Seulas seringai tampak di wajah anak berkulit pucat itu.

Lahir dari kegelapan.

Di bawah salju, dalam kegelapan…

Seorang anak berambut gelap—entah itu cokelat gelap atau hitam—warnanya kian ambigu karena kegelapan yang menguasai.

Darah di pipi dan di jubah hitam anak itu.

"Semoga kasus ini mampu mencapaimu, L." Anak itu membentangkan kedua tangannya, seperti menyembah sang langit.

Lalu, ia berbalik, rambut panjangnya juga mengikuti gerak memutar pemiliknya.

Entah dia lelaki atau perempuan.

Yang jelas, dia hanya seorang anak.

Child of Light

.

Vain Sieger humbly presents;

Title: Child of Light

Genre: Mystery/Crime

Summarry: Ini adalah kisah kelam tentang masa lalu salah seorang anak di Wammy House.

Death Note belongs to Tsugumi Ohba & Takeshi Obata

Chapter 1

Bunga-bunga es menempel pada kaca jendela, membentuk gumpalan es yang padat di sana. Cuaca benar-benar bersalju di luar sana. Sementara detektif terbaik di seluruh penjuru bumi yang selalu bersembunyi di balik layar itu sedang mengaduk teh karamelnya yang baru saja ditambahi enam gula balok. Berkas-berkas kasus yang akan ditangani itu kini tengah dibaca oleh sepasang iris kelam.

Kematian-kematian pasangan suami-istri tengah terjadi. Jika mereka memiliki anak, anak itu selalu saja menghilang bak ditelan bumi. Ini sudah kasus yang ke-20 dan tak seorang pun di kepolisian sanggup menemukan jejak pelaku. Motifnya pun, mereka sama sekali buta.

Sungguh pembunuh yang lihai—setidaknya jika kita lihat jumlah korbannya.

Dan, ke mana perginya anak-anak itu?

Penjualan anak? Penjualan organ tubuh? Atau hal-hal yang lain yang absurd—misalnya untuk tumbal?

Mereka hanya menghilang tanpa jejak! Tidak ada peningkatan secara khusus di bidang penjualan organ tubuh berdasarkan informasi yang L peroleh dari bawah tanah. Tidak ada pembunuhan anak-anak di luar negeri juga yang mana korbannya tidak beridentitas jelas—kalau-kalau ternyata pelaku membunuh anak itu di luar negeri untuk menyamarkan jejak.

Tak ada ide. Kalau dibakar, untuk apa? Kalau tumbal atau sejenisnya, mereka biasanya membuat simbol-simbol absurd. Tapi, tidak ada simbol absurd juga.

Sosok berambut hitam itu kemudian menoleh ke arah jendela, mendapati sesuatu yang janggal di sana. Ada satu lingkaran kecil di sana yang tidak tertutupi salju.

Tak lama kemudian, suara jendela yang diketuk dengan genggaman tangan terdengar di balik bunga-bunga salju. Tak ada suara yang memanggil di sana, hanya pukulan yang makin lama makin terasa lemah.

Atas rasa penasarannya dan hati-hatinya—ia tak mau mengambil resiko kalau ternyata yang ada di luar sana adalah perampok atau yang lainnya, L beranjak dan mengintip ke arah lubang itu.

Seorang anak dalam jubah hitamnya yang berlumuran darah terbaring di atas salju. Pakaiannya lusuh dan yang lebih penting daripada kelihatannya. Dia bisa mati jika ia terus berada di sana. Lagipula, tak mungkin ada orang lain yang akan menyelamatkannya karena tak ada orang waras mana pun yang akan keluar di cuaca sedingin ini.

Jadi, L memanggil Wammy dan meminta agar anak itu diselamatkan. Tidak menutup kemungkinan kalau anak ini adalah salah satu anak dari korban yang meningggal. Karena, tak satu orangtua pun yang akan membiarkan anaknya berkeliaran di cuaca seperti ini. Dan, kalau dia anak jalanan, seharusnya dia lebih tahu bahwa keluar di cuaca seperti ini sama saja dengan bunuh diri.

