This Romeo is bleeding
But you can't see his blood
It's nothing but some feelings
That this old dog kicked up
Lagu Always yang di populerkan oleh Bon Jovi melantun indah dari speaker hitam yang terpasang apik di sisi meja di ujung ruangan. Seorang lelaki memejamkan matanya di sana, kakinya terjulur santai di atas meja—tidak terlalu peduli dengan etiket kerja atau setidaknya basa basi rekan kerja. Bibirnya dengan fasih mendendangkan lagu itu mengikuti suara yang dihasilkan oleh pelantun aslinya.
"Jadi kenapa kau berkelahi!?" itu suara rekan kerjanya, tangannya membanting map tipis demi membentak seorang lelaki dengan seragam sekolah dan wajah yang dipenuhi luka memar. Tidak terlalu menganggu menurutnya, dia masih sibuk bernyanyi. Melipat tangannya di depan dada—masih menikmati lantunan salah satu band favoritnya.
Selera lama.
Lelaki dengan janggut tipis dan kumis tipis di wajahnya serta rambut yang gondrong sebahu terkesan brewokan itu memang sudah berusia dewasa. Tapi dia tergolong muda untuk jabatannya dikantor tersebut. Anggaplah karena garisan takdir dan usaha kerasnya sehingga dia mendapatkan lebih dari teman teman sejawatnya.
"Hei Kibum"—rekannya yang tengah bertanya pada anak anak sekolahan labil yang masih betah beradu mulut satu sama lain memanggilnya. Kibum—lelaki dengan jaket coklat lusuh dan jeans pudar yang terkoyak di bagian lututnya hanya bergumam sebagai tanggapan dari sapaan. "Bisakah kau bantu aku?" ini permintaan. Kibum selalu menganggur, sejak kasus terakhir yang ia tangani.
Satuan elit tak membuatnya melupakan sesuatu yang ia sebut dengan ikatan rekan kerja di kantor kepolisian ini. Ia membuka matanya, terlihat sekali ia tengah menahan kantuk. Dia sudah bosan setengah mati. Merenggangkan sedikit persendian lehernya, Kibum melangkahkan kakinya di lantai keramik kantornya. Berjalan santai dan duduk di sisi meja yang berhadapan dengan bocah bocah sok hebat.
Auranya menguar—sesuatu yang membuat para bocah itu sedikit beringsut. "Jangan terlalu keras!" rekan kerjanya memperingatkan. Kibum mencibir, rekan kerjanya itu membuat banyak aturan setelah meminta tolong. Apakah itu pantas?
"Jadi, kalian berkelahi?" tanyanya. Nadanya berat, suaranya serak—menggambarkan seseorang yang baru saja bangun tidur. Tatapan matanya malas menatap keberadaan para bocah itu. Tangannya meraih sebuah map tipis yang berisi pengaduan. Mereka tutup mulut. Sepertinya sudah berulang kali keluar masuk kantor polisi dan beruntung tidak pernah bertemu dengan seseorang semacam Kibum.
Hening—
"Kalian bisu?" dia melanjutkan pertanyaannya.
"Ya, lalu kau mau apa?" Tanya seorang bocah dengan nada kurang ajar. "Orang tuaku akan menebusku" membuahkan senyuman miring di bibir Kibum. Tipe anak orang kaya yang angkuh. Dia pasti sangat dimanja sehingga mendapatkan apapun yang ia inginkan.
"Siapa namanya?" Tanya Kibum melirik rekan kerjanya yang meminta pertolongan padanya tadi. Seorang lelaki dengan wajah polos kekanakan—jika bukan karena proporsi tubuhnya yang besar, Kibum yakin orang orang akan mengiranya bagian dari para bocah bocah nakal yang suka berkelahi ini.
"Dia Taehyung, orang tuanya konglomerat" cukup menjelaskan segalanya. Kibum mengambil ballpoint dari meja Donghae, mengarahkan salah satu sisinya dan menekannya pada dahi Taehyung.
"Pantas saja dia tak punya nyali untuk menjawab pertanyaan secara benar" mengejek. Para bocah tidak harusnya di introgasi seperti para teroris, mereka sebaiknya diperlakukan dengan lembut. Dan cara lembut yang digunakan oleh Kibum itu terkesan—
Menginjak injak harga diri para bocah jagoan itu.
"Jadi siapa yang menang?" Tanya Kibum kemudian.
"Tidak ada yang menang, kalian membubarkan perkelahian kami" bocah itu berdecih. Masih bocah yang sama dengan mulut yang lancang.
"Jadi kau pimpinannya? Lalu dari sekolah lawan kalian?" anak yang sedari tadi mengunci mulutnya mengangkat tangannya. Perawakannya terlihat lebih acuh dan tenang. Tapi di mata Kibum, mereka tetaplah sekumpulan bocah yang perlu di didik untuk tahu menjawab pertanyaan pihak aparat. Dia menaikkan sebelah alisnya, anak itu belajar bela diri dengan baik—menurut Kibum. "Lalu kenapa kalian tidak menyelesaikannya. Aku akan menilai siapa yang menang"
Kibum tentu saja mengerti perkelahian bodoh sejenis apa yang sedang dilakukan para bocah itu. Dia pernah terlibat—ketika usianya sepantaran dengan mereka. Hebatnya, dia pimpinannya dan dia di penjarakan selama sebulan—ayahnya tak mau menjemputnya. Donghae melotot melihat Kibum.
