WARNING!

1. MENYIMPANG DARI CERITA YANG ASLINYA

2. Adanya unsur MENGARANG BEBAS dalam cerita ini

3. Typo yang tidak disadari oleh author dan kalimat yang susah dimengerti

4. Ada OC yang aneh dan tidak masuk akal

5. Banyak OOC

6. Ada bagian yang mencoba buat bercanda, tapi garing. Dan ada unsur drama.

...

Don't like? Don't read.


Fate [Chapter 01]

Teiko Junior High School. Sekolah impian bagi semua pemain basket remaja pada umumnya. Saat ini banyak murid baru yang berkumpul di ruang olahraga untuk diseleksi dalam klub basket sekolah ini. Klub basket ini membagi anggota-angotanya menjadi 3 grup. Namun hanya grup 1 yang dapat memulai debutnya sebagai pemain basket Teiko secara langsung saat ada pertandingan.

"Baiklah. Sekarang saya akan membacakan nama-nama yang masuk di grup 1. #8 Aomine Daiki, #11 Midorima Shintaro, #23 Murasakibara Atsushi, #29 Akashi Seijuro, #32 Izuki Yukiteru," ucap Naoto Sanada, pelatih klub basket tersebut.

Saat itu nama-nama tersebut menjadi sasaran semua pasang mata yang ada di sana. Satu laki-laki yang paling tinggi dari antara yang lainnya dan memiliki warna rambut ungu terong, satu laki-laki berkacamata dan berambut hijau tua, satu laki-laki berkulit cokelat tua dan rambut yang berwarna biru tua, satu laki-laki yang memiliki warna mata dan rambut yang sama yaitu warna merah, dan satu orang lagi tidak jelas. Yah, mungkin karena ia menutup kepala dan wajahnya dengan tudung jaket yang ia kenakan sekarang. Ciri-cirinya yang bisa dicatat untuk saat ini hanyalah ia yang memiliki tubuh paling pendek dari antara yang lainnya di grup 1.

"Baiklah. Jadwal latihan grup 2 dan 3 akan disamakan, grup 1 akan mendapatkan jadwal tersendiri. Untuk hari ini, kalian akan latihan bersama dulu," ucap pelatih berumur 29 tahun itu.

Latihan pun dimulai. Latihan ini seperti latihan pada biasanya. Diawali dengan pemanasan, setelah itu lari dari ujung lapangan satu ke ujung lapangan lainnya, lalu tanding basket yang antar anggota. Namun, selama latihan itu pula, semua orang saat itu merasa cukup aneh dengan satu orang. Yah, mungkin sudah bisa diperkirakan. Orang yang dirasa aneh itu adalah orang yang bernama Izuki Yukiteru. Selama latihan ia tidak melepaskan jaketnya. Jangankan jaketnya, tudung kepalanya pun tidak dilepasnya dan tidak lepas secara alami juga saat ia berlari. Apa tudung jaketnya itu diberi lem super supaya bisa terus merekat menutupi kepala dan wajah si pemiliknya? Mungkin saja. Tapi sepertinya itu terlalu berlebihan. Dan yang lebih anehnya lagi, pelatih merasa biasa saja. Ia juga tidak memerintahkan orang itu untuk membuka jaketnya. Sepertinya itu akan menjadi misteri yang terpendam di klub basket Teiko.

.

.

.

Esok harinya, anggota baru grup 1 memasuki ruang olahraga yang saat ini dipenuhi oleh anggota klub basket Teiko lainnya. Seperti yang sudah diperkirakan pula, seisi ruangan saat itu langsung menghadap ke arah pintu masuk yang dilewati oleh mereka. Dan seperti biasa, mereka itu hanya diam, tidak memerdulikan lingkungan sekitarnya. Mereka hanya masuk dan mulai latihan sendiri, untuk mengisi waktu sampai pelatih datang.

"Aku akan memberikan pengumuman singkat," ucap pelatih itu saat ia sudah berdiri di posisi biasanya dan semua anggota klub basket yang ada di sana berkumpul dan berbaris di depan pelatih.

"Saat ini sudah kuputuskan siapa yang akan menjadi vice-captain di sini," lanjut pelatih tersebut. Semua anggota yang ada di sana terdiam, mendengarkan pelatih mereka itu dengan antusias, kecuali para anggota baru grup 1. Mereka terlampau tidak tertarik dengan hal tersebut.

"Akashi Seijuro. Kupercayakan tugas ini padamu. Aku sudah berbicara pada Nijimura dan ia menyetujuinya," ucap pelatih tersebut sambil menatap Akashi.

"Wakarimashita," jawab Akashi.

"Baiklah. Latihan dimulai," ucap pelatih itu lagi.

Saat itu para anggota langsung bubar dari barisannya bersiap untuk latihan. Tidak sedikit dari mereka yang diam-diam mengomentari Akashi dan yang lainnya yang termasuk dalam anggota baru grup 1 saat itu dengan teman mereka. Sayangnya, anggota baru grup 1 itu terlampau tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Mereka hanya fokus berlatih dan bermain basket. Walaupun salah satu dari mereka hanya berdiri di samping captain klub basket saat ini, yah sudah tertebak kalau orang itu adalah Akashi Seijuro.

"Oi, kau. Pendek."

Dua anggota klub basket menghampiri orang yang bernama Izuki Yukiteru. Orang yang merasa terpanggil itu langsung menghentikan aktivitas latihan basketnya saat ini.

"Siapa kau? Kau pikir ini tempat apaan? Seenaknya menjadi sok misterius di sini. Kalau kau memang jantan, lepas tudung jaketmu!" Ucap laki-laki itu sambil memasang muka jengkel.

Orang itu hanya terdiam, tanpa menjawab ucapan seniornya itu. Lalu ia langsung mendribble bola basket yang sedang ia pegang dan berlari ke sisi lapangan yang lain.

"Tch. Apa-apaan dia ini?! Beraninya dia mengacuhkanku?!" Bentak salah satu dari mereka.

"Tenanglah. Kita tidak boleh membuat masalah. Di sini ada pelatih. Ada hal yang membuatku penasaran dengan orang itu. Untuk apa dia menyembunyikan wajahnya? Dan kalau dilihat lagi, sepertinya dia jarang berinteraksi dengan orang lain. Lihat lah. Dari tadi ia hanya berlatih sendiri," ucap temannya itu sambil menatap lekat ke arah orang bernama Izuki Yukiteru itu.

"Tak kusangka keberadaannya ternyata membuat penasaran seluruh anggota klub."

Saat mendengar suara tersebut, kedua orang itu langsung menghadap ke belakangnya. Mereka melihat captain dan vice-captain klub basket Teiko tengah berdiri di belakang mereka berdua.

"Vice-captain, kau se-angkatan dengannya. Apa kau tahu siapa dia yang sebenarnya?" Tanya salah satu anggota klub basket itu dengan cepat.

"Shiranai. Dia orang yang pendiam," ucap Akashi sambil sedikit menggelengkan kepalanya. Matanya seperti tengah mengawasi sosok yang bernama Izuki Yukiteru itu.

"Di datanya pun tidak ada keterangan lain selain namanya, bahkan kelasnya pun tidak ada. Tapi sepertinya pelatih tahu siapa sosok Izuki Yukiteru yang sebenarnya. Karena itulah, ia membiarkan anak itu berkeliaran di sini," ucap Nijimura.

"Cepat atau lambat identitasnya pasti akan terbongkar," ucap Akashi sambil berjalan menjauh dari posisinya saat ini.

.

.

.

Beberapa bulan kemudian, sepertinya anggota klub basket Teiko saat ini mulai terbiasa dengan keberadaan misterius Izuki Yukiteru, dan sampai sekarang pun orang itu masih menutup rapat wajahnya di balik tudung jaket dan enggan berbicara dengan siapapun. Tapi saat bermain, ia bisa dinilai sebagai orang yang bagus dalam hal kerja sama, teknik bermain basketnya pun cukup bagus pula. Karena itu lah, meskipun ia bersikap seperti mengacuhkan orang lain, masih banyak pula yang terus mencoba untuk berbicara dan menjadi teman orang itu.

"Kudengar, ada orang baru yang akan masuk grup 1."

"Ohya, siapa?"

"Kudengar, namanya Kuroko Tetsuya dari kelas 2."

"Heh, tak kusangka ada anak kelas 2 lainnya yang bisa masuk ke grup ini. Kukira hanya mereka berlima saja."

"Mungkin keberuntungan sedang menghujaninya."

Komentar-komentar mulai memenuhi ruang olahraga saat ini. Setelah itu satu per satu pasang mata yang ada di sana langsung mengarah pada pintu yang terbuka lebar saat ini. Mereka melihat dua orang yang tengah berjalan masuk ke dalam ruangan. Satu perempuan berambut pink yang dikuncir ekor kuda dan satunya lagi adalah laki-laki berambut biru muda dengan tatapan innocent nya.

"Aku bawa Kuroko Tetsuya-kun," ucap perempuan itu yang bernama Satsuki Momoi.

"Oh, sankyu," ucap Nijimura.

"Aku sudah menunggumu. Selamat datang di grup 1 klub basket Teiko. Misimu di sini hanya satu, yaitu untuk menang," ucap Akashi sambil mengambil tersenyum tipis.

Kuroko terdiam beberapa saat. "Hai."

Saat itu latihan dimulai seperti biasa. Seperti yang lainnya, Kuroko merasa penasaran dengan sosok yang bernama Izuki Yukiteru. Ia melihat orang itu bermain basket sendirian saat ini di pojokan batas lapangan basket saat ini. Laki-laki berambut biru muda itu memutuskan untuk menghampiri orang tersebut.

"Izuki-kun?" Panggil Kuroko sambil berdiri di depan orang tersebut.

Seperti biasa pula, orang itu hanya terdiam lalu berjalan ke sisi lapangan yang lainnya sambil mendribble bola basket yang ia pegang. Kuroko hanya melihat orang tersebut, ia tidak mengucapkan satu kata pun lagi saat melihat orang itu mengacuhkannya.

"Oi, Tetsu."

Kuroko langsung menoleh ke asal suara tersebut. Ia melihat Aomine yang tengah berjalan menghampirinya.

"Aomine-kun," sahut Kuroko dengan nada dan ekspresi datarnya.

"Untuk apa kau menghampiri Yukiteru?" Tanya Aomine sambil melihat ke arah Yukiteru yang tengah sibuk sendiri dengan bola basketnya.

"Aku hanya penasaran dengannya," jawab Kuroko sambil mengambil arah pandang yang sama dengan Aomine saat ini.

"Percuma saja. Aku melihat hampir semua orang di sini mencoba untuk mendekatinya, tapi tidak ada satupun yang berhasil," ucap Aomine sambil menghela nafas panjang.

"Tapi, sepertinya tidak terlihat seperti orang yang penyendiri," jawab Kuroko yang sukses membuat Aomine tidak menarik nafasnya untuk beberapa saat.

"Apa maksudmu, Tetsu?" Tanya Aomine sambil mengangkat satu alisnya.

"Saat aku menyapanya, dia terdiam beberapa saat. Kurasa sebenarnya dia memiliki niat untuk membalas sapaanku, tapi entah karena alasan apa, dia memilih untuk diam dan pergi," jawab Kuroko sambil menatap Aomine dengan tatapan innocent nya.

"Pengumuman," ujar pelatih dengan suara yang cukup keras dan sukses membuat semua orang yang ada di sana langsung berkumpul di depan pelatih mereka itu.

"Hari ini latihan akan diperketat untuk persiapan pertandingan selanjutnya. Yang akan maju dalam pertandingan kali ini diprioritaskan untuk anggota kelas 1. Sekarang kalian akan dibagi menjadi tim-tim untuk latihan bertanding seperti biasa," ucap pelatih dengan nada tegasnya.

Tanpa membuang waktu yang cukup banyak, pelatih berpengalaman itu telah membagi-bagi anggota klub basket Teiko menjadi beberapa tim. Dan pastinya semua anggota kelas 1 dijadikan satu tim, untuk persiapan tanding yang sebentar lagi akan mereka jalani, terkecuali untuk Akashi, saat ini ia hanya memerhatikan yang lainnya latihan di samping captain klub basket Teiko.

PRIT!

Saat peluit telah ditiup dan jump ball telah dilakukan, permainan pun dimulai. Seperti biasa Aomine, Midorima, Murasakibara, dan Kuroko bermain dengan bagus. Berbeda dengan orang yang bernama Izuki Yukiteru ini. Yang ia lakukan saat ini hanyalah terus berlari mengikuti bola berada, tapi ia tidak pernah mendapatkan bola tersebut, ia selalu kedahuluan oleh teman setimnya sendiri.

Seperti biasa di setiap permainan basket, pasti ada saja moment-moment di mana semua anggota tim terdesak dengan lawan mereka. Aomine, Midorima, Murasakibara sedang dalam masa penjagaan ketat lawan mereka saat ini. Mereka tidak bisa bertindak. Memang bola sudah berada di tangan Kuroko, tapi seperti yang diketahui dia adalah pemain yang payah dalam shooting. Dengan keadaan yang sekarang, mau tidak mau ia harus melakukan shoot, karena waktu yang sudah tidak memungkinkan dan saat ini skor tim mereka sama dengan tim lawannya. Akhirnya, Kuroko benar-benar memutuskan untuk melakukan shoot.

BRAK!

