STRIVE FOR PERFECTION
fanfiction by crowncacre
copyright © 2016
[ NOTE & WARNING ]
Lagi, kedua karakter sama kuat. Beberapa kalimat makian atau ucapan kasar, kelakuan saling mempengaruhi dan menantang, sifat dan hal yang dilakukan yang tidak pantas ditiru, juga kekerasan yang berisi saling adu kekuatan. And last, typo.
.
.
Jeon Jungkook and Min Yoongi fanfiction
.
.
.
[ cast ]
Jeon Jungkook, Min Yoongi, Park Jimin, Kim Taehyung, Kim Namjoon, Kim Seokjin, Jung Hoseok
[ pairing ]
Seme!Jungkook x Uke!Yoongi ; and don't know for now
[ genre ]
Romance, Drama, Slice of Life, Friendship, Family
[ rated ]
T to M Rated
(for violence and abusive maybe?)
.
.
.
summary
Jeon Jungkook tidak tahu bahwa keindahan dunia akan berakhir begitu saja saat dirinya menginjakkan kaki di senior high school. Ia menemukan Min Yoongi yang berbahaya. Dan ia harus menyingkirkan sosok itu, segera. Sialnya lagi-lagi Yoongi menghalangi langkah Jungkook untuk berbuat sesuatu.
.
.
.
Prologue
Hari ini perpisahan sekolah menengah pertama, Jeon Jungkook menjadi salah satu dari banyaknya siswa yang bahagia. Bibirnya mengembang lebar seperti lili dengan hati berbunga. Rasanya meski baru saja menghabisi musim dingin dan harus demam beberapa hari sebelum berangkat dan membuat baju sekolahnya jadi terasa begitu besar, ia tetap penuh semangat. Jantungnya berdegub cepat dan berharap penuh mendapat kelulusan dengan nilai terbaik.
Taergetnya, ia mau masuk ke sekolah menengah atas dengan nilai sempurna dan membuatnya berada pada peringkat satu selama tiga tahun sampai menjadi lulusan terbaik dan diterima di tiga kampus ternama sepanjang semenanjuk Korea.
Ia berharap banyak namanya dipanggil sebagai nomor satu di semester akhir sekolah dan membuatnya harus menghabiskan waktu di atas panggung untuk pidato dadakan. Ia memang berpikir perlu membuatnya dadakan di atas panggung sana, berpikir perlu bertingkah natural meski sang juara dua dengan nilai hampir meyamainya akhir-akhir ini—yang sayangnya tidak pernah berhasil menggeser posisinya sejak dulu— mengatakan bahwa dirinya akan mendapat kesempatan berpidato singkat di depan dan perlu menyiapkan bahan.
Ia tidak ingin menentang tradisi, sepanjang ia sekolah memang siswa berprestasi yang dipanggil ke depan adalah si tiga besar; bersaing ketat untuk mendapat kesempatan di atas panggung sana. Meski si tiga besar sebelum-sebelumnya bisa dibilang punya kemampuan sama besar, sementara di tahunnya kali ini dirinya dengan dua anak lain di tiga besar memiliki kemampuan jelas berbeda—juara dua juga menjadi juara bertahan dengan nilai rata-rata punya jarak berarti dengan juara ketiga— ia tidak ingin besar kepala. Ia harus berpura-pura terkejut dan maju terharu, rencana licik yang bisa dibilang tidak buruk. Terkadang orang memerlukan tingkah kurang ajar untuk dipandang, dunia mengajarkan hal itu sejak dirinya mulai tertarik dengan ilmu pengetahuan umum.
"Jeon Jungkook, sebagai juara satu di semester akhir, silakan maju dan menyampaikan pidato singkat."
Itu suara kepala sekolah, dengan nada bangga dan tatapan penuh simpati pada siswanya dari kelas 3-1.
Jungkook memberi senyuman malu-malu dan melambai ringan pada beberapa gadis yang menatapnya dengan begitu kagum, menggumam tentang keindahan wajahnya juga otaknya yang sempurna. Telinganya sedikit memerah karena merasa pujian dari sekelilingnya terdengar berlebihan meski benar.
