Luhan tahu mencintai seorang Oh Sehun adalah kesalahan. Kesalahan yang tidak bisa ia hindari dan tidak bisa ia perbaiki. Mencintai seorang Oh Sehun adalah impiannya. Kebahagiannya. Mimpinya. Singkat kata mencintai seorang Oh Sehun adalah bagian lain dari jiwanya.

Luhan mencintai Oh Sehun dan ia tidak bisa untuk berhenti mencintai sosok tampan itu barang sedetikpun. Oh Sehun terlalu memukau. Oh Sehun begitu memikat. Oh Sehun bagai laba-laba yang siap menjeratnya. Menjeratnya dengan benang bernama cinta buta yang tidak akan pernah bisa ia lepaskan. Jeratan cinta dengan racun mematikan.

Tiap detik, jam dan waktu yang ia lalui bersama Oh Sehun selalu menorehkan luka pada hatinya. Pada bathinnya. Pada cinta tulusnya. Luhan tahu akan hal itu. Semakin lama ia bersama Oh Sehun maka hatinya akan semakin tersakiti. Semakin dia terikat maka dia tidak akan pernah lepas dari jeratan pesona akan Oh Sehun.

Bagi Luhan mencintai Oh Sehun adalah mimpinya dan itu selalu ia tanamkan dalam pikirannya, dalam alam bawah sadarnya bahwa dia adalah milik seorang Oh Sehun. Seorang Oh Sehun dengan tatapan mata tajam yang memikat. Garis rahang yang tegas. Bibir beracun yang memabukkan tiap ia mencium bibir Luhan. Oh Sehun adalah borgol. Oh Sehun adalah rantai. Oh Sehun adalah jeratan tak nyata tanpa alasan untuk Luhan terus disampingnya, memberikan semua kasih sayangnya, cintanya bahkan tubuhnya pada sosok pria itu.

Walaupun itu menyakitinya.

Namun, apakah Luhan pernah terbesit untuk pergi dari cinta yang menyakitkan ini?

Tidak. Jawabannya adalah tidak. Luhan tidak pernah bisa untuk berhenti mencintai seorang Oh Sehun.

Si mungil itu terlalu memuja Oh Sehun, terlalu mencintainya hingga akalnya bahkan tidak bisa ia gunakan untuk menilai mana yang baik dan tidak. Cinta membutakannya. Membuatnya menjadi sosok yang bergantung pada pria dominan itu. Membuat segala hal yang berhubungan dengan Luhan menjadi mudah untuk Sehun.

Terlalu mudah..

Bahkan ia tidak kuasa menolak untuk mendesah dibawah naungan badan hangat seorang Oh Sehun dimalam panjang mereka. Seperti saat ini misalnya. Si mungil menggeliat penuh sensual dengan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya. Tangan-tangan mungilnya mencengkeram erat bahu pria dominan yang kini tengah menaunginya itu. Membuatnya harus mendesah disetiap hentakkan dari pria dominan itu—Oh Sehun.

Luhan mencengkeram erat bahu kekar nan kokoh itu, menghantarkan kenikmatan yang ia dapat dari setiap tumbukan Oh Sehun didalam dirinya. Membuatnya begitu penuh. Si mungil mendesah lagi, memperkuat cengkramannya pada bahu kekar seorang Oh Sehun ketika ia sudah merasa berada di puncaknya. Menancapkan kuku-kuku tangannya pada lengan si pria itu.

"S-Sehun... Nghh—" itu adalah desahannya yang merengek untuk segara dituntaskan. "A-aku—mmh.."

Mengerti kalau sosok mungilnya itu kini sudah akan mencapai puncaknya, Sehun tersenyum. Mengarahkan jemari tangan kokohnya menyentuh pipi si mungil yang kini basah akan peluhnya. Mengusapkan jemari tangannya pada kulit halus pria cantiknya itu.

"Bersama.."

Si mungil mengangguk dan kemudian membuka mata sayunya yang begitu menggoda. Membuat Sehun harus menahan nafas sesaat ketika mata coklat bening itu menatap tepat kearah manik matanya. Si mungil tersenyum, menyentuhkan jemari tangannya yang terasa begitu lembut dan hangat di wajah Sehun, mengusapnya dan kemudian membawanya mendekat untuk mencuri sebuah ciuman panas lagi dari sosok dominan itu.

Meredam desahan mereka dan erangan si mungil ketika Sehun semakin cepat dan kuat mengarahkan kejantannya pada si mungil, membuat tubuh mungil nan rapuh itu terhentak- seirama dengan tusukannya yang semakin cepat dan dalam dan kemudian membiarkan cairan precum itu keluar didalam diri si mungil.

"terima kasih.." si mungil tersenyum ketika Sehun mengatakan itu. Membuat si mungil kembali mengusap sisi wajah tampan Sehun. "Kau selalu tahu bagaimana membuatku merasa lebih baik saat Soo In membuatku begitu kesal."

