Disclaimer: Tsukiuta © Tsukino Production

Warning: AU, typo, OOC. Don't Like, Don't Read! ;)

Summary: [HajiShunYuki] [Family fic] [Black Version] KingdomAU. Fem!shun. Yuki-centric. Yuki hanya ingin tahu seperti apa sosok sesama laki-laki juga bisa menghasilkan anak?

Inspired from: Maleficent (2014), Natsume Yuujinchou.

a/n: Yuki wear stage outfit 2012 here

Written for self satisfaction. Nonprofit purpose.

XoXo-XoXo-XoXo

Schatzi © Kiriya Arecia

XoXo-XoXo-XoXo

Bagi Yuki, sosok yang paling mengagumkan di matanya adalah sang ayah. Hajime Mutsuki. Semua orang pasti berpikiran sama sepertinya. Ayahnya adalah orang nomor satu paling bersahaja dan berwibawa di negerinya. Pemimpin yang dihormati oleh para pejabat, disayangi oleh rakyatnya. Tapi, yang paling menyayangi Hajime sebagai seorang ayah, pastinya, hanya Yuki seorang. Di mata semua orang, Hajime adalah raja yang tegas. Di mata Yuki, ia adalah ayah yang penyayang.

Tentu saja, ada beberapa jajaran orang-orang yang Yuki sayangi. Sosok yang selalu berada di sekitarnya sedari ia masih kecil. Haru—sang advisor, Aoi—pamannya sekaligus sang pangeran, Arata—sang ksatria istana, Koi dan Kakeru yang merupakan staf kerajaan. Juga sahabatnya—Ai, adik kecil dari Koi.

Mengenai ibunya, Yuki tidak pernah mendengar adanya ratu di kerajaan ini. Walaupun demikian, semua orang mengetahui bahwa Yuki adalah tuan putri karena kemiripannya dengan sang ayah. Surai hitam, sorot mata yang tegas, pembawaan yang tenang namun terlihat elegan dan anggun. Jelas akan menjadi gadis yang cantik di masa depan. Mungkin kecantikan itu saja bagian yang ia dapat dari ibunya. Banyak yang berkata seperti itu.

Ibunya tidak tinggal di istana entah karena meninggal atau berpisah dengan ayahnya. Yuki tidak mengetahuinya sama sekali. Ia hanya melihat sebuah cincin di jari manis sang raja, sebuah bukti bahwa seseorang telah memiliki ikatan suci satu sama lain—singkatnya menikah. Sering kali ia menanyakan pada berbagai pihak istana, hanya jawaban tidak memuaskan yang didapat. Untuk anak kecil berumur sembilan tahun, Yuki adalah gadis kecil yang pandai. Ia pernah menyelinap pergi dari istana, menuju ibu kota, Initium. Mendengar cerita berbagai desas-desus tentang tuan putri—dirinya.

Putri kecil yang dibawa Hajime keluar dari Sleeping Forest setelah menghilang selama dua tahun. Sebenarnya kurang tepat dikatakan menghilang—karena Hajime sendiri yang memutuskan untuk pergi ke sana. Ibunya mungkin berasal dari tempat itu. Hanya saja, tidak ada yang tahu bagaimana keadaan wilayah itu. Jarang ada orang yang berhasil keluar dari hutan itu setelah memasukinya. Terkecuali beberapa orang, termasuk ayahnya.

Namun Hajime tidak pernah menceritakan apapun tentang hutan di wilayah barat maupun tentang ibu Yuki secara jelas. Seperti pada masa-masa yang lalu, Sleeping Forest masih menjadi tempat terlarang untuk didatangi. Lebih tepatnya semenjak enam ratus lima puluh tahun yang lalu.

Terlarang. Meskipun kata itu berarti hal yang berbahaya, rasa penasaran Yuki lebih tinggi.

XoXo-XoXo-XoXo

"Oh, itu bunga lili."

Yuki menoleh pada sumber suara, ia mendapati Aoi dan Arata memperhatikan yang ia lakukan di sudut taman bunga istana. Aura ungu mengelilingi sang bunga, Yuki tengah melakukan sihir kecil.

"Aoi-san, Arata-san, selamat siang."

