Mitsuketa..

Dia tidak mengecat rambutnya. Biru itu alami. Semanis langit di musim panas, sehangat hawa yang ia pancarkan. Langkah demi langkah membawanya menuju tempat yang sudah menjadi rumah keduanya sejak tiga tahun terakhir. Tepatnya selepas ia lulus bangku SMP.

Kau tahu, jika memasuki tahun ketiga itu artinya semua harus sudah dipersiapkan dengan matang. Menempuh kelulusan bukan tanpa tanggung jawab, lho. Itu artinya seluruh beban kini sudah siap untuk dipikulkan dipundakmu. Begitu juga dengan pemuda bersurai biru langit itu. Ia si pemilik tubuh mungil bernama lengkap Kuroko Tetsuya, yang kebetulan bisa bersekolah dengan bantuan beasiswa.

Cling! Cling!

Ponsel flip-nya berbunyi. Kedap kedip menandakan ada e-mail masuk dari seseorang. Kuroko mengambil ponsel yang sewarna dengan rambutnya itu dari kantong celana lalu membuka flip-nya.

From: Ogi-kun

To : You

Subject : Sepak bola.

Kuroko..sudah lama kau tidak ikut kami bermain futsal. Malam ini pukul tujuh di lapangan Teikou, ya! Aku menunggumu, lho.

Kuroko tersenyum tipis. Dengan cepat jemarinya mengetik e-mail balasan untuk sahabat kecilnya itu.. diiringi desahan kecil seperti kecewa akan sesuatu.

From : Me

To : Ogi-kun

Re-Subject : Sepak bola.

Gomenasai, Ogiwara-kun. Malam ini aku benar-benar tidak bisa menemanimu bermain. Aku ingin tapi lain kali aku yang akan mengajakmu.

Aku akan mentraktirmu vanilla shake kesukaanku.

Sent.

Mengela nafas, Kuroko memasukkan kembali ponselnya kedalam kantong celananya. Meskipun wajahnya sangat amat minim ekspresi, tapi sungguh dalam hatinya ia ingin sekali bermain sepak bola bersama sahabat baiknya itu. Tapi apa daya, jika ia tidak bekerja, ia tak akan punya uang dan akan sangat sulit jika harus mencari kerja lagi selepas lulus sekolah nanti.

"Jangan Lari! Berhenti!"

Suara beberapa orang berlari dan berteriak silih memanggil terdengar begitu tiba-tiba dibelakang Kuroko. Derap beberapa pasang kaki berlari mengusik pendengaran Kuroko dan membuatnya agak terganggu. Mungkin bisa dibilang takut. Pemuda itu bahkan hampir kehilangan detak jantungnya saking terlalu kaget. Belum sempat ia menoleh ke belakang, tubuhnya yang agak oleng efek terkejut barusan tanpa sengaja tertabrak seseorang. Kuroko hampir menyentuh tanah kalau saja tidak ada sepasang tangan yang menangkap tubuh mungilnya dan dua pasang mata itu entah bagaimana bisa saling menatap meski sedetik.

"Aww!"

Tak tahu siapa yang memulai, tahu-tahu saja sudah ada yang menarik pergelangan tangannya menjauh dari tempat itu. Tidak! Ia berlari begitu cepat, bukan-ini terlalu cepat. Siapa orang ini? kurang ajar sekali menarik dirinya yang bahkan tidak saling mengenal sama sekali tanpa permisi!

"berhenti.."

Pemuda yang masih mencengkram pergelangan tangannya seolah tak mendengar. Entah ia tuli atau suara Kuroko yang terlalu lemah untuk sekedar lewat didepan daun telinga.

Kuroko sudah tidak kuat. Nafasnya kini mulai terputus-putus. Entah kekuatan darimana, ia berhasil melepas cengkraman itu dan refleks menendang pemuda didepannya.

BUGH!

"Akh..."