Saat tiba di atas panggung, matanya mengedar. Menemukan orang tuanya yang hadir dengan senyuman bangga di sana dan gerakan tangan menyemangati. Ia tersenyum dan mengangguk kecil. Matanya kemudian beralih pada Kim Namjoon di ujung sana yang menatapnya dengan senyuman, seorang jugara dua abadi yang tidak pernah menunjukkan tingkah tidak senang dengan nilainya yang selalu lebih tinggi dan justru lebih suka berbagi ilmu yang dia miliki alih-alih menyimpannya sendiri. Si juara dua yang selalu ia hormati daripada ia remehkan.
Ia menarik napas, menemukan beberapa kata yang akan ia ucapkan dan memasang senyuman terbaik sebelum berbicara. Ini yang ia nantikan, tatapan kagum dari orang-orang di sana, juga senyum puas pada tiap kalimat yang ia ucapkan. Beberapa kali ia terpleset dengan ucapannya karena memang melakukan secara spontan terkadang sulit. Ia mencoba menenangkan diri sambil mengatakan kakak kelasnya yang lain justru ada yang sampai tersedak ludahnya sendiri karena terlalu gugup. Itu berarti dirinya tidak begitu buruk, 'kan?
Setelah selesai dan turun dari podium, kepala sekolah yang ada di bawah sana menahannya sebentar. Mengatakan akan berbicara dengannya setelah perpisahan selesai dan dijawab dengan anggukan, keningnya sempat mengerut dengan heran dan bertanya-tanya apa pidatonya tadi bermasalah.
Tapi setelah kembali ke bangku dan sosok Namjoon yang duduk di sebelahnya bertanya tentang kepala sekolah yang mengatakan perlu bertemu setelah perpisahan selesai atau tidak, ia menyadari bahwa hal itu merupakan pertanda baik. Jungkook akan terus tersenyum sampai perpisahan berakhir.
.
Kabur jelas hal yang menyenangkan bagi Yoongi, ia selalu menikmati bagaimana rasanya loncat dari ketinggian sekitar enam sampai tujuh kaki dan dirinya tetap mendarat sempurna dan tanpa ada yang memergokinya.
Setelah kabur, ia menyempatkan diri untuk bermain sebentar di game arcade untuk sekedar menembaki musuh dan menghabiskan uang yang sudah ia tukar menjadi koin beberapa waktu lalu setelah loncat dari pagar tinggi sekolahnya yang tengah mengadakan perpisahan. Ia dan dua temannya berniat berkumpul di markas setelah lewat pukul sebelas, jam yang tertera untuk memberi tahu kapan perpisahan berakhir. Katanya mereka harus menikmati waktu sebelum pukul sebelas sebagai siswa junior high school di sekolahan bernama Seonam dan setelah itu mereka akan menyandang gelar baru beberapa bulan ke depan tanpa seragam warna coklat mereka yang sekarang ia gunakan.
Setelah jam di tangannya menunjukkan pukul sebelas, ia menembak habis lawan di layar dan membiarkan koinnya tertinggal. Hanya sisa tiga keping dan ia tidak benar-benar membutuhkan tiga benda receh itu karena ia bisa memilikinya dengan uangnya sendiri lain waktu. Ia perlu bertemu dengan teman-temannya di markas daripada harus menghabiskan tiga keping itu.
Saat melangkah malas ke luar dari game arcade ia menemukan tubuh kurus seorang gadis dan tatapan mata tajam berdiri di depan pintu; ia sedikit terkejut karena seingatnya sekarang masih pukul sebelas lewat sepuluh dan sosok berseragam sama dengannya sudah ada di hadapannya. Yoongi menyeringai melihat gadis itu dan menghampirinya, memberi senyuman menggoda yang membuat sosok yang dihampiri memutar bola mata jengah.
"Kwon Minah," ia menyapa tanpa beban, membiarkan matanya lenyap saat tersenyum. "Kenapa repot-repot menemuiku, huh?"
Gadis itu menyodorkan sekitar lima surat dalam amplop yang ia keluarkan dari dalam tas, memberikannya tanpa minat. "Kau membuatku harus membawa banyak benda ini, sialan."
Ia menerimanya ragu, tapi kemudian menarik sudut bibirnya dan juga benda itu dengan modus menyentuh jari-jari lembut gadis di hadapannya. "Terima kasih," ujarnya ringan. Ia melempar masuk amplop itu ke dalam tas yang terbuka sedikit lalu menutupnya dan mengacak lembut rambut coklat gelap Minah, "aku pergi dulu."
