IN THE NAME OF LOVE
A SasuSaku Fanfiction
Naruto © Masashi Kishimoto
.
.
.
Keduanya sama-sama berada dalam sisi tergelap kehidupannya. Memutuskan untuk menghadapinya bersama, mampukah mereka melaluinya?
.
.
.
.
.
Chapter 1
Sakura melihat dengan seksama ruangan itu. Kamar ini tidak terlalu kecil, lumayan bersih dan punya pencahayaan yang cukup. Ada ruang depan yang menyatu dengan dapur berukuran kecil, kamar tidur lengkap dengan ranjang dan lemari juga kamar mandi dengan bathup dan shower.
"Ada ruang untuk mencuci di lantai bawah, kau bisa mencuci pakaianmu di sana. Kami punya banyak mesin cuci, jadi kau tidak perlu khawatir."
Sakura tersenyum pada Hatake Rin. Wanita pemilik apartemen barunya ini sangat ramah. Tubuhnya kecil dan tidak terlalu tinggi.
"Kurasa, aku menyukai kamar ini, Hatake-san." Ujar Sakura.
"Syukurlah, kalau begitu. Tapi..." Rin terlihat bingung.
"Ada apa?"
"Ano, kalau kau mau menunggu hingga minggu depan, aku bisa memberimu kamar yang lain. Kamar yang jauh lebih baik dari ini."
Sakura mengangkat alis, "Memangnya kenapa?"
"Orang yang tinggal di depan kamarmu, dia sangat... mengganggu. Aku takut kau tidak betah." Rin menggaruk pelipisnya.
Sakura tertawa kecil. Ia menggeleng, "Tak apa, Hatake-san. Aku suka kamar ini."
Rin memandang Sakura khawatir, "Kau yakin?"
"Ya, tentu saja. Kamar ini tidak berhantu, 'kan?"
Rin ikut tertawa mendengar ucapan Sakura. Setelah bernegosiasi mengenai harga dan tenggat waktu pembayaran, Sakura dan Rin kemudian keluar dari kamar tersebut.
Sakura mengamati pintu kamar di depannya, warna pintu itu hitam bukan cokelat seperti kamar lainnya di apartemen ini. Siapa yang tinggal di dalamnya? Mengapa Rin memperingatinya? Sedikit banyak, Sakura penasaran.
Rin menoleh, mendapati Sakura diam di tempatnya. Wanita 30 tahunan itu berjalan menghampiri.
"Sakura?"
Sakura tersadar dari lamunannya, "A-Ah, iya. Maaf, Hatake-san. Aku melamun."
"Tak apa, apa kau baik-baik saja?"
"Hm. Hanya saja, aku ingin bertanya."
"Ya?"
Sakura menunjuk pintu hitam itu, "Sebenarnya siapa yang tinggal di sana?"
Rin tidak ingin Sakura tahu. Ia sudah mencoba menawarkan gadis itu kamar yang lain di minggu depan. Rin tahu Sakura adalah gadis muda baik-baik, sopan dan juga pintar. Ia berusaha memberikan pelayanan terbaik untuknya, tapi toh gadis itu tetap memilih kamar di depan kamarnya.
"Dia..."
Suara dentingan lift terdengar. Seorang pria keluar. Tubuhnya tinggi dan tidak terlalu kurus, kulitnya putih bersih. Pria itu melihat sekilas ke arah Sakura dan Rin. Sakura tersentak melihatnya. Rin memandang tidak suka ke arah pria itu.
"Dia yang tinggal di kamar itu." bisik Rin. "Sebentar, ya?"
Apa? Dia tinggal di apartemen ini? Di depan kamarku?
Rin menghampiri pria itu yang masih sibuk merogoh saku celananya,. Ia tampak cuek saat Rin berdiri di depannya dengan tangan terlipat di dada.
"Hei, Uchiha. Sudah tanggal berapa sekarang? Kapan kau akan bayar sewa?" tanya Rin dengan nada sinis.
"Akan kubayar saat aku sudah punya uang untuk membayarnya." Jawab pria itu.
Suaranya dingin dan datar. Sakura tidak asing dengan suara itu. Tapi, kenapa pria itu sama sekali tidak memberikan reaksi ketika melihatnya? Sakura menghela nafas, harusnya ia tahu. Pria itu memang terkenal masa bodoh dengan sekitarnya.
