Title: I'll Never Forget You
Genre: Romance, Angst
Pairing: IchiRuki
Summary: Semenjak perang terakhir, Rukia menetap di Soul Society dengan harapan suatu saat akan kembali ke Karakura, bertemu dengan Ichigo. Namun ketika ia kembali, Rukia tidak pernah membayangkan hal ini akan terjadi..
Disclaimer: Tite Kubo's. Plot punya saya, Renji Ichi Ruki, dll cuma saya pinjem.
Renji: KEMBALIKAN GUE KE SOUL SOCIETY. Gue mau diapain inii…
Author: Halah jadi figuran doang. Udah nggak apa-apa kamu main ke dunia manusia bentar. Nanti aku belikan tiket keliling Rusia deh.
Renji: ….. deal.
.
Oh iya, siapin kotak tissue dan lebih bagus lagi sambil dengerin Birdy – I'll Never Forget You. Maap kalo Ichigo agak OOC hehehe makasih.
Enjoy!
CHAPTER 1: Forgotten
.
"Nona Rukia Kuchiki ?"
…
"Kau boleh pergi."
Ketika para tetua Soul Society akhirnya mengabulkan permintaan Rukia untuk tetap tinggal di Karakura, Rukia hanya tersenyum kecil, berterima kasih dan berjalan keluar dengan tenang dari ruangan yang tampak seperti ruang pengadilan tersebut. Rukia ingat dulu orang-orang tua (atau mungkin lebih tepatnya roh. Roh-roh tua ?) itu tidak langsung percaya, bahkan melarang ketika Rukia mengajukan permintaan tersebut. Namun kemarin, gadis berambut gelap tersebut diberi tahu tentang keputusan final dewan tinggi setelah beberapa bulan permintaannya itu ditolak.
Amatilah sosok Rukia ini lebih teliti. Kau bisa melihat kebahagiaan yang tak dapat terdeskripsikan memancar dari sorot matanya. Tidak begitu kentara memang, tapi ada.
Ichigo. Ichigo. Ichigo. Ichigo.
Begitu terus batinnya berteriak senang sambil segera bersiap-siap meninggalkan Soul Society. Betapa rindunya Rukia mengejek-ejek pemuda berambut jeruk itu hingga puas. Atau mendengarkan pertengkaran Ichigo dan Isshin di pagi hari. Atau melihat Ichigo kesal. Kalau dipikir-pikir, rasanya ia juga rindu memakan masakan Yuzu meski Rukia jarang merasa lapar.
Rukia rindu menjadi bagian dari kehidupan Ichigo.
"Rukia!" seseorang memanggil namanya dari kejauhan. Abarai Renji. Ia terengah-engah begitu sampai di tempat Rukia berdiri. "Kau benar-benar ingin meninggalkan Soul Society?"
Rukia tersenyum dan mengangguk semangat. Pemuda berambut merah tersebut menggigit bibir ragu. "Apakah kau akan kembali lagi?"
"Aku tidak tahu."
"Dengan siapa kau nanti tinggal? Ichigo?"
"Ya."
"Kau yakin?"
"Bukan urusanmu. Kau kok kepo sekali, sih?"
"Uhm, oke."
Hening sejenak.
"Rukia, kalau-kalau kau ingin kembali ke Soul Society, ketahuilah bahwa kami selalu menyambutmu dengan tangan terbuka."
Rukia menatap temannya itu dengan sebelah alis terangkat. "Aku akan ingat itu."
Ketika Renji memejamkan mata barang sedetik, gadis bertubuh kecil itu sudah tidak ada.
-I'll Never Forget You-
Sebelum keluar dari Soul Society, entah bagaimana caranya Rukia telah mendapatkan tubuh manusia miliknya. Ia ingin bertanya mengapa tidak langsung di toko Urahara saja, namun Rukia hanya diam.
Hanya ada satu nama di pikiran Rukia yang menjadi fokus utamanya saat ini.
.
-I'll Never Forget You-
"Ichigo."
Yang namanya dipanggil rupanya tidak mendengar. Badan tingginya menghadap dapur, membelakangi Rukia. Samar-samar tercium bau sup jamur yang dibuat pemuda tersebut. Mungkin Ichigo terlalu fokus memotong-motong sayurannya. Mungkin Rukia saja yang berkata terlalu pelan. Ah, terlalu banyak mungkin. Tersenyum gadis itu dengan napas tertahan. Perasaannya penuh hingga dadanya terasa sesak.
"Baka Ichigo!" diulanginya sekali lagi, kali ini lebih lantang.
Suara pisau yang digunakan Ichigo memotong sayur berhenti. Punggung yang awalnya rileks kini menegang. Ketika ia menoleh perlahan, ditemukannya gadis yang selama ini tidak pernah absen dari pikirannya.
Beberapa detik berlalu tanpa adanya suara.
Kedua mata cokelat itu terlihat bingung, kemudian terkejut, lalu sesuatu yang lain. "R-Rukia?"