Seperti yang sudah ia duga, shoot nya pasti meleset. Bola basket itu mengenai ring tersebut dan memantul. Tapi saat itu juga laki-laki berambut biru muda ini melihat seseorang yang mengenang tudung kepala jaketnya, melompat di dekat ring dan memasukkan bola tersebut.

PRIIIIIIIIIIIT!

"Permainan berakhir. Dimenangkan oleh team kelas 1," ucap pelatih tersebut.

"Nice, Izuki-kun," ucap Kuroko sambil mengepalkan tangannya dan mengarahkannya ke depan Yukiteru.

Seperti biasa, orang itu terdiam beberapa saat.

Tuk!

Kuroko sedikit terkaget saat ia merasakan tinjuan amat pelan dari Yukiteru. Orang itu tidak berkata apa-apa, ia langsung pergi begitu saja setelah merespon Kuroko.

"Oi, Tetsu," panggil Aomine sambil menghampiri Kuroko.

Kuroko yang masih tidak percaya dengan kejadian tadi, terdiam beberapa saat. Lalu ia melihat ke arah Aomine. "Apa kau lihat tadi? Dia meresponku."

Aomine mengangguk. "Yah, itu memang di luar dugaan."

Kuroko hanya terdiam, ia menatap sosok Izuki Yukiteru yang selama ini menjadi misteri klub basket Teiko dan tersenyum tipis.

.

.

.

Esok harinya, sebagian kecil anggota klub basket Teiko sudah bersiap di lokasi pertandingan. Akashi, Midorima, Aomine, dan Murasakibara bahkan sudah siap karena mereka yang akan memulai permainan saat ini. Hanya kurang satu orang lagi.

NDDRRRT NDDRRRRT

Akashi langsung mengambil HP nya dari dalam tasnya. Lalu melihat siapa si penelepon saat itu.

"Ini Haizaki," ucap Akashi pada Nijimura.

"Berikan padaku," jawab Nijimura dengan cepat lalu ia menyambar HP milik Akashi. Tanpa ragu, ia langsung mengangkat teleponnya.

"Halo, Haizaki?" Ucap Nijimura dengan muka masamnya.

"Gomen. Hari ini aku tidak bisa hadir, aku sedang sakit. Uhuk. Uhuk. Uhuk."

Setelah mendengar kata tersebut Nijimura langsung memutus sambungan telepon tersebut.

"Haizaki tidak bisa hadir, ia sedang sakit," ucap Nijimura pada pelatih. Setelah itu, ia mengembalikan HP milik Akashi itu.

"Kuroko, kau maju sekarang," ucap pelatih sambil menoleh ke arah Kuroko.

Kuroko yang tengah sibuk mengikat sepatunya itu langsung terdiam. Ekspresi tidak percaya 100% muncul di wajah Kuroko saat ini.

Saat jump ball telah dilakukan, pertandingan resmi dimulai. Saat itu, Akashi yang tengah mendribble bola basketnya sambil berjalan biasa.

"Tenanglah, Kuroko-kun. Hal yang pertama yang harus kau lakukan adalah-"

BRUGH!

Semua pasang mata langsung menuju ke arah asal suara tersebut. Di saat itu juga Kuroko mencoba untuk berdiri.

"Gomen. Aku tersandung kakiku sendiri. Tapi aku baik-baik saja," ucap Kuroko dengan nada innocent nya.

"Tidak. Kau tidak baik-baik saja," jawab Akashi saat ia melihat Kuroko mimisan.

Secepatnya, Kuroko langsung keluar lapangan dan mengobati mimisannya itu.

"Ini sepertinya akan jadi mustahil," ucap Murasakibara.

"Tetsu." Aomine hanya terus melihat ke arah Kuroko.

"Dikeluarkan setelah detik pertama," ucap Midorima sambil mengerutkan dahinya.

"Benar-benar di luar ekspetasi," ucap Akashi sambil tersenyum.

"Mau bagaimana lagi. Izuki, kau maju sekarang," ucap pelatih sambil melihat ke arah orang yang sedang duduk santai di kursi yang paling pojok. Ia menggunakan jaket Teiko, namun berbeda dengan yang lainnya, karena hanya jaketnya yang memiliki tudungnya dan tudungnya itu selalu senantiasa menutupi kepala dan wajah pemakai jaketnya itu.

Orang yang terpanggil itu langsung berdiri dan terdiam beberapa saat. Semua anggota klub Teiko saat itu terdiam dan menatap orang itu.

"Kali ini lepaskan jaketmu!" perintah pelatih dengan nada tegasnya.

Anggota klub basket Teiko itu langsung melepaskan kancing jaketnya satu persatu. Entah kenapa itu sangat memancing perhatian anggota klub basket Teiko yang lainnya yang tengah berdiri di sana. Saat semua kancing jaketnya terlepas, pemilik jaket tersebut langsung melepaskannya dan meletakkannya di bangku yang ada tepat di belakangnya.

"HEH?!"

Saat itu semua orang tercengang, melihat orang yang memiliki nomor punggung 13 itu. Ia memiliki bola mata yang berwarna hitam bening dan tajam. Kulitnya berwarna putih mulus. Wajahnya terlihat datar. Rambut hitamnya dengan panjang se-punggung terurai begitu saat. Orang itu tidak memperdulikan keadaan sekitarnya. Ia hanya terus berjalan bersiap untuk masuk ke lapangan

"Teiko. Changing member."

Saat itu Yukiteru langsung berjalan melewati garis terluar lapangan lalu menuju Akashi dan yang lainnya.

"JADI SELAMA INI KAU PEREMPUAN?! BAGAIMANA BISA KAU-" teriak Aomine masih merasa shock, bahkan ia tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.

"Sudah kuduga akan jadi seperti ini," ucap Yukiteru untuk pertama kalinya.

"Kagetnya sudah sampai di sini dulu. Bersiap di posisi," ucap Akashi sambil menghela nafasnya.

Saat itu mereka semua mulai kembali serius bermain. Setiap anggota klub Teiko saat ini sudah menyumbang score, kecuali untuk Yukiteru. Ia hanya terus melakukan passing. Hingga akhirnya ia yang mendapatkan passing dari Aomine, karena ia sudah terdesak dengan lawannya. Yukiteru hanya mendribble santai bola basket tersebut, tanpa menggerakkan kakinya 1 cm pun. Akashi yang memerhatikannya hanya menghela nafas.

'Apa yang menjadi hal istimewa darinya? Sampai pelatih pun tetap memasukkannya ke dalam klub yang tidak semestinya ia masuki,' batin Akashi.

"Lambat!" Saat itu ada seorang lawannya yang mencoba mengambil bola basket itu dari Yukiteru.

Tapi hasilnya gagal, Yukiteru langsung mendribble silang bola basket tersebut dan menatap datar pemain yang saat ini sepertinya kaget.

"Berusahalah untuk menjadi lebih sabar," ucap Yukiteru sambil berlari dan mendribble basketnya melewati orang itu.

"Tidak akan kubiarkan kau lewat!" Bentak lawannya yang lain sambil berdiri membungkuk di depan Yukiteru dan kedua tangannya yang siap kapan saja mengambil alih bola basket tersebut.

Yukiteru hanya berjalan mundur beberapa langkah lalu ia berlari dengan cepat, arahan larinya saat itu adalah terus berubah, ke kanan dan ke kiri. Ia melakukan hal itu dengan cepat hingga ia bisa melewati lawannya itu dengan mudah. Lalu ia mendribble bola basketnya terus hingga menuju ring. Ia melompat dan melakukan lay-up.

'Lumayan,' batin Akashi sambil tersenyum tipis melihat gadis itu.

Mereka terus bermain dengan kerja sama yang sangat kuat, serta kekuatan yang sangat pula juga. Hingga sampai dengan akhir pertandingan, mereka mengungguli score nya. Saat itu semua pemain yang ada di lapangan berjalan menuju pinggir lapangan untuk istirahat. Waktu istirahat menuju pertandingan selanjutnya memang cukup lama, karena sekaligus dengan jam makan siang.

"Kerja bagus," ucap pelatih sambil menatap 5 pemainnya itu yang tengah berjalan bersamaan dari lapangan.

"Sankyu," ucap Aomine sambil tersenyum unjuk gigi.

Mereka semua langsung mengambil minuman mereka dan meminumnya. Satsuki Momoi, yang menjadi manager klub basket Teiko langsung memberikan handuk kecil pada Akashi, Midorima, Aomine, dan Murasakibara.

"Lho, di mana Yu-chan?" Tanya Satsuki sambil menoleh ke kanan kirinya, tangannya menggenggam erat sebuah handuk kecil yang sepertinya itu untuk Yukiteru. Tapi ia tidak menemukan sosok dari Yukiteru.

"Tas nya sudah tidak ada," ucap Midorima sambil melihat ke arah kursi yang berjejer di depannya.

"Tadi aku lihat dia langsung membawa tasnya, lalu berbicara sebentar dengan pelatih. Setelah itu, dia berjalan keluar sendirian," ucap Murasakibara dengan nada biasanya, terdengar seperti orang yang tidak peduli.

"Tidak seperti biasa. Kau memerhatikan orang lain," ucap Midorima sambil membetulkan posisi kacamatanya dengan cara biasanya.

"Mau bagaimana lagi. Aku kaget kalau harus mendadak bermain dengan perempuan seperti tadi," ucap Murasakibara sambil sedikit mengangkat kedua bahunya.

"Kalau itu aku juga," ucap Aomine menyela.

"Tapi dia bukan pemain sembarangan. Karena itu, ia tetap dimasukkan ke dalam tim basket meskipun itu hal yang kurang wajar untuknya," ucap Akashi sambil mengingat-ingat cara Yukiteru bermain basket tadi.

"Benar. Cara bermainnya memang bisa diakui cukup bagus dan tidak bisa diremehkan," ucap Midorima.

"Tapi saat tadi, kurasa itu bukan kekuatan sebenarnya dari seorang Izuki Yukiteru," ucap Akashi sambil mengerutkan dahinya.

"Yah, terserah apa yang terjadi dengannya. Sekarang aku mau makan," ucap Murasakibara sambil mengambil kotak makan siangnya dari tasnya.

"Dai-chan, ini makan siangmu. Dimakan ya," ucap Satsuki sambil menyerahkan satu kotak bekal makan siang.

"Ah..." Aomine hanya terdiam beberapa saat, lalu ia menelan ludahnya dengan susah payah. Ia menerima kotak bekal yang diberikan Satsuki. "Sankyu."

"Ayo," ucap Midorima yang sudah menggenggam kotak bekalnya dan berjalan keluar ruang olahraga yang saat ini menjadi kawasan pertandingan, bersama dengan Akashi. Yang lainnya hanya berjalan mengikuti mereka berdua.

Saat ini mereka sedang duduk di kursi panjang dan memakan makan siangnya. Hanya Aomine yang belum memulai acara makannya. Bahkan membuka kotak bekalnya saja belum. Tangan seperti terasa sangat berat sekali untuk membuka kotak bekal tersebut.

"Ada apa, Aomine-kun?" Tanya Kuroko sambil menatap Aomine.

"Ah, iie. Nan demonai," ucap Aomine sambil tersenyum unjuk gigi pada Kuroko. Lalu ia menarik nafasnya dalam-dalam dan membuka kotak bekal yang diberikan oleh Satsuki itu. Saat melihat isinya, spontan ekspresi mukanya menjadi asam seasam cuka.

"Mine-chin itu apa?" Tanya Murasakibara sambil melihat ke isi kotak bekal Aomine.

"Ini makan siang yang Satsuki kasih tadi. Mau?" Ucap Aomine masih dengan ekspresi yang sama.

"Itu tampak kotor, jadi tidak. Sankyu," jawab Murasakibara sambil menyuap makanannya.

"Aku akan beli snack saja," ucap Aomine sambil menutup kotak bekalnya dan berjalan pergi dari sana.

Mereka hanya terdiam dan kembali melanjutkan acara makan siangnya. Setelah mereka semua selesai makan, mereka segera merapihkan semuanya. Saat itu, Murasakibara melihat ada dompet di atas kursi yang tadinya bekas diduduki oleh Aomine.

"Bukannya ini dompet Mine-chin?" Tanya Murasakibara sambil melihat ke arah dompet tersebut.

"Sepertinya dompetnya ketinggalan. Biar aku yang mengantarkannya," jawab Kuroko sambil berjalan mendekati Murasakibara.

"Hn, ini," ucap Murasakibara sambil melempar dompet Aomine ke arah Kuroko. Sayangnya, Kuroko yang mencoba untuk menangkap dompet itu malah gagal dan dompet itu akhirnya terjatuh.

"Kau melemparnya terlalu cepat," ucap Kuroko sambil mengambil dompet Aomine.

"Kau yang terlalu lambat," jawab Murasakibara.

Kuroko hanya terdiam beberapa saat, lalu ia pergi mencari Aomine.

.

.

.

Jam istirahat pun berakhir. Semuanya kembali masuk ke dalam ruang olahraga. Para anggota team basket Teiko melihat Yukiteru masuk ke dalam ruang olahraga dan berjalan menghampiri mereka semua. Perempuan itu hanya terdiam, ia meletakkan tasnya di atas kursi yang kosong.

"Izuki-san," panggil Kuroko sambil menghampirinya.

