Kalau boleh dibilang, Wonwoo itu tipe anak yang akan melakukan semua yang orangtuanya katakan. Masuk ke sekolah pilihan orangtuanya sejak sekolah dasar sampai sekolah menengah, sampai universitas-pun orangtuanya yang menentukan. Saat ia mendengar dari Pamannya kalau ia akan dijodohkan, Wonwoo bahkan berpikir untuk menerima perjodohan itu dengan lapang dada. Tapi saat ia tahu kalau Kim Mingyu-lah yang akan jadi suaminya nanti, Wonwoo mulai berpikir bahwa inilah saatnya ia mengatakan "Tidak" pada orangtuanya.
XX
Just Say No
Jeon Wonwoo
Kim Mingyu
etc.
XX
Wonwoo sedang mengeringkan rambutnya yang basah karena keramas petang itu saat sang Ibu mengetuk pintu kamarnya untuk minta ijin masuk.
"Masuk saja."
Wonwoo menjawab masih sambil mengusak rambutnya dengan handuk yang tersampir di bahunya.
"Wonwoo sudah selesai mandi kan? Bisa turun sebentar sayang?Ada tamu yang ingin Ayah dan Ibu kenalkan padamu. Pakai itu saja, lalu kenakan jaket atau semacamnya, Ibu tunggu dibawah ya."
Wonwoo mengerutkan dahi, tidak biasanya ia disuruh untuk menemani Ayah atau Ibunya untuk menemui tamu seperti ini. Wonwoo mengedikkan bahu, kemudian mengambil jemper putih yang tergantung dibelakang pintu kamarnya. Ia kembali meneliti penampilannya dari bawah sampai atas. Wonwoo cuma memakai celana training hitam dengan garis putih disamping kanan-kirinya dan jemper putih. Kalau Ibunya mengijinkan ia menemui tamu dengan penampilan seperti ini, berarti ini bukan suatu pertemuan yang formal atau semacamnya. Wonwoo turun setelahnya, ia sempat mendengar tawa Ayahnya menggema dari ruang tamu. Bukan cuma suara Ayahnya, tapi juga suara orang lain. Dari suaranya, dapat disimpulkan kalau tamu itu juga seumuran dengan Ayahnya.
"Wonwoo, kemari sayang. Duduk disamping Ibu."
Wonwoo menurut, lalu duduk disamping kanan Ibunya. Ia tersenyum saat matanya bertemu pandang dengan seorang wanita yang sekiranya adalah istri dari orang yang tadi tertawa dengan Ayahnya. Wanita itu duduk bersebelahan dengan seorang pemuda dengan rambut biru keabu-abuan, mungkin sepantaran dengan Wonwoo. Wonwoo tidak terlalu jelas melihat wajahnya karena ia cuma melirik sebentar.
"Kau sudah besar sekarang ya, dulu terakhir kita bertemu tinggimu bahkan tidak lebih dari setengah kakiku."
"Tentu saja, itu sudah lama sekali. Sudah lebih dari 14 tahun yang lalu. Tentu Wonwoo kita sudah banyak berubah."
Itu Bibi-bibi yang duduk didepan Wonwoo yang bicara. Wonwoo cuma tersenyum mendengarnya.
"Oh iya, ini anak kami Mingyu. Dia juga satu universitas denganmu. Apa kalian sudah saling mengenal sebelumnya?Dia calon psikolog."
Wonwoo memandang pemuda yang duduk bersebrangan dengannya itu. Pemuda itu juga menatapnya. Wonwoo cuma memandang sebentar sebelum menggeleng pelan.
"Saya rasa tidak Paman, mungkin karena kami beda fakultas."
Wonwoo bicara dalam hati 'Yang satu fakultas denganku saja aku belum tentu kenal,apalagi beda fakultas seperti dia.'
"Tapi aku rasa Mingyu pasti terkenal dikampus, orang dengan wajah setampan Mingyu tidak mungkin tidak terkenal kan?"
Itu Ibu Wonwoo yang bicara, walaupun nadanya bercanda tapi Wonwoo jadi berpikir juga. Mingyu, seperti pernah dengar sebelumnya.
"Tidak, tentu tidak. Saya bukan tipe mahasiswa yang aktif dalam organisasi atau semacamnya."