"Aku tipe polisi lapangan, Donghae. Bukan polisi kantoran sepertimu" Kibum memberikan petuah bahwa ia sedang memberikan solusi dengan cara yang sedikit berbeda. Ini gaya Kim Kibum, yang membuatnya mendapatkan promosi dalam waktu singkat dan menyelesaikan kasus dengan baik. Dia seorang yang harusnya duduk di kursi empuk dan memerintah ini itu—jabatannya tak pantas untuk mengotori tangannya. Tapi Kibum tetaplah Kibum, dia seseorang yang menikmati pekerjaannya di lapangan.
"Siapa namamu?" kali ini Kibum bertanya pada pimpinan sekolah lain.
"Hoseok" jawab anak itu, membuat Kibum tersenyum tipis. Bocah yang ini tidak sesombong Taehyung. Kibum sepertinya mengerti kalau anak ini di didik dengan lebih keras, lebih bersahabat dan berhati. Hoseok sepertinya anak yang memiliki banyak saudara dan berorang tua tunggal—ini hanya menurut Kibum. "Kau tidak bertanya kenapa kami berkelahi?" dia sepertinya mencari perlindungan diri sekarang. Dia mencoba agar orang tuanya tidak di hadirkan di kantor polisi.
"Apakah di sini, mereka selalu bertanya tentang penyebab perkelahian kalian?" Tanya Kibum bersidekap. Taehyun melotot menatap Hoseok, tak terima dengan pembelaan yang pasti akan memojokkannya. Hoseok mengangguk sebagai jawaban. "Tapi aku tidak akan bertanya, itu hal merepotkan" Kibum menatap remeh keduanya.
"Berkelahilah!" nadanya masih sama. Kibum membuat seluruh bocah yang tengah mereka tahan itu menatapnya tajam.
"Ki—Kibum" Donghae kelabakan, harusnya ia tak menyuruh Kibum yang biasanya berurusan dengan penjahat mengurus bocah bocah ini. Kibum mengangkat sebelah tangannya. Mengisyaratkan agar Donghae tetap duduk tenang di kursinya.
"Daerah C, bukankah itu yang diiinginkan olehmu, Taehyung?" Kibum kembali mengetuk ballpoint di dahi Taehyung. "Daerah itu millikku, sejak dua belas tahun lalu" Kibum serius dengan perkataannya, dia berkelahi dan mengalahkan anak seusianya hanya untuk berada di puncak. Sekarang dia sadar, itu perkelahian sia sia yang tak ada gunanya.
"Rebut dariku! Bukan dari sekolah yang di pimpin Hoseok hanya karena mereka sering melewati daerah itu, bodoh!" Kibum mengetukkan ballpointnya dengan lebih keras. Wajahnya terlihat menjijikkan—seolah menatap para bocah itu seakan seonggok kotoran anjing.
BUGHH—
Taehyung yang terlebih dahulu melayangkan tinjunya. Tepat mengarah pada wajah Kibum. Suasana menjadi panas, polisi dewasa itu menangkap tangan Taehyung yang seolah sangat kecil di telapak tangan besarnya. "Kibum jangan memukul mereka!" Donghae memperingatkan.
PLAAAK—
Kibum tak menggunakan tinjunya. Dia menampar Taehyung. Cukup keras hingga suaranya menggema di seluruh ruangan.
Tentu saja rasanya perih. Taehyung merasa kulitnya pipinya terbakar. Hoseok melotot menatap lelaki yang tampak santai itu. Tangannya bahkan tak terangkat untuk menghasilkan tamparan menyakitkan. Polisi di hadapan mereka ini, berbeda. Baru kali ini Hoseok merasa perbedaan yang jauh antara ia dan orang dewasa. Ia yakin, Taehyung mampu mengalahkan jika hanya sekedar preman berotot besar di gang gang sempit tanpa terluka. Tenaga bocah itu juga seperti orang dewasa.
Tapi—
Orang dewasa di hadapan mereka ini, jauh lebih kuat dari preman yang pernah Hoseok tahu. Tatapannya yang membuat orang terasa kecil di hadapannya, wajahnya yang dingin dan penampilannya yang seperti gelandangan sukses membuat Hoseok merasa gemetar.
Hoseok mencengkram tangan Kibum yang menggenggam erat kepalan tangan Taehyung. "Kami minta maaf" Hoseok tak boleh membiarkan lelaki itu melakukan lebih dari ini. Mereka terancam dan Hoseok punya firasat kalau aparat Negara yang tak mengenakan seragam itu bukan aparat Negara biasa yang bisa di selesaikan oleh Taehyung dengan uang keluarganya.
"Arggh—" Taehyung berdesis dan erangannya terdengar. Suara tulang berderik terdengar. "Maafkan aku, maafkan aku!" Taehyung hampir menangis, rasanya tangannya sungguh akan remuk.
