DISCLAIMER :

Togashi-Sensei

bonbonpich (for the original fic)

PAIRING :

Absolutely KuroPika^^

SUMMARY :

Kuroro recovered from Kurapika's judgment chain's conditions. The two met by coincidence. Due to some nen condition, Kuroro couldn't kill Kurapika right away, so he took the boy in Genei Ryodan instead.

GENRE :

Drama & Angst

WARNING :

Shounen-ai. An Indonesian version for The Sun Also Shines at Night by bonbonpich, one of my favorite fic!^^

A/N :

Okayy…ini pertama kalinya aku menerjemahkan fic shounen-ai, hahaha!

.

Happy reading! ^^

.

.

CHAPTER 1 : INTO THE SPIDER'S WEB

Kuroro Lucifer berdiri di atas sesosok mayat. Wajahnya masih tetap diam saat menyaksikan sosok tak berdaya Si Pengangkat Nen, Abengane. Ada keheningan sesaat ketika Kuroro mengangkat tangannya ke dada. Ia merasakan hal itu sudah tidak ada lagi; Nen Si Pengguna Rantai sudah dilenyapkan. Tidak jauh dari tempat di mana Kuroro berada, Hisoka menyaksikan semuanya, ujung bibirnya tertarik ke atas membentuk sebuah seringai nakal. Badut itu sedang menunggu Kuroro untuk menguji konsekuensi atas apa yang telah terjadi sebelumnya.

"Ada satu cara untuk mengetahuinya," pria dengan salib terbalik itu menggantungkan ucapannya. Ia berkonsentrasi, sudah cukup lama rasanya…Kuroro bertanya-tanya apakah kali ini akan lebih memakan waktu. Situasinya begitu membuatnya tertekan sejak York Shin, karena suatu alasan yang bagus. Mengikuti ramalan Neon Nostrad, ia telah pergi ke arah timur menuju ke pinggiran Kota Attique. Ia datang mencari Pengguna Nen yang dapat meredakan dominasi Nen terkutuk Si Pengguna Rantai yang menguasai dirinya.

Kuroro sudah menghubungi Hisoka, karena sepertinya hanya dialah yang bisa, dengan harapan bahwa badut itu akan membantunya mencari Pengangkat Nen. Ada bayarannya, tentu saja, seperti biasanya; Kuroro setuju untuk bertarung dengannya jika Hisoka berhasil melaksanakan tugasnya. Pesan rahasianya kepada Geng Laba-laba di Pulau Greed melalui Hisoka dengan menggunakan namanya telah berhasil. Mereka menemukan Abengane.

Dan di sinilah dia sekarang, mati; hidupnya berakhir akibat mengangkat Nen Si Pengguna Rantai. Abengane sendiri tahu hal itu akan terjadi, tapi ia tetap memilih untuk melakukannya, tanpa menghiraukan bayaran yang terlalu besar, walaupun ia tak akan pernah bisa menggunakan uang itu dalam hidupnya. Uang itu untuk mengobati saudara perempuannya, itulah alasan yang dikatakan Abengane kepada Kuroro. Bukan masalah bagi Kuroro untuk apa uang itu nantinya.

Kuroro mencatat bahwa makhluk raksasa ciptaan Abengane, yang muncul dan menelan Nen terkutuk itu, tiba-tiba dinetralkan setelah menyelesaikan apa yang ia lakukan. Bukti yang cukup menunjukkan betapa kuatnya Nen Si Pengguna Rantai, karena biasanya makhluk seperti itu akan tetap hidup, tinggal bersama orang yang Nen yang mengikatnya telah diangkat.

Si Pengguna Rantai masih ada di luar sana; keberadaannya mengancam hidup Kuroro. Oleh karena itu, ia harus menghabisi Si Pengguna Rantai sesegera mungkin.

'Tapi sekarang, aku harus melakukan ini dulu.' Kuroro berkonsentrasi lagi. Dan di dalam telapak tangannya, entah muncul dari mana; buku Skill miliknya. Bibirnya membentuk sebuah senyuman. "Akhirnya…" Kuroro tidak pernah merasa sebaik ini dalam beberapa bulan lamanya, tidak sejak kejadian di York Shin dan Nen yang mengikat jantungnya, yang membatasi Kuroro untuk menggunakan kemampuannya. Tapi Kuroro tidak yakin siapa yang lebih bahagia atas kembalinya Nen-nya itu, dirinya sendiri atau pria berambut oranye yang sekarang tengah melangkah mendekatinya dengan seringai yang lebar dan menyeramkan. Kuroro membiarkan buku Skill-nya menghilang dan berbalik menghadap Hisoka. Mata Kuroro yang hitam dan gelap diam-diam bertanya, 'Sekarang?'

Hisoka berhenti di hadapannya dan menjawab pertanyaan yang tak terucapkan itu. "Makan dan istirahatlah hari ini, Kuroro. Aku ingin kau berada dalam kekuatan penuh saat kita bertarung." Kemudian, dengan mengerikan ia berbisik, "Kapan kita bisa bertarung? Aku tak sabar menunggunya."

Pemimpin Geng Laba-laba itu menghela napas pelan. 'Janji tetaplah janji. Setidaknya ia tidak memaksa dengan tanpa disangka-sangka seperti yang terakhir kali…' "Besok kalau begitu. Aku akan mengaturnya."

Hisoka tersenyum senang, matanya memyipit. Lalu ia berbalik dan melambaikan tangan. "Aku akan menunggu esok kalau begitu."

Kuroro menyaksikan pria itu lenyap ke dalam hutan. Lalu ia pun pergi, akhirnya pindah dari tempat yang telah ia tinggali untuk sekian lama. Mayat Abengane terbaring di sana, terlupakan.

Dia harus menghubungi seluruh teman-temannya, walaupun kesepakatannya dengan Hisoka harus diselesaikan terlebih dahulu. Lalu ia perlu memburu Si Pengguna Rantai. Dengan semua pemikiran itu berada di benaknya, Kuroro berjalan menuju ke kota terdekat.

.

.

Hari sudah senja di Attique, kota yang berada di dekat Samudera Atlantik. Attique terkenal dengan cara hidupnya yang tradisional dan perilaku yang konservatif. Semua jenis budaya, museum dan kreasi bersejarah dapat ditemukan di sini. Kuroro berjalan di sepanjang terowongan – air yang tenang dan dalam memantulkan awan sore ini.