Luhan tersenyum, kali ini terlihat berbeda. Mata itu menyiratkan kesan terluka.

"Um.. tak apa.. jangan khawatir. Aku selalu bersamamu.."

Dan sebuah kecupan mendarat di dahi si mungil, menghantarkan kehangatan yang membalut lukanya. Mengikat lukanya, bahkan semakin berdarah. Dadanya sesak. Ia sakit. Namun apakah dia bisa untuk mengatakan yang sejujurnya...

Ia hanya ingin Sehun menjadi miliknya. Satu-satunya. Bukan ia harus berbagi dengan orang lain. Bukan menjadi sebuah rahasia yang tidak bisa terungkap seperti ini.

Namun sesakit apapun Luhan menahan itu... ia tidak akan bisa. Menjadi yang kedua akankah pilihan yang tepat? Tidakkah ia tahu, ia juga terluka. Dirinya yang terluka disini. Yang kedua... atau haruskah ia menyebut dirinya sebagai sebuah persinggahan?


.


Luhan pagi itu bangun dengan mendapati kenyataan yang sama seperti hari-hari sebelumnya. Dia bangun dengan keadaan polos tanpa sehelai benangpun yang menyelimuti tubuhnya dan tanpa Sehun disampingnya.

Si mungil cantik itu tersenyum.

Tidakkah dia terlihat seperti pelacur yang ditinggal setelah melewati malam panas yang menggairahkan?

Sendirian dan itu rasanya sakit...

Itu yang selalu Luhan rasakan ketika ia mendapati kenyataan tentang dirinya yang sendiri karena Sehun meninggalkannya sendiri di apartemennya. Itu terjadi berkali-kali ketika mereka selesai bercinta, paginya Luhan akan menemukan dirinya sendiri karena Sehun sudah bangun lebih dahulu dan Sehun meninggalkannya.

Si mungil mendesah. Membawa tubuhnya yang terasa lengket dengan bau seks yang menguar dari tubuhnya. Membawa tubuhnya untuk mandi dan membuatnya melupakan sesuatu yang kosong dalam dirinya. Kosong atau terluka?

Luhan sadar ia terlalu bodoh dan tidak berani untuk mengambil keputusan. Sering kali ia memikirkan untuk pergi dan melupakan seorang Oh Sehun, mencoba untuk menemukan kebahagiaannya dengan orang lain –mungkin- yang akan Luhan temui di luar sana, namun sekali lagi ia tidak bisa. Ia terlalu takut untuk meninggalkan Oh Sehun. Dan apakah ia bisa?

Membiarkan air dingin menyentuh tubuhnya, membuatnya merasakan rasa dingin yang menusuk kulit putih mulusnya. Membiarkan tetesan air menghapus lukanya. Menghapus semua rasa sakitnya. Kalau bisa biarkan tetesan air dingin menghapus rasa cintanya pada Oh Sehun yang begitu besar itu.

Tubuh mungil yang terguyur lelehan air dingin itu menggigil, meredam isakan tangisnya.

Luhan hanya ingin berhenti terombang-ambing seperti ini.

"Sehun..." bahu itu bergetar karena tangis.


Luhan berjalan menyusuri lorong menuju kampusnya dan tersenyum ketika mata rusanya menemukan Baekhyun yang tengah melambaikan tangan kearahnya. Sosok mungil dengan mata puppy itu tersenyum dan memeluk Luhan dengan eratnya seakan mereka telah terpisah begitu lama.

"Kenapa kemarin tidak masuk?"

Luhan tersenyum. Setidaknya ia masih memiliki sahabat yang baik seperti Baekhyun.

"Aku.. terlalu lelah."

"Dengan Sehun lagi?" si mungil lainnya mencibir, membuat kesan centil dari sana. "Aku tahu kau mencintainya... tapi tidakkah kau sadar kau akan terluka semakin dalam, Lu."

"Aku tidak bisa berhenti—"

"kau hanya tidak mau berhenti.. kau tidak mau mengambil keputusan." Si mungil lain memutar bola matanya malas, "kau tahu, berapa banyak orang yang menginginkan menjadi kekasihmu?" Baekhyun berhenti sejenak untuk menatap sahabat mungilnya itu, "kau cantik, manis, imut dan kau menggemaskan. Kau punya mata yang bagus, apapun yang ada pada dirimu itu bernilai plus.. dan kau menyia-nyiakan itu hanya untuk menjadi selingkuhan seorang Oh Sehun?"

Baekhyun menatap sedih sahabatnya itu. Baekhyun ingat ketika ia pertama kali melihat Luhan saat hari pertama mereka masuk kuliah, Luhan begitu memukau. Ia begitu menarik perhatian. Matanya bersemangat. Senyum yang hangat dan juga wajah yang memikat. Dan kini ia bisa melihat mata indah itu sedikit redup karena kesedihan.