"Selamat siang."

"Apa yang sedang kamu lakukan, hime?" Arata melontarkan pertanyaan.

"Dia patah, jadi aku menghidupkannya lagi. Namun aku malah membuatnya berbunga."

"Sihir yang mengagumkan." Aoi tersenyum kecil. "Kau berbakat dalam ilmu sihir."

"Tapi tidak sehebat ayah."

"Ahaha…" Aoi tertawa ringan, "Jika membandingkan diri dengan ou-sama, itu adalah hal sulit. Tapi aku yakin kau juga akan menjadi sosok hebat nantinya. "

"Sosok hebat yang juga terkenal karena kecantikannya." Tambah Arata. "Lima atau enam tahun lagi hime pasti akan cantik dan sexy—oww!"

"—Arata." Aoi sengaja menjatuhkan dahan lapuk dengan sihirnya hingga menjatuhi kepala Arata.

"Apa? Aku yakin itu yang akan terlihat di masa depan nanti."

"Mungkin aku akan cantik seperti ibuku?"

Sesaat deru angin terdengar, membawa dedaunan kering berjatuhan diantara mereka. Senyap tercipta berkat ucapan Yuki.

Aoi kemudian mengangguk, "Aku yakin begitu."

"Banyak yang berkata demikian padaku."

"Itu tidak benar. Kau pasti akan lebih cantik dari ibumu." Arata mengacungkan jempolnya. "Karena kau putri dari Hajime-sama."

Yuki terkekeh pelan. Terlihat begitu manis. Meskipun ia tahu, baik Aoi dan Arata tentu juga tidak pernah melihat ibunya.

Kala itu Aoi yang memimpin Black Kingdom, saat raja menghilang, meskipun saat itu ia masih terlalu muda untuk duduk mengisi kekosongan kursi tahta. Namun ia dapat melakukannya dengan baik selama dua tahun kepergian raja berkat bantuan dari Haru dan Arata.

Sekarang Aoi dapat melakukan pekerjaannya dengan baik mewakili Hajime dalam hal-hal yang penting selain duduk di kursi tahta, itu bukan hal yang ia inginkan.

"Aku hampir melupakan hal penting—Haru-san menunggumu, hime. Sebentar lagi waktunya untuk belajar, bukan?"

"Itu benar. Aku berniat pergi ke perpustakaan sebelum melihat bunga ini."

"Kalau begitu, sebaiknya kau bergegas."

Yuki mengangguk, menunduk sekilas sebagai izin sebelum pergi meninggalkan mereka berdua.

"Ibunya—aku pun penasaran seberapa cantik wanita yang dapat menaklukkan Hajime-sama." Ujar Arata.

"Aku juga penasaran."Aoi menjawab dengan jujur.

"Tentang kecantikan ibunya?"

Aoi menghela napas pelan. "Tentang banyak hal. Kenapa hanya ou-sama dan Yuki? Banyak hal yang terjadi tanpa aku ketahui, dan aku tidak tahu harus bagaimana menjawab ketika Yuki bertanya."

"Tanpa ibunya, hime telah menjadi gadis yang kuat. Itu berkat kau, Haru-san, dan semua orang yang terus menjaganya, kau tahu itu kan, Aoi."

"Ya, hanya saja, gadis kecil itu pasti sangat ingin tahu tentang ibunya. Dan aku tidak memiliki jawabannya."

Arata berdecak pelan, "Tidak ada yang memilikinya jawabannya selain Hajime-sama."

XoXo-XoXo-XoXo

"Jadi perjanjian damai itulah yang membuat setiap negeri tidak lagi berperang—" Haru menjelaskan dengan panjang lebar sejarah kerajaan. Hal itu selalu terjadi dalam sesi belajar yang dilewati oleh Yuki. "Beberapa wilayah dikembalikan pada negeri pemilik masing-masing."

"Haru-san, kenapa Sleeping Forest tidak dimiliki oleh negeri manapun meskipun itu adalah wilayah yang luas?"

Haru terdiam sejenak, tidak menduga penjelasannya diinterupsi oleh pertanyaan tentang wilayah yang ditakuti oleh sebagian besar orang.