Ia memasuki salah satu restoran terdekat dan duduk di antara kerumunan. Memesan makanan, lalu mengambil surat kabar dan membacanya sekilas. Lalu, saat dia baru saja akan mengeluarkan ponselnya, ia mendadak berhenti. Mata gelapnya menyipit, tertuju pada sebuah sosok yang baru saja datang dari pintu masuk. Kuroro segera mengenali orang itu, dan menaikkan surat kabar yang ia pegang hingga setinggi wajahnya.

Dia tak perlu melirik lagi untuk meyakinkan diri bahwa orang itu memang 'dia'. 'Dia' pemuda yang terlihat menonjol di antara kerumunan itu. Rambut pirang, mata hijau samudera, sosok yang lembut, kulit pucat, dan menarik perhatian. Pemuda itu tetap mengenakan baju khas sukunya yang sama dengan yang ia kenakan saat mereka bertemu di York Shin.

'Si Pengguna Rantai.'

Kuroro mengamati pemuda itu dari balik surat kabar. Si Pengguna Rantai sedang duduk di bagian samping restoran itu, berpaling dari Kuroro, dan dengan santai memesan makanannya. Tampak jelas sekali, dia tak menyadari telah menarik perhatian orang-orang yang ada di sana.

Kuroro terus melihat saat Si Kuruta mulai menyantap makananya dengan tenang. Kuroro mengamati pemuda itu, diam-diam menilainya. Pemuda itulah yang membuatnya harus melalui banyak hal. Daripada membunuhnya, pemuda itu telah membuatnya tak berdaya dengan membelenggujantungnya menggunakan rantainya yang memiliki ujung seperti panah, yang akan langsung membunuhnya jika peraturannya dilanggar.

'Menarik.' Seorang Kuruta menjadi orang pertama yang menaklukkan Pemimpin Gen'ei Ryodan yang ditakuti. Saat Ubogin dibunuh, Kuroro membayangkan musuhnya sebagai seorang pria yang mengerikan. Bukan pemuda ini yang ia sangka seorang gadis saat pertama kali melihatnya. Melihat dari penampilannya, usia Si Kuruta mungkin tidak lebih dari enam belas atau tujuh belas tahun. Hanya saja pemuda itu memiliki raut wajah, perilaku dan pemikiran yang lebih tua dari usianya yang sebenarnya. Siapa yang akan percaya bahwa Pemimpin Gen'ei Ryodan akan ditaklukkan oleh seorang anak dari Suku Kuruta, yang terkenal dengan sikapnya yang tenang?

'Itulah bagaimana rasa haus akan dendam bekerja. Dengan susah payah aku dapat memahaminya.' Kuroro bertanya-tanya apakah Si Kuruta mengejarnya. Seharusnya Si Kuruta merasakan saat Nen-nya diangkat. Tapi mungkinkah dia mengetahui keberadaan Kuroro, dan dalam kecepatan seperti sekarang ini? 'Yah, hanya ada satu cara untuk mengetahuinya.' Pria itu bangkit dari kursinya, mengambil piring makanan yang sudah ada di hadapannya sedari tadi, dan berjalan menghampiri pemuda itu. Dia bertanya, "Apakah kursi ini kosong?"

Si Kuruta tak sadar. Dia punya kebiasaan memejamkan matanya saat makan, sebuah sikap yang sepertinya dilakukan oleh kebanyakan orang yang cool dan tidak peduli akan sekitarnya. Dia mengangguk, hanya saja kemudian ia mengenali suara itu; suara yang dalam…tegas dan dingin itu. Mata hijaunya tiba-tiba membelalak sementara Kuroro sudah duduk di kursi dan meletakkan piring makannya.

"Apa yang kaulakukan di sini!" kursi pun terjatuh ke belakang, Kurapika berdiri, menunduk menatap pria yang sedang duduk di depannya, tak percaya. Teriakannya dan suara kursi yang jatuh terdengar cukup keras untuk membuat kerumunan di sekitarnya menjadi hening. Mereka menatap ke arah Kurapika dengan terkejut.

Wajah Kuroro menunjukkan keterkejutan yang tidak berbahayadan ia menjawab, "Makan malam…?" Lalu ia menoleh dan mengisyaratkan permohonan maafnya pada orang-orang yang tengah menatap mereka. "Dia terlalu terkejut melihat teman lamanya yang sudah lama tak bertemu." Lalu Kuroro menoleh kembali pada Kurapika, menunjuk pemuda itu. "Sekarang, kenapa kau tidak duduk dan kita akan berbincang untuk mengingat semuanya kembali."

Kurapika mendengus pelan saat ia menyadari situasi yang dihadapinya. Ia memaksakan diri untuk menenangkan diri, dan membetulkan kursinya.

"Betapa mengejutkan…kau masih bisa duduk?" Kuroro mulai menyantap makanannya. 'Jadi dia tidak mengejarku. Pasti dia tidak mengira akan bertemu denganku di sini. Dunia terlalu besar untuk Si Kecil Kuruta…'

Kurapika membelalak marah kepadanya. "Lagipula kau tidak bisa melakukan apapun, karena harus mematuhi peraturan yang kuterapkan," pemuda itu memperingatkan.

Kuroro berhenti makan sejenak dan mengedipkan matanya, ia meletakkan garpunya. 'Jadi itu berarti dia belum mengetahuinya? Bagaimana bisa?' Kuroro berspekulasi. Dia telah mencoba menggunakan Nen dan dia masih tetap hidup. Walaupun dia belum menghubungi teman-temannya lagi. Tapi tidak mungkin dia harus melanggar kedua peraturan itu untuk mengaktifkan Judgement Chain. Dia harus mencari tahu.

Kuroro memberi isyarat pada pemuda itu. Kurapika pun mengerti; keduanya membayar tagihan makanan mereka sebelum keluar dari tempat itu.

.

.

Hari sudah mulai gelap. Matahari sudah berada di horizon, di balik lautan, bergerak menjauhi langit, dengan kawanan burung camar terbang melayang dan berkicau.