Sebelum ia pergi ia sempat mendapat lemparan batu yang mengenai punggungnya, juga teriakan yak jengkel namun tidak benar-benar berpengaruh pada langkahnya. Minah memang selalu bersikap sedikit kasar.
Yoongi tiba di markas yang sejak tadi menjadi tujuannya, menemukan Hoseok tengah duduk santai membaca selembar kertas di tangannya. Ia tersenyum. Hoseok memang selalu datang paling awal tiap mereka mengadakan sesuatu seperti berkumpul sekarang ini.
"Hoi, Hosiki," ia menyapa sambil melempar tas ke sofa lalu loncat ke sana lewat belakang, bergaya keren meski hanya untuk duduk. "Apa yang kau baca?"
Hoseok mendongak saat menyadari Yoongi sudah duduk di hadapannya, ia mengangkat bahu acuh setelah memahami isinya. "Undangan ke Seorim High School."
Yoongi mengerutkan kening mendengar kalimat yang Hoseok katakan, menatap bingung temannya itu dengan bibir melengkung ke atas. Memikirkan sesuatu.
"Kau mendapatkannya? Aku juga," seseorang dari arah pintu masuk muncul tiba-tiba sambil memamerkan kertas di tangannya pada dua orang yang duduk di sofa. "Aku kabur saat perpisahan dan mendapat ini di kotak suratku, sepertinya tetanggaku, si Choi Seungcheol itu, mengantarkannya karena benda ini mungkin titipan kepala sekolah."
"Seorim High School? Wow," Yoongi menggumam kagum. Ia kemudian merogoh tasnya dan melempar salah satu surat yang tadi ia masukkan asal ke dalam tas. "Aku juga mendapatkannya lewat Minah saat menghalangi jalanku ke sini tadi. Apa itu berarti sesuatu?"
Sosok di ambang pintu segera masuk dan dengan semangat duduk di sofa yang kosong, matanya berbinar cerah mengetahui mereka bertiga mendapat ajakan masuk ke sekolah yang sama. "Kita ambil?"
"Tapi di suratmu berbeda Yoongi-ya," Hoseok mengerutkan kening, menatap tidak terima pada sahabatnya yang tengah menyandar pada sandaran sofa dan melipat tangan. "Katanya di sini dia bisa langsung masuk sementara aku hanya mendapat jalur khusus yang berarti tetap perlu ujian. Apa-apaan ini!"
"Aku juga jalur khusus," Jimin, sosok yang tadi di ambang pintu, menatap bingung pada kertasnya. "Apa berarti aku harus melewati ujian khusus dahulu?"
Yoongi tertawa kecil melihat dua sahabatnya yang kini merengut karena tidak mendapat surat yang sama dengannya, memasang ekspresi bangga dengan seringaian menjengkelkan. "Itu sebabnya kenapa orang-orang harusnya menjadi pintar, dasar bodoh."
"Bukan masalah," Hoseok tiba-tiba bersuara setelah sibuk dengan meratapi nasibnya yang harus menjadi siswa lewat jalur khusus daripada siswa yang langsung mendapat nomor induk di sana. "Lagi pula kita berada di sepuluh besar, Jimin-ah! Kenapa harus takut?"
Jimin mengangguk namun tetap mempertahankan cemberutnya, matanya menatap sedih pada tulisan berjejer di hadapannya meratapi nasibnya yang tidak bisa sehebat Yoongi. "Aku harap aku bisa lolos, aku harus satu sekolah dengan kalian, 'kan?"
"Tentu saja."
Yoongi tersenyum puas, teman-teman seperjuangannya memang yang terbaik jika soal bersama. Setidaknya dengan undangan ini mereka menemukan tujuan yang jelas untuk high school yang terakhir mereka, tidak perlu mencari di mana tempat yang ingin mereka tuju dengan perdebatan minat dan niat.
.
"Jeon Jungkook? Daebak."
"Kabarnya dia mendapat undangan emas untuk masuk ke sini."