"Itu adalah wilayah berbahaya, yang ditentukan sebagai tempat netral. Tidak sembarangan orang bisa masuk dan keluar seenaknya."

"Apakah ada yang tinggal di sana?"

Haru menyentuh gagang kacamatanya, "Sepengetahuanku ada."

"Termasuk ibuku?"

"Menurut legenda banyak makhluk hidup yang berbeda dengan kita di sana, unicorn, elf, dwarf, pixie, juga hewan langka seperti burung cendrawasih—apa kau tahu, itu adalah burung yang—"

Pada akhirnya ini selalu terjadi ketika ia mempertanyakan tentang ibunya. Pembicaraannya berubah jalur. Kenapa mereka tidak mengatakan saja kalau ibunya sudah meninggal hingga ia tidak penasaran seperti ini.

Yuki mulai meyakini ibunya masih hidup, dan tinggal di Sleeping Forest.

XoXo-XoXo-XoXo

"Apa kau belajar dengan baik?"

Yuki mengangguk, menyenangi elusan pada surainya oleh sang ayah. Ia menunjukkan keahliannya melakukan sihir yang diajarkan oleh Aoi dengan sempurna. Jika ia berhasil menunjukkan sesuatu yang bagus, baik itu tentang nilai ataupun kemampuannya, ia dapat meminta sesuatu pada ayahnya. Yang ingin ia dapatkan hanyalah sedikit demi sedikit cerita tentang ibunya.

"Lalu apa yang kamu inginkan sebagai hadiah? Sepatu baru?"

"Tiga jawaban." Yuki mengacungkan jemarinya.

Mata Hajime menyipit, beberapa orang di sana menahan napas karenanya. Namun Yuki tidak terpengaruh pada hal itu. Tentunya, ia pernah mendapat teguran dan wajah marah dari ayahnya. Hanya terjadi jika ia melakukan kesalahan. Sejauh ini Yuki adalah gadis kecil yang jarang berbuat kesalahan. Ia cukup tahu apa-apa saja yang tidak boleh ia lakukan.

"Satu."

"Baiklah." Yuki berdehem, tingkahnya terlihat lucu untuk anak seusianya, namun matanya terlihat serius. Persis seperti ayahnya.

Apakah ibuku masih hidup?

Yuki ingin menanyakannya. Hanya saja ia yakin itu tidak bagus untuk dibahas di tempat ini, saat para pejabat bangsawan memperhatikan mereka.

"Seperti apa kaa-sama di mata tou-sama?"

Yuki menyadari beberapa pasang mata turut menanti jawaban dari Hajime. Karena pembicaraan tentang ibu Yuki terkesan tabu bagi mereka. Hajime sendiri tampak tidak ingin membahasnya, walau banyak yang menduga-duga hubungannya dengan Sleeping Forest.

"Dia sosok menawan dan baik hati. Ia anggun sepertimu." Hajime mengusap wajah putrinya. "Hanya saja—"

—ia sosok yang penuh kejutan. Sesaat Hajime mengenang masa lalu.

"Hanya saja?"

"Kau lebih mirip denganku."

Yuki harus puas dengan jawaban semacam itu.

Hajime menatapnya tanpa kata-kata terucap; waktu untuk mengetahui semuanya belum tiba.

XoXo-XoXo-XoXo

Yuki merasa sangat gembira dari hari biasanya, pada hari ulang tahun ke sepuluh ia mendapatkan hadiah tak terduga dari Hajime. Benda sederhana, sebuah jepit rambut dengan ornament bunga salju di atasnya. Jelas jepit rambut itu khusus dibuat untuknya. Ia terkesan, ketika ayahnya mengatakan benda itu dulu dibuat oleh sang ibu untuknya. Sesuai dengan namanya.

"Jadi kaa-sama menyayangiku." Gumamnya.

"Tentu saja. Ia sangat mencintaimu."

Yuki menggenggam erat hadiah itu, mendekatkan pada pipinya, "Terima kasih, tou-sama. Ini sangat cantik."

Seperti biasa, Hajime memberi elusan lembut pada surainya.

Hiasan berbentuk bunga salju itu terlihat berkilau ketika terkena cahaya. Benar-benar tampak seperti kristal bening yang dipahat dengan penuh kehati-hatian. Terlihat kontras dengan rambutnya yang hitam legam.