Pemimpin Geng Laba-laba itu memimpin jalan menuju ke daerah tepencil di kota itu. Kurapika terus menatap punggung Kuroro sambil mengikuti langkahnya, dan menjaga jarak. Ia mempelajari pria itu. Kuroro tidak lagi mengenakan mantel hitam berbulu dengan tanda salib terbalik di punggungnya; malah ia hanya memakai atasan tangan panjang hitam dan celana panjang. Secara keseluruhan, penampilannya terlihat sama, dengan rambut hitam yang disisir rapi ke belakang dan tattoo di keningnya.

Hanya saat mereka sampai ke dalam sebuah gang yang luas dan remang-remang, Kuroro berbalik menghadap Kurapika. Keduanya saling menatap, tak ada yang bergerak ataupun bicara.

Kurapika tahu hari ini akan tiba, tapi dia tak menyangka akan secepat ini. Dia cukup tenang mnedengarkan peringatan Killua tentang kemungkinan Nen-nya yang membelenggu Kuroro diangkat. Tapi melihat pria yang paling dibencinya adalah cerita yang berbeda. Akhirnya, kejengkelan Kurapika membuatnya tidak nyaman. Kuroro adalah orang yang mengajaknya keluar dan sekarang dia hanya berdiri di sana, menyaksikan dan menunggu. Hal ini mulai mengesalkan Kurapika.

Kuroro tersenyum saat melihat pemuda itu mulai kehilangan kesabarannya. Maksudnya sudah terpenuhi. Saat pemuda itu marah, dia tidak dapat menjaga kehati-hatian dan pengendalian dirinya. Kuroro sudah memikirkan cara untuk mengakali pemuda itu guna memberinya jawaban.

"Kau sedang dalam perjalanan mencari Mata Merah sukumu, bukan?"

"…"

"Belum menemukan satupun, benar?"

"…!"

Kuroro menyeringai saat mendapatkan tanggapan yang ia dapat dari Kurapika.

"Aku sedang mencari Pengangkat Nen, mungkin kau sudah tahu itu."

Kurapika mengedipkan matanya. Ia penasaran kenapa Kuroro memberitahukan hal itu padanya. Tapi pernyataan yang sebelumnya dikatakan pria itu membuatnya marah, membuatnya tak bisa menafsirkan maksud sebenarnya di balik kata-kata itu. Jadi dia menjawab kata-katanya yang sinis, "Betapa tidak beruntungnya dirimu…kulihat kau belum menemukannya."

'Tepat sasaran, itulah yang ingin kuketahui.' Sepertinya Si Pengguna Rantai belum tahu bahwa Nen-nya sudah diangkat. Pertanyaan bagaimana itu bisa terjadi…bisa dijawab nanti. 'Sekarang tidak akan ada anak nakal yang meghalangi, tak ada lagi sandera dan pertukaran.' Kuroro melangkah mendekati Kurapika. "Menurutmu bukankah pertemuan terakhir kita saat itu belum selesai?"

Kurapika pun waspada. "Jangan bodoh. Kau tidak bisa menggunakan Nen."

Kuroro merasakan sesuatu yang aneh. Dia yakin pemuda itu benar-benar menginginkannya mati…sekarang. Mengapa menghindari pertarungan? Apakah itu karena Kurapika percaya bahwa Kuroro akan tidak berdaya tanpa Nen? Jadi…itu artinya Kurapika tidak akan bertarung dengan pria yang tak berdaya, walau pria itu adalah penyebab kematian sukunya?

'Betapa mengerikan…'

Kuroro memejamkan matanya dan menggosok bagian belakang kepalanya, menghela napas panjang. "Jangan cuek begitu. Aku pernah membunuh orang dengan tangan kosong bahkan tanpa Nen." Ia berhenti sejenak. "Itu yang aku lakukan pada orang tua, wanita, dan anak-anak di sukumu. Mencongkel mata mereka sama sekali tidak perlu menggunakan Nen."

Setelah pernyataan itu selesai diucapkan, kemarahan Kurapika pun meledak.

.

.

Kuroro benar-benar tidak memahami pemuda yang ada di hadapannya. Kurapika terengah-engah, berkeringat, dan berdarah sama seperti dirinya. Kurapika sudah menggunakan Nen, tapi Kuroro dapat mengatakan bahwa Nen-nya saat itu tidak dalam kekuatan penuh. Dan kebanyakan, mereka saling memukul sebentar, setelah mata Kurapika berubah warna menjadi merah segera setelah Kuroro mengatakan sesuatu yang berhasil memprovokasinya.

Kuroro yakin bahwa dia unggul sekarang. Dia menemukan bahwa Kurapika seorang petarung yang sangat baik, tapi tidak sebaik dirinya dalam pertarungan dengan tangan kosong. Dia sedikit mengetahui dari Hisoka bahwa Kurapika selalu bertarung dengan senjata. Tapi Kuroro tumbuh di tempat di mana dia harus bertahan dengan menendang, berjuang dan membuat kekacauan. Dia lebih terbiasa untuk bertahan hidup tanpa sesuatu apapun menutupi atau melindungi dirinya.

"Tidak buruk," Kuroro memuji. "Tapi tidak cukup baik. Berhenti menahan Nen-mu, Gunakan Nen seperti kau ingin membunuhku," perintah Kuroro. "Kau tidak menang atas diriku. Kejujuran dan rasa keadilanmu itu tidak akan membantumu untuk bertahan hidup."

Kurapika hanya menggertakkan giginya. Dia sangat ingin memberitahukan bahwa dia sudah bertarung dengan kekuatan penuh. Tapi pria yang ia lawan benar-benar cepat. Ide untuk mengambil nyawa pria itu sangat menggoda, tapi kemudian lagi-lagi dia ingat apa yang dia rasakan setelah membunuh seseorang.

Kuroro menghela napas. "Mungkin jika aku mneggunakan Nen-ku…kau pun akan mulai menggunakan Nen-mu." Sesuai dugaannya, Si Kuruta tersentak tak percaya mendengarnya. Kuroro mengeluarkan auranya yang berwarna kebiruan, menunjukkan Nen-nya.

"Bagaimana…?" Kurapika tercekat, matanya membelalak. Dia sudah tahu tentang kemungkinan itu tapi tetap saja…seharusnya dia tahu jika Nen-nya sudah diangkat.