Suara beberapa orang membuat Yoongi yang berjalan beriringan dengan dua sahabatnya memasuki sekolah mereka sekarang mengerutkan kening, matanya mengikuti arah pandang beberapa orang di jalan masuk menuju sekolah dan menemukan seseorang yang baru turun dari mobil yang juga menjadi atensi beberapa orang di sekitarnya. Keningnya mengerut, berpikir bahwa mungkin orang itu adalah objek utama bisik-bisikan berisik itu.
"Jeon Jungkook?" Ia mengulangi nama yang sibuk mengusik telinganya, menatap ke arah Jimin yang kini sama-sama memberi atensi pada sosok dengan jas sekolah warna biru tua yang melangkah masuk dengan langkah ringan. Dia dari Tongyeong.
Jimin menoleh menatap Yoongi heran, "tidak mengenalnya?"
Yoongi menggeleng.
Hoseok terkekeh kecil melihat gelengan Yoongi yang terlihat begitu jujur, memaklumi sahabatnya yang memang bukan tipikal penghapal orang juga tidak benar-benar tertarik soal hal semacam ini. "Si juara olimpiade sains nasional dan juara empat di internasional, kabarnya dia mendapat tiga undangan dari sekolah terkenal hebat."
"Benarkah?" Yoongi menatap tidak percaya ke arah Hoseok, matanya berkilat ingin tahu untuk sesaat. "Hebat, sayang sekali aku hanya mendapat lima."
"Jinjja?" Jimin dan Hoseok memekik bersamaan, menatap tidak percaya pada sosok dengan surai blonde yang kini melangkah menjauh.
"Katakan, sekolah apa saja itu?" Hoseok bersuara penuh rasa ingin tahu, sementara Jimin mengangguk menyetujui kalimat yang Hoseok ucapkan.
Yoongi terkekeh kecil, melirik dua orang yang kini membajirinya dengan tatapan ingin tahu juga permohonan. "Seorim, Hanyoung, Hanlim, SOPA, dan aku tidak benar-benar ingat yang terakhir, apa itu Anyang? Entahlah."
"Woah, tiga dari lima undanganmu semuanya sekolah seni? Daebak!" Hoseok memekik heboh sambil menepuk tangannya. Jimin mengangguk setuju sambil mengacungkan ibu jari pada Yoongi.
"Sepertinya mereka melihat lagu yang kau buat waktu itu, Yoongi-ah! Kenapa tidak kau ambil yang dari SOPA? Katanya itu termasuk sekolah terbaik, 'kan?"
Yoongi mengangkat bahu acuh, "Memangnya kalian diundang ke sana?"
"Woah—kau memilih Seorim karena kami? Ah, kau benar-benar yang terbaik, Min Yoongi!"
.
Yoongi tidak benar-benar bisa menikmati upacara pembukaan, dirinya tidak pernah senang tentang hal semacam ini. Terlalu melelahkan dan membuat keringatnya terus bercucuran. Meski tidak di bawah terik matahari, aula yang luas ini tetap terasa panas karena terlalu banyak orang di dalamnya yang membuat pendingin ruangan tidak benar-benar bekerja.
Seorang bapak lumayan tua berdiri di tengah lapangan yang berperan sebagai kepala sekolah, berbicara panjang lebar tentang terima kasih dan selamat, juga memberi tahu bagaimana sekolah yang tengah ia pegang sekarang ini. Semua ucapannya seperti tidak berujung dan ia benci itu, terlalu banyak dan melelahkan.
"Baiklah, sekarang pembagian kelasnya. Kalian bisa melihat di layar belakang saya."
Kalimat yang baru saja terlontar itu benar-benar seperti keajaiban, matanya langsung berbinar cerah sambil menatapi layar lebar yang ada di belakang si kepala sekolah. Beberapa deret nama dengan nama kelas di paling atas membuatnya harus menyortir. Ia benci memindai, tapi saat menemukan namanya berada pada urutan pertama saat ia baca, ia tersenyum. Ia berada di kelas 1–1 bersama dua temannya yang berada di urutan belasan kelas itu.
"Jaraesseo!"
Ia menyempatkan waktu sebentar untuk menoleh ke belakang dan melakukan high five dengan dua temannya. Mereka tersenyum puas dan menemukan slide di depan sana sudah berganti menunjukkan nama siswa lainnya.
Setelah pembagian kelas diumumkan, mereka diperintahkan untuk membentuk kelompok sesuai dengan kelas masing-masing. Sudah ada seorang guru sebagai wali kelas mereka selama setahun yang berdiri di belakang papan yang menunjukkan kelas mereka.