"Terlihat cocok untukmu, Yuki-chan." Ai memuji. Matanya menunjukkan kekaguman. Buku didekapannya beralih pada meja. Ia duduk berseberangan dengan sang tuan putri yang telah menjadi temannya semenjak kecil. Terbiasa menemani, termasuk ke perpustakaan kota hari ini.

"Kau pikir begitu?" Yuki menyentuh hairpinnya, "Tapi aku tidak bisa memakainya terlalu sering. Aku takut kehilangannya."

"Kau bisa memakainya disaat-saat berkesan. Pesta kerajaan atau pertemuan penting." Ai berkomentar sebelum melihat kumpulan buku di hadapan Yuki. Buku-buku yang membahas tentang sihir dan Sleeping Forest.

"Aku ingin ke sana." Yuki mengerti tatapan yang ditujukan Ai padanya setelah melihat buku bacaannya.

"Yang mulia tidak akan mengizinkanmu, Yuki-chan."

Yuki menutup bukunya, menyandarkan punggung pada kursi, "Hal itu sudah jelas. Mereka akan berkata, ini adalah hal yang berbahaya bagi gadis kecil sepertiku."

"Seperti yang kamu katakan Yuki-chan, itu tempat yang berbahaya. Ibuku mengatakan bahwa suatu keajaiban bahwa Hajime-sama dapat kembali dari hutan itu. Beliau tentu tidak ingin hal buruk terjadi padamu."

Yuki memangku wajahnya, membiarkan surai hitam panjangnya yang tergerai di sapa angin hingga helaiannya berantakan. Ia melirik buku yang diambil oleh Ai dari rak buku. Sebuah cerita dimana sang pangeran menyelamatkan tuan putri, kemudian mereka hidup bahagia bersama selamanya. Sepertinya, ibunya bukanlah seorang tuan putri, sehingga mereka tidak bisa bersama.

"Terlalu indah untuk menjadi nyata, ya."

XoXo-XoXo-XoXo

Sebuah acara festival terbesar di Caelum Town—kota sebelah, dijadikan Yuki sebagai alasan agar mendapat izin pergi keluar istana. Mengutarakan pendapat bahwa ia dapat mempelajari berbagai hal-hal baru selama seminggu. Orang dekat yang turut serta menemaninya; Kakeru, Koi juga Ai.

Mereka menikmati festival bersama, hingga perhatian Yuki teralih ketika seorang anak kecil menabraknya sambil menangis. Gadis kecil itu sendirian, membuat Yuki menduga apa yang terjadi padanya. Menanyakan apakah gadis itu terpisah dengan orang tuanya, Yuki mendapatkan anggukan disertai tangis sesegukan.

Tidak perlu waku lama bagi Yuki untuk menemukan orang tua anak itu, dibantu oleh Koi, Kakeru juga Ai. Ibu anak itu sangat berterima kasih padanya sambil memeluk erat putrinya.

Mereka pergi sambil bergandengan tangan.

Ah, itu manis sekali, pikir Yuki.

Ia pun ingin tahu, seperti apa rasanya memegang tangan ibunya.

Irisnya secara tidak sengaja mendapati seekor burung biru yang terbang di langit. Burung itu terlihat indah, namun tidak satupun orang yang menyadarinya. Atau mungkin hanya Yuki saja yang dapat melihatnya. Burung itu terbang rendah di dekatnya dan kemudian menjauh.

Yuki mengikutinya. Menyadari arah yang dituju adalah Sleeping Forest. Yuki memantapkan dirinya sendiri, berdiri di tanah perbatasan hutan barat dan kota Caelum sembari menatap takjub pemandangan dihadapannya. Tumbuhan berduri menjulang tinggi, menghalangi orang luar yang berniat masuk. Seakan memberi tahu bahwa tak diizinkan untuk melangkah lebih jauh dari ini. Meskipun ia jelas melihat burung itu tepat mengarah kemari.