"Kau ini, bicaralah dengan sopan padaku. Kau ini tinggal di tempatku, tahu?!"
"Aku akan sopan saat kau juga sopan padaku. Permisi."
Pria itu masuk ke dalam kamarnya. Rin terlihat kesal. Sakura hanya tersenyum. Tinggal di kamar yang berseberangan dengan Uchiha Sasuke, Sakura tidak pernah menyangka itu akan terjadi. Ya, tidak ada yang bisa dilakukannya. Setidaknya Sakura sudah tahu seperti apa Sasuke itu.
Kuliah terakhirnya selesai, Sakura menoleh ke belakang lalu merapikan buku-bukunya dengan tergesa. Ia melangkah dengan cepat. Agak sulit berjalan di kondisi ramai seperti sekarang―jam pulang kuliah.
"Uchiha-san!"
Panggilnya. Sasuke berjalan lebih cepat dari Sakura. Pria itu seperti memiliki kemampuan menembus orang lain. Sakura memutuskan untuk sedikit berlari mengejar Sasuke.
"Uchiha-san, tunggu!"
Sasuke berhenti kemudian berbalik, ia menatap datar pada Sakura. Gadis itu berdiri di depannya dengan nafas tersengal.
"Ada apa?" tanyanya.
"Ah, tidak. Aku hanya ingin memberitahu, mulai hari ini aku akan tinggal di depan kamarmu. Kita akan menjadi tetangga, jadi aku mohon bantuanmu." Sakura tersenyum lalu membungkuk.
Sasuke menarik sebelah sudut bibirnya, "Tidak perlu repot-repot, aku tidak akan mengganggumu."
"Eh?"
Sasuke memutar mata. Gadis ini, apa yang dipikirkannya? Untuk apa berlari mengejarnya hanya untuk mengatakan hal seperti itu? Tidak ada yang peduli pada pecundang sepertinya. Sikap Sakura membuat Sasuke risih.
"Jika tidak ada lagi yang mau kau bicarakan, aku harus pergi."
Sakura bingung dan hanya mengangguk sambil melihat Sasuke yang berjalan meninggalkannya. Pria ini, kenapa dia sangat dingin? Sakura hanya mencoba untuk bersikap baik dan menjalin pertemanan dengannya. Astaga, mereka akan menjadi tetangga!
Sakura melihat jam di ponselnya kemudian bergegas pergi. Setelah kuliah, Sakura masih harus bekerja sebagai guru di tempat les anak-anak usia Sekolah Dasar. Sakura tinggal berjauhan dengan kedua orang tua dan kakak laki-lakinya, mereka tinggal di Kumamoto sedang Sakura tinggal di Tokyo.
Jauh dari keluarga tidak membuat Sakura gentar. Gadis 20 tahun ini nyatanya mampu bertahan. Ia kuliah lalu bekerja, uang bulanan yang dikirim orang tuanya ditabung untuk digunakan dalam kondisi penting. Sakura dikenal sebagai gadis yang ceria, pintar, sopan dan baik. Benar-benar positif.
"Sakura, ini ambilah."
Sakura mendongak, ia tengah merapikan meja dan kursi setelah pekerjaannya usai. Jam kerja Sakura selesai pada pukul 06.00 petang.
"Apa ini, Hinata?" Sakura menerima kotak kardus yang diberikan temannya.
"Itu udang goreng dan ada sushi juga. Orang tua Shikadai yang memberinya. Semua guru di sini dapat, itu jatahmu." Jawab Hinata. Gadis berponi itu tersenyum.
Sakura terlihat senang, "Benarkah?" Tanya Sakura, Hinata mengangguk. "Wah, terima kasih, Hinata!"
Hinata tertawa lalu ia membantu Sakura membereskan ruang kelas. Sakura berpamitan beberapa saat kemudian. Ia sudah tidak sabar untuk memakan udang goreng dan juga sushi. Sudah lama rasanya ia tidak makan sushi.
Tiba-tiba sesuatu terlintas di pikirannya.
Mungkin tidak ada salahnya jika aku berbagi.
