CONFUSION
Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto
Warning: cerita gaje, typo bertebaran, NaruSasu friendship, NO Yaoi! AU.
Summary: Sakura benar-benar tak habis pikir, kenapa Naruto tidak bosan mengajak Sasuke taruhan padahal dia selalu kalah? Kenapa Naruto selalu menghilang setelah makan malam dan kembali larut malam? Sebenarnya apa yang di sembunyikan Naruto? Apakah pemuda Pirang itu memiliki hubungan dengan kejadian 16 tahun lalu?
Chapter 1: Bertahan
.
.
.
"Sudah! Kau puas, Teme!?" pemuda berambut Pirang itu berteriak kasar. Menambah kebisingan kelas yang sebenarnya sudah sangat bising. Wajahnya bersungut-sungut menatap pemuda berambut Raven di hadapannya, Sasuke―Uchiha Sasuke―Sahabatnya. Sementara itu Sasuke hanya menatapnya sinis. Tak lama seringai puas menghiasi wajahnya.
"Hn." jawabnya angkuh. Terdengar cekikikan di antara teman-teman sekelasnya, membuat pemuda Pirang semakin tersulut amarah.
"Apa kalian!?" bentaknya keras, membuat seisi kelas semakin menertawakannya.
"Haha.. Sudahlah Naruto, cepat ganti pakaianmu, lima menit lagi pelajaran akan dimulai." ucap gadis Bubble gum pada pemuda Pirang. Gadis itu benar-benar tak habis pikir, kenapa Naruto tidak bosan mengajak Sasuke taruhan padahal dia selalu kalah?
"Dengarkan kata Sakura, Dobe," si Raven menginterupsi, "Cepat ganti bajumu, atau jangan-jangan kau memang suka dengan pakaian itu?" seringai kembali muncul di wajahnya, membuat Naruto bergemeletuk menahan amarah, tapi ia memang harus segera mengganti kimono wanita yang di kenakannya, ia harus segera memakai seragamnya karena sebentar lagi pelajaran akan dimulai. Dengan cepat Naruto berjalan menuju toilet yang ada di samping kelasnya.
"Haha dasar Dobe." Sasuke langsung tersenyum melihat Naruto yang kepayahan berjalan keluar dengan kimono wanita yang dikenakannya, membuat gadis berambut Bubble gum di samping Sasuke terpana, senyuman tulus itu..
'Ah yang bisa membuat Sasuke begitu memang hanya Naruto..' ucap Sakura dalam hati.
Sementara itu Naruto berjalan dengan terburu-buru menuju toilet, ia harus segera berganti pakaian. Setelah sampai di toilet, ia menatap pantulan dirinya dalam cermin,
"Ggrr.. lihat saja, Teme! Lain kali aku pasti akan mengalahkan mu!" geramnya. Ah benar-benar pantang menyerah. Kejadian seperti pagi ini bukanlah hal yang langka, pemuda Pirang dengan tiga garis tipis di kedua pipinya yang menyerupai kumis kucing itu sudah biasa melakukan hal-hal konyol lainnya karena kalah taruhan dengan Sasuke, sahabat sekaligus rival abadinya. Kemarin, untuk kesekian kalinya, ia menantang Sasuke, kali ini dalam permainan basket, mereka bertanding setelah pelajaran olahraga selesai, yang kalah harus memakai kimono wanita besok pagi, itu juga atas sarannya. Sasuke hanya menyeringai senang menanggapi tantangan dari sahabat sejak kecilnya itu,
"Kau akan menyesal, Dobe." ucap pemuda Raven itu santai.
Dan tentu kalian sudah melihat hasilnya kan? Naruto kalah hanya terpaut satu skor, entah untuk keberapa kalinya, ia harus kembali mempermalukan dirinya sendiri. Pemuda pirang itu kembali menggeram, melucuti kimono wanita yang membalut tubuhnya dan menggantinya dengan seragam KIHS secepat mungkin. Bel masuk sudah berdering dua menit yang lalu, ia harus segera bergegas masuk ke kelas. Semoga saja Ibiki-sensei belum masuk, karena Sensei yang satu itu tidak pernah menerima kata terlambat. Dari pada terlambat, lebih baik tidak sama sekali, begitu katanya.
