I. Lady of Gorgon
Kau mungkin berpikir aku tidak mengenal cinta. Kau mungkin berpikir aku tidak pernah merasakannya. Kau mungkin membayangkan sejak kecil aku dibuang, disia-sia, terkucilkan atau hidup di panti asuhan keras yang setiap saat membuatku tersiksa dan mendendam seumur hidupku. Dan kau pasti berpikir aku tidak memiliki siapapun untuk berbagi suka dan duka, berkeluh kesah setiap sesuatu yang buruk menimpaku atau berbagi keceriaan saat sesuatu yang menyenangkan mendatangiku.
Lalu...
Bagaimana tatapan kosong itu bisa membayang di matanya saat gadis itu dengan tenang menyaksikan pria yang perlahan meregang nyawa, mengangkat sebelah tangannya memohon ampun di hadapannya, atau malah mengutukinya?
Ia berjongkok di sisi pria sekarat itu dan mengulurkan tangannya untuk menarik dasi bergaris merah biru yang dipakai pria itu. Gadis itu tidak menghiraukan bola mata berwarna hitam yang mengikuti setiap gerakannya dan dengan santai menyeka darah dari pedang di tangannya dengan dasi. Setelah cukup puas, gadis itu perlahan berdiri dan meninggalkan tubuh itu perlahan melemah dan mendingin di tengah ruangan gelap.
Di sudut ruangan, sebuah CCTV merekam setiap detil adegan yang berkelebat di hadapannya. Setiap benda yang berjajar dengan rapi di tempatnya dengan noda bercak darah. Hanya satu yang luput, wajah sang pembunuh.
Sebuah rumah putih besar tampak tenang di tengah halaman berumput hijau. Semua makhluk yang hidup di dalamnya sudah mulai sibuk melakukan aktifitas mereka masing-masing. Pagi hari, hari yang baru, semangat baru.
Di salah satu ruangan, seorang pria setengah baya meneguk kopinya dan mengawasi kotak dengan gambar bergerak-gerak di hadapannya. Berita pagi tidak hentinya menayangkan berita pembunuhan seorang presidir yang sangat menghebohkan. Walaupun dengan tingkat keamanan tinggi, bagaimana mungkin ada yang berhasil menyusup dan membunuh sang presidir? Terlebih sampai saat ini belum ada kemajuan apapun yang bisa ditemui, hanya ciri samar sang pembunuh. Tubuh kecil kurang lebih tingginya 160 senti dan berat sekitar 50 kilo, hampir separuh tubuh presidir sendiri.
"Apa Ayah harus menonton ini?" tanya gadis berambut merah muda yang muncul di ruangan itu mengejutkan ayahnya.
"Oh, Sakura-sayang. Kau sudah siap? Maaf..maaf.. Akan kumatikan kalau kau tidak suka," sapa pria itu menjawab sapaan 'selamat pagi' putrinya. Ia buru-buru menggapai remote di tengah meja.
"Tidak apa-apa. Ayah juga perlu tahu keadaan di luar kan? Walau bagaimanapun Saburo-san juga termasuk salah satu rekan bisnis Ayah," Sakura dengan santai mulai duduk di sebuah kursi dan menusuk dua buah pancake ke piringnya.
"Ya, aku tak menyangka ada yang bertindak sembrono dengan membunuhnya,"
"Mungkin dia benar-benar sudah membuat seseorang kesal," timpal Sakura mulai memakan sarapannya. Ayah Sakura hanya mengangguk pelan dan melirik Sakura, menilai.
"Sakura, berapa tinggi badanmu? 160/50?"
"Hampir. Tinggiku akan segitu sedikit lagi," jawab Sakura enteng, dia tidak ingin berpanjang lebar mendebat urusan berat badan dengan siapapun.
"Berarti kurang lebih pembunuhnya sebesar kau. Padahal kau hampir setengah ukuran tubuh Saburo-san, berarti lumayan juga pembunuh itu. Kata mereka hanya satu serangan. Saburo-san bahkan tidak melawan," ayah Sakura mulai berbicara sambil makan.
"Huh, banyak yang seperti itu. Hanya otot tanpa otak," celetuk Sakura.
"Sakura," ayah Sakura memperingatkan putrinya itu dengan halus dan Sakura hanya menjawab dengan setengah tersenyum.