Tapi, anak ini tidak berencana bunuh diri. Dia memanaskan sebuah koin dengan pematik api, lalu menempelkannya di kaca jendela, sambil menggedor-gedor kaca jendela. Dia meminta pertolongan, dia ingin hidup. Namun sayang saja, es menenggelamkan bunyi-bunyian yang berusaha ia timbulkan.

L duduk—dengan cara uniknya—di atas kursi yang ia letakkan di sebelah ranjang di mana anak itu berbaring. L sengaja tidak mengganti pakaian anak itu agar bisa menanyainya langsung tentang darah yang melekat di pakaiannya. Walaupun pada akhirnya pakaian itu nanti akan dibawa untuk diperiksa.

Setidaknya, itu meminimalisir kemungkinan anak itu menyangkal pakaian berdarahnya ketika ia bangun nanti.

"Sampai dia pulih, saya tidak ingin Anda mengontak kepolisian." L melirik ke arah Wammy yang berdiri tak jauh di belakangnya. "Kau bisa pergi."

"Saya harap, Anda segera melepaskannya jika ternyata dia tidak ada hubungannya dengan kasus ini, L."

"Segala kemungkinan itu ada, Wammy," tekan L ketika hanya ada segaris cahaya yang tampak di lantai, cetakan cahaya dari luar ruangan.

Secercah cahaya menghancurkan mutlaknya kegelapan.

Itu adalah suatu hal yang pasti.

.

"Lahir dari kegelapan… Seorang anak akan bangkit… menarik bayangannya keluar dari kegelapan…"

L yang baru saja mematikan teleponnya menoleh ke arah sumber suara. Suara anak yang tertidur selama tiga jam sejak ia membawanya ke ruangan ini.

Apa itu sejenis doa? L mengerutkan dahinya, lalu melihat ke arah anak itu.

Sepasang iris sewarna emerald. Tampaknya inosen, tapi banyak juga penjahat yang berwajah inosen. Tapi, sejauh seluruh kasus yang L hadapi, ia belum pernah mendapati seorang anak-anak menjadi pelakunya. Memang beberapa kasus berpelaku anak-anak, tapi kasus semacam itu biasanya sudah ditangani oleh pihak berwajib tanpa membutuhkan L.

Dan, kasus yang dibuat oleh anak-anak itu tidak pernah sampai ke tingkat tinggi. Jadi, kemungkinan anak ini merupakan pelakunya sangatlah tipis.

Tapi, kemungkinan itu selalu ada.

"Nak, bisa kaujelaskan darah yang melekat di pakaianmu?"

"Kau pasti penyelamatku. Dan, aku berada di rumah yang jendelanya kugedor, tapi tampaknya penghuninya baru mendengarnya ketika aku jatuh berdebam di atas salju," anak berambut cokelat panjang itu menyandarkan punggungnya di tembok sambil menoleh ke arah L. "Sebelum Anda menginterogasi saya, Tuan. Bolehkah saya tahu nama penyelamatku?"

Dia cerdas. Kebanyakan pelaku anak-anak memiliki kemampuan di atas rata-rata. Setengah persen anak ini adalah pelaku kasus pembunuhan yang kukerjakan.

"Itu saya, Levente," L menggunakan nama palsunya di kasusnya kali ini. "Jadi, jelaskan."

"Seseorang menghajarku dan aku mati-matian berlari menyelamatkan diri ke sini. Terima kasih, Levente. Aku … March."

Sebesar 97% March berbohong, siapa yang akan menghantamnya di saat badai salju yang parah seperti ini? Kecuali jika March memang memiliki satu masalah yang—misalnya saja berkaitan dengan kasus yang kukerjakan sekarang—menyebabkannya harus mati.

Dengan demikian, kemungkinan bahwa dia adalah pelakunya juga meningkat ½%.