Mingyu menjawab dengan tersenyum, mencoba merendah. Wonwoo jadi memandang Mingyu setelah mendengar perkataannya barusan. Ia juga merasa kalau Mingyu bukan tipe siswa yang aktif dalam dewan kampus atau semacamnya. Seingatnya ia belum pernah melihat Mingyu dikampus sebelumnya, mungkin ia pernah melihatnya dan lupa. Tapi ia benar-benar tidak familiar dengan wajah Mingyu.
Ayah Wonwoo tiba-tiba bersuara,"Jadi, karena Wonwoo sudah bersama kita sekarang, aku rasa kita bisa melanjutkan bahasan kita sebelumnya."
Bahasan? Bahasan apa? Wonwoo membatin.
"Wonwoo sayang..."
Wonwoo menolehkan kepala kearah kiri saat dirasa tangan kirinya digenggam oleh sang Ibu. Wanita itu menatap Wonwoo tepat dimatanya, tatapannya lembut seperti biasa.
"Walaupun ini mungkin mengejutkan bagimu, tapi kami sudah memikirkannya matang-matang. Kami memutuskan untuk menjodohkanmu dengan Mingyu"
Wonwoo terkejut tentu saja, walaupun tidak tampak pada wajahnya. Ia memandang Ibunya dengan mata agak dilebarkan, matanya berkedip beberapa kali. Wonwoo memandang kearah lain tanpa menggerakan kepalanya sebelum kembali menatap kearah Ibunya.
"Dijodohkan?"Wonwoo bertanya dengan suara yang lumayan pelan.
Ibunya mengangguk pasti,"Pernikahan kalian akan dilaksanakan 6 bulan lagi. Dan untuk itu, selama 6 bulan kedepan kami ingin kalian tinggal bersama. Kami sudah membeli apartement, jadi kalian tinggal pindah saja. Kami ingin kalian setidaknya saling terbiasa dan mengenal satu sama lain dulu. Ya supaya kalau kalian sudah menikah nanti tidak akan ada rasa canggung diantara kalian."
Wonwoo memandang kedepan, agak menunduk sambil melihat meja didepannya. Jadi dia benar dijodohkan?Dia pikir omongan Pamannya tempo hari cuma gurauan semata. Wonwoo jadi ingat pembicaraannya dengan Paman Hong seminggu yang lalu.
XX
"Wonwoo-ya, berapa umurmu?"
Wonwoo menengok sebentar pada pria paruh baya yang duduk disampingnya itu sebelum menyeruput teh dalam cangkir ditangannya.
"20."
Wonwoo meletakan cangkir itu ke atas meja kecil dihadapannya. Pria disebelahnya kelihatan menerawang memandang kedepan.
"Usia 20 bukanlah usia dimana kau masih bisa bermain-main layaknya remaja, bukan juga usia yang bisa dikatakan dewasa bagi seorang pria."
Paman Hong memandang Wonwoo, Wonwoo balas menatapnya.
"Apa kau siap menikah diusia 20?"
Wonwoo bingung,"Maksud Paman?"
Paman itu kembali memandang kedepan, tatapannya teduh.
"Kalau dilihat dari karaktermu, aku rasa kau bisa menjalani itu semua. Mungkin kau kadang bersikap kekanak-kanakan. Mungkin kadang kau terlampau tidak peduli dengan lingkungan sekitarmu, tapi aku tahu satu hal. Aku tahu kau jauh lebih dewasa dari apa yang terlihat."
Wonwoo tambah bingung,"Paman bicara apa?"
"Kudengar Chansik akan menjodohkanmu dengan anak temannya."
Paman Hong bicara kelewat santai, ia menyeruput kopinya.
"Aku? Dijodohkan? Yang benar saja."
Wonwoo menyahut tidak percaya, perjodohan di zaman sekarang?
"Entahlah, itu yang aku dengar. Kalaupun itu tidak benar, bukan masalah juga kan untukmu. Tapi kalau sampai kau benar dijodohkan, ingatlah kalau itu yang terbaik untukmu."
Paman Hong kembali meminum kopinya, Wonwoo diam. Matanya memandang kedepan, kehalaman belakang dimana keluarga besarnya sedang asik menikmati daging panggang. Wonwoo sebenarnya tidak ingin terlalu memikirkan perkataan Pamannya. Hanya saja, kalau dilihat dari ekspresi Paman Hong yang serius Wonwoo mau tidak mau dibuat berpikir juga.
XX
"Woo? Wonwoo sayang?"
Wonwoo sadar dari lamunanya, dipandangnya si Ibu dengan tatapan sulit diartikan.