"KAMI HANYA BOCAH TIDAK BERGUNA! MAAFKAN KAMI!" Hoseok semakin panic ketika Taehyung sungguh meneteskan air mata.
"Aku akan mengambil tangannya, agar dia mengerti tentang sopan santun" Kibum berbicara sadis.
"KAMI TIDAK AKAN MENGULANGINYA LAGI!" Hoseok berteriak. Dan Kibum melepaskan tangan Taehyung.
"Pegang ucapanmu! Atau aku akan mengambil kembali tangannya" ucap Kibum santai.
LITTLE FLOWER
.
.
IKA. ZORDICK
.
Seorang gadis cantik melumuri permukaan wajah Kibum dengan cream putih. "Lihatlah, betapa berantakan rumah ini!" sementara Donghae—rekan kerja Kibum yang baru saja mendapatkan bantuan diharuskan membayar dengan menjadi pembantu sementara di apartemen lelaki berusia dua puluh delapan tujuh tahun itu. Dia bahkan tak bisa menemukan tempat berpijak.
"Bukannya kau tak mengambil cuti, mengapa bisa kau seberantakan ini?" Hyuna—si wanita cantik yang kini mencukur rambut rambut halus di permukaan wajah Kibum bertanya. Kibum tidak pernah kembali ke apartemennya kecuali libur. Pria itu jarang libur dan Hyuna sedikit heran dengan hal tersebut.
"Aku tak menerima tugas, sejak promosiku terakhir" Kibum memaksudkan beberapa minggu lalu. Hari hari yang ia habiskan dengan berguling ke sana kemari, menonton film porno dengan di temani beberapa bungkus snack dan cola. Dia persis seperti pengangguran banyak uang.
"Lalu kau menganggu di kantor. Membuat para inspektur itu terlihat konyol karenamu" Donghae memasukkan satu per satu sampah ke dalam kantong plastic di tangannya. Kibum memilih menaikkan bahunya acuh. Itu bukan urusannya.
"Kibum, kau itu Perwira, bukan lagi bintara, harusnya kau duduk dengan baik di belakang meja lalu memukul mukul para bintara" Hyuna menasihati rekannya, mereka satu angkatan ketika di angkatan kepolisian. Donghae mengiyakan. "Kau melakukan apapun sesukamu"
"Itulah yang membuatku cepat naik pangkat" ucap Kibum santai. Tentu saja kedua rekannya sedikit tersindir. Kibum benar benar mengejek mereka yang stuck di jabatan Briptu. Hyuna berdecak, sengaja menepuk kepala Kibum, menyalurkan kekesalannya. Pria yang selalu belagu sejak mereka masih di akademi itu memang tidak pernah berubah.
"Kau tak merasa keterlaluan Kibum? Dengan jabatan setinggi itu kau harusnya hidup santai. Ah~ aku mau cepat menjabat sebagai perwira kemudian menikah" Donghae mendengus. Dia punya cita cita yang besar dan sialnya Kibum yang sedari dulu tak punya tujuan hidup itu sudah meraih cita citanya. "Tapi ngomong ngomong kau tak punya pikiran untuk menikah?"
Hening—
Kibum memilih mengusap pipinya. Dia selalu puas dengan hasil karya Hyuna dalam hal mencukur. Dia tidak pernah benar melakukan hal tersebut. "Potong menjadi lebih muda" ucap Kibum, Hyuna memang memiliki cita cita menjadi pengurus salon dahulu dan Kibum itu pintar memanfaatkannya. Dia selalu meminta polwan cantik itu untuk menata rambutnya.
"Perasaanku saja, atau kau menjadi lebih kurus?" Tubuh Kibum itu seperti seorang om om, mengingat usianya yang memang harusnya sudah pantas berumah tangga ditambah proporsi tubuhnya yang gampang mengembang. Tapi Kibum cepat juga menguruskan badannya.
"Aku diet" jawabnya santai. Kedua teman Kibum yang sibuk melakukan kegiatan mereka masing masing mengangguk mengerti. "Aku menjadi salah satu atasan di satuan elit pusat, jadi aku tak perlu khawatir untuk di tempatkan sebagai perwira. Aku di bawah Jendral Jung Yunho" sebuah kepastian yang membuat Hyuna dan Donghae paham kenapa Kibum tak mengeluh tentang penempatan dan tetek bengeknya sejak promosi terakhirnya.
"Itu satuan baru?"
"Ya, khusus kejahatan berat." Jawab Kibum untuk pertanyaan Donghae. Sepertinya mereka mengerti apa prihal yang terjadi. Surat Keterangan baru saja terbit dikarenakan Kibum yang pasti mendesak bahwa ia tak ingin bekerja di belakang meja dan memeriksa beberapa dokumen. Meletakkan Kibum dalam kepolisian pada umumnya juga membuat bawahan yang lain kerepotan.
"Lalu, apa tidak masalah kau memberitahukannya pada kami?" Hyuna merasa kesatuan baru itu cukup rahasia. Mengingat tidak ada gossip yang beredar di kantor mereka. Hyuna tersenyum ketika melihat hasil karyanya, Kibum baru telah terlahir karena tangan hebatnya. Dia buru buru membereskan rambut Kibum yang bercecer di lantai.