Yukiteru hanya terdiam, ia menyahut Kuroko hanya dengan menolehkan sedikit kepalanya ke arah Kuroko.

"Kau darimana saja? Kenapa tidak istirahat bersama yang lainnya?" Tanya Kuroko dengan nada innocent nya.

"Kupikir kalian tidak suka dengan adanya orang asing masuk ke dalam team kalian," jawab Yukiteru sambil mengobrak-abrik isi tasnya.

Saat itu Akashi yang tidak sengaja mendengar hal tersebut langsung menoleh ke asal suara tersebut. Ia memutuskan untuk berjalan menghampiri dua orang itu.

"Izuki Yukiteru," panggil Akashi sambil menatap serius perempuan itu.

"Tidak apa, habis pertandingan ini aku akan keluar dari klub," ucap Yukiteru sambil berhenti mengobrak-abrik tasnya dan membalas tatapan Akashi.

Saat itu mau tidak mau mereka harus memotong percakapan mereka, karena pelatih sudah datang dan mereka harus berkumpul dengan yang lainnya untuk mendapatkan pengarahan singkat dari pelatih.

"Yang akan maju untuk pertandingan nanti saat babak pertama adalah Akashi, Midorima, Murasakibara, Aomine, dan Izuki. Kuroko, kau akan maju di babak kedua," ucap pelatih seperti biasanya, dengan nada tegasnya.

Para pemain langsung berjalan memasuki lapangan dan bersiap pada posisi mereka masing-masing. Saat jump ball dilakukan, permainan resmi dilakukan. Yukiteru yang saat ini langsung mendapatkan bola dari Murasakibara setelah jump ball tadi.

Seperti biasa, Yukiteru mendribble bola basket itu dengan santai dan tidak menggerakkan kakinya sama sekali, tatapannya saat ini hanya terarah pada bola basket itu. Ia tidak memedulikan orang lainnya yang sudah geram karena melihatnya.

Deg!

'Aura apa ini?' batin Akashi.

'Apa-apaan ini? Ada apa dengannya?' batin Midorima.

'Yang benar saja?!' batin Aomine.

'Mustahil,' batin Murasakibara.

Semua pasang mata hanya terdiam kaku, melihat perempuan yang memegang bola saat mengangkat kepalanya lalu ia berlari dengan kekuatan sedang. Tatapan tajam seperti menusuk siapa saja yang menghalangi jalannya saat ini. Ia memasukkan bola basket ke dalam ring yang ada di depannya dengan sangat mudah.

Setelah itu, lawannya mendribble bola dengan cepat menuju ring basket yang satu lagi. Tapi saat itu juga Yukiteru lari dan menghentikan langkah pemain lawan tersebut. Spontan lawan tersebut passing bola tersebut pada lawannya yang ada di belakang Yukiteru.

Brugh!

Suara bola yang terjatuh itu membuat orang yang memegang bola basket itu cukup terkaget. Ia melihat satu tangan di belakang sampingnya. Lalu ia melihat ke belakangnya, ia melihat itu adalah tangan Yukiteru. Tapi badan dan kepalanya tetap menghadap ke kawannya yang passing bola basket tersebut kepadanya.

Dengan cepat, Aomine menangkap bola tersebut dan mendribble bola tersebut hingga ke ring dan memasukkan bola tersebut.

"Nice, Yukiteru," ucap Aomine mencoba untuk tersenyum seperti biasa dan berjalan menghampiri Yukiteru.

Seperti biasa, orang itu hanya terdiam. Yang berbeda kalo ini adalah tatapan tajam yang menghiasi wajahnya saat ini.

"Akashi, apa kau merasakan ada sesuatu?" Tanya Midorima sambil mendekati Akashi.

"Ya, dan sesuatu itu yang membuatku tidak bisa membiarkannya keluar dari team," jawab Akashi sambil menatap lurus ke arah Yukiteru.

Setelah itu, Yukiteru terus berperan mengambil alih bola basket tersebut dari lawan. Tak jarang pula ia seperti sedang menganggap bola basket itu adalah miliknya sendiri karena mayoritas ia yang menyumbangkan score untuk team Teiko saat ini. Permainannya saat ini tidak bisa dihentikan oleh siapapun.

"Hentikan perempuan itu!" Teriak kapten lawannya saat itu. Terlihat sekali kepanikan di wajahnya karena saat ini score nya sudah tertinggal jauh dengan score Teiko.

Dahi Yukiteru langsung mengerut saat melihat di depannya ada 3 pemain lawannya yang berjaga-jaga di depannya. Tapi sebenarnya itu tidak berpengaruh banyak pada team Teiko. Karena pemain yang lainnya memiliki potensi yang sama dengan perempuan ini.

"Jangan menghalangiku!" Titah Yukiteru dengan suara pelannya. Ekspresi wajahnya saat ini tidak bisa tertebak karena sebagian besar tertutup oleh poninya yang cukup panjang.

Saat itu Yukiteru menggerakkan kakinya ke samping kiri dan kanan dengan cepat hingga ketiga orang di depannya mengikutinya. Ia terus memerhatikan orang-orang yang ada di depannya.

BRUGH!

Saat itu semua pasang mata tertarik oleh suara tersebut. Mereka semua melihat ketiga orang itu terjatuh ke arah samping dengan bersamaan.

"Ah, gomen. Kakiku tersandung kakimu," ucap salah satu dari mereka

"Tidak apa. Tapi sekarang perempuan itu lari lagi," jawab kawannya yang ikut jatuh tadi.

Yukiteru langsung berlari menuju lawan yang saat ini sedang memegang bola tersebut. Dengan cepat ia mengambil alih bola tersebut. Lalu mendribblenya dengan cepat pula hingga ia melihat ada lawan yang mencoba untuk menghentikannya. Ia langsung mendribble bola itu sambil berputar sesuai dengan arah jarum jam.

'Baka. Gerakan seperti itu tentu saja akan tertebak dengan mudah,' batin lawannya yang ada di depan Yukiteru saat ini. Saat itu lawannya langsung menggerakkan kakinya ke arah yang sudah diprediksikannya.

Tapi saat itu juga mata pemain tersebut langsung membulat. Ia tidak menyangka kalau Yukiteru akan berputar hingga ke sisi yang berbeda. Saat itu Yukiteru langsung kembali berlari lurus melewati pemain tersebut. Dan saat ia ingin melompat dan memasukkan bola basket yang ia pegang saat ini, ia melihat pemain lawan ikut melompat dan mencoba mencegahnya. Dengan cepat Yukiteru malah menggerakkan tangan kanannya yang memegang bola ke belakang punggungnya.

DUAK!

Semua orang langsung tercengang saat melihat Yukiteru melakukan passing ke arah Murasakibara yang ada di dekatnya saat itu dengan siku kirinya. Murasakibara yang mendapatkan bola tersebut terdiam beberapa saat, ia masih tidak percaya dengan hal yang terjadi.

"Shoot, Murasakibara-san!"

Saat itu Murasakibara hanya melakukan apa yang diteriaki oleh Yukiteru. Sebenarnya ia masih cukup shock saat mendengar ternyata suara perempuan itu sangat bening. Berbeda dengan ekspetasinya, suara garang seperti yakuza. Akhirnya, Murasakibara langsung melakukan shoot dan bola basket itu masuk dengan mulusnya ke dalam ring.

NEEEEEETTTTTTT!

"Teiko. Changing member. #13 Izuki Yukiteru dengan #16 Kuroko Tetsuya."

Yukiteru terdiam beberapa saat. Kepala tertunduk. Tanpa berbicara apapun, ia berjalan menuju luar lapangan. Saat itu Kuroko berjalan memasuki lapangan dan berpapasan dengan perempuan itu. Ia menghadap ke belakang, lebih tepatnya ke arah punggung Yukiteru beberapa saat. Lalu ia kembali menghadap ke depan dan berjalan bersiap pada posisinya. Dan permainan kembali dimulai.

.

.

.

"Permainan cukup bagus. Selamat. Saat ini kau akan menjadi pemain ke-6 di team, Kuroko Tetsuya," ucap pelatih.

"Bagaimana dengan Izuki Yukiteru?" Sela Akashi sambil menatap serius pelatih.

"Hn. Dia mengatakan kalau dia ingin keluar dari team," ucap pelatih.

"Tch. Jadi dia benar-benar serius," ucap Akashi dengan suara pelan. Ia mengingat saat kemarin, sosok yang selama ini menjadi misteri itu tidak berada di tempat hingga team Teiko sampai di garis kemenangan pertandingan, orang itu menghilang secepat angin. Dan hari ini pula ia tidak ikut latihan bersama dengan yang lainnya.

.

.

.

Keesokan harinya, tak lama setelah bel pulang sekolah, Akashi berjalan berkeliling kelas dan melihat isi kelas tersebut satu persatu bersama Midorima.

"Siapa yang kau cari?" Tanya Midorima sambil terus berjalan di samping belakang Akashi.

"Seseorang," jawab Akashi sambil melihat sekilas ke dalam ruangan dan kembali berjalan.

"Perempuan itu, benar?" Tanya lagi Midorima.

Akashi terhenti beberapa saat lalu ia kembali berjalan. "Ya."

"Untuk apa kita bersusah payah mencari satu orang yang sebenarnya tidak mungkin bisa masuk ke dalam team," ucap Midorima sambil terus berjalan.

"Mungkin. Dan dia sendiri yang sudah membuktikannya hal itu."

Midorima hanya menghela nafasnya, lalu ia berhenti berjalan saat Akashi juga berhenti berjalan.

"Dia tidak ada di mana-mana. Tidak mungkin dia pulang secepat ini," ucap Akashi sambil berpikir ulang.

"Kita bisa mencarinya lain waktu. Sekarang sudah waktunya untuk latihan," kata Midorima sambil menaiki posisi kacamatanya dengan 3 jarinya.

Akashi menghela nafas panjang. "Baiklah."

Akashi dan Midorima akhirnya memutuskan untuk berjalan ke arah ruang olahraga dan bergabung dengan yang lainnya untuk berlatih.

"Katanya si misterius itu sudah keluar dari team basket."

"Yah, mungkin karena jati dirinya sudah terbongkar. Kudengar, ternyata dia itu adalah perempuan."

"Heh?! Untuk apa ada perempuan di team basket ini?"

"Entahlah. Aku bahkan jadi ragu sekarang. Bagaimana bisa dia menandingi kekuatan laki-laki?"

"Yah, kurasa dia akan mati kecapekan di lapangan."

Saat mendengar itu, Kuroko langsung menghampiri mereka semua.

"Kalian yang tidak ikut saat pertandingan yang lalu sebaiknya memastikannya dulu," ucap Kuroko dengan tatapan innocent nya.

"Ya, lebih baik kalian tidak meremehkannya," ucap Aomine sambil menghampiri mereka semua.

"Memangnya ada apa dengan perempuan sepertinya?" Tanya salah satu dari mereka.

"Dia orang yang kuat," ucap Aomine, dan Kuroko langsung mengangguk setuju.

"Ada apa ini?"

Saat mendengar suara itu, semua orang yang ada di sana langsung menolehkan kepalanya ke arah asal suara tersebut. Spontan beberapa dari mereka menggelengkan kepalanya saja.

"Tidak ada apa-apa," jawab salah satu dari mereka. Setelah itu mereka langsung pergi menuju sisi lapangan yang lain untuk berlatih seperti biasa lagi.

Laki-laki berambut merah yang saat ini menjabat sebagai captain klub basket Teiko itu hanya terdiam melihat orang-orang tersebut. Lalu memberi kode kepada Aomine dan Kuroko untuk melanjutkan latihannya. Tanpa berkata apa-apa, Aomine dan Kuroko langsung melanjutkan latihannya.

.

.

.

Malam hari di kediaman keluarga Akashi, saat ini seorang ayah sedang makan malam bersama anak satu-satunya, Seijuro. Mereka duduk di kursi meja makan yang terlihat cukup mewah dan bisa dibilang sebenarnya meja makan tersebut bisa memuat cukup banyak orang. Tapi saat ini hanya diisi oleh dua orang, bisa dibilang terlihat menjadi sangat sepi.

"Seijuro, perusahaan kita akan bekerja sama dengan perusahaan terkemuka lainnya. Dan aku ingin kau untuk menjalin hubungan dengan anak gadis dari presiden direktur perusahaan tersebut. Bagaimanapun juga kerja sama ini sangat penting dan menguntungkan, aku ingin kerja sama ini terjalin dengan baik. Karena itu, kau harus menyetujuinya," ucap sang ayah.

Sang anak hanya terdiam beberapa saat. "Hai."

"Besok akan ada pertemuan makan malam dengan mereka. Pastikan kau bersiap-siap untuk hal itu," ucap lagi sang ayah sambil menatap anak satu-satunya itu.

"Hai," ucap sang anak yang sepertinya hanya memiliki satu kata itu di dalam otaknya.

.

.

.

Keesokan harinya, Akashi pergi ke sekolah seperti biasa dengan mobil dan sopir yang selalu mendampinginya. Sesampainya di sekolah, dengan cepat sopir itu langsung turun dan membukakan pintu untuk Akashi. Akashi hanya terdiam beberapa saat sebelum ia turun dari mobil. Lalu ia langsung berjalan memasuki wilayah sekolah.