"Tapi aku masih kuliah."
"Mingyu juga nak, tapi kami percaya pada kalian. Kalian sudah sama-sama besar, aku rasa menikah diusia muda bukan masalah. Aku juga yakin seiring berjalannya waktu kalian akan bisa menerima satu sama lain. Mingyu sudah setuju, sekarang tinggal kau Wonwoo."
Itu Ayahnya yang angkat bicara, Wonwoo memandang Mingyu setelah dari tadi hanya sempat melirik saja. Mingyu juga sedang menatapnya, ia tersenyum kecil sebelum mengangguk membenarkan. Wonwoo menghela nafas pelan.
"Dulu saat masih sekolah, aku dan Ayahmu pernah membuat janji. Kami akan menikahkan anak kami kalau mereka sudah cukup dewasa. Dan setelah bertahun-tahun menunggu kami pikir inilah waktu yang tepat untuk menunaikan janji kami dulu."Paman Kim menjelaskan.
"Mungkin ini terlalu tiba-tiba untukmu, tapi kami benar-benar ingin kalian menikah."
Ibunya bicara tulus, ia mengelus lembut tangan kiri Wonwoo yang berada digenggamannya.
"Besok, kami akan menyuruh orang untuk mengangkut barang-barang kalian ke apartment. Kalian bisa mulai tinggal bersama 3 atau 4 hari lagi. Untuk perabotan biar aku dan Ibumu yang mengurusnya."
Ibu Kim juga ikut bicara setelah sekian lama bungkam. Ia memandang Wonwoo dengan senyum diwajahnya, dari pandangan matanya terlihat sekali kalau Bibi itu merasa bahagia. Wonwoo terdiam, pandangannya kosong, tidak berniat membalas bahkan bersuara. Wonwoo cuma tidak habis pikir, kenapa hidupnya berubah mirip drama seperti ini?
XX
Wonwoo berangkat kekampus dengan tidak semangat pagi ini. Wonwoo memang selalu kelihatan tidak bersemangat, tapi pagi ini berbeda. Ia benar-benar dalam kondisi mood yang buruk. Pertemuan tadi malam masih saja terbayang di otaknya, mencoba untuk tidak memikirkannya juga percuma. Wonwoo ingin tidak peduli, tapi tidak bisa. Orangtuamu tiba-tiba menjodohkanmu dengan orang yang bahkan sama sekali tidak kau kenal, orang secuek apapun pasti akan kepikiran juga dan ya Wonwoo tidak secuek itu asal tahu saja.
Wonwoo berjalan pelan tapi pasti ke kampusnya setelah turun dari bis tadi. Wonwoo bisa menyetir dan tentu saja dia sudah punya SIM. Dia 20 sekarang, hanya saja Wonwoo bukan tipe orang yang bisa berkonsentrasi pada sesuatu untuk waktu lama. Dan menyetir adalah kegiatan yang butuh konsentrasi tinggi, jadi karena Wonwoo tahu seperti apa dirinya dia memutuskan untuk naik kendaraan umum untuk bepergian. Lagipula ia merasa lebih nyaman seperti itu, Wonwoo itu suka melamun. Entah apa yang ia pikirkan, tapi biasanya ia akan melamun di perjalanan berangkat atau pulang kampus.
Wonwoo memutuskan untuk berjalan kekantin sesaat setelah ia sampai di kampusnya karena pesan singkat Seungkwan, ia juga belum sarapan jadi mungkin kantin adalah tempat yang tepat untuknya sekarang.
"Kau kelihatan seperti kakek-kakek kalau kau terlalu lemas seperti itu."
Soonyoung berkomentar bahkan saat Wonwoo belum mendudukkan dirinya di kursi kantin. Wonwoo mengedikkan bahu, lalu duduk disebelah Jihoon.
"Kau kelihatan agak pucat, apa kau sakit?"
Jihoon ikut berkomentar sambil meletakkan punggung tangannya ke dahi Wonwoo. Wonwoo tersenyum kecil lalu menyingkirkan tangan Jihoon yang menempel didahinya.
"Aku baik, cuma agak pusing saja."
Iya pusing, pusing memikirkan jalan hidupnya yang tiba-tiba jadi konyol seperti ini. Seungkwan yang tadi mengiriminya pesan malah tidak kelihatan, Jihoon bilang pacarnya datang lalu mengajak Seungkwan pergi. Wonwoo melipat kedua tangannya dimeja dan menjadikannya sebagai bantalan kepala. Wonwoo menyembunyikan wajahnya diantara kedua tangan. Tiba-tiba jadi pusing sendiri.