"Tidak" Kibum mengacak rambut pendek barunya. Dia suka. Benar benar terlihat jauh lebih muda. "Besok surat resmi tentang kalian bekerja langsung di bawahku akan terbit, tentu saja secara rahasia" jelasnya. Dan keduanya mengumpat tertahan. Kim Kibum itu hanya seseorang yang memperlakukan semuanya sesukanya. Dia tak terlalu peduli tentang aturan, asalkan kerjaannya beres. Dia lebih cocok sebagai seorang mafia dibanding polisi.
Ika. Zordick
Ini tidak benar!
Donghae berteriak dalam hatinya. Mengapa lelaki yang memiliki pangkat paling tinggi di antara mereka mengenakan seragam konyol dengan rambut berponi dan tas ransel yang terkesan memaksa di tubuhnya. "Kurasa kita membutuhkan seragam yang lebih besar" ucap Kibum memperhatikan bentuk tubuhnya yang tercetak samar, seragam putih itu jelas menunjukkan otot ototnya yang terlatih meski ia melakukan program diet yang membuat tubuhnya mengurus.
Cebikan terdengar. Hyuna jelas menggeplak kepala Kibum, wanita itu memang suka memukul kepala Kibum. Menjelaskan betapa atasannya itu tidak mengerti seni di mata seorang wanita. "Ukuran yang pas adalah yang paling bagus!" dia menunjukkan kedua jempolnya, mau tidak mau Kibum hanya mengaduh. Dia kemudian mengangguk setuju saja. Dia melirik Donghae, tatapannya menyipit seolah mengatakan bahwa dia butuh pendapat Donghae.
"Kau keren" Donghae bahkan tak tahu harus berkata apa. Kibum baru saja sah menjadi atasannya, hitam diatas putih dan dengan tanda tangan Kibum sendiri. Dia memiliki jabatan yang cukup tinggi untuk menerbitkan surat keterangan perekrutan. Kibum sungguh membuat sebuah instansi di dalam instansi dengan visi yang sama secara umum dan misi yang sepertinya jauh lebih sulit. Kibum itu anak emas di kalangan aparat Negara, mereka terlalu takut kehilangan pria yang cepat menangkap penjahat dengan aksi heroic dan pemikiran pintarnya.
Kibum kembali merasa dirinya benar benar sempurna ketika Hyuna memasangkan blazernya dengan rapi. "Sempurna, dengan sifatmu yang hanya bicara seperlunya saja kurasa tidak akan masalah" Hyuna punya pemikiran tersendiri di kepalanya. Wanita gila itu harus membuat Kibum di elu elukan wanita dan kemudian mengoloknya. Kibum terlalu sering mengejeknya ketika dia di campakkan lelaki dan berakhir mereka berdua di atas ranjang. Kibum suka mempermainkannya.
Bukan dalam konteks pria itu memberikan harapan palsu padanya.
Kibum itu selalu berkata dia pria yang bebas yang tak suka terikat dengan sejenis hubungan. Menjelaskan bagaimana Hyuna merasa si atasan yang merangkap sahabatnya itu kadang bermanfaat ketika ia membutuhkan teman untuk sex.
"Donghae, berkasnya!" Donghae mendadak gugup. Dia berdehem, membuang pikirannya bahwa mereka sedang bermain. Kibum memang cenderung menyelesaikan semua misinya dengan cara yang tidak biasa. Donghae juga butuh promosi, dia lelah menjalani sepanjang hidupnya bertugas menangkap penjahat dan kemudian di tuntut kembali karena ancaman dan tindak kekerasan. Dia juga lelah di marahi atasan, ia juga ingin menjadi atasan yang memarahi bawahan. Yang jelas! Donghae ingin menjadi perwira secepatnya.
Donghae melotot. Membaca satu per satu berkas di tangannya. Ini dari atasannya, setelah Kibum memberikan surat perintah untuk mengambil kasus yang di kelompokkan sebagai penjahat kelas kakap. Dia bahkan tak sanggup mempelajari isi berkas itu. Dia mengira mereka hanya sekedar menangkap penyeludup, Bandar narkoba atau setidaknya pemilik tempat prostitusi. Ternyata—
Kasus ini sulit.
"Apa kau tidak mempelajarinya?" Donghae menelan ludahnya. Meski terkesan seenaknya dan seperti bermain, Kibum selalu professional menyelesaikan tugasnya secara detail. Dia menangkap penjahat, membuat mereka mengaku, mengumpulkan bukit dan memastikan jaksa yang menangani kasusnya cukup teliti untuk mengerti. Oleh karenanya dia cepat memanjat naik.
Kibum mengambil berkas di tangan Donghae, dia mendudukkan tubuhnya disofa. "Ini peringatan tak resmi dariku, kau mengecewakan di hari pertama" Donghae memasang pose siap di tempatnya.
"Tidak akan terulang lagi, Sir!" katanya tegas.
Kibum menatap Hyuna. Wanita itu cepat melangkah di samping Donghae, mengikuti pose siap. "Siap menerima perintah, Sir!" mereka melakukan istirahat di tempat sekarang.