"Aku juga ingin mengetahui jawabannya, kenapa kau sama sekali tidak tahu tentang ini." Mata Kuroro tertuju keauranya sendiri, sebelum menoleh kembali kepada Si Kuruta. "Tapi aku akan menemukan jawabannya nanti…setelah mengakhiri hidupmu."

Kurapika segera mempererat pegangan tangannya ke rantai, menyiapkan diri untuk ronde kedua.

.

.

Pertemuan kali ini lebih pendek. Kurapika menyadari bahwa pertarungannya dengan Ubogin bukanlah apa-apa bila dibandingkan dengan pemimpinnya sendiri. Kuroro mampu menghindar dari hampir setiap gerakan Chain Jail yang ia berikan. Kurapika mendesis saat kesempatannya untuk menang mendekati nol. Lebih lagi, dia sadar bahwa mungkin dia tidak bisa bertahan hidup.

Kata-kata Kuroro kembali muncul di benaknya. Seharusnya dia tidak meremehkan pria itu, bahkan tanpa Nen sekalipun. Tiba-tiba Kurapika tersadar dari lamunannya saat sebuah tiupan keras menghantam perutnya. Dia jatuh bertekuk lutut, membungkuk ke depan, dan terbatuk-batuk dengan mengeluarkan darah dari mulutnya. Kepalanya tertunduk lemah saat tatapannya tertuju ke tanah, melihat keringat dan darahnya menetes. Tangannya, menyokongnya agar tidak jatuh lebih jauh, sekarang mengepal erat.

"Aku kecewa. Kukira kau lebih baik dari itu, menjadi orang pertama yang telah menangkap dan membawaku saat itu." Kuroro berdiri di hadapan pemuda itu, menatapnya tanpa emosi sedikit pun. Dia membungkuk dan mengangkat dagu Kurapika agar menatapnya. Kemarahan yang teramat sangat di balik mata yang berwarna seperti api itu bertatapan dengan mata hitam yang tak berperasaan. 'Betapa kuat tekadnya,' pikir Kuroro, dan dia pun mengatakannya, "Matamu adalah yang terbaik, dibandingkan dengan mata milik orang-orang sesukumu. Untuk itu, aku akan mengambil matamu, menyatu dengan kepalamu."

Merasa terancam, Kurapika tersentak menjauh dari tangan Pemimpin Geng Laba-laba itu. Ia melompat mundur dan gagal berdiri tegak. Dia tak akan menyerahkan apa yang seharusnya adalah miliknya…dan sukunya. Tapi pria itu sudah ada di depannya saat dia bangun. Apa yang dapat dilihatnya sekarang adalah tangan terulur, tertuju ke lehernya.

Bagaimanapun…

Itu cepat sekali, namun Kuroro dapat menghentikan tangannya untuk bertindak lebih jauh ke leher Si Kuruta dan menghindari serangan yang diberikan pemuda itu pada waktu yang sama. "Terlalu lambat," Kuroro berkomentar sebelum melayangkan sebuah pukulan ke perut Kurapika, memaksa Kurapika mendarat di tanah setelah terhuyung-huyung beberapa langkah.

Sekali lagi, Kuroro memiringkan kepalanyakembali untuk menyaksikan Kurapika menegakkan tubuhnya, tapi gagal. Dan dia tidak bergerak untuk kedua kalinya. Kuroro, berdiri di sana, kembali pada posisinya semula, dan memandang Si Kuruta yang tak sadarkan diri. 'Apa itu?' Kuroro mengangkat tangannya hingga setinggi dadanya, tepat di atas jantungnya. 'Aku merasakannya…Rantai Nen itu…diaktifkan…'

.

.

"Dan…chou?" Shalnark berkatapenuh harap saat menjawab telepon yang menunjukkan nama Kuroro di layar ponselnya. Ketika mendengar kata 'Danchou', teman-teman satu gengnya segera memperhatikannya.

"Shalnark." Kuroro berhenti sejenak dan menghela napas lega. "Akhirnya—"

"Danchou! Di mana kau! Apakah kutukan Nen Si Pengguna Rantai itu sudah diangkat?" Shalnark bertanya dengan tergesa-gesa. Teman-temannya langsung berada di sampingnya. Machi, Nobunaga dan Phinx mendekatkan telinga mereka ke ponsel Shalnark. Franklin, Shizuku dan Feitan berdiri di belakang empat orang itu, mendengarkan percakapan dengan penuh perhatian sementara Coltopi dan Bonorenof hanya menyaksikan dari tempat di mana mereka berada.

"Ya, kutukan Nen itu sudah diangkat. Tapi aku belum yakin atas apa yang terjadi, kurasa kutukan itu belum sepenuhnya hilang…walaupun aku sudah melanggar dua larangannya," jawab Kuroro tenang.

"Kurasa aku tidak mengerti, Danchou. Tapi apakah kau akan kembali pada kami? Kami masih di York Shin," tanya Shalnark, ia pun jadi berharap.

"Baiklah…aku akan ada di sana dalam waktu tiga hari." Ia berhenti."Dan…aku pun akan membawa Si Pengguna Rantai."

"Apa!" Shalnark berseru saat Machi, Nobunaga, dan Phinx tak mempercayai apa yang baru saja mereka dengar.

"Aku akan menjelaskannya nanti. Tapi dia bersamaku sekarang."

"Tapi…dia berbahaya. Apa kau akan baik-baik saja?"

"Aku menangkapnya. Hisoka juga di sini bersamaku. Aku akan bertemu kalian di York Shin." Lalu, telepon pun terputus.

Teman-temannya merecoki Shalnark dengan berbagai pertanyaan setelah dia menyimpan ponselnya kembali. Shalnark menghela napas dan tersenyum dengan setengah hati. "Danchou kembali…" Mata setiap orang di tempat itu berbinar namun kemudian menghilang dan berubah menjadi kernyitan saat Shalnark menambahkan, "Bersama Si Pengguna Rantai."

.

.

Dia merasakan sesuatu yang membuatnya ngantuk, meskipunhujan dingin membasahinya. Saat dia membuka matanya, dengan kabur ia melihat segalanya secara terbalik. Dia tak bisa bergerak, sekujur tubuhnya lumpuh. Tapi bagaimana dia bisa bergerak menembus udara dengan kecepatan seperti itu?

