Must Be A Naruto

CHAPTER I: BLUE

"Naruto, kita hanya berteman. Tidak lebih. Lagipula hubungan ini terlarang."

"Bilang saja kau sudah ada perempuan lain yang kau sukai."

"Iya memang."

Setelah kejadian itu, hubunganku dengan Sasuke memburuk. Padahal seringkali ia mencoba menghubungiku namun aku sengaja menjauh. Kenapa sakit sekali rasanya saat ditolak Sasuke? Kupikir dia juga mencintaku mengingat bagaimana dia memperlakukanku dulu. Saat anak-anak yang lain menjauhi dan mengejekku, hanya dia yang selalu membelaku. Dia selalu tampak keren di mataku. Bahkan sampai aku pernah menentang ibuku demi dia.

"Nah Naruto, sekarang kau sekolah di sini. Belajar yang rajin ya, bye bye. Mama sayang kamu," seorang wanita berambut pirang tampak sedang berbicara pada seorang bocah berambut kuning cerah.

"Oke Ma. Naru sayang Mama juga, bye bye."

"Hei, lihat anak aneh itu!"

"Dia perempuan atau laki-laki sih?"

"Dia pake bando tapi pake celana. Anak perempuan kan pake rok, laki-laki juga nggak pake bando."

Naruto kecil bingung kenapa teman-temannya memandang dengan tatapan yang aneh. Apakah karena bando di kepalanya? Ini kan sangat imut, apanya yang aneh? Naruto tidak menghiraukan teman-temannya kemudian langsung memasuki kelasnya.

Naruto senang sekali karena punya banyak teman. Namun ada satu hal yang membuat hatinya sedih.

"Kok anak cowok mainnya sama cewek terus sih? Pake bando segala."

"Pake rok aja Naruto. Atau aku panggil Naruko aja ya? Hahaha."

Semua teman-teman lelakinya selalu mengejek Naruto. Eh, tidak semua sih. Ada satu anak laki-laki yang mau membelanya kalau anak-anak yang lain mulai mengejek Naruto. Namanya Sasuke, anaknya pendiam. Jarang bermain dengan teman-temannya yang lain. Biasanya dia tidak peduli kalau ada sesuatu yang terjadi di kelas. Namun pada hari itu, dia dengan gagah berani menolong Naruto.

"Jangan ganggu Naruto lagi."

Seketika Sasuke menarik tangan Naruto untuk menjauh dari anak-anak nakal yang mengganggu Naruto tadi.

Sejak saat itu mereka berteman. Namun permainan yang dilakukan Naruto selalu saja permainan anak perempuan. Seperti masak-masakan atau bermain boneka barbie. Biasanya kalau begitu Sasuke tidak ikut main. Sasuke selalu mengajak Naruto bermain sepak bola, namun Naruto selalu menolaknya.

"Ma, kenapa aku tidak boleh main sepak bola?"

"Jangan Nak, itu permainan yang tidak aman. Nanti kalau kamu jatuh terus luka, Mama akan sedih."

Kebersamaan Naruto dan Sasuke berlangsung hingga SMA.

"Kenapa rambutmu dicat hitam? Aku suka melihat rambut kuningmu itu."

"Ibu tiba-tiba menyuruhku mengecat rambut," jawab Naruto sembari terlihat rona merah yang agak samar.

"Bu, boleh aku menghilangkan cat rambutku? Katanya Sasuke suka melihat rambut kuningku."

"Tidak, Naruto. Ini demi kebaikanmu sendiri."

"Ku mohon. Sekali ini saja."

"Tidak bisa!"

Naruto nekat melanggar kata-kata ibunya. Setelah mengenal Sasuke, Naruto sering membantah perkataan ibunya. Naruto hanya ingin seperti teman laki-lakinya yang lain. Hingga Naruto remaja, dia mulai paham bahwa selama ini ibunya memperlakukannya seolah-olah dia anak perempuan. Naruto juga sebenarnya tidak tega melihat ibunya yang mulai sakit-sakitan selalu dia buat marah-marah. Namun Naruto juga tidak mau dijauhi teman-temannya. Maka dari itu dia hanya berpura-pura menuruti keinginan ibunya hanya ketika sang ibu melihat.