Saat itu Akashi melihat sosok yang akhir-akhir ini ia cari, ia melihat orang itu memasuki wilayah sekolah dengan menggunakan sepedanya. Dan memarkirkan sepedanya di tempat yang disediakan. Saat itu Akashi langsung menghampiri orang tersebut.

"Izuki Yukiteru," panggil Akashi sambil berdiri di depan Yukiteru yang kali ini tengah ingin berjalan memasuki gedung sekolah.

Seperti biasa, orang yang merasa terpanggil itu hanya terdiam. Ia hanya menatap Akashi beberapa saat. Lalu berjalan ke arah samping Akashi, seperti orang ingin menghindari sesuatu.

Grep!

"Beri aku waktu untuk berbicara sebentar," ucap Akashi sambil menggenggam lengan Yukiteru.

"Bicaralah," ucap Yukiteru tanpa menoleh ke belakangnya.

"Untuk apa kau keluar dari klub?" Tanya Akashi 'to the point' sambil melepaskan genggaman dan menghadap ke arah Yukiteru

"Tidak ada. Bukankah kalian memang tidak suka ada perempuan yang bermain di team kalian?" Ucap Yukiteru sambil membalikkan badannya pula ke hadapan Akashi, kepalanya sedikit tertunduk hingga poni nya yang panjang hampir menutup seluruh wajah Yukiteru.

"Kalau kau mengira seperti itu, untuk apa kau masuk ke team dari awal?" Tanya lagi Akashi seperti sedang mengintrogasi Yukiteru.

"Itu bukan urusanmu," jawab Yukiteru sambil mengepalkan tangannya dengan kuat.

"Kembalilah ke dalam team," titah Akashi dengan nada tegasnya.

"Untuk apa? Kalian masih memiliki pemain yang berpotensi sepertiku," jawab Yukiteru sambil mengangkat kepalanya dengan cepat.

"Karena aku menginginkanmu."

Yukiteru terdiam beberapa saat. Dahinya langsung mengerut. "Apa maksudmu?"

"Aku tahu apa yang kau rasakan saat pertandingan yang lalu. Kalau kau ingin kembali ke dalam team, kau bisa datang kapan saja kau mau," ucap Akashi sambil berjalan melewati Yukiteru.

Yukiteru hanya kembali tertunduk. Senyuman tipis muncul di bibirnya. Kepalan di tangannya semakin menguat.

"Kau tidak tahu apa-apa."

.

.

.

"Akashi. Oi. Akashi."

Saat itu mata laki-laki berambut merah itu langsung sedikit membulat kaget. "Maaf, ada apa?"

"Tidak seperti biasanya, ada apa?" Tanya Midorima yang kini berdiri di samping Akashi, matanya memerhatikan orang-orang yang sedang latihan di depannya.

"Iie. Hari ini aku ada urusan keluarga, jadi aku akan pulang lebih cepat. Bisa kau menggantikanku?" Ucap Akashi sambil sedikit menoleh ke Midorima.

Midorima hanya menghela nafas. "Baiklah."

Tak lama kemudian, Akashi memutuskan untuk berjalan menuju posisi di mana pelatih berdiri saat ini.

"Permisi, saya ingin meminta izin untuk pulang sekarang. Ini surat izin dari orang tua saya," ucap Akashi sambil menyerahkan sebuah amplop putih kepada pelatih.

Pelatih menerima amplop tersebut. Ia membuka amplopnya dan menarik keluar selembar kertas yang dilipat dari amplop tersebut, lalu ia membacanya tanpa suara.

"Hn. Baiklah. Kau diizinkan untuk pulang," ucap pelatih sambil kembali melipat kertas tersebut dan memasukkannya kembali ke dalam amplop.

"Arigatou," ucap Akashi sambil sedikit membungkukkan badannya lalu berjalan keluar ruang olahraga.

Dengan cepat, Akashi mengganti bajunya dan berjalan keluar sekolah. Ia terdiam beberapa saat, lalu menghadap ke atasnya, bisa ia lihat warna orange dan warna tua yang lainnya kali ini mendominasi warna langit. Ia melihat sopirnya yang sudah menunggunya di depan sekolah. Tanpa berbicara satu katapun, ia terus melangkahkan kakinya menuju sopir dan mobilnya itu. Ia langsung masuk ke dalam mobil tanpa harus repot-repot membuka pintunya, karena pintunya sudah dibukakan oleh sopir tersebut. Setelah ia masuk, pintu mobil langsung ditutup oleh sopir tersebut. Tak membutuhkan waktu yang lama, sopir itu langsung masuk ke dalam mobil dan menjalankan mobil tersebut.

Sesampainya di kediaman Akashi, langit sudah berubah menjadi gelap sepenuhnya. Sopir itu langsung keluar mobil dan membukakan pintu untuk tuannya. Majikannya itu langsung keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah yang bisa dianggap cukup mewah itu. Seorang pelayan langsung berjalan di samping belakang laki-laki berambut merah itu.

"Okaeri, Seijuro-sama," ucap pelayannya.

"Anda harus segera bersiap-siap. Tuan sudah menunggu anda di ruang baca nya," ucap pelayan itu lagi.

"Baiklah," jawab laki-laki yang saat di rumahnya ini dikenal dengan nama Seijuro.

Aka- ah, maksudnya Seijuro. Tak membutuhkan waktu yang lama, ia sudah siap dengan kemeja putih dan rompi abu-abunya. Ia berjalan menuju tempat di mana ayahnya berada. Saat sampai di depan pintu sebuah ruangan, Seijuro mengetuk pintu itu dengan perlahan dan membukanya dengan perlahan pula.

"Tou-san."

"Kau sudah siap," ucap sang ayah sambil menutup bukunya dan melepaskan kacamata bacanya. Saat itu ia langsung berdiri dan berjalan menuju pintu.

"Kita berangkat sekarang," ucap ayahnya lagi sambil berjalan keluar ruangan yang diikuti oleh Seijuro.

Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Hanya suasana hening yang menemani mereka berdua selama berjalan keluar 'istana' mereka itu. Sampai mereka masuk ke dalam mobil dan memulai perjalanan pun tidak ada satupun dari mereka yang membuka suara mereka.

"Aku ingin kau terlihat lebih ramah saat nanti, terutama kepada gadis yang nanti akan bersamamu," ucap sang kepala keluarga.

"Hai. Tapi, boleh kutanya satu hal?" Tanya Seijuro sambil menoleh sedikit pada ayahnya.

"Apa?"

"Apa ini sama saja dengan perjodohan?" Tanya Seijuro sambil menatap lekat ayahnya.

Ayahnya terdiam beberapa saat. "Ya."

Setelah itu, suasana dalam mobil kembali menjadi hening hingga mereka sampai di sebuah hotel berbintang 5. Sopir yang mengantar mereka langsung keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk ayah dan anak ini. Mereka langsung keluar dan berjalan masuk ke dalam.

Saat itu di depan pintu restaurant hotel tersebut, ada seorang pelayan yang menggunakan setelan jas dan dandanan rambut yang rapih menghampiri mereka berdua.

"Selamat datang. Anda telah ditunggu. Mohon persilahkan saya untuk mengantarkan anda," ucap pelayan itu sambil sedikit membungkukkan badannya.

Lalu pelayan itu membalikkan badannya dan membimbing kedua orang itu menuju sebuah meja yang telah diisi oleh tiga orang yang sedang sibuk membaca buku menu. Satu orang pria sibuk bertanya-tanya pada pelayan yang bertugas untuk menulis pesanan.

"Arata," panggil sang kepala keluarga Akashi itu.

Pria yang merasa dipanggil itu langsung menoleh ke asal suara, ia langsung menutup buku menu yang sedang ia pegang dan langsung berdiri sambil tersenyum hangat. Begitu pula seorang wanita, yang bisa dipastikan kalau itu adalah istrinya. Wanita itu mengenakan gaun ber-design sederhana dengan bahan kain sutra putih polos hingga terlihat kesan elegan dari gaun tersebut. Dan seorang gadis yang berambut hitam panjang seperti ibunya, hanya saja bedanya rambut ibunya sekarang ini tersanggul rapih. Poninya pun terpotong rapih hingga dapat menunjukkan wajah mulus dari gadis itu. Bola mata gadis itu berwarna hitam bening seperti ayahnya. Ia mengenakan dress merah yang panjangnya sampai di atas lututnya.

Saat sepasang mata milik Akashi bertemu dengan sepasang mata milik gadis itu, ia langsung sedikit menegang, namun ia mencoba dalam dirinya untuk tetap terlihat tenang. Bagaimanapun caranya.

"Maaf sudah membuat kalian menunggu," ucap ayah dari Seijuro.

"Tidak apa. Kami juga baru datang. Silahkan duduk," ucap presdir dari perusahaan yang akan bekerja sama dengan perusahaan milik keluarga Akashi. Keramahan yang ditunjukkannya tidak terlihat kalau itu memang sangat disengaja untuk menarik simpati.

Saat itu mereka semua duduk dan kembali membuka buku menu. Sepasang mata Akashi terus terpancing melihat gadis yang duduk di seberangnya saat ini.

"Seijuro, kau pesan apa?" Tanya sang ayah yang duduk di sampingnya.

Saat itu mata Akashi mengedip dengan cepat. "Apa saja yang menjadi best seller di sini," jawabnya sambil menutup buku menu nya.

Setelah itu mereka semua memesan makanan yang mereka inginkan. Dengan cepat pula pelayan itu mencatat semua pesanan mereka dan membacakan ulang pesanan tersebut untuk memastikan kebenarannya. Setelah itu pelayan yang bertugas di sana langsung mengangkat buku menu yang ada di sana dan berjalan pergi dari sana.

"Jadi, ini putri yang kau ceritakan waktu itu," ucap ayah Seijuro sambil menatap gadis yang duduk di samping ibunya itu.

"Ya, namanya Izuki Yukiteru," jawab sang kepala keluarga Izuki.

"Ini putraku, namanya Akashi Seijuro," ucap pria yang duduk di samping Akashi.

"Bagaimana dengannya? Sudah kaa-san bilang kan, kalau pemuda yang akan dijodohkan denganmu itu menarik?" Tanya ibu dari Izuki Yukiteru itu.

Gadis itu hanya terdiam, tanpa berkata-kata apapun. Pandangan matanya kosong.

"Putriku memang pendiam saat bersama dengan orang yang belum terlalu dikenalnya. Mohon maklum," ucap ayahnya tanpa menghilangkan senyumannya.

"Kau sekolah di mana?" Tanya ayah Akashi sambil menatap gadis itu.

"Teiko Junior High School," jawab Yukiteru dengan suara beningnya.

"Jadi kalian satu sekolah?" Tanya ayah Seijuro dengan cepat.

"Memangnya putramu sekolah di mana?" Tanya balik ayah Yukiteru.

"Sekolah yang sama dengan putrimu," jawab ayah Seijuro agak sedikit terkaget.

"Wah, tidak kusangka. Berarti kalian saling kenal?" Tanya ibu Yukiteru sambil tersenyum tipis.

"Ya. Aku mengenalnya," jawab Akashi sambil menatap lurus Yukiteru.

"Baguslah. Dengan begini, kita tidak perlu pusing-pusing memikirkan cara untuk membuat kalian dekat," ucap ayah Yukiteru sambil tertawa kecil.

Yukiteru hanya terdiam. Ia tidak berkata apa-apa selain hal yang ditanyakan oleh ayah Akashi. Saat itu menu appetizer mereka datang yang dibawakan oleh seorang pelayan. Pelayan itu menaruh piring-piring yang ia bawa dengan rapih di depan tamu nya satu persatu dengan cepat. Setelah itu pelayan itu langsung pergi menuju meja yang lainnya untuk mengantarkan pesanan orang lain. Mereka semua langsung bersiap-siap untuk makan. Saat itu mereka membuka kain yang tersedia di meja makan dan meletakkannya di pangkuan mereka, lalu mereka semua mengambil peralatan makan mereka dan memulai makan.

Saat itu, mata Akashi tidak bisa lepas dari depannya hingga ia menemukan suatu kejanggalan yang ada di depannya. Untuk memastikannya ia melihat ke sekitarnya pula dan kembali melihat ke depannya.

'Kenapa tidak ada?' Batin Akashi sambil mengerutkan dahinya.

"Ada apa, Akashi-san?" Tanya Yukiteru sambil mengerutkan dahinya pula. Sepertinya ia merasa kalau dari tadi ia terus ditatap dengan lekat oleh orang yang ada di depannya saat ini.

"Seijuro."

"Heh?" Respon Yukiteru kurang mengerti dengan ucapan Akashi yang menyimpang dari topiknya saat ini.

"Akashi adalah nama keluargaku. Kurasa lebih nyaman kalau kau memanggilku Seijuro," jawab Akashi sambil terus menatap Yukiteru.

Yukiteru terdiam beberapa saat. "Baiklah."

Ibu Yukiteru menyenggol putrinya itu dengan sikunya. Putrinya itu tentu saja menatap ibunya dengan tatapan tidak mengerti. Ibunya hanya terus memberinya kode, tanpa mengucapkan sepatah katapun. Cukup lama hingga akhirnya Yukiteru mengerti apa maksud dari ibunya.

"Seijuro, kau bisa memanggilku Yuki," ucap Yukiteru. Setelah itu ia kembali melanjutkan acara makannya.

Akashi terdiam beberapa saat dan tersenyum tipis, "hai."