Kibum membuka isi amplop coklat. Sedikit berdecak. "Kita akan menangkap semua orang yang bersalah dalam kasus penculikan dan pembunuhan di daerah C" Kibum membuka laptopnya yang langsung terhubung ke infokus. Denah kawasan sekitaran target mereka terlihat di layar. "Polisi sudah di kerahkan di daerah C dan intinya mereka akan menarik mundur anggota, mengganti target mereka agar tak terendus" Kibum menunjukkan kawasan lain, masih di sekitaran daerah C.
"Kau mengerti kenapa aku berpakaian sekolah?" Kibum mengambil laser yang digunakan untuk menunjuk layar. Dia mengarahkan pada Donghae. "Aku perlu menyelidiki dan memastikan bahwa tidak ada korban berjatuhan di sekolah di sekitaran daerah ini. Periksa data di depan kalian!"
Hyuna dan Donghae langsung mengambil kopian berkas yang berada di amplop yang sama dengan yang dibuka Kibum. "Itu data data para korban" ujar Kibum. "Satu satunya petunjuk adalah mereka berasal dari satu sekolah yang sama, hingga pihak kepolisian membuat penjagaan dua puluh empat jam dan sistem antar jemput siswa agar menjamin keselamatan mereka"
"Di halaman terakhir, korban berasal dari sekolah yang berbeda" Hyuna sedikit bingung dengan asal sekolah pada biodata korban.
"Benar" Kibum bertepuk sekali. "Sejak ada program kepolisian perlindungan pada sekolah, mereka berpindah ke sekolah lain."
"Itu artinya mereka tidak punya kesempatan dan mengganti target" Donghae menyambung.
"Hanya hipotesa sementara. Jadi, Hyuna, kuberikan kau kewenangan penuh dalam mencari keterkaitan antara para korban"
"Siap, Sir!" Hyuna memberikan pose hormat.
"Dan Donghae, ku harap kau bisa memberikanku informasi lebih tentang pelaku, motif dan probabilitas korban selanjutnya. Tetap berhati hati, mereka mungkin menyuap beberapa orang untuk tutup mulut."
"Siap, Sir!" Donghae memberkan pose hormat. Mereka kemudian membubarkan diri. Kibum mengambil tas sekolahnya, mengecek perlengkapan identitas barunya dan merapikan sedikit poninya. Ia berjalan keluar dari apartemen pribadinya.
Ika. Zordick
Kibum memasang earphone di telinganya yang langsung tersambung dengan ponselnya. Memutar lagu kesukaannya, Bon Jovi – Always. Dia dapat mendengar suara merdu penyanyinya, sedikit mengecek nomor nomor di ponsel barunya, hanya beberapa orang. Dia harus berhati hati, setidaknya dia harus memastikan bahwa ia memiliki semua nomor yang ia butuhkan untuk kelancaran misinya.
Dia bahkan tersenyum ketika mendapati nama 'Hyuna' sebagai 'Mom'. Satu satunya nama yang berbeda, Donghae masih memiliki nama yang sama di ponselnya. Hyuna sebagai ibunya, dia tak habis pikir untuk adegan ranjangnya bersama wanita itu. Dia mengingat ingat, cukup lama juga ia tak melakukan sex dengan rekannya itu. Berarti sudah lama sejak Hyuna tak dicampakkan lelaki.
Now I can't sing a love song
Like the way it's meant to be
Well, I guess I'm not that good anymore
But baby, that's just me
Kemudian Kibum merasa suaranya sedikit tercekik. Nadanya yang tinggi mungkin membuat merasa kesulitan mendapatkan nada tinggi itu tanpa membuat persiapan pada tenggorokannya. Kibum selalu menikmati masa masa indahnya menjadi penyanyi dengan earphone terpasang di telinganya. Angin meniup rambut bagian depannya, mengacaknya dan kemudian jatuh kembali.
Menatap ke arah langit. Kibum berdecak karena yang terlihat hanya awan gelap pertanda akan datangnya hujan. Angin kencang mulai bertiup lirih, rasanya sejuk dan Kibum suka dengan hawa hawa dingin tapi ia tak terlalu suka hujan. Rasanya dingin.
"LEPASKAN BODOH!" dan Kibum tak menyangka ia harus menjadi pahlawan di awal masa masa SMA bohongannya. Dia melirik ke arah gang sempit, sedikit merutuk jiwa pahlawan cinta negarannya yang selalu di acungi jempol oleh rekan rekan kerjanya.
Kembali angin bertiup. Kibum jadi merasa dia menjadi salah satu tokoh lemah yang dilemma antara harus menolong wanita berambut pendek yang tengah di tarik tarik paksa oleh anak sekolahan yang Kibum coba coba mengingat sekolah mana. Sepertinya anak sekolah menengah atas, tapi bukan sekolah yang akan ia tuju.
Kaki Kibum melangkah tenang, bibir merahnya yang sering mengecap rasa filter rokok itu terbuka, mengeluarkan sebuah kata bermakna panggilan. "Hei" cukup membuat tiga orang remaja berseragam itu menatapnya.