Naruto berjalan cepat menuju kelasnya. Samar-samar ia mendengar suara Ibiki-sensei yang sedang menjelaskan materi hari ini. Dengan gugup, ia ketuk pintu kayu bergaya Eropa klasik yang berdiri menjulang di hadapannya, dibukanya pelan pintu itu, menimbulkan suara berdecit yang langsung menyita perhatian beberapa penghuni kelas, termasuk Sensei nya tentu saja.
"Excuse me, Sir.." ucap Naruto dengan nada hawatir.
"Cepat duduk, Uzumaki-san," interupsi Ibiki-sensei. "Kau sudah minta obat ke UKS? Aku tidak mau ada muridku yang buang air besar di kelas." lanjutnya, sukses membuat seisi ruangan menjadi riuh, menertawakan si Pirang.
Naruto masih tidak mengerti dengan keadaan yang ada, ia hanya berjalan cepat dan duduk patuh di bangkunya yang ada di deretan terdepan, di tengah-tengah antara Sasuke dan Sakura. Ia mengernyit, sebelum sempat bertanya, gadis Bubble gum yang duduk di sampingnya keburu menjelaskan,
"Tadi saat Ibiki-sensei memanggil namamu, Sasuke mengatakan kau sedang diare dan izin ke toilet." bisiknya.
Pemuda pirang itu melongo, diliriknya Sasuke yang duduk di sampingnya, pemuda bermata onyix itu tak bergeming, bersikap seolah tak terjadi apa-apa,
"Merci, Teme." ucap Naruto dengan senyum lima jarinya, yah walaupun dia jengkel karena alasan konyol yang dibuat Sasuke, tapi setidaknya karena alasan itu Ibiki-sensei memperbolehkannya mengikuti pelajaran. Dan baginya hal itu lebih penting dari apapun.
"Hn."
"Kau tidak tidur, Dobe?" ucap Sasuke pada teman sekamarnya, Sasuke melirik sekilas pada Naruto yang masih sibuk berkutat dengan komputernya, kemudian Sasuke kembali merapikan buku-buku yang ada di meja belajarnya, bersiap untuk tidur. Benar saja, waktu sudah menunjukkan pukul 12.15 malam.
"Nanti saja, aku masih belum selesai." sahut pemuda Pirang yang masih sibuk dengan tugas makalahnya.
"Memang tadi kau kemana saja?" tanya Sasuke, penasaran pada Naruto yang selalu menghilang seusai makan malam dan kembali larut malam. Pemuda Pirang itu baru saja pulang jam sebelas lebih tadi, lebih cepat dari malam sebelumnya, mungkin karena dia harus menyelesaikan tugas makalahnya, sebab biasanya Sasuke bahkan tidak tahu kapan pemuda Pirang itu kembali ke kamar.
"Bukan urusan mu." sahut Naruto, wajahnya terlihat lelah.
"Butuh bantuan?"
"Tidak, sebentar lagi selesai," ucap Naruto acuh, "Tak usah sok baik."
"Hn, aku hanya tidak bisa tidur jika kau terus menyalakan lampunya." Sasuke berdalih, ia berjalan menuju kasurnya, menghempaskan tubuhnya yang sudah pegal-pegal,
"…"
"Hei, Dobe."
"Apa?"
"Mau bertaruh?"
"Huh?" Naruto berbalik menghadap sahabatnya itu, mengernyitkan keningnya, ini adalah kali pertama Sasuke mengajaknya taruhan.
"Siapa.. yang akan tetap bertahan―" gumam pemuda Raven itu, cukup jelas terdengar di telinga Naruto.
"Apa?" si Pirang mengernyit tak mengerti, "Hoi Sasuke!" geramnya tak sabar.
"…"
"Hoi.." Naruto mengenyit, suara napas teratur itu, ah Sasuke sudah tertidur, "Dasar brengsek" umpatnya.