"Harusnya kalau kau sakit kau tidak perlu berangkat, kau kan bisa titip absen padaku atau Soonyoung."
Jihoon bicara dengan pandangan mengarah pada Wonwoo yang masih menelungkupkan kepalanya, yang diajak bicara cuma menggeleng pelan. Wonwoo sedikit mengangkat kepalanya sehingga cuma matanya saja yang kelihatan.
"Benar-benar tidak papa, lagipula kan-"
"Hyuuunggg, hyuung hyung hyung hyung hyung. Sudah dengar kabar belum?!Aku aku benar-benar..yaampun hyung!Kau tahu si breng-aw. Sakit.."
Seungkwan berhenti berteriak, tangannya mengelus pucuk kepalanya yang terkena pukulan buku Jihoon. Seungkwan memanyunkan mulutnya, sementara Jihoon cuma memandangnya datar.
"Salah sendiri datang-datang berisik, kalau aku tersedak kentang goreng bagaimana?Jihoon-ie terimakasih yaa, kau memang yang paling mengerti akuu."
Soonyoung bicara sambil memandang Jihoon dengan mata berkedip-kedip sok imut, Jihoon malah balas memandangnya dengan tatapan jijik.
"Hentikan tatapanmu itu atau aku juga akan memukulmu dengan ini."
Jihoon bicara sadis sambil mengangkat ensiklopedia tebal ditangannya. Soonyoung bergidik ngeri, kemudian melanjutkan makannya dalam diam. Seungkwan tertawa keras-keras karena itu, puas Soonyoung didhzolimi Jihoon.
"Kenapa kau kemari lagi?Bukannya kau tadi bilang ada urusan dengan Hansol?"
Jihoon bertanya, sambil menyeruput milkshake-nya. Seungkwan berhenti tertawa lalu mulai menatap Jihoon dengan pandangan antusias. Wonwoo?Masih betah menelungkupkan wajahnya di meja.
"Kim Mingyu hyung."
Seungkwan bicara pelan, seolah-olah apa yang akan ia bicarakan ini adalah satu hal yang sangat rahasia. Wonwoo reflek mengangkat kepalanya, wajahnya datar menatap Seungkwan. Apa dia bilang Kim Mingyu barusan? Seungkwan terkejut, menatap Wonwoo dengan pandangan hyung-apaan-sih lalu kembali meneruskan bicaranya.
"Dia baru saja mencampakkan Hwayoung, didepan seluruh mahasiswa kelas Profesor Kim. Dia-"
"Kim Mingyu mencampakkan wanita itu kan hal biasa, kenapa kau harus heboh seperti tadi?"
Soonyoung bicara sambil terus mengunyah kentang goreng dihadapannya, kelihatan tidak tertarik. Seungkwan mendengus, dia paling tidak suka kalau bicaranya disela seperti ini.
"Makanya dengarkan dulu, iya Mingyu mencampakkan wanita itu hal biasa. Tapi perkataannya hyung, kau tahu. Dia bilang 'Aku tidak bisa bersama wanita murahan sejenismu. Aku tidak mau barang bekas, apalagi bekas pria hidung belang sepertimu. Kau bisa cari pria lain mulai sekarang, yang bisa membayarmu dengan harga mahal.' kemudian dia pergi dengan ekspresi dingin. Waktu itu aku dan Hansol sedang lewat didepan kelasnya. Lalu aku penasaran karena banyak mahasiswa lain yang berkerumun dipintu masuknya. Waktu aku ikut mengintip aku melihat Hwayoung sedang menangis meraung-raung didepan si Mingyu itu. Dan setelahnya, begitulah. Aku tidak menyangka, padahal Hwayoung itu kelihatan polos sekali, ternyata dia seperti itu."
Wonwoo terdiam, Mingyu orangnya seperti itu?
"Aku sebenarnya pernah dengar gossip itu, tapi aku tidak terlalu peduli. Lagipula kalau dilihat dari gerak-geriknya sebenarnya Hwayoung itu memang tidak sepolos kelihatannya."
Jihoon menyahut.
"Aku rasa yang pantas dibilang hidung belang itu si Mingyu sendiri, keluar masuk klub, membawa pulang pria atau wanita, mengencani orang yang berbeda tiap Minggunya dan suka bertindak seenaknya. Dia brengsek menurutku."Soonyoung berkomentar, sekarang menatap Jihoon dan Seungkwan bergantian.