Kurapika pun menyadari seseorang tengah menggendongnya di atas bahunya, tapi rasa sakit di perutnya dan perasaan mati rasasegera menahannya untuk bereaksi. Tetap saja, semua ingatan tentang kejadian sebelumnya menghantamnya. Dia bertarung dengan Kuroro, Si Pemimpin Geng Laba-laba dan kalah darinya. Kemudian…setelah itu…

"Bangun juga akhirnya?" sebuah suara yang dingin bertanya padanya. Dengan kekuatannya yang tersisa, Kurapika mengangkat kepalanya ke sebelah kiri dan melihat kepala Si Pemimpin Laba-laba di sana; wajahnya yang sangat pandai mengendalikan emosinya membalas tatapan pemuda itu.

Setetes air hujan jatuh ke mata Si Kuruta. Saat itu sedang hujan, seperti hari saat mereka bertemu pertama kali. Seperti saat ini, mereka bergerak melewati kota metropolis yang sangat familiar di malam hari, Kota York Shin. Pria itu berlaridari atap ke gedung lain dan dengan kecepatan yang tidak seperti manusia biasa. Dengan terkantuk-kantuk, Kurapika dapat melihat bahwa mereka berada jauh dari kota. Kuroro memegangnya erat di pinggang dan ia sedikit tersentak dalam pelukan orang yang menangkapnya.

'Apa yang terjadi?' Kurapika berpikir sejenak. 'Ah…benar…aku jatuh…dan aku tertangkap?' dia berpikir keras, dan mengingat kembali semua peristiwa itu.

.

.

Beberapa hari yang lalu, Kurapika merasa kekeringan dan lelah. Pandangannya kabur dan tubuhnya tidak bisa bergerak, walau dia sangat ingin memenggal tangan yang bergerak di atas pakaiannya, mencari-cari sesuatu. Pria yang berada di hadapannya mengeluarkan dompet Kurapika, dan kemudian lisensi Hunter-nya diambil hanya di atas pandangan matanya. Lalu kartu itu meghilang sesaat, kemudian kembali. "Seorang blacklist Hunter, hah? Kau menjadi seorang Hunter untuk mengejar Laba-laba, menarik."

Setelah itu, dia melihat Hisoka berbicara kepada Si Pemimpin Geng Laba-laba. Kurapika merinding dengan tanpa sadar saat badut itu menatapnya sebelum ia pergi.

Ia tahu ia tengah berada di pesawat. Pria yang berada di hadapannya sedang berbicara di telepon, membicarakan mengenai 'Kelemahan Si Pengguna Rantai'.

.

.

Lalu Kurapika tersentak. Berbicara mengenai 'kelemahannya', dia yakin bahwa Kuroro sudah tahu tentang itu sekarang. Sejak ia merasakan Pakunoda mati saat itu, yang berarti bahwa dia sudah memberi informasi pada teman-temannya. Dengan pikiran itu, dia mulai merasakan sesuatu yang lebih mengancamnya daripada apa yang pernah terjadi sebelumnya. Dia berusaha melepaskan diri dari pegangan Kuroro.

"Berhenti meronta, tak ada gunanya. Kau lumpuh," Kuroro menjelaskan. "Orang biasa akan sama sekali tak bisa bergerak dengan obat itu, atau bangun dalam waktu kurang dari satu jam setelah terkena pukulanku. Tapi kau bisa, bergerak dan bangun setiap waktu. Itu pasti karena keinginanmu yang kuat."

"Apa yang kauinginkan dariku? Ke mana kau…membawaku?" Si Pirang bertanya dengan suara parau saat ia merasakan dirinya sekali lagi akan mulai tidak sadar kembali. "Kenapa kau…tidak membunuhku?" Suaranya menjadi pelan tepat sebelum perlahan ia kembali tak sadarkan diri.

"…"

'Sebab aku tak bisa…untuk saat ini…'

Kuroro adalah orang yang selalu tahu apa yang dia lakukan. Dia tahu dengan tepat apa yang ia inginkan dan dia akan dengan tekun berusaha keras mencapai tujuannya jika ia telah menetapkan pikirannya untuk itu. Untuk sekarang, dia tidak perlu menjawab pertanyaan Si Pengguna Rantai karena pemuda itu sudah tak sadar kembali. Tapi Kuroro yakin dia akan punya banyak waktu untuk menjelaskan semua pada teman-temannya.

'Bukan Nak. Pertanyaannya adalah kenapa kau tidak membunuhku saat kau memiliki kesempatan.'

.

.

Kuroro sampai di sebuah gudang yang terbengkalai yang berlokasi di pinggiran Kota York Shin. Kebanyakan anggota Ryodan bergegas menghampirinya saat mereka melihatnya di ambang pintu, sementara beberapa di antaranya tetap menjaga jarak, belum menunjukkan kepuasan atas kembalinya pemimpin mereka. Sembilan orang dari mereka ada di sana, menunggu. Mereka mulai bertanya mengenai apa yang telah dialaminya, tapi apa yang membuat mereka bingung adalah buntalan biru yang mereka lihat di pelukan Kuroro.

Semua rekannya kecuali Shizuku dan Bonorenof pun sadar, saat mereka mengenali rambut pirang dan baju khas suku berwarna biru itu.

"Jadi kau benar-benar membawa Si Pengguna Rantai!" Nobunaga mendekat dengan emosinya yang sudah ditahan sejak lama. Tapi ia tiba-tiba berhenti saat Kuroro mengangkat sebelah tangannya yang bebas, mengisyaratkan samurai itu untuk berhenti.

"Mundurlah, Nobunaga," perintah Kuroro dengan sopan sambil sedikit berbalik ke samping, Si Pengguna Rantai masih berada dalam pelukannya, jadi dia tepat berada di antara Nobunaga dan tawanannya. "Akan kujelaskan." Kuroro berjongkok dan meletakkan Si Pengguna Rantai besandar pada puing-puing dalam posisi duduk, hampir tak peduli akan keselamatan kepala pemuda itu.

"Inikah pemuda itu? Dia tidak terlihat seperti seseorang yang dapat mengalahkan Ubogin," Phinx berkomentar, sementara yang lainnya pun sepertinya setuju.