Selama makan malam, meja makan itu terisi dengan pembicaraan tentang bisnis. Hingga sampai di menu dessert pun yang menjadi topik pembicaraan adalah bisnis.

.

.

.

Keesokan harinya Akashi seperti biasa tiba di sekolah dengan mobil dan sopirnya. Saat ia keluar dari mobilnya, ia melihat Yukiteru masuk ke daerah sekolah dengan sepedanya. Ia langsung berjalan masuk ke dalam wilayah sekolah dan menghampiri sosok gadis yang tengah memarkirkan sepedanya itu di tempat yang tersedia.

"Ohayou," sapa Akashi.

"Oh. Ohayou mou, Akashi-san," sahut Yukiteru sambil berjalan. Dan akashi berjalan mengikuti Yukiteru.

"Seijuro."

"Akashi-san, sekarang kita ada di sekolah," ucap Yukiteru sambil berhenti berjalan dan menghadap Akashi.

"Memangnya kenapa?"

"Hubungan ini cuma kita yang tahu, kan? Kalau ada orang lain yang tahu, bagaimana?" Tanya balik Yukiteru sambil mengangkat satu alisnya.

"Itu bukan masalah serius," jawab Akashi sambil melihat sekitarnya.

"Akashi-san, aku tahu kau juga pasti terpaksa dengan hal ini. Kau dipaksa dengan ayahmu, sama seperti aku dipaksa oleh ayahku. Dan pastinya, kau memiliki seseorang yang kau sukai. Jadi berhentilah ber-acting setidaknya saat orang tua kita tidak ada," ucap Yukiteru sambil menundukkan kepalanya.

"Kau orang yang paling keberatan dengan hal ini, benar?"

"Ya."

Akashi terdiam beberapa saat. "Kenapa?"

"Bukan urusanmu," jawab Yukiteru sambil kembali berjalan.

"Kau menyukai orang lain, benar?" Tanya Akashi sambil menggenggam lengan Yukiteru.

Gadis itu hanya terdiam beberapa saat. Ia menghela nafas panjang. "Sudah kubilang itu bukan urusanmu."

"Kau tidak tahu aku selalu mencarimu. Apa aku harus seperti laki-laki lain yang langsung mengatakan 'aku suka padamu' supaya kau mengerti?" Entah suasana apa, untuk kali ini ia sedikit menundukkan kepalanya, matanya tertutup oleh poni merahnya.

Yukiteru langsung menoleh ke arah Akashi. "Apa maksudmu?"

"Awalnya kupikir aku hanya tertarik dengan caramu bermain basket. Tapi saat itu juga sosokmu terus memancingku, walaupun setelah pertandingan, kau menghilang tanpa jejak," ucap Akashi dengan suara pelan.

"Aku bukan orang yang pantas untukmu," jawab Yukiteru dengan suara pelan juga. Saat itu ia melepaskan genggaman Akashi dan berlari menuju gedung sekolah.

Saat itu Akashi hanya melihat punggung gadis yang tengah berlari tersebut. Ia hanya terdiam dan terus menatap gadis itu hingga sosoknya itu menghilang.

'Jadi apa yang kau rahasiakan?'

Di dalam gedung sekolah, Yukiteru mengganti sepatunya dengan cepat, lalu ia kembali berlari kecil ke arah kelasnya. Ia pun memasuki kelasnya dengan nafas terengah-engah.

"Kupikir aku sudah mati," ucap Yukiteru sambil berjalan sempoyongan ke arah bangkunya. Ia duduk dengan membanting dirinya sendiri dan mencoba untuk menormalkan pernafasannya saat ini.

"Ada apa, Izuki-san?" tanya Kuroko sambil berjalan menghampiri.

"Heh? Bukannya sudah kubilang, berhentilah memanggilku dengan nama itu. Itu terdengar aneh," jawab Yukiteru sambil menghela nafas panjang.

"Aku tidak keberatan dengan hal itu," ucap Kuroko dengan nada innocent nya.

"Tapi aku yang keberatan," ucap Yukiteru sambil menggaruk kepalanya dengan kasar.

"Kau belum cuci rambut?"

"Hah?!" Respon Yukiteru sambil menatap Kuroko dan mengangkat satu alisnya.

"Kau menggaruk kepalamu dengan sangat keras. Apa itu tidak menyakitkan? Kusarankan kau memakai produk shampo terbaru saat ini. Baunya sangat harum," ucap Kuroko sambil menatap datar Yukiteru.

Yukiteru hanya tertawa terbahak-bahak sambil menepuk dahinya sendiri. "Kau pikir ini iklan."

"Akhirnya, kau tertawa," ucap Kuroko sambil tersenyum.

"Heh?" Respon Yukiteru sambil berhenti tertawa.

Kuroko hanya menggelengkan kepalanya. "Tidak."

"Hei kau, beritahu aku!" Titah Yukiteru sambil berdiri, lalu ia menatap Kuroko dengan lekat dan menyeringai. Saat itu Kuroko sedikit merinding.

"Ba-baik. Selama ini Izuki-san selalu terlihat muram setelah pertandingan yang lalu. Izuki-san juga tidak pernah hadir saat latihan akhir-akhir ini. Pelatih bilang kalau kau sudah keluar dari team. Tapi aku tidak percaya dengan hal itu. Aku ingin menanyakannya padamu, tapi dilihat akhir-akhir ini suasana hatimu terlihat selalu buruk, jadi kuurungkan niatku itu," jawab Kuroko dengan panjang lebar.

Yukiteru terdiam beberapa saat. "Maaf. Tapi tenang saja, aku baik-baik saja."

"Izuki-san, kenapa kau tidak kembali ke team?" Tanya Kuroko sambil menatap Yukiteru dengan tatapan innocent nya.

"Aku ingin kembali ke team. Bagaimanapun juga aku memiliki kecintaan yang sama untuk bermain basket. Tapi aku tidak bisa," jawab Yukiteru sambil menundukkan kepalanya.

"Kau bergurau? Tentu saja kau bisa. Aomine-kun, Murasakibara-kun, Kise-kun, bahkan sampai Midorima-kun dan Akashi-kun pun terus berbicara berharap kau kembali ke dalam team," ucap Kuroko sambil tersenyum tipis.

Yukiteru mengangkat kepalanya perlahan. "Kenapa?"

"Karena dari awal kita memang satu team. Sekalinya team tetaplah team," jawab Kuroko tanpa menghilangkan senyumannya.

Yukiteru terdiam beberapa saat. "Kuroko-san, aku akan berbicara dengan pelatih. Kalau aku belum kembali sampai jam pelajaran dimulai, tolong katakan pada sensei kalau aku sedang ada urusan."

"Hai," ucap Kuroko dengan semangat.

"Sankyu," ucap Yukiteru untuk terakhir kalinya sebelum ia pergi keluar kelas.

.

.

.

Bel pulang sekolah pun berbunyi semua orang langsung berhamburan keluar kelas, ada yang hanya sekedar berdiri di koridor, ada yang sibuk belajar lagi di perpustakaan, dan ada pula yang mempersiapkan dirinya untuk kegiatan klub. Saat ini Yukiteru bersama Kuroko, tengah berjalan di koridor dengan tujuan ke ruang olahraga.

"Syukurlah kalau pelatih langsung memperbolehlanmu kembali masuk ke dalam team," ucap Kuroko sambil tersenyum.

"Tapi Kuroko-san, ada satu hal yang terlupakan," jawab Yukiteru sambil berhenti berjalan. Kepalanya tertunduk.

"Ada apa?" Tanya Kuroko sambil ikut berhenti berjalan dan menoleh ke Yukiteru.

"Aku lupa membawa baju ganti."

"Bagaimana bisa?" Respon Kuroko yang sebenarnya dengan nada datar.

"Tentu saja bisa. Aku masuk kembali ke dalam klub basket ini secara mendadak. Bagaimana aku bisa membawa baju ganti," jawab Yukiteru sambil mengangkat kepalanya dan mengalihkan pandangannya.

"Jadi harus bagaimana sekarang?" Tanya Kuroko sambil memiringkan kepalanya.

"Mau bagaimana lagi, aku akan mulai latihan besok saja. Tidak mungkin aku latihan menggunakan seragam, apalagi aku ini menggunakan rok," jawab Yukiteru sambil menarik ujung roknya ke bawah.

"Tidak. Hari ini kau bisa latihan," ucap Kuroko sambil mengobrak-abrik isi tasnya. Lalu ia mengeluarkan kaos oblong dan celana pendek yang biasa ia pakai untuk latihan.

"Ini. Ukuran badan kita hampir sama. Jadi kurasa ini muat denganmu," ucap Kuroko lagi sambil menyerahkan pakaiannya.

"Tapi Kuroko-san-"

"Tidak apa. Untung hari ini aku menggunakan seragam double dengan kaos. Aku juga masih bisa bermain basket dengan celana ini," sela Kuroko sambil memegang celana yang ia pakai sekarang ini.

"Kau terdengar seperti orang ecchi," respon Yukiteru sambil menyipitkan matanya.

"Ah, bukan itu maksudku," jawab Kuroko dengan cepat. Ia terus menggelengkan kepalanya dengan cepat pula.

"Ya sudahlah. Sankyu. Aku sangat terbantu," ucap Yukiteru sambil tersenyum dan menerima baju ganti pinjaman dari Kuroko.

Saat itu mereka kembali berjalan menuju ruang olahraga, banyak tawaan yang memenuhi perjalanan mereka itu. Saat itu mereka berpencar di ruang ganti baju masing-masing sesuai dengan gender mereka. Lalu mereka kembali berjalan bersama saat memasuki ruang olahraga.

Yukiteru melihat seorang laki-laki yang berambut merah berdiri di samping lapangan, tengah memerhatikan anggota lainnya yang tengah latihan. Laki-laki itu terdiam, membalas tatapan Yukiteru. Spontan Yukiteru mengalihkan pandangannya.

"Yu-chan!"

Saat mendengar suara itu, Yukiteru langsung menoleh ke asal suara tersebut. Ia melihat seorang gadis berambut pink berlari ke arahnya, lalu melompat ke arahnya dan memeluknya dengan erat.

"Momoi-san," sahut Yukiteru dengan suara pelan.

"Tidak apa kan kalau aku memanggilmu Yu-chan?" Tanya Satsuki sambil tersenyum lebar.

"Tidak apa," jawab Yukiteru sambil membalas senyuman Satsuki.

"Yu-chan~ Yu-chan~ Yu-chan~ Kau hangat, aku jadi ingin terus memelukmu," ucap Satsuki dengan riang seperti biasanya.

"Mo-moi-san- se-sak-" ucap Yukiteru.

"Oi, Satsuki. Hentikan itu. Kau seperti sedang membunuh orang."

"Heh?! Hontou nii, Dai-chan?" Respon Satsuki sambil melepaskan pelukannya dengan Yukiteru.

"Jadi ini yang namanya Izuki Yukiteru?"

Saat mendengar suara tersebut, Yukiteru melihat ada seorang laki-laki berambut pirang di sampingnya.

"Ya. Kau Kise Ryouta, benar?" Ucap Yukiteru sambil tersenyum tipis.

"Yosh. Yoroshiku ne, Yuki-cchi," jawab Kise sambil menjabat tangan Yukiteru.

"Haha. Yoroshiku," ucap Yukiteru sambil tersenyum lebar.

Saat itu Yukiteru merasa ada yang memegang kepalanya. "Yuki-chin, darimana saja? Selama ini bolos latihan."

Spontan ia melihat ke atasnya, lebih tepatnya ke arah seorang laki-laki berambut ungu dengan tatapan bosannya yang sepertinya sudah ditempel permanen.

"Murasakibara-san," panggil Yukiteru sambil tertawa kecil.

"Ini," ucap Murasakibara sambil menyerahkan snack nya yang masih terbungkus rapih.

"HEH?!" Respon semua orang yang ada di sana.

Kaget? Sudah pasti. Kapan lagi Murasakibara mau berbagi sepenuhnya snack miliknya itu.

"Ini?" Respon kaget sekaligus bingung ditunjukkan oleh Yukiteru saat menerima snack milik laki-laki berambut ungu itu.

"Sebagai hadiah masuknya kembali kau ke team," ucap Murasakibara sambil membalikkan badannya.

"Sankyu, Murasakibara-san," jawab Yukiteru dengan semangat.

"Kau tidak menghampirinya?" Tanya Midorima yang tengah berdiri di samping Akashi.

"Kau sendiri tidak menghampirinya?" Tanya balik Akashi.

"Tidak juga. Dengan melihatnya kembali saja, itu sudah cukup," jawab Midorima sambil tersenyum sekilas.

Akashi hanya terdiam dan mengepalkan tangannya dengan erat.

.

.

.

Hari mulai gelap, satu per satu anggota klub basket Teiko pulang ke rumah mereka masing-masing. Termasuk Yukiteru. Saat itu ia sudah beres mengganti bajunya dan berdiri menunggu di pintu ruang ganti laki-laki. Saat itu ia melihat sosok yang ia tunggu keluar dari ruangan tersebut.

"Kuroko-san, arigatou. Aku sangat senang hari ini. Dan ini bajumu. Hontou nii arigatou," ucap Yukiteru sambil menyerahkan baju ganti yang tadi ia pinjam dari Kuroko.

"Jangan sungkan. Kau bisa mengandalkanku kapan saja," jawab Kuroko sambil menerima baju itu dan tersenyum.