Naruto kembali mengalihkan perhatiannya pada komputer di hadapannya, menyelesaikan tugas makalah Bahasa Perancis yang di berikan oleh Madam Kurenai. Sesekali mulutnya terbuka lebar, menguap.
"Selesai.." desahnya lega, ia regangkan tubuhnya yang terasa pegal. Di tengoknya jam berbentuk katak yang bertengger di atas meja belajarnya, sudah jam dua lebih, ah sudah hampir pagi rupanya.
Ia ayunkan kakinya menuju kasur yang ada di seberang Sasuke, menghempaskan tubuhnya begitu saja. Di tatapnya langit-langit kamar.
"Tentu aku akan bertahan.." gumamnya, tak lama ia pun telah tenggelam ke alam bawah sadarnya.
Sinar mentari sudah bergelayut di cakrawala, sinarnya samar menyusup di antara sela-sela gorden jendela kamar asrama yang dihuni oleh Naruto dan Sasuke. Sibakan si Raven pada gorden berwarna broken white itu membuat sinar matahari merangsek masuk dan menyinari seisi kamar. Menerpa wajah Naruto yang masih terlelap.
"Bangun, Dobe," Sasuke menginterupsi "Aku tidak mau membuatkan mu alasan konyol lagi jika kau terlambat." lanjutnya sambil memakai sepatu pantofelnya.
"Ugh.. Jam berapa sekarang?" sahut Naruto malas, berusaha menutupi wajahnya dari sinar matahari yang menyilaukan. Kepalanya masih terasa pening, kurang tidur.
"Hampir jam tujuh." ucap Sasuke datar.
Naruto berjengit, teduduk seketika. "Kenapa tidak bangunkan aku dari tadi?!" teriaknya sambil bergegas ke kamar mandi.
"Cepat, Dobe," Sasuke menguap bosan. "Mandimu seperti perawan saja." ucapnya asal sambil menenteng ranselnya, bersiap untuk melangkah pergi. Tak lama suara pintu terbuka dan langkah kaki terdengar. Rambut si Pirang menyembul keluar dari balik pintu kamar mandi, sudah rapi dengan seragam KIHS-nya.
"Brengsek! Aku baru masuk kamar mandi tidak lebih dari lima belas menit!" umpat Naruto, dengan segera ia memakai sepatu pantofelnya dan gerakan tangannya terhenti ketika melihat jam katak yang ada di meja belajarnya, jarum jam itu masih menunjukkan pukul setengah tujuh. Ia mengucek matanya beberapa kali, dan jam itu tetap menunjukkan pukul setengah tujuh. "Hoi Sasuke!" teriaknya, tapi pemuda Raven itu sudah menghilang entah kemana "Dasar Brengsek!" umpat Naruto lagi, ia mencoba mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak lupa mencekik Sasuke nanti.
Naruto berjalan pelan menuju lift yang akan mengantarkannya ke kekelas tiga A―ruang kelasnya― yang ada di lantai Lima, dia baru saja mau menekan tombol lift jika saja sebuah suara feminim yang terdengar sedikit familiar tidak menginterupsinya.
"Bonjour, Naruto-san" sapa Ten-ten. Pemuda Pirang itu menoleh untuk melihat gadis bercepol dua yang berjalan menghampirinya. Naruto pernah satu kelas dengan gadis itu selama satu semester saat kelas dua, sebelum ia berhasil naik ke tingkat kelas yang lebih tinggi di semester empat, sementara gadis itu masih saja bertahan di kelas B sampai sekarang, terpaut satu tingkat di bawah Naruto. KIHS memiliki tiga tingkatan sesuai kemampuan siswa-siswinya di setiap kelas, dari kelas yang muridnya biasa-biasa saja (kelas C), peralihan (kelas B), sampai kelas yang muridnya paling pintar (kelas A). Dan pada setiap semester akan ada seleksi apakah murid tersebut dapat bertahan, naik, atau bahkan turun ke tingkat kelas di bawahnya. Karena itulah persaingan di sekolah elit Konoha ini menjadi sangat ketat.
