolah ia telah mengurung Jimin sedangkan ia denga bebas menjelajah. Tapi saat ia bertemu Jungkook ia benar benar berhenti.

Jimin bukan tempatnya pulang, juga bukan tempat singgah yang patut Taehyung lupakan. Jimin lebih berharga dari pada itu. Jimin seperti rumah orang tuanya. Yang walaupun ia sudah berada jauh dari sana tetap akan selalu Taehyung ingat.

Dia bingung sungguh. Antara Jungkook dan Jimin tak akan pernah ada yang kalah. Keduanya sama sama menang di hati Taehyung, namun ada di kategori yang berbeda.

Dan saat Taehyung tadi menghampiri kelas Jungkook. Teman temannya bilang Jungkook di bawa oleh Jimin entah kemana.

Tentu saja Taehyung panik di sana.

Tidak mungkin kan seorang pemuda lembut seperti Jimin bisa melukai Jungkook. Jimin tak akan setega itu.

Oleh karena itu Taehyung mengelilingi sekolah hanya untuk memastikan semua yang ada di otaknya salah besar.

Kakinya terus melaju hingga sampai di taman belakang sekolah. Tempat rumah kaca dimana tanaman club biologi tersimpan.

Jungkook terlihat baru keluar dari sana dengan wajah yang tak bisa Taehyung baca.

"Jungkook..."

Pemuda dengan gigi kelinci itu menoleh. Tampak sangat terkejut dengan kedatangan Taehyung.

"Taehyung Hyung."

Taehyung segera mendekat. Tapi sebelum Taehyung berada tepat di Depan Jungkook, anak itu sudah menerjangnya hingga hampir terjungkal ke belakang.

"Aku. Aku juga mencintaimu. Kenapa kau tak bilang saja dari dulu. Kenapa malah Jimin Hyung yang mngatakannya. Kau tidak gentle sekali."

"A-apa tunggu dulu. Jimin?" Taehyung berusaha melepaskan pelukan Jungkook.

"Em Jimin Hyung bilang kalau sebenarnya kau mencintaiku, tapi takut untuk mengatakannya padaku."

Taehyung terdiam.

Jimin. Bocah itu.

"Apa Hyung benar benar mencintaiku?" tanya Jungkook malu malu.

Membuat Taehyung tersenyum. Lalu mengecup hidung bangir si adik kelas.

"Tentu."

Sebuah pelukan menjadi sebuah perantara betapa senangnya Taehyung memiliki Jungkook dalam hidupnya.

Juga merasakan keberuntungan tiada tara karena juga mempunyai Jimin. Sahabatnya.

Yang kini tenga menatap keduanya dari balik kaca dengan air mata yang menetes di kedua belah pipinya.

"Berbahagialah Taehyung."

.

.

.

"Kau tau kan aku siapa?"

"Tentu, kau kan Jimin Hyung. Sahabat Tae tae Hyung"

Jimin memandangi Jungkook dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Dilihat dari segimana pun jelas Jungkook menang banyak. Tubuhnya bagus, wajahnya cantik, gigi kelincinya yang manis. Jimin tiba tiba merasa kecil.

Pantas kalau Taehyung lebih memilih Jungkook dari pada dirinya. Hati Jimin sakit begitu ia menyadarinya.

"Jungkook, sebenarnya aku..."

Jungkook pemuda yang baik. Ia ramah, bahkan selalu melempar senyum ke semua orang yang menyapanya. Walau ia tak mengenali dirinya.

Jungkook bisa langsung dikenalu di hari pertama penerimaan siswa baru. Ia anak yang supel. Semua suka dengan apa yang dimiliki Jungkook.

Jimin iri. Tapi ia bisa apa.

"Aku..."

Taehyung tak akan semudah itu menyerah pada Jungkook.

Tapi Jimin.

"Aku sahabat taetae dari kita kanak kanak. Aku tau setiap jengkal persaannya. Dia menyukaimu."

Jungkook membulatkan matanya. Ia tak menyangka Jimin akan berbicara demikian.

"Jimin Hyung"

"Aku mau kau menerima Taetae apa adanya. Walau seaneh apapun dia di matamu. Tapi percayalah dia sangat mencintaimu. Jadi kumohon. Terima dia apa adanya."

Jimin hanya bisa menyerah. Sesekali kalah tak apa kan?

Ia bukan cupid, apa lagi yang warnanya hitam. Jimin lebih suka di panggil sahabat. Sahabat yang selalu membuka hati, mata dan pikirannya.

Taehyung pantas untuk Jungkook. Begitu pun sebaliknya. Dan Jimin tak bisa membantahnya.

End

haaaaah lelah saya. Reviews oke. Setelah kmaren update humor. Aku update pake ff hasil tangan mitakun.

Semoga suka.

Bonus dari ugii

Jimin meletakkan tas punggungnya di atas sofa. Sedangkan ia menjatuhkan dirinya ke atas karpet bulu berwarna hitam.

Matanya masih merah, hidungnya pun demikian.

Ia masih ingat apa yang telah ia lakukan. Melepas semua asa itu tidak semudah mengajarkan terbang pada burung.

Hatinya bahkan masih berdenyut sakit.

Jimin menengadah. Mematai langit langit yang terasa begitu menarik dari pada kisah percintaannya. Seraya membendung air matanya yang sudah hampir menetes.

Namun tiba tiba sebuah plastik warna putih jatuh di hidungnya. Membuat si manis spontan duduk tegak. Alhasil air mata yang ia tahan jadi tumpah ruah.

"Kau menangis?" suara bass nan berat itu mengalihkan perhatian Jimin.

Yoongi, telah duduk di sampingnya sambil mengusap pipi berisinya.

"Kenapa?"

Jimin menggeleng. Lalu tanpa aba aba ia melesakkan diri ke pelukan Yoongi.

"Hey, ada masalah apa hmmm?"

"Apa aku seburuk itu sampai Taehyung yang sudah bersama ku selama bertahun tahun saja menolakku?" suara Jimin sedikit tertahan karena dekapan Yoongi.

"Kau di tolak Taehyung?" tangan Yoongi yang berada di punggung Jimin entah mengapa terkepal erat.

Jimin mengangguk.

"Tak apa. Lebih baik di tolak saat menyatakan perasaan. Dari pada kau tak menyatakannya. Akan terasa lebih sakit."

Jimin menangis lagi mendengar penuturan Yoongi. Apa Yoongi tidak bisa mengerti perasaannya.

Jimin sedang patah hati.

Tapi tanpa Jimin sadari, ia juga telah mematahkan hati seseorang.

Fin