Hari itu tidak mungkin bisa terlupakan dari ingatan Naruto. Rasa senang di hari pertamanya menjadi seorang mahasiswa harus digantikan dengan rasa sedih yang luar biasa. Seseorang yang sangat disayanginya tiba-tiba pergi meninggalkannya. Ibunya tidak dapat melawan penyakit yang dideritanya. Ternyata ibunya terkena penyakit kanker serviks. Dia menangis seharian ditemani Sasuke.

"Sudahlah Naruto, jangan menangis lagi. Kau ini laki-laki. Kau menangis juga tidak merubah keadaan."

"Kau tidak akan pernah bisa merasakan rasa sakit ini, Sasuke," Naruto berucap dengan penuh emosi.

Tiba-tiba Sasuke menciumnya. Naruto yang kaget kemudian mulai membalas ciuman Sasuke. Naruto dibaringkannya di ranjang. Dengan tangan dan bibirnya, Sasuke menjelajah semua bagian tubuh Naruto. Dan akhirnya mereka melakukan semua itu. Malam yang selalu menjadi angan-angan Naruto. Ketika sudah mencapai puncaknya, Sasuke mengecup kening Naruto kemudian mengatakan sesuatu di telinga Naruto.

"Aku bisa merasakan rasa sakit itu Naruto. Hanya saja sakitnya berbeda dengan yang kau rasakan."

NARUTO POV

From: Sasuke

To: Naruto

Kalau kau salah paham dengan malam yang pernah kita lalui, aku benar-benar minta maaf. Ku mohon jangan jauhi aku lagi.

"Lihat Ma, dia rakus sekali. Ingin memiliki aku dan Sakura. Hahaha."

"Dulu Mama meninggalkanku saat aku bahagia telah menjadi mahasiswa baru, padahal aku belum memberi apa-apa kepada Mama. Sekarang Sasuke juga meninggalkanku dan memilih bersama perempuan ketika aku mulai berpikir bahwa cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Apa aku menyusul Mama saja ya?"

Malam itu aku pergi melihat makam Mama. Setiap ada masalah pasti yang ku tuju adalah tempat itu. Namun kini sepertinya aku tak perlu lagi ke sini karena akan langsung bertemu dengan Mama. Sudah tidak ada tujuan hidup lagi. Aku memutuskan untuk pergi ke jembatan dekat sini.

"Selamat tinggal semuanya. Selamat tinggal Sasuke. Terima kasih untuk malam itu."

"Aku tidak melarangmu untuk bunuh diri, namun apa lari dari masalah itu lebih menyenangkan dibanding melaluinya?"

"Tahu apa kamu?" ku lihat seorang laki-laki tengan berbicara kepadaku.

"Aku tahu semuanya. Aku tahu bahwa kamu hanya seorang pengecut."

"Apa katamu?" Rahangku mengeras mendengar kata-katanya. Ada sedikit rasa tidak terima.

"Aku bilang kamu ini hanya seorang pengecut!"

Aku langsung turun dari pembatas jembatan. Tingginya hanya sampai telingaku.

"Aku bukan pengecut. Namun masalah kali ini berbeda."

"Sekali pengecut ya tetap pengecut! Buktikan kalau kau bukan pengecut dengan menyelesaikan masalahmu baru boleh kembali ke sini."

"Baik, aku terima tantanganmu."

Dia melepas topi yang dipakainya. Di bawah lampu jembatan, aku melihat rambut biru tua dan mata ungu tua tanpa pupil. Sungguh menarik.

"Hyuuga Neji," katanya sambil mengulurkan tangannya padaku.

"Senju Naruto."

Sebelum kepergiannya ku lihat dia memandangku dengan pandangan yang menyiratkan luka


"Aku sudah menemukannya, Bi."

"Terima kasih, Sayang. Kau yang terbaik."

Apa kau masih akan kembali ke tempat ini nantinya, Naruto?

TBC

Curhat Penulis:

Aku baru pertama kali menulis cerita fanfiction. Terlalu sering membaca fanfiction membuatku ingin menulis juga. Terima kasih yang telah membacanya. Kalau tidak keberatan berikan aku masukan ya.