"Dia terlihat sangat…feminin," Feitan menambahkan, dan lagi-lagi yang lainnya pun sepertinya memiliki pendapat yang sama.

'Itulah kenapa aku kira dia seorang gadis waktu pertama kali bertemu dulu.' Kuroro menunduk menatap pemuda itu. 'Kau tak dapat menyalahkanku…mataku tak menipuku…tapi kaulah yang begitu.'

"Jadi bagaimana ceritanya, Danchou?" Machi, yang tidak tertarik pada sosok Kurapika yang feminin menginterupsi.

"Ceritanya cukup panjang. Seperti yang mungkin sudah kalian ketahui, aku pergi ke arah timur untuk mencari Pengangkat Nen. Aku tak menemukannya, tapi Hisoka membawanya padaku." Kuroro berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Bicara mengenai Hisoka, apakah dia sudah ada di sini?"

Teman-temannya menggelengkan kepala mereka lalu Shalnark bertanya, "Apakah kau bertarung dengannya?"

"Hal itu masih harus ditunda. Aku harus berurusan dengan Si Pengguna Rantai terlebih dahulu. Hisoka terlihat sedikit kecewa, tapi dia bilang dia akan berada di sini," Pemimpin Geng Laba-laba itu menjawab dengan nada suaranya yang datar.

"Biarkan saja dia." Machi menutup matanya dengan geram saat nama pelawak itu disebut.

Lalu pikiran Kuroro beralih ke orang lain yang tak ada di sana, matanya menuju ke titik di mana bunga dan lilin dikumpulkan di sudut ruangan, salib terbalik yang terbuat dari kayu diletakkan di atasnya. Kuroro berdiri dan melangkah menghampiri tempat itu. Shalnark telah memberitahunya melalui telepon bahwa Pakunoda mati setelah mengungkapkan identitas Si Pengguna Rantai.

"Jadi di sinilah Paku mati…" Kuroro menggantungkan kalimatnya dan memejamkan mata, tetap diam di hadapan kuburan itu untuk beberapa saat lamanya, sambil memunggungi teman-temannya. 'Seharusnya dia menunggu.'

"Danchou…," panggil Shalnark, memecah keheningan.

Kuroro berbalik, menghadap ke anak buahnya, wajahnya tak menunjukkan apapun. "Hal itu tak bisa dihindari. Kematiannya tidak sia-sia. Kita masih harus menyelesaikan banyak hal."

"Jadi apa yang terjadi padamu setelah peristiwa itu?" Machi bertanya lagi.

Kuroro pun duduk dan melanjutkan ceritanya. "Pengangkatan Nen itu berlangsung sukses, dengan mempertaruhkan nyawa Abengane. Aku segera mencoba menggunakan Nen dan aku masih tetap hidup. Kemudian aku bertemu Si Pengguna Rantai di Kota Attique…secara kebetulan."

"Kebetulan! Apa kau yakin dia tidak bermaksud mengejarmu?" Nobunaga menginterupsi.

'Benar…itu adalah kesempatan satu di antara sejuta, mungkin…itu takdir?' Kuroro segera berbalik pada sosok yang masih tak sadarkan diri itu lalu kembali ke teman-temannya. "Tidak…dia terlalu terkejut melihatku. Lalu aku memaksanya untuk bertarung denganku."

"Memaksa!" Samurai itu menginterupsi lagi dan Machi mendesis padanya.

"Awalnya dia tak mau bertarung, karena dia kira aku belum bisa menggunakan Nen. Kebanyakan kami bertarung dengan tangan kosong, kemudian saat aku menunjukkan Nen-ku, dia terkejut, dan menagkap basah dirinya. Tapi saat aku akan memenggal lehernya." Ia menunjuk tepat ke atas jantungnya. "Aku merasakan rantai itu diaktifkan, yaitu Judgement Chain. Saat aku melawannya, aku menggunakan Gyou untuk berjaga-jaga, jadi aku merasakannya saat aku akan membunuhnya."

Gumaman anak buahnya memenuhi ruangan kosong yang luas itu. "Bagaimana…"

"Selama perjalananku ke sini, aku telah berpikir. Ketika aku hampir membunuhnya, jalan keluarnya pun muncul sendiri. Aku diminta untuk mematuhi dua peraturan. Pengangkat Nen sukses mengangkat dua peraturan itu. Tapi…Nen itu sendiri masih tetap tinggal…itulah yang bisa aku pikirkan."

Wajah teman-temannya terlihat bingung. Lalu Shalnark adalah orang pertama yang mengerti. "Aku tahu! Ini seperti kasus-kasus yang jarang terjadi. Kita tahu bahwa Danchou juga akan mati jika Kurapika mati karena Nen yang membelenggunya. Abengane hanya mengangkat dua peraturan itu, tapi tidak keseluruhan dari Nen tersebut. Ini berarti, walau dua peraturan itu sudah diangkat, Danchou masih tetap akan mati jika Kurapika mati, disebabkan oleh kebenciannya yang mendalam yang menetap dalam bentuk Nen yang penuh kebencian, bebas dari peraturan apapun."

"Jadi yang terus menetap adalah kebenciannya terhadap Danchou yaitu Nen itu sendiri, bukan peraturan yang sudah diangkat itu. Tak pernah ada kasus seperti ini dulu, tapi siapa yang tahu jika Si Kuruta ini mungkin saja adalah orang yang pertama melakukannya dalam sejarah," Phinx menjelaskan.

"Artinya…aku belum bisa membunuhnya, atau aku juga akan mati," Kuroro menyimpulkan. Pernyataan ini diiringi dengan gumaman tertekan dari teman-temannya. "Jadi apa yang akan kita lakukan padanya?" tanya Machi.

"Kita simpan dia; dia tak berdaya di antara kita, hingga aku menemukan cara untuk mengangkat Nen-nya sepenuhnya," Kuroro menjawab.

"Yah, jika Nen-nya menetap karena kebenciannya yang mendalam, jadi jika kita bisa membuatnya tak begitu membenci Danchou, memungkinkan adanya kesempatan untuk bisa mengangkat Nen-nya sepenuhnya?" Shizuku bertanya dengan berterus terang, menyebabkan setiap orang yang ada di sana menatapnya tanpa sanggup berkata-kata.