Mereka mengalihkan atensi mereka dari si wanita muda yang kini juga menatap Kibum. "Apa yang kau lakukan di sana?" Kibum berbicara pada si remaja wanita yang jelas mengenakan seragam wanita sekolah menengah pertama yang akan ia miliki. Setidaknya ia mendapatkan bantuan, sedari tadi dia berputar putar di tempat yang sama dan tak menemukan sekolah itu. Dia sedikit gengsi untuk bertanya pada Donghae.
Si remaja wanita menunjuk dirinya. Seolah bertanya Tanya apakah Kibum sungguh berbicara dengannya. "Tentu saja kau, memang ada orang lain lagi di sini?" Kibum itu tidak kasar, hanya saja dia selalu sukses membuat orang yang tidak di senanginya merasa terlecehkan. Kibum seolah tak menganggap keberadaan tiga bocah SMA lain yang mengeram marah padanya.
Kibum mengulurkan tangannya.
Angin bertiup. Sial sekali. Karena ketika si remaja wanita itu menerima uluran tangan Kibum, angin menerbangkan roknya, cukup membuat Kibum dapat melihat celana dalam bermotif polkadot yang sedang di kenakan sang wanita. Kibum salah fokus. Dan si remaja wanita menangkap basah Kibum yang melihat celana dalamnya.
Kibum cepat memalingkan wajahnya, menarik si remaja mendekat ke arahnya. "Hei Kau!"
Bugh
Bugh
Bugh
Sebelum tiga bocah berseragam itu mencoba mengeluarkan protesen, Kibum sudah meninju ketiganya tepat di titik yang membuat seseorang pingsan. Kibum tidak harus membuat ketiganya babak belur dan menambah masalah karena ia akan berurusan dengan tuduhan perkelahian di gang sempit demi seorang remaja wanita yang mengenakan celana dalam bermotif polkadot.
"Kau kuat" remaja wanita itu menunjukkan kekagumannya. Kibum hanya memilih diam. "Apa kau bawahan kakakku?" membuat Kibum menaikkan sebelah alisnya.
Kibum rasa tidak ada atasannya yang memiliki adik yang masih sangat muda. Kibum rasa remaja perempuan itu hanya sedang mengutarakan kesoktahuannya. Bukankah bocah kecil itu cenderung sering penasaran.
Ika. Zordick
Baru saja, Kibum memperkenalkan dirinya di depan kelas. Dia membungkuk sopan dan gurunya menyuruhnya untuk duduk di pojok dekat jendela. Kibum sedikit merasa beruntung. Dia bisa mengawasi dengan jelas dari tempatnya duduk. Dia menopang dagunya, menatap langit mendung di luar sana. Dia tak terlalu memperdulikan gurunya yang tengah menceritakan asal muasal nilai percepatan sesaat di depan kelas. Kibum rasa, ia cukup paham dengan mata pelajaran itu.
Pikiran Kibum menerawang. Melayang layang seolah terbawa angin kencang di luar sana.
Kemudian—
Dia mendarat pada—
"Sial" Kibum berbisik.
Pemandangan selangkangan dengan paha putih mulus mungil dengan hiasan celana dalam polkadot menghantui pikirannya. Kibum rasa ia telah gila.
Ika. Zordick
Satu kata yang menggambarkan kondisi Kibum saat ini, dia kelaparan. Kibum melihat sekelilingnya, jadi teringat ketika teman temannya dahulu ketika di SMA, mereka selalu memberikan Kibum makanan tanpa harus diminta terlebih dahulu. Dia jadi berpikir harus ke kantin, tapi pergi ke kantin sendirian, cukup membuktikan bahwa ia seorang yang menyedihkan.
"Hello, Kibum" seorang wanita mengulurkan tangannya pada Kibum.
Kibum rasa ia perlu berbasa basi, ia meraih tangan itu dan menjabatnya. "Hi" jawab Kibum. Wanita remaja itu menyebut namanya.
"Jisoo, Kim Jisoo" ucapnya. "Nomor absen 12" lanjutnya. Kibum mengangguk mengerti.
"Kim Kibum. Aku belum tahun nomor absenku berapa" Jisoo tertawa. Kibum rasa anak SMA memang memiliki kecantikan yang terkesan segar. Kibum juga harus mengakui bahwa remaja cantik di depannya itu terkesan sangat keibuan. Kibum suka.
"Aku ketua kelas di sini, kau tertarik ke kantin? Biar ku temani" tawarnya yang jelas membuat Kibum bersorak dalam hati. Kibum kurang percaya bahwa dia akan di sapa oleh seorang gadis di hari pertamanya sekolah. Ia pikir ia akan di ajak ke kantin oleh teman laki laki setidaknya. Seperti dirinya ketika sekolah dahulu—dia sepertinya lupa kalau sekolahnya khusus lelaki.
"Terima kasih" Kibum tahu sopan santun. Dia bangkit dari kursinya. Tubuh tegap tingginya kini bersisian dengan si ketua kelas cantik.