Setelah meyakinkan hatinya, Sakura mulai membagi udang goreng dan juga sushi ke atas piring setelah ia sampai di kamarnya. Hirupan dan helaan nafas mengiringi langkah kakinya. Ia berdiri di depan pintu hitam itu.
Ketukan pertama. Hati Sakura berdebar. Bukan karena siapa yang tinggal di balik pintu itu, tapi lebih ke reaksi apa yang akan diterimanya.
Ketukan kedua. Sakura mulai goyah. Mungkin sudah terlalu malam, pikirnya. Tapi ini belum jam 10. Mungkin dia tidak di kamarnya. Pertanyaan terus memenuhi kepala Sakura.
Ketukan ke―
"Ya?"
Uchiha Sasuke membuka pintu kamarnya. Sakura sempat kaget tapi ia berusaha mengendalikan dirinya. Sakura tersenyum dan menyapa.
"Halo, Uchiha-san. Maaf mengganggu malam-malam, aku... um, hanya ingin menanyakan apa kau sudah makan malam?"
Sebelah alis Sasuke terangkat, "Hn?"
"Maksudku, aku punya udang goreng dan juga sushi. Aku tidak yakin bisa menghabiskannya, mau membantuku?"
Sakura memberikan piring yang dibawanya. Sasuke lebih dulu membuka kain penutup di atasnya, lalu ia menggeleng.
"Tidak, terima kasih."
"Kenapa? Ini enak. Kau sudah makan, ya?"
Sasuke diam sejenak. Ia menatap wajah Sakura. Kenapa gadis ini terus menganggunya? Belum cukup menyapanya di kampus, sekarang ia memberikan Sasuke makanan. Benar-benar menjengkelkan.
"Aku tidak lapar."
"Benarkah?" Sakura sedikit kecewa tapi kemudian ia tersenyum lagi, "Kau bisa menyimpannya di lemari es untuk sarapan besok pagi. Kau tinggal menghangatkannya, 'kan?"
"Aku tidak suka sushi." Jawab Sasuke datar. Ia berusaha 'mengusir' Sakura pergi.
"Tapi, bukankah semua orang suka sushi? Kau―"
"Kubilang aku tidak suka, kenapa kau keras kepala sekali?!" Sasuke sedikit berteriak. Sakura terkesiap. Ia mundur selangkah, "Aku sibuk, jangan menggangguku."
BRUUKK!
Sasuke membanting pintu kamarnya. Sakura meringis. Pria itu kasar sekali, pikirnya. Sakura berusaha bersikap baik padanya, walaupun ia sedikit kesal karena makanannya di tolak tapi sykurlah Sakura tidak merasa sakit hati.
"Ya, baiklah. Terserah kau saja." Ujarnya keras.
Perkuliahan telah berlangsung selama 15 menit dan Sasuke baru saja memasuki ruang kelas. Tidak ada yang heran dengan kebiasaannya itu. Ia memang dikenal sebagai mahasiswa yang malas dan sangat anti-sosial. Tidak banyak yang mau berteman dengannya, selain Naruto. Semua orang di kampus menganggap Sasuke sebagai pria payah dan tidak bisa diandalkan.
Sasuke mengabaikan senyum Sakura saat melewati gadis itu. Ia berjalan dengan santai menuju kursi di barisan belakang.
"Sesekali tidak ada salahnya datang tepat waktu, teme."
Sasuke juga mengabaikan ucapan Naruto. Bocah bekulit tan itu hanya menggelengkan kepala―hapal dengan sifat Sasuke.
"Ini, salinan catatanku. Ujian akhir tinggal satu bulan lagi, jangan sampai gagal. Ingat, kau hutang foto bersama denganku di hari kelulusan nanti." Lanjut Naruto sambil menyodorkan beberapa lembar kertas.
"Terima kasih, dobe."
"Ya, sekarang cobalah untuk fokus dan berhenti memikirkan hal lain."
"Hn."
Sasuke bersyukur memiliki Naruto. Setidaknya perhatian yang diberikan Naruto tidak berlebihan dan mengganggu. Tidak seperti... gadis itu. Yang selalu datang tepat waktu dan duduk di barisan depan. Gadis yang selalu mengangkat tangan ketika dosen bertanya.