Yuki menyentuh batang pohon berduri, sebuah celah sempit tercipta. Melalui matanya ia melihat pepohonan tinggi besar berduri, dimana cahaya matahari tak dapat menembusnya, gelap, jauh lebih dalam ada lembah yang memanjang dan berkelok, danau-danau kecil, terdengar suara gemerisik air, kicauan burung yang merdu. Hutan dengan bunga-bunga yang tidak di kenalnya. Ada sebuah kastil, di dalam terlihat olehnya seseorang—

"—Yuki!"

Yuki terhenyak. Sekejap penglihatannya tentang keadaan di dalam hutan menghilang. Hanya dirinya masih berdiri menyentuh pohon yang saling melilit menciptakan penghalang besar. Seseorang memegang bahunya. Ia menoleh, mendapati Aoi menatapnya dengan wajah cemas.

"Aoi-san, Arata-san…"

"Bagaimanapun, aku menduga kau akan ke sini." Aoi menghela napas.

"Kita harus kembali ke kota sebelum malam. Ini adalah tempat terlarang." Arata menegaskan. Matanya menatap pohon berduri berbentuk tembok pertahanan.

Aoi menarik tangan Yuki. Menggandengnya menjauhi hutan barat. Mereka bertiga menjauh, namun Yuki masih menatap ke belakang.

Ada seseorang terlihat olehnya di dalam hutan itu.

XoXo-XoXo-XoXo

Aoi dan Yuki duduk berhadapan. Hanya meja yang memberikan jarak. Aoi mengetukkan jarinya pada meja tanpa suara. Jarang bagi Yuki maupun Arata mendapati ekspresi serius Aoi seperti ini, tapi Yuki mengerti kenapa pamannya bersikap seperti ini. Karena ia melakukan hal berbahaya.

"Apa tou-sama yang mengirimmu?"

Tangan Yuki terkepal, meremas rok ungunya. Menunggu jawaban dari Aoi.

"Aku berkata ingin menikmati festival, jadi aku kemari."

"Kami benar-benar berharap kau tidak gegabah seperti itu, hime."

Yuki menunduk, "Maafkan aku. Sungguh, aku hanya ingin tahu sedikit saja tentangnya."

"Jika sampai ou-sama mengetahui hal ini, aku tidak dapat membelamu. Kau tahu itu kan?"

"Bukankah dengan begitu ia mengerti? Betapa aku ingin tahu tentang ibuku?"

"Yuki, ou-sama pasti menceritakannya padamu jika waktunya tiba. Kau perlu bersabar."

XoXo-XoXo-XoXo

Hutan itu tidak mencekam seperti yang Yuki kira ketika ia berada di dalamnya. Rerumputannya hijau, dengan bebungaan yang mekar di sepanjang jalannya. Seperti yang Haru katakan, banyak makhluk unik yang terlihat di sana, atau lebih tepatnya makhluk aneh yang tidak pernah Yuki lihat sebelumnya. Mereka bercahaya dan terbang. Bersinar seperti kunang-kunang, namun dengan warna-warni yang membuat terkesima. Mereka berterbangan menjauh ketika Yuki mendekat. Beberapa makhluk lainnya bersembunyi.

Di ujung jalan, Yuki sampai pada tebing dengan pohon besar tua. Ia berrhenti sejenak, mendapati danau, ada batu-batu besar diantaranya, di tepi-tepinya aneka bunga tumbuh. Langit biru terlihat jelas hingga ia harus menyipitkan mata beberapa saat. Semakin banyak makhluk aneh yang ia lihat. Seperti yang ada di buku, mereka disebut peri.

Jauh di seberang danau, sebuah kastil terlihat.

"Sepertinya kita kedatangan tamu."

Yuki menoleh ke belakang, mendapati seorang pemuda tinggi bersurai putih berdiri. Tangannya berada di belakang punggung, senyumnya lebar, dan mata kehijauannya terlihat bersinar. Di lehernya ada choker hitam terpasang.

"Ini bukan tempat untuk gadis kecil sepertimu, lho. Kau harus pergi sebelum jiwamu tidak dapat kembali lagi ke tubuhmu."

Yuki menatapnya tanpa berkedip, "Meskipun ini cuma mimpi?"

Pemuda itu tertegun beberapa saat, "Mimpi?"