"Yo, Ten-ten," balas pemuda pirang itu sambil memamerkan senyum lima jarinya seperti biasa. "Kau tidak berangkat bersama Neji?" lanjutnya basa-basi.
"Haha iie.. Sudah dua hari ini aku tidak bertemu dengannya." ucap gadis itu sedih.
"Benarkah? Memang dia kemana?" Tanya Naruto sambil memencet tombol lift, mereka memasuki lift bersama.
"Akhir-akhir ini dia bersikap agak aneh.. Apa kau tidak melihatnya Naruto? Kau satu kelas dengannya 'kan?"
"Ah haha.. Iya sih.. Tapi maaf ya, aku tidak tahu.. Soalnya aku tidak terlalu dekat dengannya." jawab Naruto sambil mengusap tengkuknya merasa tidak enak.
Suara denting lift yang menunjukkan mereka sudah sampai di lantai lima otomatis menghentikan percakapan mereka, dengan cepat mereka melangkahkan kakinya keluar.
"Baikalah, kita berpisah disini, tolong sampaikan salamku pada Neji-kun ya, Naruto-san.."
"Oui.." Naruto mengangguk ramah, ditatapnya punggung gadis itu yang menjauh darinya, ia pun berbalik, bergegas menuju kelasnya sebelum bel berbunyi.
Suara riuh dalam kelas terdengar di telinga Naruto, dengan cepat ia memasuki kelas dan menghampiri pemuda bermarga Hyuuga yang duduk di kursi ke enam pada deretan pertama, hm sepertinya Naruto sudah lupa dengan kegiatan mencekik Sasuke yang sudah di agendakannya tadi. Bel masuk berdering samar di antara kebisingan kelas.
"Yo, Neji." sapa pemuda Pirang itu penuh semangat.
"Ada perlu apa, Uzumaki-san?" yang di sapa hanya memandang sinis ke arahnya, merasa terganggu,
"Dapat salam dari Ten-ten." ucap Naruto cepat,
"Oh."
"Kurasa dia merindukan mu, jadi sebaiknya kau segera menemuinya."
"Bukan urusan mu." Neji menatap tajam pemuda Pirang di hadapannya,
"Yah.. Aku cuma memberi saran." Naruto mengangkat bahunya santai kemudian berjalan pelan menuju kursinya. Urusannya dengan pemuda Hyuuga itu sudah selesai.
"Ohayou, Sakura-chan." sapa Naruto pada gadis Bubble gum yang sedari tadi memerhatikannya,
"Ada perlu apa kau dengan Hyuuga-san, Naruto?" tanya gadis itu penasaran. Pasalnya, ini adalah kali pertama ia melihat si Uzumaki berinteraksi dengan pemuda angkuh bermarga Hyuuga itu.
"Kenapa kau begitu ingin tahu?" pemuda Pirang itu mendekatkan wajahnya ke arah Sakura, membuat gadis Bubble gum itu mendelik ke arahnya,
"Mendekat lagi ku pukul kau!" gertak Sakura,
"Oh ya? Sedekat apa? Seperti ini maksud mu?" Naruto semakin mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu, hanya menyisakan jarak kurang dari lima senti di antara mereka, membuat Sakura kelabakan,
"K-kau! menjau―"
BUGH
Sebuah kamus besar Bahasa Perancis baru saja mendarat mulus di kepalanya dengan keras. Anehnya bukan Sakura yang melakukan itu, tapi―
"Temeee! Apa yang kau lakukan, hah!?" bentak Naruto pada empunya buku yang baru saja menimpuknya.
"Berhenti mengganggunya, Dobe." ucap pemuda itu dingin.
"Kenapa? Kau cemburu, huh?!" bentak si Pirang tepat di depan wajah Sasuke,
"Diam lah, Dobe. Kau bisa membuat telingaku tuli." ucapnya tenang. Baru saja Naruto ingin membuka mulutnya kembali saat seorang guru BK masuk ke kelas mereka. Membuat suasana kelas hening seketika. Para siswa langsung duduk di kursinya masing-masing, tak terkecuali Naruto dan Sasuke.