Klek!

Saat itu Yukiteru melihat ada seorang laki-laki berambut merah keluar dari ruang ganti. Tatapan tajam dari laki-laki itu seperti menusuk Yukiteru.

"Yuki," panggil Akashi sambil berjalan mendekati Yukiteri.

"Akashi-san," sahut Yukiteru dengan suara pelan.

"Sudah malam. Akan lebih baik kalau aku mengantarkanmu pulang," ucap Akashi sambil menarik tangan Yukiteru dan berjalan pergi. Mereka berdua terus berjalan hingga ke depan sekolah.

"Akashi-san, lepaskan!" Ucap Yukiteru sambil mencoba melepaskan genggaman Akashi.

"Jadi itu orang yang kau sukai saat ini?"

"Heh? Apa maksudmu?" Respon Yukiteru

"Jangan berpura-pura bodoh," jawab Akashi dengan cepat.

"Kuroko Tetsuya," ucap Akashi sambil menatap lekat mata Yukiteru.

"Apa maksudmu? Dia hanya teman sekelasku," bantah Yukiteru.

"Lalu kenapa-"

"Gomen, Akashi-san. Aku tidak bisa menjelaskannya. Hontou nii gomen," ucap Yukiteru sebelum ia melepaskan genggaman Akashi secara paksa hingga terlepas dan berlari menuju sepedanya yang terparkir. Dengan cepat gadis itu menaiki sepedanya dan mengendarainya keluar dari wilayah sekolah, meninggalkan laki-laki berambut merah itu sendirian.

'Sebesar apapun usahamu, kau tidak akan bisa menyembunyikan air matamu itu dariku. Sampai kapan kau akan memendamnya sendirian?'

.

.

.

Keesokan harinya, saat kegiatan klub dimulai. Seperti biasa pelatih mengumpulkan semua anggota untuk pengarahan singkat dan membacakan agenda kegiatan mereka.

"Latihan kalian mulai dari sekarang akan diperketat, berkaitan dengan adanya pertandingan minggu depan," ucap pelatih tersebut.

"Hai," jawab semua anggota yang ada di sana dengan serentak.

Latihan mereka pun dimulai. Seperti yang pelatih katakan, latihan ini akan semakin diperketat berkaitan dengan pertandingan yang akan diadakan selanjutnya. Beruntung semua anggota dapat melakukan latihan itu dengan baik, termasuk Yukiteru yang berbeda gender sendiri.

Tak terasa langit sudah gelap. Pelatih memutuskan untuk memulangkan semua anggota klub basketnya. Saat ini Akashi sedang berdiri di samping pintu ruang ganti khusus untuk gender yang berlawanan dengannya. Ia menunggu cukup lama saat itu. Ia melihat anggota yang lainnya sudah pulang, mungkin bisa dikatakan saat ini ia hanya seorang diri di sana.

'Apa dia sudah pulang?'

Dengan kesabaran yang tersisa, Akashi terus berdiri menunggu di sana.

Klek!

Saat mendengar suara pintu tersebut, Akashi langsung menoleh ke arah orang yang keluar dari pintu tersebut. Gadis yang baru keluar itu langsung menampilkan ekspresi kaget dan tegangnya. Spontan gadis itu mundur beberapa langkah dengan cepat.

"Akashi-san?"

Yukiteru langsung menghela nafas lega. "Kukira hantu."

"Ngapain saja kau di dalam? Lama sekali," ucap Akashi sambil menatap orang yang ada di dekatnya itu.

"Kau sendiri untuk apa menungguku di sini? Aku tidak memintamu untuk menungguku," balas Yukiteru sambil membalas tatapan laki-laki berambut merah itu.

Akashi hanya terdiam beberapa saat. Saat itu juga matanya langsung membulat sekilas. Ia baru menyadari kalau gadis yang ada di dekatnya itu lebih pucat dari biasanya. Bulir-bulir keringat terlihat di wajahnya, walaupun harus dilihat dengan teliti. Spontan Akashi menyentuh pipi gadis itu, untuk memastikan sesuatu.

"Akashi-san?" Panggil Yukiteru dengan suara pelan.

"Kau kelihatan kurang sehat sekarang. Sebaiknya kau pulang naik mobilku," ucap Akashi sambil melepaskan pegangannya.

"Tapi sepedaku-"

"Sepedamu pasti aman di sini," sela Akashi.

"Bukan itu. Kalau sepedaku di sini, bagaimana aku berangkat besok?" Ucap Yukiteru sambil mengerutkan dahinya.

"Besok pagi akan kujemput," jawab Akashi dengan cepat.

"Akashi-san, kau tidak perlu melakukan semua ini. Lagipula aku masih bisa pulang sendiri. Terima kasih atas kesedianmu untuk membantuku," ucap Yukiteru sambil berjalan pergi.

Seperti biasa, Akashi menggenggam lengan gadis itu. Bedanya adalah Akashi merasakan lengan gadis itu terasa lebih lemas dari yang sebelumnya, saat itu juga ia baru menyadari kalau tangan Yukiteru terus gemetar.

"Sekali ini saja, kau mengikuti kata-kataku," ucap Akashi dengan suara pelan.

Yukiteru terdiam beberapa saat. "Baiklah."

Saat itu mereka berdua berjalan menuju depan sekolah mereka. Di sana bisa terlihat ada sopir keluarga Akashi yang tengah menunggu tuannya bersama dengan mobil majikannya yang menjadi tanggung jawabnya saat ini. Saat tuannya itu berjalan semakin mendekat ke arah mobil, sopirnya itu langsung membukakan pintu untuk tuannya.

Akashi langsung menggiring Yukiteru masuk ke dalam mobilnya, setelah itu ia baru masuk ke dalam mobilnya sendiri. Lalu sopirnya itu langsung menutup pintunya dan bergerak cepat masuk ke bagian pengemudinya dan menjalankan mobilnya.

"Kita akan antar Yuki ke kediaman keluarga Izuki dulu," ucap Akashi.

"Wakarimashita," ucap sopir tersebut sambil terus fokus mengendari mobil majikannya itu.

Selama di perjalanan, hanya suasana hening yang memenuhi mobil tersebut, hingga mereka sampai di depan kediaman keluarga Izuki. Sama seperti kediaman keluarga Akashi. Rumah itu terlihat cukup mewah.

"Kita su-"

Saat Akashi menoleh ke arah Yukiteru, ia melihat gadis itu sudah tertidur pulas. Wajahnya yang terlihat sangat tenang itu juga membuat dalam diri Akashi merasa menjadi tenang juga.

"Seijuro-sama, haruskah saya-"

"Tidak perlu. Biar aku saja yang menanganinya," sela Akashi dengan cepat sambil keluar dari mobil.

Akashi berjalan memutar 180 derajat mobilnya dan membuka pintu mobil yang ada tepat di samping Yukiteru. Lalu ia langsung menggendong gadis itu keluar dari mobilnya lalu berjalan menuju pintu depan kediaman keluarga Izuki. Ia berusaha menekan belnya walaupun itu terasa sangat sulit karena saat ini kedua tangannya sedang sibuk menopang seorang gadis.

Saat itu bel rumah tersebut berhasil dibunyikan oleh Akashi. Tanpa membutuhkan waktu yang cukup lama, seorang maid membukakan pintu dan sedikit terkaget karena melihat kondisi anak majikannya saat ini.

"Ojou-sama," panggil maid itu dengan spontan sambil berjalan lebih dekat pada Akashi yang tengah menggendong Yukiteru.

"Maaf sudah merepotkan anda. Terima kasih atas bantuannya. Selanjutnya serahkan saja kepada saya," ucap maid itu pada Akashi.

"Kalau tidak keberatan, boleh saya sendiri yang mengantarnya sampai ke kamarnya?" Tanya Akashi.

Maid itu hanya bisa mengiyakan saja. Lalu maid itu membimbing Akashi sampai di depan sebuah pintu. Selama jalan, Akashi sesekali melihat ke arah Yukiteru.

'Badannya ringan. Lebih ringan dari dugaanku. Ada apa dengannya?'

"Ini kamar Ojou-sama," ucap maid tersebut sambil membukakan pintu kamar tersebut.

Akashi langsung masuk ke kamar tersebut dan membaringkan Yukiteru di tempat tidur berukuran queen size. Lalu Akashi memerhatikan gadis itu beberapa saat sambil duduk di tepi tempat tidur itu.

"Bisa kau ambilkan kain dan air?" Tanya Akashi tanpa menoleh ke maid yang masih berdiri di dekat pintu itu.

"Baiklah," jawab maid tersebut sambil melangkahkan kakinya dari sana.

Sepasang mata milik Akashi seperti terus tertarik pada gadis yang tengah tertidur pulas itu. Tapi saat itu juga gadis itu terlihat seperti gelisah.

"Seijuro."

Mata Akashi sempat membulat terkaget. Lalu senyuman tipis muncul di bibirnya. Saat itu Akashi mendengar suara langkah kaki. Itu adalah suara langkah kaki maid yang tadi. Kali ini ia membawa mangkuk plastik berukuran sedang yang terisi oleh air dan sebuah sapu tangan di dalamnya.

"Arigatou," ucap Akashi sambil menerima barang yang dibawa maid tersebut.

"Tuan, biar saya saja yang melakukannya," ucap maid itu saat melihat Akashi mengelap wajah Yukiteru yang penuh dengan keringat dingin.

"Tidak apa. Bisa kau tinggalkan kami berdua sebentar? Percayakan saja ini padaku," jawab Akashi sambil menoleh pada maid itu.

"Baiklah," ucap maid itu sambil sedikit membungkukkan badannya dan pergi dari sana.

Saat Akashi sibuk mengelap wajah Yukiteru, tiba-tiba saja mata gadis itu terbuka dengan perlahan. Tapi mata gadis itu langsung membulat ketika menyadari keberadaan Akashi. Ia langsung mengambil posisi duduk dan bergeser ke sisi tempat tidur lainnya. Lalu ia melihat ke sekelilingnya, ia bisa bernafas lega karena ia menyadari kalau ini di kamarnya.

"Kenapa kau di sini?" Tanya Yukiteru dengan cepat, namun suaranya terdengar pelan dan lemah.

"Hanya mengantarmu pulang. Sebaiknya kau kembali tidur sekarang. Aku akan pulang," jawab Akashi sambil meletakkan sapu tangan yang ia pegang sekarang ke dalam mangkuk berisi air itu dan berjalan keluar kamar.

Yukiteru terdiam beberapa saat. Ia langsung berdiri dari tempat tidur lalu berjalan mendekati Akashi yang tengah membuka pintu kamar.

"Ada apa?" Tanya Akashi sambil berhenti berjalan.

"Biar kuantar kau sampai depan," jawab Yukiteru dengan cepat.

"Kau kelihatan kurang sehat sekarang. Sebaiknya kau langsung istirahat."

"Tapi-"

"Yuki, kusarankan besok kau tidak perlu ikut latihan," ucap Akashi sambil menatap serius Yukiteru.

Dahi Yukiteru langsung mengerut. "Kenapa?"

"Bagaimanapun juga kau perempuan. Kau tidak akan kuat menjalani latihan berat seperti tadi terus-menerus," jawab Akashi tanpa berhenti menatap mata gadis yang ada di depannya saat ini.

"Aku baik-baik saja," ucap Yukiteru dengan nada yang lebih tinggi.

"Kau-"

"Aku mohon. Setidaknya biarkan aku membuktikannya kalau aku bisa," sela Yukiteru dengan cepat. Tatapan tekad yang kali ini Yukiteru berikan sepertinya tidak dapat ditolak captain basket Teiko itu.

"Baiklah. Jaga kesehatanmu," ucap Akashi sambil memegang pipi Yukiteru.

"Arigatou, Seijuro-kun," ucap Yukiteru sambil memegang tangan Akashi yang menyentuh pipinya, lalu ia memejamkan matanya dan tersenyum.

"Hm," respon Akashi sambil tersenyum tipis.

"Pastikan selanjutnya juga kau memanggilku seperti itu," lanjut Akashi sambil melepaskan pegangannya dan berjalan keluar kamar Yukiteru.

Yukiteru hanya terdiam mencoba untuk mencerna apa maksud dari kalimat Akashi tadi.

"HEH?!"

.

.

.

Esok paginya, seperti biasa Yukiteru bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Saat ini ia sedang menikmati sarapannya di meja makan dengan santai bersama keluarganya. Yah, berhubung sepedanya menginap di sekolah dari kemarin. Ia memutuskan untuk memakai sopir pribadinya untuk berangkat ke sekolah pagi ini. Namun saat itu seorang maid datang menghampirinya dan berbisik sesuatu.

"APA?! Kau serius?!" Respon Yukiteru terkaget mendengar sesuatu yang dibisikkan oleh pelayan pribadinya itu.

Maid itu hanya menganggukkan kepala.

"Ada apa?" Tanya ayah Yukiteru itu sambil menutup koran yang sedang ia baca saat ini.

"Tou-san, aku tidak jadi memakai sopir hari ini," jawab Yukiteru sambil mengigit roti yang tersisa di piringnya. Ia langsung menggendong tasnya ada diletakkan di samping kursi yang ia duduki lalu berdiri dan berjalan cepat pergi dari sana.

"Ada apa dengannya?" Tanya ayah Yukiteru bingung. Ia terus melihat putrinya itu yang tiba-tiba saja mendadak menjadi tergesa-gesa.