"Oke, aku duluan Ayah. Titip salam buat ibu. Muah! Aku berangkat!" Sakura mengecup ayahnya dan dengan ceria melambaikan tangannya melesat keluar dari dalam ruangan, tidak mengindahkan ayahnya yang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Selalu terburu-buru di pagi hari.
"Oiya Sakura!" panggil ayah Sakura tiba-tiba dan disambut suara gedebukan langkah kaki Sakura dari luar ruangan.
"Ya?" Sakura cepat-cepat melongok ke dalam ruang makan mendapati ayahnya yang menatapnya serius.
"Hati-hati! Di luar polisi sedang mencari gadis seukuranmu!" ayah Sakura memperingatkan Sakura dengan nada serius. Dan disambut dengusan tawa Sakura.
"Ya! Ya! Tentu saja! Aku akan berhati-hati. Aku berangkat!" balas Sakura tersenyum lebar disambut tawa ayahnya. Candaan di pagi hari di tengah kediaman Haruno. Dan kepala keluarga Haruno itu memang memaksudkannya sebagai sebuah bahan candaan. Putri semata wayangnya itu begitu manis, sebenarnya kejam juga menuduhnya sebagai pembunuh.
"Sudah siap berangkat, Nona?" di halaman depan seorang pria bersweter hitam yang tampak rapi menyapa Sakura di sisi sebuah sedan berwarna perak.
"Pagi Kotetsu-san! Yap! Ayo berangkat! Jangan sampai aku terlambat," jawab Sakura ceria menyelinap masuk lewat pintu penumpang yang dibukakan Kotetsu dan Kotetsu hanya mendengus menahan tawa.
"Terlambat untuk gosip pagi?" tanya Kotetsu begitu sudah duduk di belakang kemudi dan mulai menjalankan mobil keluar dari halaman rumah.
"Tolong jangan meremehkan gosip. Itu juga salah satu ladang informasi," elak Sakura tampak tidak suka.
"Informasi dengan tingkat keakuratan mendekati nol persen,"
"Hmph," Sakura mulai memasang wajah cemberutnya dan mendapatkan senyuman kemenangan Kotetsu. "Jangan tertawa!" protes Sakura sengit.
"Aku tidak tertawa. Itu tadi senyum. Senyum dan tawa itu berbeda, Nona!" Kotetsu membela diri.
"Sama saja! Senyummu menyebalkan tahu!" Sakura dengan sebal memukulkan syalnya pada Kotetsu yang meringis.
"Ow! Tolong jangan mengganggu supir yang sedang mengemudi! Anda bisa didakwa melanggar undang-undang keselamatan mengemudi," Kotetsu balik memprotes dengan senyuman jahil di sudut bibirnya.
"Ha? Kau buat undang-undang baru lagi?"
"Kenapa tidak? Untuk melindungi keselamatan nyawa Hagane Kotetsu di dekat Haruno Sakura, kurasa beberapa peraturan tambahan memang diperlukan aow! Baiklah! Aku diam!"
Tidak.
Aku memiliki orang tua. Mereka masih hidup dan memberikan segala yang kuinginkan. Materi dan perhatian mereka. Aku masih memiliki kakek dan nenek yang kadang kukunjungi saat akhir pekan. Aku juga memiliki saudara-saudara sepupu yang walaupun kadang membuatku jengkel tetapi selalu membelaku kalau ada yang membuatku menangis.
Hidupku penuh dengan cinta.
Lalu, apa yang membuatku membunuh?
Uang? Jelas bukan. Ayahku ada dalam jajaran sebagai pria terkaya di dunia. Kekayaannya akan diwariskan kepadaku kelak. Artinya, mungkin aku akan menjadi salah satu wanita terkaya di dunia suatu saat nanti. Bukan berarti aku menginginkan kematian ayah.
Apa aku sakit jiwa? Tidak. Itu jelas kan? Aku tidak menikmati saat korbanku berteriak kesakitan dengan darah menetes-netes, aku lebih suka melakukannya dengan satu sabetan. Luka fatal di bagian vital yang akan membuat korbanku langsung tewas. Kalau bisa, aku akan membuat mereka bahkan tidak sadar kalau mereka akan tewas. Aku jelas bukan psikopat.
Kepribadian ganda? Aku sepenuhnya sadar saat melakukan pekerjaanku. Dendam? Aku tidak mendendam pada siapapun. Aku adalah Haruno Sakura, putri tunggal Presiden Direktur Haruno yang dikaruniai kapasitas otak dan penampilan fisik di atas rata-rata yang jelas membuat banyak orang iri padaku akan keberuntunganku.