Dan, cepat atau lambat, darah itu akan segera diperiksa. Jika dia benar berbohong … kemungkinannya akan bertambah 3%. Sisanya, jika ternyata darah itu adalah milih salah satu korban terbaru maka 100% dia memiliki hubungan dengan kasus ini dan sekitar 83% dia adalah pelakunya.

"Mengapa mereka harus menghajarmu di tengah badai salju seperti ini?"

Hening.

"Apa yang kaulakukan di luar? Di mana orangtuamu?"

Hening.

Mungkin, anak ini memiliki sedikit pengalaman traumatik?

"Mengapa kau tidak menjawab?"

Hening untuk yang kesekian kalinya.

L berpaling dari anak itu dan kembali menatap berkas-berkasnya—atau lebih tepatnya sebuah cheesecake dengan gulali dan stroberi di atasnya, juga secangkir cokelat panas di sebelahnya. Lalu, ia memikirkan anak itu yang mungkin kedinginan dan kelaparan.

Tapi, pada saat yang sama juga memikirkan bagaimana cara ekstrim yang akan ia gunakan agar anak itu membuka mulut—tapi tidak cukup ekstrim untuk membuatnya trauma. Dia tidak mau jika seorang anak yang ternyata tidak bersangkutan menjadi trauma atas rasa ingin-tahunya yang berlebihan.

"Ah. Watari sudah menyiapkan pakaian gantimu," L menunjuk ke arah baju merah muda berlengan panjang yang longgar, sepotong rok hitam lipat—seperti seragam sekolah—dan juga legging hitam yang tebal yang memang sering digunakan untuk musim dingin.

Sempurna.

Sepasang iris hijau March berbinar menatap pakaian itu. L hanya mengamati reaksi anak itu tanpa berkedip. Meskipun asistennya adalah pemilik panti asuhan, ia sendiri tidak pernah memerhatikan keseharian anak-anak asuhan asistennya yang katanya akan menjadi penerusnya itu. Ia tidak pernah tahu bahwa anak-anak akan sebegini terpakunya ketika melihat setelan barunya.

Mungkin heran?

"Apakah Kakak memiliki seorang adik perempuan yang seumuran denganku?" tanya March dengan mata berbinar, menanggalkan seluruh kesan lusuh yang ada padanya.

"Tidak. Tapi, Watari memiliki cucu seumuranmu. Dan, anak itu tidak di sini," jelas L sambil membandingkan gambar beberapa tempat kejadian perkara yang masih belum tersentuh sedikit pun. Dia tidak mau anak itu bertanya lebih jauh.

"Di mana aku meletakkan pakaianku?"

"Di mana saja. Oh, kau bisa membersihkan dirimu dengan air panas juga di sana. Aku tahu ini musim dingin, tapi kurasa kau harus bersih untuk mencegah sejenis infeksi atau demam … walaupun tampaknya sebentar lagi kau pasti akan mengalaminya."

"Apakah Anda seorang ahli forensik?"

"Bagaimana kau menyimpulkan demikian?"

"Kakak tidak menyangkal," March menyeringai. "Ditambah dengan cara Kakak menatapku, seratus persen, apa yang kakak kerjakan bersangkutan dengan masalah forensik ini." March kemudian menutup pintu kamar mandi.

L terpaku selama beberapa saat menatap pintu itu, lalu berkedip.

Kecerdasan yang di atas rata-rata … apa hanya perasaanku, tapi anak ini—

L mulai meragukan keamanan dirinya dengan anak ini. Mungkin, jika memang anak ini terlalu berbahaya baginya, ia bisa saja mendepaknya sewaktu-waktu ke Wammy House dengan semacam alasan. Nyatanya, dia lumayan potensial juga untuk menjadi penerusnya.

Walaupun di sisi lain, ia tampak berbahaya.

To be Continue

Author's Note: Hello, dear reader. I hope you like my fanfiction. Konflik memang belum terlalu keluar, rencananya sih chapter depan sudah keluar. Tapi, lain cerita kalau ternyata baru keluar di chapter 3. Well, mind to RnR? I'm still new in this fandom after all.