Saat itu Yukiteru terus berjalan secepat yang ia bisa. Ketika Yukiteru sampai di depan rumahnya, gadis itu melihat seorang laki-laki berambut merah yang tengah berdiri di mobilnya sambil sibuk memainkan HP nya dan seorang sopir yang senantiasa berdiri di samping majikannya itu. Dengan cepat, gadis berambut hitam itu langsung menghampiri laki-laki berambut merah itu.

"Ohayou. Ini apa yang ada di mulutmu?" Ucap Akashi sambil berjalan mendekati Yukiteru pula dan memegang roti utuh yang masih digigit oleh gadis itu.

Yukiteru langsung mengunyah roti yang sudah ada di dalam mulutnya dan memegang roti yang masih berada di luar mulutnya dengan tangan kanannya. Lalu ia langsung menelan roti itu dengan cepat.

"Kenapa kau di sini?" Bentak Yukiteru.

"Menjemputmu sesuai dengan janjiku kemarin," jawab Akashi sambil memegang lengan kanan Yukiteru lalu menyuap roti yang dipegang oleh gadis itu ke dalam mulutnya sendiri.

"Itu roti bekas gigitanku," ucap Yukiteru agak geli.

"Tidak apa," jawab Akashi setelah ia menelan roti tersebut.

"Kita berangkat sekarang," ucap lagi Akashi sambil berjalan ke arah mobilnya.

Saat itu sopirnya langsung membukakan pintu untuk Akashi dan Yukiteru, tanpa ada satu katapun yang keluar dari mulutnya. Lalu sopirnya itu langsung masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi pengemudinya. Tanpa membuang waktu, ia langsung menjalankan mobil tersebut.

"Aku baru mendengar sesuatu tentangmu," ucap Akashi sambil melihat keluar jendela mobil.

"Hah?" Respon Yukiteru sambil menoleh ke Akashi dan mengangkat satu alisnya.

"Kudengar IQ mu itu di atas rata-rata," ucap Akashi sambil melirik sekilas ke arah gadis yang ada di sampingnya saat ini.

"Oh. Kalau iya, memangnya kenapa?"

"Tidak. Hanya aneh saja, meskipun begitu kau tetap dimasukkan di kelas regular," jawab Akashi.

"Aku tidak seperti kau atau Midorima-san," ucap Yukiteru sambil tertawa kecil.

"Maksudmu?" Tanya Akashi sambil mengangkat satu alisnya.

Yukiteru terdiam beberapa saat. "Yang pasti aku memiliki alasan."

"Apa alasannya?"

"Aku tidak memiliki kewajiban untuk memberitahumu," jawab Yukiteru sambil mengangkat kedua bahunya.

"Kalau kau tidak mau memberitahu, aku akan meminta pihak sekolah untuk memindahkanmu ke kelas khusus," ucap Akashi setelah menghela nafas panjang.

Yukiteru kembali terdiam. Lalu ia menghela nafasnya. "Baiklah. Tapi pastikan kalau kau tidak mengatakan hal ini pada orang lain."

"Ya," jawab Akashi dengan cepat.

"Aku bisa masuk kelas regular karena aku memang tidak mau masuk ke kelas khusus. Aku ingin hidup seperti siswa pada umumnya, yang tidak diperlakukan secara khusus oleh para guru. Karena itu, saat test penentuan kelas, aku sengaja memanipulasi hasil testku sendiri," ucap Yukiteru sambil menatap keluar jendela mobil.

"Itu sama saja kau tidak menerima kehidupanmu yang sebenarnya," komentar Akashi sambil mengerutkan dahinya.

"Ya aku tahu, tapi aku ingin menikmati hidupku selagi masih bisa," jawab Yukiteru sambil menghela nafasnya dan tersenyum tipis pada Akashi.

Akashi hanya terdiam di saat ia merasa mobilnya saat ini tengah berhenti. Saat itu ia baru menyadari kalau ia sudah sampai di depan sekolah. Sopirnya langsung keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Akashi dan Yukiteru. Mereka berdua langsung berjalan masuk ke dalam wilayah sekolah. Selama mereka berjalan, tidak ada satupun dari mereka yang membuka suaranya.

"Akashi."

Saat itu Akashi dan Yukiteru langsung berhenti berjalan dan menoleh ke asal suara yang terdengar cukup familiar untuk mereka

"Midorima. Ohayou," sahut Akashi.

"Ohayou, Midorima-san," ucap Yukiteru sambil tersenyum.

"Ohayou mou, Akashi, Izuki," balas Midorima.

"Tidak seperti biasanya kalian jalan berdua," ucap Midorima sambil ikut berjalan saat Akashi dan Yukiteru kembali berjalan pula.

"Kau akan terbiasa nantinya," jawab Akashi dengan tatapan lurus ke depan.

"Ah, sebaiknya aku ke kelas duluan. Ja ne," ucap Yukiteru dengan cepat dan berlari menuju kelasnya yang tidak jauh dari sana.

"Dia orang yang cukup menarik, bukan?" Tanya Midorima sambil menaiki posisi kacamatanya.

Akashi hanya terdiam dan terus berjalan.

.

.

.

Bel pulang sekolah pun berbunyi, semua murid langsung berhamburan keluar dari kelas-kelas mereka. Saat ini Yukiteru sedang memasukkan semua barang-barangnya ke dalam tasnya. Kuroko hanya berdiri menunggu di samping gadis itu. Berhubung nanti tujuan mereka sama-sama ke ruang olahraga.

"Maaf sudah membuatmu menunggu, Kuroko-san," ucap Yukiteru sambil menggendong tasnya.

"Tidak apa. Ayo," jawab Kuroko sambil berjalan keluar kelas yang diikuti oleh Yukiteru.

"Kuroko-san, kau yakin bisa kuat untuk latihan hari ini?" Tanya Yukiteru sambil menyeringai.

"Bisa. Bagaimanapun juga harus bisa," jawab Kuroko.

"Bisa apa? Bisa muntah?" Tanya Yukiteru sambil tertawa terbahak-bahak.

Kuroko hanya tertawa kecil. "Semoga saja tidak terjadi lagi."

Yukiteru tidak bisa berhenti tertawa selama jalan keluar kelas, ia cukup pandai membayangkan bagaimana adegan Kuroko akan muntah saat latihan nanti. Kuroko yang melihat gadis di sampingnya itu hanya bisa ikut tertawa, namun dengan suara perlahan.

Tapi saat itu juga, suara tawaan mereka berdua menghilang begitu saja. Spontan mereka langsung berhenti berjalan saat melihat tidak jauh dari sana ada seorang laki-laki berambut merah yang tengah berdiri sendirian. Banyak siswi yang lewat di sana sambil terus memerhatikan laki-laki tersebut.

"Akashi-kun," panggil Kuroko sambil berjalan menghampiri laki-laki berambut merah itu.

"Ah, Kuroko-kun," sahut Akashi sambil tersenyum tipis, lalu ia mengalihkan pandangannya ke arah gadis berambut hitam yang berdiri cukup berjarak dengannya.

"Mencari Izuki-san?" Tanya Kuroko sambil menunjuk Yukiteru.

"Kuroko-san, sudah kubilang jangan panggil aku dengan nama itu," ucap Yukiteru dengan nada sedikit tinggi.

"Ya, tidak apa kalau aku ambil?" Tanya Akashi

"Maaf, tapi hari ini aku ada janji dengannya," jawab Kuroko dengan tatapan innocent nya.

"Heh?"

"Ayo, Izuki-san," ucap Kuroko lagi sambil kembali berjalan.

Yukiteru hanya terdiam beberapa saat. Lalu ia memutuskan untuk berjalan mengikuti Kuroko, tanpa mengucapkan satu katapun pada Akashi.

Saat itu, Kuroko dan Yukiteru sampai di mesin kotak penjual minuman otomatis. Saat itu Kuroko hanya terdiam, enggan memulai pembicaraan saat ini.

"Kuroko-san, untuk apa kau berbohong tadi?" Tanya Yukiteru sambil membeli dua kaleng minuman lalu memberikan salah satunya pada Kuroko.

"Gomen, Yuki," ucap Kuroko sambil menundukkan kepalanya.

"Ini, minumannya sudah kubeli. Kau harus menerimanya," jawab Yukiteru sambil menyerahkan sebuah kaleng minuman ke dalam genggaman Kuroko.

"Arigatou," ucap Kuroko sambil duduk di kursi yang ada di sana lalu ia membuka tutup kaleng tersebut dan meminum minumannya.

"Ada yang ingin kau sampaikan? Tidak seperti biasanya Kuroko-san seperti ini."

Yukiteru duduk di sebelah Kuroko lalu meminum minuman kaleng yang ia pegang saat ini.

"Yuki," panggil Kuroko dengan suara.

"Ya?" Sahut Yukiteru sambil menolehkan kepalanya ke arah Kuroko.

"Daisuki dayo," ucap Kuroko dengan suara pelan pula. Tangannya sibuk memainkan kaleng minumannya saat ini.

Yukiteru hanya terdiam beberapa saat, menatap Kuroko dengan tatapan yang tidak percaya. Dengan susah payah ia menelan ludahnya sendiri dan mengeluarkan suaranya.

"Kuroko-san," ucap Yukiteru seperti kehabisan kata-katanya.

"Aku tahu, aku orang yang payah. Tapi mau mencoba berkencan denganku?"

Yukiteru hanya menundukkan kepalanya hingga rambut panjangnya yang terurai itu menutup wajahnya.

"Gomene, Kuroko-san. Aku tidak bisa."

Kuroko hanya tersenyum tipis. "Aku tahu kau pasti akan jawab itu. Kau menyukai Akashi-kun, benar?"

Yukiteru langsung mengangkat kepalanya dan menatap Kuroko. Ia tidak menjawabnya dengan kata-kata, hanya tatapannya lah yang saat ini menjadi jawabannya.

"Entah karena alasan apa kau sengaja menjaga jarak dengan Akashi-kun, supaya kau tidak ketahuan kalau kau menyukainya, benar?" Tanya Kuroko sambil membalas tatapan Yukiteru.

Yukiteru hanya terdiam. Ia benar-benar tidak bisa menjawabnya saat ini. Kebingungan kembali muncul dalam benaknya. Kuroko yang terus memerhatikannya, jadi ikut terdiam beberapa saat.

"Gomen. Aku tidak bermaksud apa-apa. Sepertinya latihan akan dimulai. Ayo siap-siap," ucap Kuroko sambil berdiri.

"Kuroko-san, kau duluan saja. Aku akan menyusul nanti," jawab Yukiteru sambil menundukkan kepalanya.

Kuroko terdiam beberapa saat. "Baiklah."

Akhirnya Kuroko memutuskan untuk pergi dari sana, meninggalkan Yukiteru. Gadis berambut hitam itu pun hanya terdiam, kepalanya terus tertunduk, ia menggenggam erat kaleng minumannya yang masih terisi setengahnya.

"Yuki."

Saat mendengar suara yang cukup familiar itu, Yukiteru langsung mengangkat kepalanya dan menoleh ke si pemilik suara tersebut. Ia melihat seorang laki-laki berambut merah berjalan menghampirinya. Bisa dilihat laki-laki itu tidak menggunakan seragam lagi, ia sudah berganti baju menjadi baju yang biasa ia pakai untuk latihan.

"Akashi-san," sahut Yukiteru sambil tersenyum tipis.

"Yang tadi itu benar?"

"Heh?" Respon Yukiteru sambil mencoba mencerna apa maksud dari pertanyaan Akashi tadi.

"Perkataan Kuroko tadi," jawab Akashi.

Dahi Yukiteru langsung mengerut. "Seberapa banyak kau mendengarkan percakapan kami?"

"Tidak banyak. Aku mulai mendengar dari Kuroko menyatakan perasaannya padamu hingga akhir," jawab Akashi sambil duduk di samping Yukiteru.

Yukiteru hanya terdiam. Ia menghabiskan minuman kalengnya itu lalu berdiri untuk membuangnya ke tempat sampah yang terdekat dari sana.

"Yuki, jawab aku," ucap Akashi sambil berdiri dan menatap lekat Yukiteru

"Shiranai."

"Yuki!" Panggil Akashi dengan nada yang lebih tinggi.

"Sepertinya latihan sudah dimulai, captain," ucap Yukiteru sambil melihat arloji nya.

"Sebaiknya, aku ganti baju dulu," lanjut gadis berambut hitam itu sambil berjalan pergi dari sana.

Dengan cepat, Yukiteru terus berjalan menuju ruang ganti lalu ia berjalan menuju ruang olahraga. Yah seperti dugaannya, latihan telah dimulai. Dan di sana juga terlihat ada captain klub basket ini. Yukiteru mencoba untuk tetap bersikap seperti biasanya dan ia sukses melakukan itu sepanjang latihan. Hingga sampai pada latihan bertanding. Kali ini dia disekelompokan oleh Akashi, Midorima, dan 2 seniornya. Lawan mereka adalah Kuroko, Murasakibara, Kise, Aomine, dan 1 seniornya.

"Yuki, kau yang akan maju untuk jump ball," ucap Akashi sambil menatap serius Yukiteru.

Yukiteru hanya menatap Akashi dengan tatapan tidak percaya.