Yoongi mengikuti langkah tiga temannya itu untuk segera tiba di sana dan menemukan sosok Jeon Jungkook yang diributkan beberapa orang di depan sekolah tadi. Ia tersenyum miring melihat sosok di barisan paling depan dengan wajah angkuh, terlihat seperti seseorang yang menjengkelkan dan ia ingin sekali memberi tahu suatu hal yang seteleh itu harus membuat sosoknya melunturkan wajah angkuh menjengkelkan menjadi wajah frustasi.
Dan Yoongi yakin dirinya pasti berhasil menunjukkan hal itu.
"Kita lengkap?" Sang wali kelas menatap penuh senyum siswanya, panjang rambut tanggung berwarna hitam dengan bulu mata lentik saat ia berkedip. Tubuhnya kecil seperti siswa perempuan yang berada paling depan dan wajahnya bisa dikatakan tidak terlalu tua. "Nama saya Kwon Boa dan saya adalah wali kelas kalian sampai kelas satu berakhir. Sepertinya kita sudah lengkap berduapuluh dua, baiklah, ayo kita ke kelas."
Wanita dewasa itu menuntun langkah siswanya menuju ruang kelas, membawa ke luar mereka dari aula yang sepertinya oksigen di dalam sana mulai menipis karena napas semua anak jadi begitu lega saat melewati pintu besar itu. Mereka mengedarkan mata dan mengagumi sekeliling sambil masih fokus pada wali kelas mereka di depan sana agar tidak tersesat di lingkungan baru.
Hoseok beberapa kali menyenggol lengan Jimin dengan mata terus memperhatikan sekitar dan menyuruh sosok di sebelahnya melihat ke arah yang ia lihat, tertawa kecil tiap menemukan hal menyenangkan. Sekolah tempat mereka sekarang benar-benar menakjubkan.
Saat tiba di sebuah ruangan dengan plang overhead bertuliskan 1-1, wanita yang ada di paling depan itu pun membuka pintunya dan mempersilakan siswanya masuk satu persatu.
"Kalian bebas memilih tempat duduk," ujarnya sebelum masuk terlebih dahulu ke dalam ruang kelas. Beberapa siswa mengucapkan hore dengan senang sambil masuk lalu mengedarkan mata untuk mencari bangku kosong yang diinginkan.
Setelah semua masuk, wanita itu berdiri di tengah ruangan sambil memasang senyum terbaik. "Selamat datang di kelas 1-1," ia bersuara sambil mengedarkan mata ke seluruh siswa di ruangan. "ruang kelas urutan pertama adalah kelas terbaik yang hanya berisi lima persen dari tiap siswa perangakatan. Hanya berisi siswa yang menerima undangan entah itu undangan emas ataupun undangan jalur khusus. Jika biasanya di tahun sebelumnya hanya ada satu undangan emas, maka di tahun kita ada dua."
Beberapa gadis mulai berbisik-bisik, mengelukan nama Jeon Jungkook penuh semangat dan mencari tahu satu lagi siswa dengan kartu emas yang dapat masuk tanpa rintangan ke salah satu sekolah terbaik se Korea Selatan.
Jungkook yang duduk paling depan pun ikut penasaran, mendadak merasa dihancurkan karena ternyata ada orang lain yang mendapatkan undangan spesial selain dirinya berada di ruang yang sama. Matanya mencari tahu siapa orang yang mendapatkannya dan berpikir bahwa itu tidak mungkin Namjoon. Ia melihat sendiri bagaimana undangan yang diterima Namjoon dan sosok itu pun mengatakan padanya bagaimana undangan yang ia terima. Lalu siapa orang itu? Apa akan menjadi saingan beratnya yang jauh lebih berbahaya daripada Kim Namjoon?
"Sudah, sudah," sang wali kelas menepuk tangannya menghentikan suara ribut dari siswanya. Bibirnya menyunggingkan senyum tanpa henti sejak tadi. "Jika tahun sebelumnya siswa dengan undangan emas akan menjadi ketua kelas karena hanya ada satu sedangkan di tahun ini kita punya dua, bagaimana kalau kita membuat voting untuk si ketua kelas?"
