Naruto belongs to Masashi Kishimoto


Meratap di depan cermin besar yang seakan menampar seluruh keangkuhan yang kumiliki selama sepanjang hidupku. Sharingan di depan wajahku kini menyalang aktif, semenjak kugunakan mata Itachi aku sering kehilangan kendali. Sadar akan kekuatan yang lebih besar yang dimiliki mata ini.

Bangga. Kata itu tidak tepat untukku. Kendati pun kumiliki mata legendaris kedua di Uchiha (setelah Shishui), aku tetap tak merasa lebih. Kesombonganku menguap bersamaan dengan ameterasu dari edo-tensei kakekku sendiri yang berhasil melukaiku.

Perang yang sudah berakhir dua tahun lalu. Memori yang tak kan pernah terhapus dan merayap dalam-dalam di pikiranku. Melekat kuat setiap kali kupejamkan mata. Bak malapetaka aku harus melawan keluargaku sendiri dan ironisnya, aku kehilangan satu mata. Akibat peraduan ilusi dari tsukuyomi lalu kuatnya ameterasu yang berbanding jauh antara milikku dengan Uchiha Madara, dia berhasil mengenaiku.

Tidak hanya mata itu, tapi juga separuh wajahku terbakar api hitam, ameterasu.

Terpuruk? Jangan bergurau. Rusaknya wajahku bukan hal buruk untuk shinobi, karena yang terpenting adalah chikara. Seorang shinobi akan tetap hidup dengan layak selama masih memiliki kekuatan. Dapat memegang peran masing-masing dengan kemampuan yang mereka miliki.

Tapi persepsiku runtuh, ternyata aku terlalu naif dengan berfikir hal-hal yang diluar sosialitas kehidupan manusia. Aku memang telah kembali ke jalan yang benar (setelah sulit untukku menghapus dendam dan kekerasan hati), tapi aku tak mendapatkan kehidupan sosial yang layak. Layak seperti yang kumaksudkan sebelumnya.

Mereka, menjauhiku. Mencibir, berbisik-bisik dan mengungkit-ungkit penghianatanku. Pengorbananku mengikis dendam dan sakit hati, menjadi shinobi yang ikut mengambil peran besar dalam kemenangan perang atas alasi, tak punya efek sedikit pun. Mereka yang dulunya memujaku kini berbalik menghindariku.

Kalau saja aku dihindari karena berstatus mantan buronan, itu tidak terlalu membuatku melirik. Tapi mereka menjauhiku disertai tatapan aneh. Tatapan yang sejujurnya membuatku risih. Seolah aku ini seonggok daging busuk yang baunya tak lagi bersahabat.

"Ini milik sahabatku."

"Aku tahu."

Teringat pembicaraanku dengan mantan guruku, Kakashi. Pagi ini dia memberiku sebuah benda. Aku meringis tipis menatap benda itu. Aku tahu maksud Kakashi memberiku ini.

Sejarah Uchiha yang terulang.

Aku terdiam menatap topeng spiral di tanganku. Memejamkan mata dan menganalisa apa yang kulihat dan kudengar belakangan ini. Sekarang semua menjadi semakin jelas. Setelah aku kehilangan separuh wajahku yang dulunya dipuja banyak wanita.

Itachi-nii. Jika kau masih hidup, apakah kau akan tetap disamping adikmu ini?

Saat aku akan mengenakan topeng ini, sebuah tangan hangat menahanku. Aku melirik dan mendapati seorang wanita cantik.

Wanita yang tak pernah kusangka akan berada di sampingku saat hampir semua orang menjauhiku.

Juga seorang lainnya, yang berdiri tepat di depan pintu dengan tangan terlipat. Cengiran orang itu tak berubah.

"Tak perlu memakainya, Teme. Itu tidak keren-ttebayo."

Tooku.

Menyakitkan. Kini aku tahu siapa yang benar-benar saudaraku. Aku tahu siapa yang benar-benar mencintaiku.

Dalam hati dan dalam jangka waktu yang tak singkat. Aku menyesali segala keadaannya.


Dua kata: gak jelas. Kumpulan drabble gaje Sasuke setelah perang. Cuma bayangin, seandainya sejarah obito terulang dan terjadi pada sasuke (tapi sasuke selamat). akankah masih ada yang memujanya? menyayanginya? menjadi saudaranya? tulus mencintainya? Sejauh penglihatan saya, fans sasuke&pair cm memuja fisik.