Haruno Sakura.
Belum satu minggu dan gadis itu sudah mengganggunya.
"Nah, adakah diantara kalian yang bisa menjelaskan mengenai Zaman Nara?"
Hashirama sensei bertanya, semua mahasiswa diam. Beberapa detik berlalu dan masih tidak ada yang menjawab kemudian ada satu orang yang akhirnya...
"Ya, silahkan, Haruno-san."
...menjawab. Sasuke memutar mata. Benar, 'kan?
"Zaman Nara di Jepang berlangsung sekitar tahun 710 masehi sampai 794 masehi. Pada tahun 710, Kaisar Gemmei mengeluarkan perintah kekaisaran yang memindahkan Ibukota ke Heijō-kyō yang sekarang bernama Nara. Sepanjang zaman Nara, perkembangan politik sangat terbatas. Anggota keluarga kekaisaran berebut kekuasaan dengan biksu dan bangsawan, termasuk dengan klan Fujiwara. Penulisan sejarah Jepang berpuncak pada awal abad ke-8 dengan selesainya penyusunan kronik Kojiki di tahun 712 masehi dan Nihon Shoki tahun 720 masehi. Dalam kedua buku sejarah tersebut dikisahkan sejarah Jepang mulai dari awal sejak zaman mitologi Jepang. Di dalamnya ditulis tentang pendirian Jepang pada tahun 660 sebelum masehi oleh Kaisar Jimmu yang keturunan langsung dari Amaterasu."
Penjelasan panjang Sakura membuat beberapa mahasiswa mengangguk-anggukan kepala. Beberapa dari mereka bertambah kagum padanya. Gadis yang tinggal jauh dari keluarganya dan harus kerja sambilan, masih mampu belajar dengan baik. Bahkan memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
"Bagus sekali, Haruno-san. Akan kumasukan sebagai nilai tambahan di ujianmu nanti."
"Terima kasih, Hashirama-sensei."
Sasuke mendengus. Meski membelakanginya, ia tahu Sakura pasti sedang tersenyum sekarang. Terlebih beberapa mahasiswa lain memandangnya kagum.
"Sakura itu, dia benar-benar pintar ya? Mungkin sesekali aku harus belajar dengannya, dia mungkin bisa menjelaskan beberapa bagian yang tidak aku mengerti." Ujar Naruto.
"Hn." Jawab Sasuke singkat.
"Nah, kau juga mungkin sebaiknya ikut." Naruto merentangkan tangannya saat Hashirama sensei mengakhiri kelas dan keluar ruangan, "Oh, bukankah kau bilang Sakura tinggal di apartemen yang sama denganmu sekarang? Kau bisa sering belajar bersama dengannya."
Sasuke menggeleng, "Tidak."
"Eh? Kenapa?"
Gadis itu berisik. Gadis itu selalu tersenyum. Gadis itu sok perhatian.
"Aku sibuk."
Naruto menghela nafas, "Sudah waktunya untuk melupakan masa lalu, Sasuke." Pria dengan rambut kuning terang itu menepuk bahu sahabatnya, "Yosh, aku duluan. Aku janji menemani ibuku belanja. Haaaaaaaahh, menyebalkan!"
Sasuke tertawa kecil mendengar ucapan Naruto. Ia masih tertawa saat Naruto berjalan keluar sambil mengomel hingga beberapa mahasiswa lain yang masih berada di ruangan bertanya. Sialnya, pada saat itulah matanya bertemu dengan mata Sakura.
Gadis itu melihatnya dengan emerald yang membulat. Sasuke langsung menghilangkan senyum di wajahnya dan kembali memasang ekspresi datarnya. Dengan langkah cepat, ia meninggalkan ruangan.
"Uchiha-san! Tunggu!"
Tidak. Jangan.
"Uchiha-san!"
Berhenti mengejar.
"Uchiha! Sasuke!"
Tunggu.
Sasuke berbalik. Gadis itu terengah-engah. Rambut pink sebahunya tampak berantakan tertiup angin. Kenapa gadis itu selalu mengejarnya?
"Akhirnya kau berhenti juga." Ujar Sakura, masih dengan nafas yang tidak beraturan.