Kuroro tertawa pelan. "Itu benar, tapi itu adalah hal teakhir yang akan terjadi di bumi ini. Lagipula…" Kuroro mengangkat tangannya menutupi bibirnya, sebuah sikap yang dikenal teman-temannya bahwa Kuroro sedang memikirkan sesuatu yang penting. "Kemampuannya sangat berguna. Aku bertaruh kita telah kehilangan cukup banyak harta benda untuk mengangkat Nen ini, kita harus segera mendapatkannya kembali. Dowsing Chain miliknya dapat melakukan itu…"

"Jadi…?" Shalnark bertanya sementara sebenarnya ia sudah mendapat petunjuk ke mana pernyataan itu akan berujung, machi pun punya firasat mengenai apa yang akan terjadi.

Tapi sebelum diskusi itu menjadi lebih jauh…

"Dia bangun," dengan dua kata yang diucapkan Shizuku sambil menunjuk ke arah Si Kuruta, ruangan itu menjadi benar-benar hening. Dan tepatnya tiga detik setelah itu, suara yang keras dan ocehan memenuhi ruangan yang luas itu.

Shalnark melihat sesuatu di mata pemimpinnya saat ia menyaksikan Si Kuruta dengan penuh perhatian. Shalnark yakin bahwa Danchou-nya tertarik tentang bagaimana Kurapika akan bereaksi saat dia bangun dan menemukan dirinya berada dalam malapetaka.

"Aku memberinya obat; dia tak akan bisa banyak bergerak untuk menyerang kita," Kuroro member teman-temannya sebuah tatapan peringatan, terutama Nobunaga. "Jangan lukai dia."

Akhirnya Kurapika benar-benar sadar, wajahnya terkejut saat Kuroro mengamatinya dengan senang. Si Kuruta berdiri tapi berakhir dengan tersandung ke samping dan bertumpu pada puing-puing yang ada di sana agar tidak terjatuh. Lalu kepala Si Pirang itu tiba-tiba mendongak, memeriksa ruangan yang luas itu, kebingungan terlihat di wajah pucatnya saat mengenali orang-orang yang berada di sekitarnya dengan aura yang buruk. Lebih dari setengahnya adalah wajah yang Kurapika kenali, yang ia ingat pernah melihatnya di selebaran informasi dari Mafia. Matanya sudah merah saat tertuju pada orang yang berada paling dekat dengannya, Pemimpin Geng Laba-laba.

Kurapika piker itulah alasannya kenapa Kuroro tidak membunuhnya di tempat sebelumnya karena bajingan itu ingin ia menderita di tangan teman-temannya. Naluri Kurapika memberitahunya bahwa dia tak akan bisa bertahan hidup-hidup. Tapi ia akan memperjuangkan napas terakhirnya hingga penghabisan. Setidaknya, Kurapika harus membawa salah satu dari mereka bersamanya, yang paling menentukan.

"Jangan berlaku bodoh. Kau tahu kau tak punya kesempatan." Kuroro pun bangkit, menunduk menatap Si Kuruta. "Aku belum menginginkanmu mati." Tapi sepertinya Kurapika tidak mendengarkannya lagi.

"Laba-laba…aku akan membunuhmu…"

Kata-kata itu keluar dari mulut Kurapika sambil tangannya bersiap untuk menyerang dengan rantainya.

Kuroro baru saja akan membuka mulutnya untuk bicara lagi. Tapi sebelum semuanya tahu apa yang tengah terjadi, wajah pria itu sudah ditetesi darah.

.

.

Semua anggota Geng Laba-laba menatap seolah tak percaya. Itu terjadi cepat sekali. Si Kuruta baru saja melesatkan rantainya yang mungkin saja berhasil mengenai leher Kuroro jika pria itu tidak menghindar.

Kurapika mendesis kecewa sebelum pergelangan tangannya ditanggap dengan keras di belakangnya. Feitan yang melakukannya. "Kau bertindak terlalu jauh, Anak Nakal."

Kuroro mengangkat tangannya ke wajahnya, dan mengusap pipi kirinya. Ia melihat darah di tangannya itu, luka sayatannya dalam. Dia hamper saja tersenyum di dalam hati, kenapa dia bisa begitu, Kuroro tak bisa memberitahunya. 'Pemuda yang berani. Kebenciannya sangat kuat.'

"Menghancurkan lengannya tak akan membuatnya mati," bentak Feitan sambil memperkuat genggamannya di tangan Kurapika.

"Feitan!" Kuroro menaikkan suaranya dengan tidak setuju. "Apa kau tidak mendengarku saat aku memerintahkan setiap orang, termasuk kau, untuk tidak menyerangnya dulu?"

'Apa?' Kurapika meragukan alasan yang ada di balik kata-kata itu.

"Shalnark, ambil alih tempat Feitan," Kuroro berkata pada pemuda yang ahli teknologi itu. Shalnark meraih tangan Kurapika dan Feitan menyingkir sambil mendesis kesal.

"Sekarang dengarkan…," Kuroro kembali pada posisinya, membiarkan darah di wajahnya begitu saja. "Seperti yang bisa kalian lihat…bagaimana Si Pengguna Rantai benar-benar mahir dalam kemampuan seperti itu. Dengan tipe Nen-nya yang khusus, Dowsing Chain-nya dapat melacak benda yang hilang dan Holy Chain-nya dapat menyembuhkan luka. Dan aku bertaruh masih ada lagi…," ia berhenti sejenak, seolah ia melakukannya untuk menegaskan pernyataan penting yang akan diucapkannya kemudian. "Aku ingin dia bergabung dengan Gen'ei Ryodan untuk saat ini. Kemampuannya akan sangat bermanfaat."

Seperti yang telah diperkirakan Kuroro, hanya satu protes dari Nobunaga, samurai yang keras kepala, yang akan sulit ditangani, tanpa menyebutkan empat orang lagi yang menunjukkan penolakan mereka : Machi, Phinx, Feitan dan Franklin. Empat orang yang tersisa yaitu Shalnark, Shizuku, Coltopi dan Bonorenof tetap diam, mungkin tengah memikirkan keputusan mereka.