Mereka berjalan keluar kelas, para penghuni kelas tak bisa melepaskan atensi mereka pada Kibum. Lelaki itu terlihat sangat atletis dan tampan. "Kulihat kau memiliki tubuh yang tinggi, apakah kau seorang model?" Tanya Jisoo, mencoba memecah keheningan mereka. Ia sangat mengerti melihat orang orang yang memperhatikan dirinya dan Kibum yang berjalan bersisian. Kibum itu memiliki pesona, bahkan ia harus bergumam kagum melihat pria itu ketika memperkenalkan dirinya di depan kelas.
"Tidak" ujar Kibum.
"Apa kau menjalani trainee sebagai boyband?" Tanya Jisoo lagi. Ia cukup penasaran. Jika Kibum menjalani trainee, dia harus cepat cepat meminta akun SNS teman barunya itu—sebelum ia menjadi terkenal.
Boyband? Menurut Kibum itu pekerjaan yang tidak jantan sama sekali.
"Tidak juga" jawab Kibum. "Aku hanya suka berolahraga" Kibum rasa ini jawaban terbaik. Kibum mendapatkan ototnya ketika harus menjalani rutinitasnya di akademi kepolisian.
"Olahraga apa yang kau sukai? Kami memiliki banyak club di sekolah ini. Kurasa kau akan menjadi atlit yang hebat" Jisoo tersenyum. Sialnya, Kibum masih memikirkan si celana dalam polkadot—remaja SMP yang di tolongnya tadi pagi. Angin yang kembali bertiup, kembali mengingatkannya. Kibum sedikit merutuk di dalam hati karena rok yang dikenakan si ketua kelas lebih panjang. Dia tipe gadis remaja yang taat peraturan sekolah.
Olahraga yang Kibum sukai mungkin berkeringat di ranjang. Tapi mengatakan lelucon kotor itu di depan anak belum cukup umur, bisa merusak moral bangsa. "Aku suka semua, tapi aku tak suka terikat" Kibum sedang membicarakan dia takkan masuk ke dalam club. Dia harus menangkap penjahat, bukan menikmati masa masa bersekolahnya yang dahulu sempat tersia siakan.
"Aku mengerti" Jisoo membuka pintu yang menghubungkan lorong dengan kantin.
"OI JISOOO!" suara memekakkan telinga langsung terdengar. Kibum hampir tersedak ludahnya sendiri ketika menemukan remaja yang pernah di ancamnya di kantor polisi—Kim Taehyung.
"Siapa dia?" Tanya Kibum.
Jisoo mengacuhkan lelaki familiar itu. Dia menatap Kibum, wajahnya menampilkan senyuman keibuan itu lagi. "Dia Cho Taehyung. Berandalan sekolah" Jisoo mengibaskan rambutnya. "Berpura puralah tidak mengenalku. Dia itu—"
"Merasa memilikimu?" Tanya Kibum memastikan. Dia jadi teringat dengan dirinya yang suka mengatakan wanita tercantik dari sekolah khusus putri yang tak jauh dari sekolahnya dahulu adalah kekasihnya.
Jisoo mengangguk. Wajahnya terlihat sedikit bersemu, malu mengakui bahwa ia sedang di permainkan lelaki yang sedang berteriak tak jelas memanggilnya. Kibum menarik Jisoo, mendudukkan dirinya di kursi kantin yang tepat di samping Taehyung. "HEI, APA MAUMU?" mulai menunjukkan kekuasaannya. Para siswa mulai berbisik. Takut kalau pemimpin geng berandalan sekolah mereka itu mengamuk dan menghajar wajah tampan lelaki yang baru hari ini mereka lihat.
Kibum mendongakkan wajahnya.
Hening mendadak.
Ia menatap ke dalam mata Taehyung, tersenyum miring dan bocah itu menyatukan alisnya. Dia merasa familiar dengan wajah meremehkan yang tengah menatapnya.
"Astaga" dia berbisik.
Astaga.
Astaga.
"KAU—" Nafas Taehyung tercekat. "Apa aku mengenalmu?" dia mencoba memutar otaknya yang sepertinya kurang kapasitas. Dia kemudian beteriak dan Kibum menyuruhnya untuk menutup mulut. "KAU ANAK SI BRENGSEK YANG MAU MENGAMBIL TANGANKU!" teriaknya kesetanan.
Kibum rasa bocah ini lebih bodoh dari yang ia kira. Dia baru saja diakui sebagai anak dari dirinya sendiri dan dia seorang brengsek. Ingatkan Kibum setelah misi ini selesai untuk mendatangi Taehyung secara pribadi kemudian merobek mulutnya. Kibum menjabat tangan bocah berandalan itu. "Aku Kim Kibum" memperkenalkan dirinya sendiri.
Taehyung manggut manggut. "Aku Cho Taehyung. Senang berkenalan denganmu. Jangan sampaikan kata kataku barusan pada ayahmu, ya" katanya menyatukan telapak tangannya.
"Tentu, aku tidak terlalu menyukainya" Kibum sedang berdusta. Dia sangat menyukai dirinya sendiri.
Taehyung berdecak. "Lalu kenapa kau bisa membawa Jisoo?"