"Kau memanggilku apa tadi?" tanya Sasuke.
"Hm? Aku memanggil namamu." Jawab Sakura bingung.
"Iya, aku tahu. Namaku. Kau memanggil namaku apa?"
Sakura berkedip beberapa kali. Sasuke menatapnya tanpa berkedip. Sakura mulai takut. Ia mencoba mengingat ucapan apa yang keluar dari mulutnya.
"Uchiha. Aku memanggilmu, Uchiha." Ujar Sakura hati-hati.
Sasuke diam. Ia yakin dengan pendengarannya. Gadis ini, Sakura, memanggilnya dengan nama kecilnya. Sasuke. Tidak ada lagi―selain Naruto―yang memanggilnya 'Sasuke' setelah kejadian itu. Setelah semua orang menarik diri darinya.
"Oh."
Keduanya terdiam beberapa saat. Sakura mengamati wajah Sasuke yang tertunduk dan sedikit murung. Ya, pria ini memang selalu tampak seperti itu tapi kali ini ekspresinya lain.
"Ada apa lagi?" Sasuke yang bertanya.
"Eh?" Sakura hanya tersenyum canggung ketika Sasuke balik menatapnya.
"Kenapa kau selalu memanggilku? Kenapa kau selalu menggangguku?"
"O-Oh, maaf. Aku tidak bermaksud begitu." Sakura membungkukkan badan beberapa kali, "Aku hanya ingin tahu, siapa tahu kau berubah pikiran. Um... Aku masih menyimpan udang goreng dan juga sushi untukmu." Ujar Sakura yang selalu disertai senyum. Dan nada yang ramah, tentu saja.
Sasuke mulai tersulut. Ia mendengus, "Bukankah sudah kukatakan aku tidak suka sushi?"
"Kau orang Jepang, 'kan? Mana mungkin kau tidak suka sushi."
Sasuke memijat pangkal hidungnya. "Dengar, kau mungkin pintar dan tahu tentang Zaman Nara. Tapi, kau tidak tahu apa-apa tentang aku."
"Kalau begitu, maukah kau memberi tahu?"
Sasuke menautkan alis. Ia dan Sakura saling berpandangan. Ucapannya seperti memiliki seribu makna. Tapi, tidak ada yang aneh dengan Sakura.
"Kenapa ingin tahu?" Sasuke balik bertanya.
Lagi-lagi, baik Sasuke atau Sakura terdiam. Entah kenapa pembicaraan ini menjadi ambigu. Sakura dan segala daya tariknya yang mampu membuatnya menjadi pusat perhatian, adalah hal yang paling dihindari Sasuke. Ia senang dengan kesendirian dan kesunyian.
Ia terbiasa.
Saku celana Sasuke bergetar. Ada panggilan masuk. Nama seseorang yang dikenal Sasuke terteradi layar.
"Halo?" Sasuke diam sejenak, "Ya, baiklah. Aku kesana. Maaf." Pembicaraan usai dan Sasuke kembali melihat Sakura, "Jangan pernah menggangguku dan jangan pernah memanggil aku lagi." ujarnya lalu pergi.
Sakura hanya diam, matanya membulat dan mulutnya terbuka mendengar ucapan ketus Sasuke. Ia tidak mengerti mengapa Sasuke begitu dingin dan membencinya. Mereka bahkan jarang bertegur sapa sebelumnya.
Sakura sedikit berteriak, "Bagaimana jika ada hal penting, Uchiha?! Aku boleh 'kan memanggilmu? Hei, Uchiha!"
Dan Sasuke terus berjalan dengan perasaan kesal.
Dasar bodoh.
"Gajimu bulan ini."
Asuma kembali menghisap rokoknya sambil terus menggosok barang-barang antik miliknya―patung, vas bunga, cincin. Ia menyodorkan amplop coklat itu pada Sasuke yang duduk di depannya.
"Aku kurangi sedikit untuk membayar hutangmu padaku." Lanjutnya.
Sasuke mengambil amplop tersebut dan membukanya. Menghitung jumlah uang di dalamnya tanpa mengeluarkannya. Ia menghela nafas sejenak.
"Ini bahkan tidak ada separuhnya." Ujar Sasuke.