"Ya," gadis itu berucap lirih, "Petang tadi aku dimarahi pamanku, dan ia menyuruhku menenangkan diri di kamar. Aku yakin aku tidur setelahnya."

"Tapi jiwa mu benar-benar berada di sini, gadis kecil." Pemuda itu menunduk memperhatikannya. "Kau pasti memiliki keinginan kuat untuk berkunjung kemari, hingga dapat melewati pohon pelindung, jiwa yang tersesat."

"Pohon pelindung? Tumbuhan berduri itu?"

"Fufufu, mereka adalah benteng hutan ini. Karenanya, tidak sembarang manusia bisa masuk ke hutan ini. Meskipun sejujurnya baru kali ini hanya jiwa saja yang berkunjung kemari."

"Aku tahu itu. Semua orang mengatakan kalau Sleeping Forest adalah hutan terlarang. Namun aku tidak mengerti kenapa. Tempat ini sangat indah."

Iris pemuda itu terlihat sendu. "Justru itulah alasannya."

XoXo-XoXo-XoXo

"Anda sendiri, kenapa ada di tempat ini? Anda siapa?"

"Aku, hm~ peri penjaga hutan ini." Pemuda itu menjentikkan jari kanannya. Terlihat percikan sihir dari tangannya. "Kau bisa memanggilku Shun."

"Kalau begitu, Shun-san bisa membantuku menemukan ibuku?"

"Ibumu, ya~ Aku tidak meyakini ada manusia yang berada di sini selain engkau, gadis kecil."

"Aku yakin ia berada di sini." Yuki berucap tegas. Ia menunduk kemudian, mengangkat gaunnya anggun, "Namaku Yuki. Tuan putri dari Black Kingdom. Ayahandaku, Hajime Mutsuki."

Pemuda itu berjongkok, mendaratkan tangannya pada surai kehitaman Yuki. Mengelusnya pelan, matanya menatap Yuki dengan teduh. "Ah ya, tentu saja aku telah menduga itu, kau begitu mirip dengannya."

"Kau mengenal tou-sama?"

Shun terkekeh pelan, "Seluruh penghuni wilayah ini tentunya mengenal sang paduka."

"Karena tou-san pernah menghilang selama dua tahun di hutan ini, lalu tiba-tiba muncul membawaku ke istana tanpa penjelasan, begitu?"

Pemuda itu berdiri, ia menyentuh pipinya, "Tipikal ou-sama sekali, bersikap seperti itu. Kalian tentu bertanya-tanya apa yang terjadi padanya ketika berada di sini." Ia melirik ke arah Yuki, "Ia benar-benar tidak menceritakan sedikitpun pada putrinya. Dampaknya lebih besar dari yang aku duga."

Iris Yuki menatap pemuda itu penuh tanda tanya.

"Itu tentu karena engkau masih gadis kecil, hime-sama."

"Gadis kecil ini punya rasa ingin tahu yang sangat besar."

"Fufufu, sepertinya demikian."

Tatapan Yuki kemudian mengarah pada kastil di seberang danau. Jemarinya ditujukan ke sana, "Siapa yang tinggal di tempat itu?"

"Itu tempat tinggalku. Di tempat ini hanya ada aku dan mereka saja. Begitulah sedari dahulu."

"Jadi—ibuku tidak ada di sini?"

"Bagaimana jika aku berkata kalau aku adalah ibumu?"

Alis Yuki mengernyit, tidak mempercayainya, "Anda?"

Shun menunjukkan jari manisnya, "Aku meyakini ou-sama memakai cincin yang sama sepertiku."

Memang benar ukirannya sama persis, hingga Yuki terpana, "Eh…"

Setahu Yuki dari yang Haru jelaskan, hanya ketika laki-laki dan perempuan menikah barulah mereka dapat mempunyai anak.

Memangnya sesama laki-laki juga bisa menghasilkan anak?

Itu adalah pemikiran anak kecil berumur sepuluh tahun yang masih pure.

XoXo-XoXo-XoXo

[tbc]

XoXo-XoXo-XoXo

a/n: White vers [kai/mizuki/rui] bisa di baca di ao3 dengan judul yang sama.

Ada yang suka fem!shun nggak? Nggak ada? Aku suka loh :')

Kalteng, 31/03/2018