Saat itu Midorima langsung menoleh ke arah Akashi. "Akashi, itu mustahil untuk memberi tugas Izuki untuk jump ball. Itu tugas yang sangat tidak cocok untuk Izuki yang bertubuh pendek, bahkan lebih pendek dari Kuroko."

"Maaf saja, tapi aku ini masih dalam proses pertumbuhan. Dan satu hal lagi, tinggiku dengan Kuroko itu sama," ucap Yukiteru sambil mengerutkan dahinya.

"Ini perintah. Jadi lakukan saja," ucap Akashi bersiap di posisinya.

"Apa yang dia pikirkan?" Gumam Yukiteru sambil menghela nafas.

"Tidak apa. Jangan dianggap beban. Lakukan saja sesuai dengan kata-katanya. Pasti ia punya tujuan tersendiri," jawab Midorima sambil menepuk bahu Yukiteru dan bersiap di posisinya.

Akhirnya mau tidak mau Yukiteru maju ke tengah lapangan. Di depannya saat ini terlihat Murasakibara yang jauh lebih tinggi darinya.

"Heh? Kau bercanda?" Respon Murasakibara saat melihat depannya kali ini adalah Yukiteru.

"Jangan salahkan aku. Salahkan saja captain merah itu," ucap Yukiteru sambil menghela nafas.

Saat itu Nijimura bertugas sebagai wasitnya. Ia meniup peluitnya sambil melemparkan bola basket ke atas. Secara bersamaan, Murasakibara dan Yukiteru melompat. Sudah pasti hasilnya adalah lompatan Murasakibara yang lebih tinggi. Tapi ia harus menahan dirinya, menunggu sampai bola itu turun. Meskipun sebenarnya ia bisa menggapai bola itu sekarang juga tapi peraturan tetaplah peraturan. Mau tidak mau ia harus menuruti peraturan tersebut.

Saat bola hendak turun ke bawah, Murasakibara sudah bersiap-siap menyerang bola tersebut dari atas.

BRUGH!

Mata laki-laki berambut ungu itu langsung membulat saat melihat bola itu sudah tidak ada di posisi yang semestinya lagi.

Midorima yang menyadari bola itu berada di tangannya, langsung men-dribble bola tersebut dan melakukan three points. Bola basket itu masuk ke dalam ring dengan mulus.

'Apa yang terjadi?' Batin Murasakibara sambil terus menatap Yukiteru setelah kaki mereka berdua kembali menginjak landasan.

"Sudah kuduga dia bisa melakukannya," ucap Akashi di samping Midorima.

"Apa yang dia lakukan?" Tanya Midorima.

"Aku tidak punya waktu untuk menjelaskannya sekarang," jawab Akashi sambil menerima passing dari seniornya dan berlari sambil mendribble bola tersebut.

Saat Akashi terus berlari, ia melihat Kise tengah berdiri di depannya dan berusaha untuk mencegahnya. Mau tidak mau ia harus melakukan passing. Saat itu juga Akashi melihat Yukiteru berdiri di arah sampingnya, jaraknya lumayan dekat. Laki-laki berambut merah itu memutuskan melempar bola basket itu ke arah samping bawahnya.

Yukiteru yang sudah bersiap di posisinya langsung membulatkan matanya. Ia melihat sekilas seseorang di depannya dan menghalau bola basket itu.

'Misdirection. Kuroko-san,' batin Yukiteru sambil terus berpikir keras bagaimana cara mengatasinya saat ini.

Berkali-kali Yukiteru mencoba untuk melakukan passing atau menerima passing, tapi selalu gagal karena misdirection Kuroko. Hingga saat ini, score dari masing-masing team masih seri. Sedangkan waktu yang tersisa saat ini hanya 5 menit lagi. Akashi hanya menatap biasa Yukiteru, yang tengah serius sendiri dengan pikirannya.

"Sepertinya latihan ini ditutup dengan score seimbang," ucap Midorima yang tengah berdiri di samping Akashi.

Saat itu, Akashi terus memerhatikan Yukiteru. Ia melihat gadis itu yang tadinya tengah sedikit menundukkan kepalanya, kini sudah mengangkat kepalanya lagi.

"Kurasa kemenangan milik kita," ucap Akashi sambil tersenyum tipis.

Midorima hanya terdiam, tidak mengerti apa maksud dari laki-laki berambut merah yang saat ini sudah berlari kembali mengejar bola basket yang berada di tangan lawan.

'Kali ini misdirectionmu tidak akan berlaku lagi untukku,' batin Yukiteru sambil memantapkan tekadnya. Tatapannya yang tajam kini menghiasi wajahnya saat ini.

Saat itu senior yang se-team dengan Yukiteru hendak melakukan passing kepada Yukiteru. Dengan tatapan yang mantap, Yukiteru siap menerima pasing tersebut. Hingga ia melihat bayangan berada di depannya.

Brugh! Brugh! Brugh!

Suara dribble-an yang terdengar biasa itu sepertinya bukan menjadi hal yang biasa bagi pemain yang ada di sana saat ini. Karena saat ini yang men-dribble bola tersebut adalah Yukiteru.

Gadis itu hanya terus berlari men-dribble nya dan melakukan lay-up. Bisa dilihat bola itu masuk ke dalam ring dengan mulus.

PRIIIIIT!

"Pemenangnya adalah team 1," ucap Nijimura dengan suara lantangnya.

Saat itu Kuroko dan yang lainnya mengambil jeda waktu untuk beristirahat sebentar. Hanya untuk sekedar minum atau mengelap keringat mereka.

"Apa yang dilakukan Yukiteru?" Tanya Aomine cukup penasaran dengan kejadian tadi.

"Dia berhasil menggagalkan misdirectionku," jawab Kuroko sambil menundukkan kepalanya.

"Bagaimana bisa dia melakukannya? Kurasa itu hal yang mustahil. Belum lagi juga tadi ia bisa menang dari Murasakibara dalam jump ball tadi. Kurasa itu terlalu mustahil juga kalau dilihat dari postur tubuhnya yang pendek," ucap Kise sambil menggalungkan handuk kecil di lehernya.

"Kurasa Akashi tau jawaban dari semua pertanyaan itu. Selama latihan tadi ia terus memerhatikan Izuki," ucap Midorima lalu ia meminum minuman yang ada di botolnya.

"Tapi ada yang melihat Yuki-chin? Aku tidak melihat orang itu lagi setelah permainan selesai," ucap Murasakibara yang akhirnya memutuskan untuk buka suara.

Saat itu yang lainnya hanya terdiam sambil melihat sekitarnya. Benar. Gadis berambut hitam itu menghilang seperti ditelan bumi. Tapi mereka semua tidak memiliki kesempatan yang cukup banyak untuk mencari gadis itu. Pelatih sudah memanggil mereka semua kembali untuk melanjutkan latihan. Saat mereka semua berbaris, mata mereka semua membulat terkaget. Mereka melihat gadis berambut hitam itu tengah berdiri di dekat mereka semua.

"Ada apa?" Tanya gadis itu merasa saat ini ia sedang diperhatikan oleh orang-orang di sekitarnya.

"Ah, tidak. Tidak apa-apa," jawab Aomine dengan cepat sambil tertawa hambar. Yang lainnya hanya terdiam dan mengalihkan pandangannya.

"Latihan untuk hari ini cukup sampai di sini. Kalian diizinkan untuk pulang. Beristirahatlah yang cukup," ucap pelatih.

"Hai. Arigatougozaimasu," ucap semua anggota klub dengan serentak.

Saat itu semuanya berhamburan keluar ruang olahraga, kecuali untuk Kuroko, Aomine, Kise, Murasakibara, Midorima, Yukiteru, Satsuki, dan Akashi. Mereka semua merapihkan semua bola basket dan peralatan yang lainnya bekas latihan tadi dengan sukarela.

"Senang juga ya, bisa terus seperti ini," ucap Satsuki sambil memungut bola basket yang masih ada di lapangan.

"Ya," ucap Yukiteru sambil sibuk mengelap bola basket dan tersenyum tipis.

"Cepatlah. Aku ingin makan snack," ucap Murasakibara sambil memungut bola basket dan meletakkannya di dekat Kise, Midorima, Kuroko dan Yukiteru untuk dilap.

"Sabarlah. Sebentar lagi juga selesai," ucap Kise sambil terus mengelap bola basket itu lalu meletakkannya ke dalam tempat penyimpanan bola basket.

"Akashi-san," panggil Yukiteru sambil berjalan mendekati Akashi.

"Hn?" Sahut Akashi.

"Bola yang kau pegang itu bola yang terakhir, yang belum dilap," ucap Yukiteru sambil menunjuk bola basket yang dipegang Akashi saat ini.

"Yuki, bagaimana kalau kita tanding? One-on-one. 5 point," tanya Akashi sambil menatap mata gadis itu.

"Apa maksudmu? Latihan sudah selesai kan?" Tanya balik Yukiteru sambil mengerutkan dahinya.

"Ya. Kalau kau menang, kau bisa melakukan apapun kepadaku. Kalau kau kalah, kau harus mengatakan yang sebenarnya tentang dirimu," ucap Akashi tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari gadis itu.

"Tentang diriku? Apa maksudmu? Kau sudah tahu kan siapa aku?" Tanya lagi Yukiteru.

"Tidak juga. Yang aku tahu- iie. Yang kami tahu, hanyalah namamu saja selama ini," jawab Akashi. Yang diikuti oleh anggukan setuju dari yang lainnya.

Yukiteru hanya terdiam. "Gomen. Aku tidak bisa. Aku pulang duluan."

Yukiteru hanya menundukkan kepalanya sambil terus berjalan keluar ruang olahraga sendirian. Yang lainnya hanya bisa melihat gadis itu pergi, tanpa ada yang berani mencegahnya.

"Sebenarnya ada apa dengannya?" Tanya Aomine sambil mengangkat satu alisnya.

"Mungkin ada hal yang dia sengaja rahasiakan dari kita semua," jawab Kise sambil mengangkat kedua bahunya.

"Jadi Yu-chan tidak percaya kepada kita?" Tanya Satsuki dengan ekspresi cemasnya.

"Tidak. Dia takut kita tidak bisa menerimanya lagi," jawab Akashi. Tatapannya saat ini tertuju pada pintu yang baru saja dilalui oleh Yukiteru.

"Bagaimana Aka-chin bisa tahu?" Tanya Murasakibara.

"Kalau dia memang tidak percaya kepada kita, dari awal pasti dia tidak akan mau kembali ke dalam team," jawab Akashi sambil menoleh sedikit pada Murasakibara.

"Tetsu, kau sekelas dengannya, apa kau melihat sesuatu yang aneh dengannya saat di kelas?" Tanya Aomine sambil menoleh pada Kuroko.

"Tidak ada," jawab Kuroko sambil menggelengkan kepalanya.

"Tapi entah kenapa makin lama aku makin penasaran dengan Izuki. Bagaimanapun juga ia cukup mencolok saat bermain basket karena dia tergolong orang yang tidak bisa diremehkan sama sekali," ucap Midorima sambil menaiki posisi kacamatanya.

"Benar juga. Aku penasaran, bagaimana caranya tadi saat mengalahkan Murasakibara-cchi dalam jump ball dan menggagalkan misdirection Kuroko-cchi," ucap Kise sambil mengingat-ngingat peristiwa saat latihan tadi.

"Cukup mudah bagi orang yang memiliki tubuh yang ringan dan gesit," ucap Akashi yang memancing semua pasang telinga di sana untuk mendengarkan lebih lanjut.

"Saat jump ball, mungkin Yuki sudah memperkirakan, jika ia memukulnya ke depan seperti pada umumnya, itu akan mustahil dan dapat tertangkis dengan mudah oleh Murasakibara. Karena itu, dia memukul bola basketnya ke arah samping dengan cepat. Yang kebetulan juga Midorima bersiap siaga di sana," jawab Akashi menjelaskan dengan panjang lebar.

"Lalu bagaimana dengan misdirection nya?" Tanya Aomine dengan cepat

"Aku tidak tahu. Saat itu kejadiannya terlalu cepat, Kuroko dan Yuki sama-sama memiliki kecepatan yang tinggi," ucap Akashi.

"Tapi aku bingung, entah kenapa setiap habis selesai pertandingan atau latihan tanding pasti Yu-chan selalu izin pada pelatih untuk keluar sebentar," ucap Satsuki sambil mengingat-ngingat.

"Mungkin dia ingin pergi ke toilet. Yah kau tahu, urusan panggilan alam," ucap Kise sambil sedikit menyeringai

"Kii-chan!" Bentak Satsuki.

"Ah, gomen gomen," ucap Kise sambil tertawa kecil.

"Meskipun wajahnya sudah terlihat, tapi aku merasa masih ada topeng yang menutupinya," ucap Midorima.

"Dibahas seberapa lama pun kita tidak akan bisa menemukan jawaban yang sebenarnya," ucap Akashi sambil mengepalkan tangannya.

"Sudah jam segini, sebaiknya kita pulang," ucap Satsuki.

"Ya," respon yang lainnya sambil berjalan keluar ruang olahraga.


TO BE CONTINUED


Sankyu bagi para readers yang sudah membaca chapter ini sampai akhir. Huehehe. Berhubung ini ffn pertama knb pertama yang dibuat author, jadinya ini agak aneh. Saran dan kritik sangat diterima author. Sampai jumpa di chapter selanjutnya XD