Aku sempurna.
Bangunan itu dipenuhi remaja putri yang masih bersemangat di pagi hari. Kalau dibuat dalam grafik mungkin jam ini grafiknya menunjukkan tingkat hingga 80 persen. Dan dengan perubahan signifikan, tingkat itu akan menurun hingga 50 persen dalam setengah jam. Dan akan semakin menurun hingga 5 jam kemudian, kemudian akan kembali naik dengan drastis mendekati 100 persen saat jam pulang.
Bukankah remaja adalah fase paling labil yang dilalui manusia? Sekitar tiga ratusan siswi di sekolah putri ini bisa dijadikan sampel sebagai bahan penelitian.
Seorang gadis berambut pirang panjang melambaikan tangannya pada Sakura di dalam sport hall, dan Sakura mendatangi gadis itu yang rupanya tidak sendirian. Ada tiga orang lagi sedang bersamanya.
"Hai!" sapa Sakura disambut hai antusias dari yang lain. "Apa hari ini?"
"Voli," jawab gadis bercepol dua yang duduk di lantai, tampak lesu.
"Tenten, kau kenapa? Tumben sekali di jam olah raga kau lesu?" tanya Sakura diiringi tatapan yang lain.
"Sakura kau belum dengar ya?" dan dimulailah gosip pagi itu.
PRIIIIIIIIIIIITTT!
Seorang wanita dengan rambut diikat tinggi berdiri di tengah ruangan yang sudah berubah menjadi dua buah lapangan voli sambil mengangkat tangannya, mengisyaratkan pada anak-anak di dalam ruangan untuk segera berkumpul.
"Sakura, kau ikut?" si pirang bertanya sambil lalu dan Sakura hanya tersenyum dan menggeleng.
"Kalau gitu kita lanjut lagi nanti!" mereka melambaikan tangannya meninggalkan Sakura sendirian duduk di pinggir lapangan. Pelajaran praktek olahraga, voli akan segera dimulai, pesertanya seluruh siswi kelas IX-A. Minus Haruno Sakura.
Sebagian memang bisa dianggap benar.
Aku dibayar untuk melakukan itu. Jumlahnya lumayan besar, jauh melebihi uang jajanku. Tetapi aku tidak pernah menghabiskannya untukku sendiri.
Dan..
Aku sakit...
...dan dendam.
Penyakitku membuat semua dokter angkat tangan. Penyakit yang kupercaya tidak akan pernah bisa disembuhkan dan membuatku menyerah. Membuatku percaya, hidupku dikutuk, membuatku mendendam. Aku sudah dikutuk dengan penyakit ini, menambahkan dosa dengan membunuh beberapa orang tidak akan ada bedanya.
Aku mendendam pada Kami-sama. Mungkin kalau Dia mengirimkan seorang pencabut nyawa, aku bahkan akan melawannya. Tidak ada lagi yang membuatku takut. Perasaan itu sudah lama hilang. Dan inilah aku.
Apakah dia harus bersyukur? Kekurangan besarnya itu justru memperkuat insting bertahannya. Sejak kecil Sakura secara tidak sadar membuat tubuhnya terlatih. Latihan-latihan bela diri yang diikutinya sejak kecil semata-mata dimaksudkan orang tua Sakura untuk menenangkan putrinya agar tidak merasa lemah karena penyakitnya.
Siapa tahu gadis kecil itu malah menikmatinya.
Dan gadis kecil yang mulai tumbuh menjadi remaja itupun mulai menemukan apa yang disebutnya sebagai pelampiasan.
Awalnya sederhana. Kesal, marah, lepaskan! Tetapi seiring umurnya bertambah, ia tidak lagi membutuhkan emosi untuk bekerja. Kali ini lebih banyak aturan, lebih banyak siasat dan emosi hanya akan mengganggu.
Yang jelas, satu aturan utama yang selalu diingatnya adalah: bunuh sebelum muncul perasaan lain.
==000==
Haha!
Jangan tanya ini apaan!
Ini cuman iseng, uda lama nggak ngutak-atik penpik, terutama di FNI :D
Yeah! Sakura nan kejam! Alaikit! Bosen dia slalu jadi orang lemah yg musti ditolong. sesekali kubuat jd penjahat total aja :D