"Daebak," Yoongi berbisik lirih, menatap lurus ke arah wali kelasnya. "Kenapa kita harus memilih di hari pertama masuk sekolah?" Gumamnya setengah jengkel. Ia mendengus pelan, tidak pernah senang tentang hal voting semacam ini. Ia tidak terlalu senang menentukan pilihan yang jawabannya tidak begitu jelas; maksudnya, jika itu tentang orang, mereka semua abu-abu dan ia tidak yakin apa abu-abu memiliki warna yang berbeda jika itu perpaduan antara hitam dan putih.
"Baiklah, biar saya panggil dua siswa dengan kartu emas itu dan setelah namanya saya sebut silakan segera maju ke depan," wanita itu melangkah menuju papan tulis dan mengeluarkan spidolnya. Ia mulai menulis.
"Jeon–Jung–Kook," wanita itu mengeja. Dan pemuda di bangku paling depan tersenyum cerah dengan sorot mata bangga, ia kemudian melangkah.
"Dan, Min–Yoon–Gi."
"Aku?" Yoongi memekik tertahan, mengerutkan kening tidak percaya. Hoseok dan Jimin yang ada di sebelahnya ikut terkejut nama itu dieja. "Jadi undangan–tanpa–test itu berarti undangan emas?"
Melihat sang wali kelas memberi tatapan menanti dan yang bernama Jeon Jungkook itu memberi tatapan intimidasi, Yoongi pun menyerah dan mengikuti permainan. Ia maju ke depan di sebelah namanya yang sudah ditulis apik sang wali kelas.
"Baiklah, karena kalian tengah bersaing, coba sebutkan kelebihan kalian masing-masing tanpa memberi diss pada pihak lawan. Buat diri kalian terlihat pantas dipilih. Dimulai dari Jeon Jungkook."
"Perkenalkan, nama saya Jeon Jungkook. Saya sebelumnya sekolah di Tongyeong dan berada di peringkat pertama sejak semester satu kelas satu. Saya mendapat tiga undangan dari sekolah menengah atas yang berbeda dan memilih Seorim karena menurut saya sekolah ini adalah sekolah terbaik. Sekian, terima kasih," ia membungkuk sopan dan memberi senyum menawan pada orang-orang di hadapannya.
Yoongi yang mendengar perkenalan singkat yang angkuh dari si Jeon Jungkook itu mendecak, mengomentari sifat angkuhnya dalam hati dan menarik pelan satu sudut bibirnya.
"Sekarang giliran Min Yoongi."
"Perkenalkan, nama saya Min Yoongi. Saya sebelumnya sekolah di Seonam dan mengusai peringkat pertama selama tiga tahun. Saya mendapat undangan dari lima sekolah menengah atas yang berbeda dan memilih Seorim karena dua sahabat saya juga mendapat undangan dari sekolah ini. Sekian, terima kasih," ia meniru Jungkook yang membungkuk dan mengabaikan tatapan tidak percaya dari sosok di sebelahnya. Sebenarnya dirinya tidak benar-benar berpikir perlu memberi tahu seberapa banyak surat undangan yang ia terima, tapi kilatan mata sombong dari sosok di sebelahnya membuatnya sedikit geram. Ia benci orang angkuh dan terkadang itu yang membuatnya harus menjadi berandalan yang senang berkelahi.
"Wow, sepertinya dua calon ketua kelas kita benar-benar berpotensi, ya?" Wanita yang duduk di bangku guru itu beranjak, berdiri di tengah dua laki-laki dengan tingkah berbeda. Jika yang satu terlihat hilang akal dan tertohok, maka yang satunya terlihat begitu acuh. "Kalian bisa mulai menulis nama calon ketua kelas yang kalian inginkan di kertas yang tadi sudah saya bagikan."
.
"Min Yoongi, otaknya itu terbuat dari apa sebenarnya?" Jungkook mengerang frustasi, menatap tidak percaya pada sosok yang tengah berdiri di depan kelas menyampaikan tugas dari guru yang berhalangan hadir. Wajahnya yang terlihat begitu cuek membuat Jungkook mengeram kesal, merasa jengkel sudah dikalahkan menjadi ketua kelas dan harus menelan posisi sebagai wakilnya.
