Sudut Pandang Ruby tentang Weiss

Sebagai dedikasi untuk Monty Oum yang telah berpulang :' sebagai pelampiasan karena sepinya nih fandom T_T


RWBY : Monty oum
Tentang Weiss Schnee : Panda Dayo
Genre : Friendship/Drama
Rated : K+
Warn : sedikit ooc


Ruby melirik ke arah Weiss dengan sedikit takut dari ujung koridor. Weiss Schnee. Cewek dengan warna rambut persis serutan es yang diikat satu ke belakang secara elegan. Bukan cuma kucirnya yang tinggi, harga dirinya juga demikian.

Kalau dibandingkan dengan Ruby, ya jauh. Ruby mah apa adanya. Soalnya dia gak dari keluarga tajir. Masuk akademi sini aja udah sujud syukur. Mungkin otaknya gak pinter, tapi dia ahli tarung pakai sabit besar-ceritanya mau jadi shinigami belum kesampaian.

Ruby sadar diri, dia cuma kaya debu yang nempel di ujung sepatunya Weiss. Perbedaan mereka terlalu signifikan sampai Ruby memikirkan hal seperti itu.

Mau contoh, seperti apa Weiss Schnee itu?

Weiss itu bagai puteri salju-entah denotasi atau konotasi- wajah datar, jarang berekspresi, sikap dingin, galak lagi. Pokoknya dekat-dekat dengan Weiss kaya masuk kulkas. Serius.

Namun Weiss selalu mengerjakan semua dengan sempurna. Penyandang julukan white sejak masuk ke timnya, membuat Ruby sedikit banyak mengenal siapa itu Weiss Schene. Dia masuk dalam jajaran orang populer di akademi-meski angkuh-. Dunia ini semakin aneh. Semakin dingin dan angkuh, akan semakin diidolakan. Ternyata virus masokis mewabah dengan cepat.

Mengapa dia populer? Kalian tahu kan, tidak mungkin seseorang populer tanpa 'sesuatu' yang menarik darinya?

Selain faktor penunjang berupa wajah dan materi bejibun, Weiss peraih nomor wahid dalam ajang kompetisi violin di dalam maupun luar. Bukan hanya itu, suaranya saat menyanyi bagaikan malaikat. Oh, dan jangan lupakan-dia ahli dalam seni pedang. Saat dia melakukan semua itu, nilainya masih terjaga baik. Dia memang gadis yang nyaris sempurna di mata semua orang.

Nyaris.

Ya, minus sikapnya yang belagak itu.

Ruby ingat waktu Weiss tidak mempedulikannya saat belajar kelompok. Ia tak pernah bertanya saat ia berdiskusi dengan Blake maupun Xiao Long. Jangankan bertanya, bersuara saja sepertinya dia enggan. Entah mengapa dulu Ruby bisa sekelompok dengan manusia macam Weiss. Katanya, semakin berat cobaan semakin banyak pahala. Tapi lama-lama Ruby gak betah juga dengan sikap Weiss yang sok itu.

"Lihat! Itu Weiss!"

Oh ya ya ya. Weiss itu orang populer. Kayak kanjeng ratu yang wajib disegani. Jalan aja orang pada minggir. Bukan segan menurut Ruby, mereka cuma cari aman. Pokoknya jangan cari gara-gara sama si Weiss. Bisa saja keesokan hari yang menantangnya dibekuin di dalam peti es.

Ruby yang sedari tadi melamunkan temannya-mungkin bisa disebut begitu?- melihat Weiss berjalan mendekat ke arahnya- menyusuri koridor dengan membawa pedang. Apa ia mau latih tanding lagi dengan si Arc siapa itu? Ruby tak begitu mengingat karena otaknya sudah penuh dengan materi akademi. Tidak penuh juga sih. Cuma sekitar 20% kapasitas otak yang mampu menyerap pelajaran. Selebihnya ia pikirkan untuk menyusun strategi GTA di rumah.

Mahmudin dah.

"Ruby, aku menantangmu dalam latih tanding esok hari." Tanpa Ruby sadari Weiss sudah berada di sebelahnya sambil nunjuk-nunjuk. Gak sopan neng.

"Hah?"-gila. Kita kan setim. Masa temen se geng mau disikat sendiri. Begitu batin Ruby kira-kira.

"Ta-tapi.." Hendak menyela.

"Besok pukul delapan." Weiss berjalan kembali.

Begitulah. Weiss Schnee.