"Well, aku rasa itu memang benar. Lihat siapa yang sudah dapat mangsa baru sekarang setelah beberapa saat yang lalu mencampakkan "peliharaannya"."
Wonwoo, Seungkwan dan Soonyoung mengikuti arah pandang Jihoon. Itu Kim Mingyu, berjalan melewati meja mereka dengan seorang gadis yang menggelayut manja dilengan kanannya. Mereka duduk dimeja yang tidak jauh dari meja yang Wonwoo tempati.
"Aku tidak tahu Tzuyu itu termasuk beruntung atau sial bisa bersama Mingyu seperti itu. Disatu sisi dia beruntung karena Mingyu itu tampan, tapi disisi lain dia sial sekali karena Mingyu itu brengsek."
Seungkwan bicara masih dengan mata menatap dua pasang mahasiswa yang duduk tak jauh dari mereka itu. Jihoon dan Soonyoung mengedikkan bahu tidak peduli. Seungkwan memilih untuk mecomot kentang goreng Soonyoung sambil membalas pesan dari Hansol. Sedang Wonwoo, dia memilih untuk mengamati Mingyu dan Tzuyu. Kelihatan sekali kalau Tzuyu sangat bahagia bisa bersama Mingyu seperti itu, sedang Mingyu-nya kelihatan biasa saja. Wonwoo merenung, Mingyu yang ia lihat dan dengar sekarang dari teman-temannya sangat berbeda dari apa yang ia lihat tadi malam. Sangat berbeda dari penjelasan Ibunya juga, sebenarnya Mingyu itu seperti apa?
"Jadi Mingyu itu playboy?"Wonwoo memutuskan bertanya.
Jihoon menyahut,"Lebih dari itu, dia bisa disebut sebagai bajingan kelas kakap. Seperti yang Soonyoung bilang, pergi keklub, membawa pulang laki-laki atau perempuan dan suka berbuat onar. Satu-satunya hal yang bisa dibanggakan darinya adalah wajah tampannya. Walaupun harus kuakui kalau dia jenius. Tapi dengan semua kelakuan minusnya semua itu tidak ada artinya."
"Yaampun hyung, aku tahu kau ini cuek dengan lingkungan. Tapi setidaknya hal-hal seperti ini kau juga tahu, Mingyu itu sudah sangat terkenal sebagai seorang playboy. Semua orang juga sudah tahu, kecuali kau tentu saja."
Wonwoo cuma diam diceramahi Seungkwan seperti itu. Seungkwan kembali sibuk dengan ponselnya, sedang Wonwoo mengamati kembali Mingyu dan Tzuyu, kali ini lebih intens. Mingyu brengsek begitu?Tiba-tiba Wonwoo berdiri dari tempat duduknya,
"Aku pergi dulu, ada urusan. Sampai bertemu waktu istirahat nanti."
Kemudian dia langsung meninggalkan ketiga temannya, ia berencana pergi ke taman belakang kampus. Masa bodoh dengan jam kuliahnya yang akan mulai setengah jam lagi, masa depannya sedang terancam. Ia akan merenung ditaman, mungkin juga dia akan stalk atau mencari info tentang si Mingyu itu dari social media atau semacamnya. Yang jelas Wonwoo tidak rela kalau hidupnya harus berakhir ditangan orang semacam Mingyu.
Seseorang memperhatikkan kepergian Wonwoo dengan tatapan tajam. Mingyu menatap Wonwoo lekat-lekat, Tzuyu yang bicara padanya tidak ia gubris. Pandangannya terfokus pada punggung Wonwoo yang nampak menjauh, dia menyeringai tipis.
'Aku punya kau sekarang.'
TBC
(1)Ini repost sih sebenernya,kemarin sempet publish tapi setelah aku liat ternyata banyak ngaconya,trus aku ngepost lagi eh nggak muncul. Baru bisa publish lagi sekarang,cuman ya begini ini. Iya,jadinya begini ini -_-
(2)Wonwoo itu disini apa ya,bisa dibilang idupnya lempeeng aja. Disuruh ini mau,itu mau. Tipe orang yang bisa dibilang terlalu penurut.
(3)Tapi sebenarnya hidup Wonwoo tidak selempeng kelihatannya,hem.
Jadiii,review ya?Mari kita bertukar pikiran(?) soal fik ini,hem