"Maafkan aku.. aku melakukan ini karena karena aku menyayangimu.. maafkan aku.."

"tidak Baekhyun.." Luhan tersenyum, kemudian saling bergenggaman menyusuri lorong menuju kampus mereka.


Itu adalah pemandangan yang Luhan benci ketika ia melihat Sehun dengan Soo In duduk mesra di kantin kampus mereka. Luhan melihat dengan jelas saat Soo In bersandar nyaman di lengan kokoh Sehun dan Sehun tersenyum dengan tangannya yang mengusap lembut penuh sayang pada rambut perempuan dengan rambut sebahu itu.

Kemarin mereka bertengkar dan sekarang sudah lebih baik?

Haruskah Luhan sedih dan kecewa? Atau dia senang karena Sehun tidak bertengkar lagi dengan Soo In?

Luhan menatap sepasang insan itu dengan tatapan yang sedih. Matanya siap memanas dan menangis jika saja sebuah suara itu tidak mengalihkan perhatiannya.

"Boleh duduk disini?"

Luhan mendongakkan matanya ketika ia menemukan sosok pemuda jangkung dan tampan berdiri dihapannya dengan sebuah nampan berisi makan siangnya. Luhan tersenyum, bersikap ramah dan kemudian mengangguk. "kau boleh duduk disini."

"Thanks." Si tampan dengan rambut pirang itu kemudian menjatuhkan dirinya di kursi samping Luhan dan kemudian memberikan senyum. "kau sendiri? Apa aku menganggu?"

Luhan terkesiap. Pandangannya terlalu fokus pada sosok Sehun dengan perempuan itu. "Maaf.. kau tadi bilang apa?"

"Apa aku mengganggu? Kalau iya, aku akan pindah."

Luhan tergagap. Merasa tidak enak. "Tidak sungguh. Aku tidak merasa terganggu sana sekali kok. Kau boleh duduk disini."

"Aku Kris Wu."

"aku—"

"Luhan!" Luhan menoleh kearah samping ketika ia mendengar suara nyaring Baekhyun yang nyaris terdengar oleh seluruh penghuni kantin siang itu tak terkecuali Sehun.

Baekhyun melambaikan tangannya dengan riang dan dibalas lambaian tangan Luhan membuat pemuda yang duduk dihapan Luhan tersenyum ketika ia melihat senyuman di wajah sosok mungil dan manis dihadapannya ini.

"Wah.. siapa?" itu adalah suara Baekhyun ketika ia melihat Kris untuk pertama kali. Ia melihat Kris dengan tatapan kagum dan juga tertarik. Oh siapa yang tidak tertarik melhat pemuda tinggi, tampan, tatapan mata tajam, dan juga stylist—oh Baekhyun yakin dia pasti kaya!—seandainya Baekhyun tidak sadar ia telah memiliki Chanyeol mungkin Baekhyun akan menggaetnya, menjadikannya pacarnya.

"Kris. Aku Kris Wu. Mahasiswa baru pindahan dari Kanada."

Baekhyun dan Luhan terkesiap. Menatap Kris dengan tatapan kagum.

Baekhyun yang terlihat antusias kemudian duduk disamping Luhan setelah sebelumnya ia meletakkan nampan berisi makan siangnya. "Kris, aku Baekhyun. Byun Baekhyun dan dia adalah Luhan. Aku asli dari Korea dan Luhan dari China." Luhan menatap tidak percaya kearah Baekhyun yang kini terlihat seperti pakar jodoh.

"Kau dari China?"

Luhan menggangguk, "Aku dari Beijing."

"Ya Tuhan! Ibuku berdarah China. Senang bertemu denganmu Xiao Lu!"

Xiao Lu.

Luhan tersenyum miris mendengar nama itu. Xiao Lu.. itu adalah panggilan Sehun untuk Luhan.

Sehun..

Mengingat nama itu otomatis membuat dadanya sesak. Ia ingin mengarahkan tatapan matanya kearah Sehun dan kemudian berkata pada Sehun. 'aku tidak suka melihatmu dengan Soo In', namun Luhan sadar. Ia tidak berhak. Luhan sadar apa posisinya untuk Sehun.

"Lu..?"

Luhan menatap Kris dan Baekhyun bergantian sebelum akhirnya tersenyum dan dibalas senyuman dari Kris dan tidak oleh Baekhyun. Baekhyun tahu, Luhan begini karena Sehun. Sehun yang kini bersama dengan perempuan itu.

Baekhyun benci melihat mereka berdua.

Baekhyun tersadar untuk sesaat ketika ia menemukan Luhan dengan Kris yang kini tengah menggobrol dengan Bahasa China yang ia tidak tahu, tapi ketika ia menemukan Luhan tertawa seperti itu, membuat Baekhyun ikut tersenyum.