Asuma menekan dan memutar ujung rokoknya di asbak, "Lalu?"
"Seharusnya aku menerima sedikit lebih banyak dari ini." Sasuke menatap tajam pada atasannya di SPBU tempatnya bekerja itu.
Asuma tertawa remeh, ia balik menatap Sasuke. "Seharusnya katamu? Dengar, bocah, seharusnya kau membayar hutangmu padaku. Sudah bagus aku masih memberimu gaji. Kau ini berlagak seperti orang kaya, kau pikir berapa hutangmu?"
"Tapi, aku selalu datang tepat waktu dan tidak pernah libur." Jawab Sasuke datar.
"Itu memang kewajibanmu. Kau bekerja disini, di tempatku."
"Aku sudah penuhi kewajibanku. Giliranmu memenuhi kewajibanmu."
Asuma memandang Sasuke sebal. Ia berdiri kemudian dengan gerakan cepat menarik kerah kaus Sasuke. "Sopanlah sedikit, aku ini atasanmu! Kau berhutang padaku!"
Sasuke mendorong Asuma hingga jatuh terduduk di kursinya. Ia mengambil amplop coklat gajinya lalu melemparnya tepat ke arah wajah pria itu. Asuma terkejut dengan perlakuan Sasuke.
"Ambil uangmu. Aku berhenti."
Dengan tenang Sasuke keluar dari ruang kerja mantan atasannya itu. Tidak memedulikan teriakan Asuma yang berisi penghinaan, umpatan dan cacian untuknya. Ia sudah sering mendengar hal semacam itu.
Sasuke memutuskan berhenti sejenak dan duduk di kursi taman. Memandangi Tokyo yang gemerlap cahaya dan penuh orang berlalu lalang. Ia harus meminta maaf pada Naruto. Lagi-lagi ia gagal, padahal Naruto mencarikan pekerjaan ini untuknya.
Ia tahu ia selalu gagal. Sejak itu, ia selalu gagal.
"Aaaaarrrrggghhh!"
Sasuke mengusap-usap kasar kepalanya. Bayang-bayang dari masa lalu masih terus menghantuinya. Tidak peduli berapa kali ia mencoba melangkah, mencoba melupakan, mencoba berkata 'aku baik-baik saja'.
"Aku mencintaimu, Sasuke-kun."
Sasuke terkesiap. Kepalanya berdenyut hebat. Tiba-tiba semuanya terjadi begitu cepat dan tanpa disadarinya, Sasuke masuk ke sebuah klub. Duduk di kursi bar. Beberapa wanita dengan pakaian minim menatap nakal padanya.
"Ingin minum sesuatu, Tuan?"
Bartender bertanya dan Sasuke mengangguk. Ia menyebut salah satu jenis minuman. Sasuke langsung meminum minuman pesanannya saat si bartender memberikannya. Ia terus minum dan minum. Berharap ini adalah cara terakhir untuk lepas dari bayang-bayang itu.
Sakura menekan tombol lift. Ia menatap keranjang pakaian yang dibawanya. Kuliah dan bekerja membuatnya sibuk dan tidak memiliki waktu untuk mencuci. Malam hari adalah satu-satunya waktu kosong yang dimilikinya.
Ting!
Pintu lift terbuka. Sakura kaget melihat seseorang di dalamnya. Uchiha Sasuke. Pria itu tampak berantakan. Pakaiannya kusut, rambutnya acak-acakan dan wajahnya merah.
"Uchiha-san, kau baik-baik saja?" tanya Sakura.
Sasuke berjalan dengan gontai ke arahnya. Ia mendorong bahu Sakura dengan tangan kanannya lalu mendengus.
"Minggir, kau menghalangi jalanku."
Meskipun ia terkesan 'baik-baik' tapi Sakura tidaklah polos. Ia tahu bau apa yang keluar dari mulut Sasuke. Ini alkohol.
"Kau mabuk." Ujar Sakura.
"Apa pedulimu?!"
Sasuke melewati Sakura. Beberapa kali ia terjatuh, terkadang ia harus meniti dinding untuk berjalan. Sakura masih diam di tempat. Ia ingin menolong Sasuke tapi ia ragu. Sakura takut Sasuke akan melakukan kekerasan padanya, pria itu sedang mabuk.