"Yah, Danchou. Aku punya…semacam firasat," Machi berkata.

Kuroro tahu bahwa firasat Machi bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh. "Apakah itu firasat yang buruk?"

Wanita tua itu sedikit menaikkan alis matanya. "Tidak seburuk itu. Tapi, akan sangat berpengaruh bagi kita." Machi menghentikan ucapannya, memalingkan wajah, merenung. "…Kukira begitu."

Nobunaga menatapnya, tapi ia tahu firasat temannya itu tidak salah. Saat itu Machi pernah memberitahu Nobunaga bahwa Danchou mereka mungkin menginginkan Si Pengguna Rantai untuk bergabung. Dan sekarang, kondisi ini membuktikannya.

"Keberadaannya di sini mengancam nyawamu, Danchou," Phinx memperingatkan.

"Lagipula, dialah orang yang telah mengalahkan Ubo," Franklin menambahkan. Feitan tidak mengatakan apapun, tapi matanya menunjukkan jutaan protes.

Lalu kuroro berbalik kepada lima orang lainnya yang terlihat patuh padanya, atau setidaknya tidak memiliki penolakan apapun. Shalnark mengangkat bahunya. "Jika itu keputusanmu, baiklah. Lagipula kita tak bisa membunuhnya sekarang, kita pun tak bisa membiarkannya kabur." Shizuku mengangguk; begitu pula halnya dengan Coltopi dan Bonorenof.

"Jadi…lima lawan lima," Kuroro mengangkat tangannya ke dagunya.

"Enam lawan lima, Bajingan!"

Kuroro menoleh ke pemilik suara itu. "Aku keberatan," Kurapika bicara dengan enggan. Dari semua keributan itu, dengan protes keras Nobunaga dan ketidaksetujuan dari yang lainnya, Si Kuruta tidak ikut serta sebelumnya. "Lagipula apa yang kalian inginkan dariku? Aku lebih baik mati daripada bergabung dengan Laba-laba!"

Lagi-lagi Shalnark dan Machi melihat seulas senyum senang di wajah Danchou mereka. Sepertinya dia sering memperlihatkan raut wajah seperti itu sejak dia kembali; setiap kali Si Kuruta yang liar menunjukkan sikapnya yang berani.

"Kau belum memahami situasi ini, ya?" Kuroro menatap pemuda itu. "Kau tak bisa bertarung melawan kami. Dan suka atau tidak, aku tetap menempatkanmu di dalam Gen'ei Ryodan." Ia beralih kepada teman-temannya. "Setiap lengan dan kaki mematuhi perintah. Jika aku mengatakannya seperti itu, apakah masih ada yang mau protes?"

Setelah Kuroro mengatakan hal itu, tinggallah Nobunaga yang masih menampakkan ketidaksetujuannya. Dia hanya menatap kosong sebelum akhirnya berteriak, "Si Pengguna Rantai itu membunuh Ubo!"

Kuroro memejamkan matanya, merasa jengkel. Franklin, yang lelah menahan samurai yang terus meronta dan ingin mencegah Danchou-nya hilang kendali, akhirnya memukul Nobunaga hingga tak sadarkan diri. Teman-temannya menyaksikan dan menghela napas bosan, berbicara satu sama lain. "Tak aneh kenapa ia berteman dekat dengan Ubo; keduanya benar-benar pasangan yang berisik."

'Jadi itu pria yang dibicarakan Gon? Orang yang menangisi kematian raksasa itu?' tanpa sadar Kurapika mengamati.

"Franklin, aku baru saja akan memberitahumu untuk melakukan itu. Aku akan mengurus Nobunaga nanti. Sekarang…" Kuroro menatap Si Kuruta, kali ini tatapannya mengancam. "Bergabung…atau mati."

"Mati," jawab Kurapika pendek tanpa mengambil waktu sedetik pun untuk berpikir. Dia tak akan mau bergabung dengan Ryodan.

Kuroro menghela napas. Ia dapat melakukan apa yang diinginkan pemuda itu jika nyawanya tidak tergantung pada situasi Nen. Ia harus mencoba cara lain. "Coltopi, apakah mata itu masih di sana?"

Mendengar hal itu, Kurapika mmebeku. 'Tak mungkin…'

Sosok berambut biru itu mengangguk dan menghilang ke sudut ruangan. Setelah beberapa saat, ia muncul kembali dengan tabung kaca kecil, dengan sepasang mata berwarna merah mengapung di dalamnya. Ia menyerahkannya pada Kuroro.

"Ini—" Kuroro mengangkat tabung itu, "Adalah Mata Kuruta yang asli. Apa yang kau lihat dan apa yang dimenangkan Nostrad dari pelelangan di York Shin waktu itu adalah tiruan yang dibuat oleh Nen Coltopi." Kuroro menunjukkan rasa puas di nada suaranya.

Terlihat jelas tubuh Kurapika gemetar, mata merahnya segera berubah menjadi lebih gelap. Ia mempererat kepalan tangannya, benci melihat bola mata sukunya berada di tangan Laba-laba. Dulu, bahkan pada bola mata yang ia percayai adalah asli, ia tetap menyerahkannya pada Neon Nostrad saat kondisi saat itu memaksa Kurapika untuk melakukannya. Melepaskan bola mata sukunya kepada anak yang manja dan egois adalah satu cerita, tapi lain ceritanya saat melihat bola mata itu berada di tangan Pemimpin Gen'ei Ryodan.

"Berikan itu padaku," Kurapika berkata dengan geram.

"Bergabunglah," Kuroro memaksa. "Dan apakah kau tidak mau tahu di mana bola mata sukumu berada? Akulah yang menjualnya ke pasar gelap. Aku punya lebih banyak petunjuk daripada dirimu." Melihat keraguan pemuda itu, Kuroro mengambil tindakan lain. Ia membuka tabungnya dan mengambil salah satu bola mata dari dalam tabung itu, dan memegangnya di antara jarinya. Mata Kurapika membelalak.

"Aku akan menghancurkannya sekarang jika kau menolak tawaranku sekali lagi," suara Kuroro yang dingin menembus ke dalam hati Kurapika. "Pilihlah…hai keturunan Kuruta yang terakhir."

TBC

.

.

A/N :

Review please… ^^