"Dia ketua kelasku dan kurasa dia cantik" Taehyung tertawa. Dia menyetujui hal itu dan Jisoo merasa dirinya dibicarakan dengan sangat tidak sopan oleh kedua pria berwajah tampan. "Duduklah, Taehyung akan mentraktir kita!" Kibum suka seenaknya dan Kibum tahu sekali Taehyung tidak akan menolaknya. Taehyung takut pada ayah Kibum.
"Taehyung!" kali ini suara itu benar benar familiar.
Remaja dengan seragam wanita yang berbeda dengan mereka terlihat melangkah menghentak lucu menghampiri Taehyung. "Kenapa Kyuhyun?" Taehyung tersenyum sampai matanya menyipit menyambut remaja manis dengan rambut pendek itu. Wajahnya putih dengan pipi yang bulat, matanya besar dan berwarna coklat tua, bibirnya mengerucut dan berwarna alami tanpa polesan.
"Aku sudah mengirim pesan singkat padamu untuk menemukan pangeran penyelamatku! Dia anak buahmu! Dia jago berkelahi! Dia juga tampan! Apa itu kurang jelas? Cari dia, TAEHYUNG!" Taehyung memiliki seorang adik, adik cantik yang berwajah seperti boneka, bersikap boyish dan manja. Dia menyayangi adiknya secara berlebihan—nyaris di perbudak.
"Aku akan melakukannya setelah makan, kemarilah!" Kyuhyun memiliki izin khusus untuk makan di daerah anak sekolah menengah atas—kakaknya mengatur segalanya untuknya. "Kau ingin makan apa?"
"Kau ingin membuatku gemuk dan kemudian bawahanmu itu tidak menyukaiku? Licik sekali kau! Kau ingin adikmu ini tidak laku selama lamanya?" Kyuhyun itu masih bocah perawan berusia tiga belas tahun. Jalan hidupnya masih panjang kalau menginginkan pendamping hidup. Kibum rasa anak sekolah sekarang memang dewasa sebelum waktunya.
"Aku berjanji akan membuatnya menyukaimu. Dia akan berpacaran denganmu, jadi makanlah!" Taehyung merengek. Mencoba merayu adiknya, Taehyung tak ingin Kyuhyun tercintanya kelaparan dan kemudian sakit.
"Benarkah?" Tanya Kyuhyun.
Taehyung mengangguk yakin. Kyuhyun menatap lelaki yang duduk di samping kakaknya. "Hei menyingkirlah! Aku mau duduk di sana! Taehyung! Singkirkan dia!" masih dengan nada melengking.
Kibum mencoba menyembunyikan wajahnya. Tidak elit sekali dia harus berurusan dengan perawan dengan celana polkadot itu. Tentu saja Kibum ingat, ya dia sangat ingat paha putih mulus dengan hiasan celana dalam polkadot. Dia terus terbayang benda itu di sepanjang pelajaran. "Kibum, bisakah kau membiarkan adikku duduk di sini?" Kibum berdecih. Dia benci kalau makan itu pindah tempat duduk. Padahal ia belum makan.
Kibum mendongakkan wajahnya, sedikit meringis ketika mendapati wajah antusiasme Kyuhyun ketika melihat wajahnya. "Polkadot" Kibum pikir remaja itu harus segera menyingkir dari dirinya. Akan sangat baik jika Kyuhyun itu illfeel pada Kibum dan menjauh darinya. Kibum jelas mendengar bahwa si polkadot itu meminta Taehyung untuk mencari dirinya dan menjodohkannya secara paksa.
Wajah Kyuhyun jelas memerah. Dia menunduk dan dia menggigit bibir bawahnya. Kibum menganga, tidak menyangka bahwa remaja tomboy itu benar benar manis dengan tingkah malu malunya. "A—aku" dia berbicara gugup. Dia bersembunyi di belakang tubuh kakaknya. "Dia orangnya, Taehyung" mencoba memberitahu bahwa seseorang yang ia taksir kini duduk di samping Taehyung.
"Wah, kalian bahkan punya panggilan sayang" Taehyung tertawa. Membuat wajah Kyuhyun semakin memerah. "Polkadot? Dari mana kau mendapat panggilan itu?" Tanya Taehyung. Kibum mengerti kenapa dua bocah yang terpaut usia tiga tahun itu terlihat sama. Mereka memiliki aura keceriaan yang luar biasa.
"Celana dalamnya" ucap Kibum. Jisoo bahkan memerah mendengarnya. Tak menyangka Kibum akan memanggil seorang wanita dengan motif celana dalamnya.
Taehyung mengerang, menatap wajah sang adik yang terlihat gelagapan dan wajahnya yang sungguh sangat merah. "Celana dalam?" mencoba memastikan. "HEI, KAU BARU SAJA MELECEHKAN ADIK PEREMPUANKU!" teriaknya tepat di wajah Kibum.
TBC
Kenapa ka menulis ini?
Karena ka tak punya inspirasi menulis UNNAME, ka kehabisan amunisi (anggap saja begitu)
Ini FF Crime, bukan Drama Romance, jadi berhati hatilah dengan darah di chapter chapter selanjutnya. Dan yang terpenting adalah muahahahahaha ini FF Pedofil!
Mulai chapter depan FF ini akan berating M, buat scane blood dan scane maturenya.
Akhir katanya berikanlah reviewnya~~~