Sasuke terbatuk. Kadang tertawa lalu mengumpat. Pria itu lalu kehilangan keseimbangannya dan terja―
"Hei, apa yang kau lakukan?!"
"Biar aku membantumu berjalan."
Sakura meletakan tangan kiri Sasuke dibahunya. Memapah pria itu yang berusaha mendorongnya kembali. Tapi, Sakura menggeleng.
"Tidak, Uchiha-san. Aku tidak bermaksud mengganggumu. Aku hanya ingin membantu." Lanjut Sakura.
"Aku tidak butuh bantuanmu. Minggir!"
Sasuke sedikit berteriak. Beberapa detik kemudian tubuhnya limbung dan ia hampir terjatuh lagi jika Sakura tidak menahannya. Gadis yang ukuran tubuhnya jauh lebih kecil dari Sasuke itu berusaha keras menolong Sasuke berjalan menuju kamarnya.
"Aku tidak ingin mengingatmu lagi, berengsek!"
Sakura diam mendengar Sasuke meracau. Ia meringis menahan beban tubuh Sasuke. Sakura terus menarik pria itu hingga berada tepat di depan pintu hitam itu.
"Uchiha-san, dimana kunci kamarmu?" tanya Sakura.
"Pergi! Aku ingin bebas, berhenti mengejarku. Sialan!"
Ini gawat, Sasuke masih meracau. Sakura mencoba menepuk pipi pria berpostur 182cm tersebut. Tapi, Sasuke hanya bergumam sambil memejamkan mata.
Tidak ada jalan lain, pikir Sakura.
"Maafkan aku, Uchiha-san."
Sakura mendudukan tubuh Sasuke yang semakin kehilangan kesadaran di lantai, bersandar pada dinding di sebelah pintu kamarnya. Ia mulai meraba pria itu. Merogoh setiap saku. Di kaus, jaket dancelana.
Nihil.
Sakura berpikir keras. Mungkinkah Sasuke menyimpan kuncinya dibawah keset? Ternyata tidak. Sakura mulai putus asa, ia menghela nafas.
Oh, masih ada satu tempat!
Saku celana bagian belakang. Tapi, bagaimana mengambilnya? Sakura tidak banyak berpikir. Dengan hati-hati, ia menarik tubuh Sasuke lalu memasukan tangannya ke saku celana belakang.
Ia sadar posisi ini. Sakura sadar ia seperti sedang memeluk Sasuke. Kepala pria itu ada di bahunya. Helaan nafas Sasuke terasa hangat di lehernya.
"Yang benar saja." Ujar Sakura.
Dapat! Syukurlah, kunci itu benar ada disana. Setelah memasukan kunci dan memutarnya, Sakura kembali membantu Sasuke berdiri. Ia membuka pintu kamar itu. Tanpa sadar Sakura berdebar.
Aku masuk ke kamar ini.
Kamar Uchiha Sasuke sungguh di luar dugaan. Kamar ini berantakan. Ada sampah kaleng minuman, botol plastik dan bungkus makanan yang berserakan. Gordennya tertutup. Kamar ini gelap dan dingin.
Sakura menidurkan Sasuke di sofa. Ia menutup mulut dengan tangannya. Ia merasa miris. Sasuke hidup di kamar seperti ini, bagaimana bisa? Sakura menatap Sasuke. Pria itu tidur walau sesekali mulutnya masih saja meracau.
"Pergi. Jangan menggangguku lagi."
Seberapa berat hidupmu, Sasuke?
Maybe we're perfect strangers
Maybe it's not forever
Maybe we'll walk away
Maybe we'll realize
We're only human
Maybe we don't need no reason
(Jonas Blue feat. JP Cooper - Perfect Strangers)
To Be Continue...
Halooo~ Aku kembali dengan ide baru. Hohoho.. Maaf untuk RUN TO ME yang belum bisa di update, karena tiba-tiba ide cerita ini terlintas di kepala aku.. Tapi, aku akan berusaha menyelesaikan RUN TO ME kok ;)
Yosh, aku butuh pendapat kalian mengenai cerita ini.. Sankyuu, minna! :D
Jaa~