Mungkinkah Kris bisa menjadi 'penolong' Luhan?

Baekhyun harap begitu.


.


"Sehun-ah!" Soo In memarah ketika ia mendapati Sehun yang kini mengacuhkannya. Soo In tahu jika Sehun berubah menyebalkan setelah mereka dari kantin tadi.

"Pulanglah Soo In. aku ingin sendiri."

"Kau mengusirku?" perempuan itu menatap kekasihnya dengan tatapan tak percaya. Apa dia benar-benar berhadapan dengan Oh Sehun kekasihnya? "Kau ini kenapa, sih? Kau masih marah soal kamarin?"

Sehun mendesah. Suara kekasihnya itu terdengar seperti ribuan lebah yang tengah membuat sarang. Membuat kepalanya berdenyut dan itu benar-benar mengesalkan. Kenapa Soo In tidak bisa selembut Luhan bahkan fakanya Luhan itu seorang namja?

Luhan.

Oh, Sehun mengumpat ketika nama pemuda mungilnya itu terlintas diotaknya. Membuat Soo In menatap Sehun tidak percaya? Apa Sehun mengumpat untuknya?

"Kau masih marah? Aku tahu aku salah, tapi bisa tidak—"

"Soo In!" Sehun menatap Soo In dengan tatapan tajam. dia benar-benar kesal. Ia hanya ingin sendiri kali ini. Kepalanya pusing dan ia kesal. Tapi kenapa Soo In sama sekali tidak bisa mengerti dirinya sama seperti Luhan mengerti dirinya dan memperlakukannya ketika ia kesal?

Luhan.

"Kumohon, tinggalkan aku sebelum aku benar-benar lepas kendali.."

Perempuan itu menatap Sehun dengan tatapan tidak suka; kesal dan merasa ditolak. Perempuan dengan rambut sebahu itu menyambar tas miliknya yang ia lempar ke ranjang Sehun tadi, dan kemudian beranjak dari sana dengan membanting pintu kamar Sehun dengan keras.

Menyisakan dirinya sendiri dengan keheningan yang menyelimuti kamarnya itu, Sehun menjatuhkan dirinya di ranjang miliknya. Mengusap wajahnya dengan frustasi.

Sehun sedang kesal dan alasan kenapa ia kesal saat ini adalah Luhan. Si mungil milik Sehun itu membuat Sehun kesal. Sehun kesal ketika ia melihat Luhan-nya tersenyum dan tertawa dengan lelaki lain begitu lepas selain dengan dirinya. Ia kesal dengan cara Luhan menatap laki-laki tadi dengan tatapan ramah—yang Sehun yakin akan mengundang siapapun ingin merebut Luhan darinya—yang akan meluluhkan siapapun. Tatapan mata memikat itu...

Astaga, Sehun benar-benar….

Kenapa Luhan berani melakukan itu padanya. Tidakkah dia tahu betapa egois dan posesive Sehun ini.

Sehun mengeram, menatap langit-langit kamarnya dan menemukan bayangan Luhan tersenyum. Senyum itu sangat manis dan lembut.

Apapun yang ada pada Luhan itu manis, lembut dan memikat. Itu adalah alasan kenapa Sehun begitu terobsesi pada si mungilnya itu. Ketika ia pertama kali melihatnya di hari pertama kuliah, Luhan tersenyum kearahnya, menyapanya dengan ramah. Mata rusa yang bening itu seakan berbinar dan memikatnya untuk pertama kali.

Luhan begitu lembut dengan pribadi yang hangat, dan Sehun menemukan kenyaman dalam setiap waktu yang ia lalui bersama pemuda dari Beijing itu. Sehun mendapatkan apa yang tidak ada pada Soo In dari Luhan.

Kasih Sayang, Kelembutan, Kehangatan dan juga Kepuasan.

Tapi Sehun tidak bisa meninggalkan Soo In. Hubungannya dengan Soo In sudah terjalin dari mereka tahun pertama di SHS dan dia mencintai Soo In. sangat mencintai Soo In walau kadang kekasihnya itu begitu keras kepala dan menyebalkan.

Sehun mencintai Soo In sebelum akhirnya Luhan datang dan membuatnya bertanya, apakah perasaannya masih sama pada Soo In ?

"Sehun.. apa kau mencintaiku?"

Selintas perkataan Luhan muncul dalam pikirannya. Apakah ia mencintai Luhan? Dan Sehun masih belum menemukan jawaban atas perasaannya. Dan kemudian dia kembali bertanya pada dirinya sendiri, Apakah dia mencintai Luhan... atau tetap hatinya hanya untuk Soo In?


.

.

TBC

.

.


Review, please~


9 Oktober 2015

DeathSugar