Mata mereka bertemu. Mata sipit dengan sorot tidak peduli yang terkadang bisa terlihat begitu tajam, memandangi diri Jungkook acuh yang memberi tatapan tidak senang. Ia melanjutkan ucapannya dan menulis bagian-bagian penting yang ia katakan di papan tulis.
"Berandalan yang senang bolos, tapi nilainya benar-benar membunuhku. Sialan."
"Kau kesal?" Suara seorang gadis membuat Jungkook menoleh, tatapan dari gadis itu terlihat sulit di artikan. Tapi seringaian yang ada di sana membuat Jungkook tahu bahwa sosok itu sama kesalnya dengan dirinya. "Apa menurutmu dia punya cara licik untuk mendapatkan nilai bagus?"
Jungkook mengerutkan keningnya, "cara licik?"
"Seperti… mencuri soal? Kau tahu sendiri, dia bisa disebut berandalan meski tidak benar-benar nakal. Memangnya yang seperti itu tidak memungkinkan mencuri soal di ruang guru?"
"Kau mau menuduh Yoongi mencuri soal, Kim Shinyeong?" Suara gadis lain muncul, suaranya penuh dengan intimidasi dan tatapannya terlihat berbahaya. Langkahnya perlahan mendekati gadis yang disebut namanya dengan penuh racun, kemudian jarinya menekan pelan bahu kecil si Shinyeong itu. "Dengar, Kim Shinyeong maupun Jeon Jungkook. Min Yoongi memang menjengkelkan, tapi ada baiknya kalian mencari ide lain untuk menghancurkannya daripada berpikir ia perlu repot-repot mencuri soal guru. Kau, gadis cantik dengan otak cerdas, jangan berusaha memanipulasi orang lain untuk membenci Min Yoongi. Ingat itu baik-baik."
"Wah, daebak," Shinyeong menatap tidak percaya gadis yang tadi menekan bahunya dengan telunjung kurus yang ia miliki. "Kwon Minah benar-benar seperti malaikat pelindung Min Yoongi. Aku harap yang ia katakan memang benar karena aku dan Kim Eunjung tengah mencari bukti ia melakukan pencurian soal."
—kkeut.
Sebuah prolog yang panjang. 3.1K untuk prolog, woah. Aku harap nanti chapter satu dan seterusnya bisa lewat dari 3K karena prolognya aja panjang hahaha. Tapi karena aku udah berpikir perlu buat chapter panjang, jadi aku mungkin ceritaku enggak bakal bisa update cepat semacam sebelum-sebelumnya. Intinya, aku enggak jamin bakal update cepat. Mungkin ya sekitar 7-10 hari sekali? Pokoknya aku cuma bakal usahain tiap satu minggu sekali update satu. Aku bakal usahain meski aku ga janji update cepat. s
Di sini Jungkook jadi sedikit menjengkelkan dan Yoongi macam orang yang pingin hancurin sifat Jungkook yang macam itu.
Kalau ditanya inspirasi, aku keinspirasi ini dari drama Cheese in The Trap, juga beberapa fiksi yang angkat tema macam ini juga. Yeah, pasti tema semacam ini udah biasa banget kan? hahaha. Lagi, aku juga dapet ide dari Sassy Go Go, Orange Marmalade, dan Who Are You – School 2015. Banyak. Dan semuanya aku gabungin jadi satu di sini. Mungkin sekedar ide karakter, ide perkataan, ide alur, beberapa aku ambil dari sana kkkk.
Btw, kenapa aku jadi sering banget dapet ide ya? Don't Know What We Are aku udah sepanjang 4 chapter dan aku tiba-tiba berpikir mau buat ff baru, chaptered pula. Aduh. Aku jadi semacam gadis penuh hutang (mendadak teringat Kang Moyeon yang bilang ke Agus [teringat suga tiap nama ini muncul, mana di episode 12 sebut sebut Min Yun Gi wkwk aduh aku jadi out of topic wkwk] dirinya penuh hutang, lol. Apa sehabis ini Yoo Sijin bakal naksir aku karena aku juga penuh hutang macam Moyeon? wkwk).
Yaudah sih, mungkin aku nunggu tanggapan kalian aja ya. Kalau tanggapan kalian lumayan banyak, mungkin aku bakal segera lanjutin dengan semangat hahaha. Maaf kalau ada typo btw