"Aku kembali, Ichigo!" Rukia tersenyum lebar, ia hampir tertawa senang. Kedua tangan kecilnya terbuka mengharapkan sebuah pelukan selamat datang dari si pemuda. Namun senyumnya memudar ketika Ichigo meraih pisau dapur dan mengarahkannya ke Rukia dengan kalut. "Jangan mendekat! Apa yang kau mau, hah? K-kau tidak nyata!"
Apa-apaan ini?!
"Ichigo, tenanglah! Kumohon jatuhkan pisau itu sekarang juga !" Rukia mencoba mendekat, namun Ichigo bertingkah semakin paranoid. Badannya mulai bergetar dan mengeluarkan keringat dingin, dan reaksi ini sungguh sangat tidak masuk akal bagi si gadis berambut violet.
Ketika tangan kecil Rukia berhasil menggenggam pergelangan tangan Ichigo, terlepas pisau tajam itu dari tangan Ichigo, menimbulkan bunyi gaduh sejenak saat metal bertemu lantai kayu. Namun badannya masih berontak seperti anak kecil mengamuk. Ya, kira-kira seperti itulah gambarannya.
Dan tangan itu masih bergetar.
"Berhentilah menyerangku! Aku tidak akan menyakitimu!" suara Rukia meninggi sedikit. Perlahan, lutut Ichigo seolah tidak dapat menopang berat tubuhnya. Rukia menatap mata cokelat pemuda yang kini terduduk lemas di lantai.
Rukia berlutut tepat di hadapan pemuda yang ia rindukan itu. Bingung. Khawatir. Ichigo memejamkan kedua matanya erat-erat sambil menutup telinga. Ia menggeleng kalut. Mengapa kau takut padaku? "Apa yang terjadi padamu, Ichigo ?"
"Mereka bilang kau tidak nyata. Rukia tidak nyata. Gadis berambut violet pendek itu cuma ilusi buatanku. Ia tidak pernah hidup. Ya, tidak pernah ada.." Ichigo terus bergumam dan bergumam pelan, sementara Rukia dibuatnya terpaku.
"Di malam kau pergi dari Karakura, aku terus mencarimu. Ishida dan Chad pikir aku gila. Inoue bilang aku perlu beristirahat sedikit. Tidak ada yang mengingat Rukia.. Rukia Kuchiki ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan dunia shinigami. Tapi aku tidak gila, kau tahu?" Ichigo mulai tertawa, namun suara itu terdengar pahit. Rukia meraih kedua tangan pucat Ichigo dan menggenggamnya dalam diam. "Isshin− Ia pikir mentalku terganggu. Karin dan Yuzu tidak banyak berbicara padaku lagi. Banyak dokter mulai berdatangan, Rukia. Katanya aku sakit. Mereka memaksaku meminum obat-obatan. Ketika itu, aku mulai dapat melihatmu, tapi ketika itu kau tidak nyata."
Sebuah tamparan telak mendarat di pipi kana kiri Ichigo. Dibawanya kedua tangan Ichigo menyentuh kedua pipinya, lalu lehernya. "Kau tatap mata ini baik-baik, Kurosaki Ichigo. Aku bukan ilusi. Kau dapat menyentuhku sekarang," bisik Rukia. Tubuh kecilnya melebur dalam pelukan Ichigo. Tidak. Ia tidak akan menangis.
Bibir kering milik Ichigo membentuk sebuah senyuman. Rukia juga merasakan dirinya ikut tersenyum melihat hal itu, berasumsi bahwa itu adalah tanda akan adanya harapan. Namun mata sayu berkantung hitam milik pemuda itu berkata sebaliknya. "Terakhir kali aku percaya kau nyata, Rukia," Ichigo berbisik di telinga Rukia. "Isshin dan Ishida menyeretku ke sebuah tempat. Sebuah institut untuk orang-orang sakit sepertiku. Orang-orang di sana bahkan lebih kejam dari Aizen." Ia mengeluarkan suara seperti setengah tertawa dan setengah terisak.
Ichigo beranjak berdiri dari tempatnya. "Jangan pernah kembali lagi, Rukia. Kau hanya akan menyakitiku."
Rukia tetap terdiam. Perlahan aroma sup jamur yang telah terlalu lama dipanaskan tercium bau gosongnya. Kembali fokus pemuda berambut oranye tersebut pada masakannya. Matanya terlihat kosong. Ia bekerja dalam kesunyian rumah yang terasa semi-absolut. Di dalam pikirannya, ia telah merencanakan tentang pertemuan dengan terapisnya mengenai halusinasi yang baru ia alami lagi dan bagaimana dengan pengobatannya. Mungkin juga tidak. Ichigo memikirkan banyak hal.
Ada alasan mengapa Rukia tetap terdiam. Diputarnya kembali memori yang terjadi antara gadis itu dan Ichigo seperti kaset lama. Segala pertarungan-pertarungan sengit, senyuman kemenangan, kesedihan, kemarahan, semuanya ada. Tidak ada yang luput. Namun pemuda di depannya itu menolak untuk ingat. "Ichigo." Kembali Rukia berhadapan dengan punggung Ichigo. Ia tidak mau berbalik lagi. Ichigo tidak mau tahu Rukia ada di sini lagi.