"Selamat pagi, anak-anak." Iruka-sensei menginterupsi menggunaka mikrofon kelas, suaranya beresonansi di speaker kecil yang ada di setiap sudut kelas yang sangat luas itu, memastikan seratus siswa di hadapannya mampu mendengar setiap kata yang di ucapkannya dengan jelas.
"Selamat pagi, Sensei." jawab seluruh siswa dengan serempak.
"Kurenai-sensei tidak bisa hadir pagi ini dan menitipkan padaku tugas yang harus kalian kerjakan hari ini juga," jeda sesaat. "Seperti biasa, akan ada sembilan kelompok yang masing-masing akan di ketuai oleh satu orang dari The Big Ten. Tugas kalian adalah mengaitkan sejarah berdirinya KIHS dengan peristiwa genosida klan Namikaze enam belas tahun yang lalu, dalam Bahasa Perancis tentunya," Iruka-sensei melirik sekilas ke arah Naruto, mencoba mengamati ekspresi pemuda Pirang itu sebelum melanjutkan. "Tugas di kumpulkan dalam bentuk soft file dokumen dan video yang di dalamnya memuat presentasi kalian. Tugas harus di kirim ke email Kurenai-sensei paling lambat saat bel tanda pelajaran Bahasa Perancis selesai. Ada pertanyaan?"
Seorang siswi mengangkat tangan kanannya. "Ya, Yamanaka-san." interupsi Iruka-sensei mempersilahkan gadis itu bersuara.
"Kenapa madam Kurenai berhalangan hadir, sensei? Dan kemarin kami mendapat tugas makalah, kami harus mengumpulkannya di mana?"
"Ah, putranya, sedang sakit, jadi beliau harus menemaninya di rumah sakit," jelasnya, membuat gadis itu mengangguk prihatin. "Dan tugas makalah kalian dapat dikumpulkan di meja Kurenai-sensei. Ada pertanyaan lain?" Tanya guru BK itu lagi. Sekali lagi, pria dengan bekas luka yang melintang dari pipi kanan melewati hidung sampai pipi kirinya itu melirik ke arah Naruto, mengamati ekspresi wajah Naruto yang terliahat datar, "Tidak ada?" tanyanya sekali lagi.
"Sensei." suara itu terdengar dalam dan datar,
"Ya Naruto?" pria itu mengernyit, tidak terbiasa dengan nada suara si pemuda Pirang.
"Izin ke toilet." ucap Naruto singkat.
"Ah baiklah, aku juga sudah mau pergi. Baiklah anak-anak, kerjakan tugas kalian dengan baik, Sensei pergi dulu." ucapnya lagi, di letakkannya mikrofon itu di meja guru kemudian berjalan keluar kelas.
Sasuke dan Sakura menatap punggung Naruto yang berjalan keluar kelas, yang mereka pikirkan sama, ada yang tidak beres dengan pemuda Pirang itu.
Naruto melihat pantulan dirinya dalam cermin, ia memutar keran westafel dan membasuh wajahnya dengan air dingin yang mengalir deras, mencoba untuk menenangkan diri.
"Benar. Tidak ada gunanya memusingkan sejarah bodoh itu. Aku harus bertahan. Aku harus lebih bersabar." desisnya.
Naruto kembali ke kelasnya dengan wajah ceria seperti biasa.
Ia harus menyelesaikan tugasnya dengan baik, 'kan?
EN:
Bonjour : Selamat Pagi (Bahasa Perancis)
Oui : Ya (Bahasa Perancis)
Iie: Tidak (Bahasa Jepang)
Ohayou: selamat pagi (bahasa jepang)
Hai minna-san.. ini adalah fic saya yang pertama, jadi mohon sarannya ya kalo masih banyak typo atau banyak kekurangan. jika minna-san menemukan hal-hal yang rasanya kurang pas, mohon sampaikan pada saya di sertai dengan saran yang membangun. Saya akan sangat menghargainya. Arigatou ne! dan jangan lupa, tinggalkan jejak anda dengan..
REVIEW PLEASE..