Setetes, dua tetes, tiga tetes air mata turun dari mata indah Rukia. Rukia mendapati dirinya terduduk di lantai rumah Ichigo yang dingin tersebut sambil terisak. Ichigo tetap tidak menoleh. Semua ini terasa menyakitkan.
Lihat aku lagi, Ichigo!
Ichigo!
"Rukia."
Si gadis menoleh ke arah suara. Bukan suara Ichigo. Bukan.
"R-Renji?" suara Rukia bergetar. Dilihatnya sosok pemuda berambut merah tersebut yang berdiri di depannya sambil menatap Rukia sedih. "Renji! Bagaimana kau bisa ada di sini? Ichigo, lihatlah! Renji ada di sini. Ia juga bukan khayalanmu saja, bodoh! Ichigo!"
"Berhenti mengharapkan Ichigo untuk ingat, Rukia! Tidakkah kau dengar ia memintamu untuk tidak kembali?!"
"Apa yang terjadi di Karakura, Renji?"
"Tidakkah kau tahu? Yamamoto-taichou memutuskan hubungan antara Soul Society dan dunia manusia. Beliau melakukannya supaya tidak ada manusia lagi yang terlibat dan terluka akibat pertempuran yang terjadi-"
"Langsung saja apa yang mau kau katakan!"
Renji berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Di dunia ini, tidak ada yang ingat kau dan aku pernah ada, Rukia."
"Tapi Ichigo mencariku! Ia mencariku sebelum akhirnya ia… melupakanku."
Renji menghela napas panjang, lalu bergerak meraih tangan Rukia. "Aku tidak tahu apa yang terjadi, Rukia. Dugaanku adalah Yamamoto-taichou tidak dapat menghapusmu dari ingatan strawberry oranye itu."
"Mustahil. Yamamoto-taichou adalah Shinigami paling kuat. Bagaimana Ichigo bisa melakukan itu?"
"Dengan cinta."
Speechless. Rukia menatap Renji dengan pandangan terkejut. Seluruh dunia mungkin memang lupa Rukia pernah ada. Tapi Ichigo tanpa kekuatan Shinigamipun masih dapat ingat, meski mempertahankan memori tentang Rukia berarti kehilangan akal sehat.
"Berkomunikasi dengan dunia manusia sama saja dengan membahayakan hidup Ichigo, Rukia. Kau mau sesuatu yang buruk terjadi pada Ichigo?"
Rukia menggeleng lemah. "Tidak."
"Aku ke sini untuk menjemputmu kembali," ujar Renji.
"Kembali ke mana?"
Soul Society. "Pulang."
Rukia menghapus air matanya yang masih mengalir. Perlahan ia bangkit dan berjalan mendekati Ichigo. Pemuda itu seolah tidak sadar Rukia ada di sana.
Rukia memeluk Ichigo dari belakang untuk yang terakhir kalinya dengan mata terpejam, merekam dalam memori bagaimana rambut oranye atau aroma parfum yang dipakai Ichigo. Ichigo tidak mengelak, berontak, maupun berteriak. Ia hanya terdiam. "Terima kasih, Ichigo, untuk mengingatku. Maaf sudah merepotkanmu."
Setelah Rukia melepas pelukannya, dilihatnya lagi Renji yang menunggu dengan sabar dan setia. Gadis itu akhirnya tersenyum.
Aku tidak mau pulang. Aku mau tetap bersama Ichigo. Mengapa aku tidak bisa hidup dengan Ichigo?
"Ya, mari pulang."
.
-I'll Never Forget You-
Rumah itu kembali sunyi. Hanya terdengar suara pisau dapur yang kembali memotong-motong sayur. Tidak ada orang di rumah. Suara-suara yang tadi Ichigo dengar – suara Rukia – kini telah lenyap. Mungkin Rukia akan kembali lagi menghantuinya di lain waktu. Ichigo tidak pernah tahu ilusi apa yang akan ia alami. Kadang ia memimpikan perang, pedang, dan juga pria berambut merah panjang dengan tato di kepalanya. Mimpi buruk. Khayalan yang semakin menjadi-jadi.
Ichigo tidak mau percaya bahwa gadis bertubuh mungil yang memeluknya dari belakang itu adalah Rukia. Isshin mungkin akan memasukannya lagi ke dalam institut mengerikan itu. Ichigo bukan pesakit. Rukia tidak pernah ada.
Namun ia merasakan pipinya basah oleh air matanya sendiri. Rukia terasa nyata meski untuk beberapa saat.
Suara pisau tersebut akhirnya berhenti. Kini, rumah tersebut benar-benar sunyi.
Pada akhirnya, ia tidak pernah menyelesaikan Sup Jamur buatannya.
.
To be continued
A/N: Oke langsung aja ninggalin review. Mau lanjut chapter selanjutnya ini. :D Ichigo dan Rukia sayang kalian. :*