Pemuda bersurai merah itu meringis, ia meraba-raba pinggangnya yang terasa ngilu. Benar-benar! Siapa yang berani melayangkan tendangan super seperti itu pada dirinya? Ini sungguh penghinaan besar!

"Maafkan aku. Tapi itu pantas untukmu." Ucap Kuroko seolah tahu apa yang akan dikatakan pemuda kurang ajar yang ada didepannya.

"Kau siapa?" kini giliran si rambut merah yang bertanya. Kuroko masih belum menunjukkan ekspresi dan menjawab pertanyaan itu hanya dengan menunjuk name tag yang tersemat dibagian dada seragam sekolahnya.

"Bagaimana kau bisa disini?"

Kuroko diam sejenak lalu menghembuskan nafas, "aku tak berpikir kau akan bertanya seperti itu. Kau yang menarikku smpai sini kalau kau mau tahu. Apa kau sedang tidak sadar?"

"benarkah?" pria itu menggaruk tengkuknya lalu celingukan memperhatikan situasi. Beberapa detik suara langkah beberapa pasang kaki berpantofel mulai terdengar lagi. Ia kembali gelap mata. Tangan kuroko kembali dicengkramnya. Mata biru itu membulat.

"Ayo pergi!" serunya gelisah. Kuroko masih menahan diri dan bertanya alasannya. Pria rambut merah itu semakin sulit berucap. Tatapan matanya kembali seperti pertama kali Kuroko melihatnya. Ia pun tak mau membuang waktu dengan kebingungannya mencari jawaban yang tepat untuk sosok dihadapannya. Tanpa pikir panjang, ia menarik Kuroko masuk kedalam sebuah gang sempit dipinggir jalan yang disana terdapat sebuah bak pembuangan sampah. Ukh, menjijikan.

Bahkan untuk dua orang saja, sangat susah untuk berdiri leluasa. Kuroko tak berani membuka mata menyadari sepasang lengan menghimpitnya ke tembok. Deru nafas dan detak jantung saling beradu tanpa aturan didalam ruang lingkup kecil itu. Tak ada bau busuk. Aneh sekali. Apa jangan-jangan Kuroko tak sadar ia kini sedang menahan nafas?

Astaga..

Suara-suara itu terdengar lagi. Berbenturan dengan suara degup jantung yang terdengar begitu nyaring di telinga Kuroko. Ia menutup mata rapat-rapat. Entah kenapa, ia juga jadi takut ketahuan sedang bersembunyi dengan pemuda kurang ajar didalam gang sesempit dan semenjijikkan ini.

"Siapa kau?"

Pemuda rambut merah itu menurunkan pandangannya untuk menatap sosok yang barusan bertanya padanya. Ternyata ada yang lebih pendek darinya. Sedikit bnyak ia menyukai fakta itu.

Senyum tipis terukir diujung bibirnya. Ia masih tak memberi Kuroko jawaban sampai sudah dipastikan orang-orang yang tadi mengejarnya sudah tak ada disekitar sana.

Kuroko menyadari hal itu dan berusaha melepaskan diri. Berefek pada pemuda tadi yang hampir kehilangan keseimbangan dan jika hal itu terjadi ia akan berakhir di bak sampah. Yakkk...

"Namaku-"

"Aku tak peduli siapa namamu. Jangan seperti itu lagi. Itu sangat mengganggu dan membuatku bertanya-tanya."

"Kau bertanya, kan..akan kujelaskan-YAKkk!kemana anak itu?"

Rupanya ia sudah tertinggal jauh. Matanya hanya mampu menangkap helaian biru halus yang tertiup angin musim gugur. Ternyata pemuda biru itu masih berada di jarak pandangnya. Dengan langkah lebar dan rasa tidak tahu malu ia berusaha menyusul Kuroko.

"Tetsuya!"

Kuroko hanya diam. Ia kesal tapi itu sungguh tak tampak di wajahnya. Bagaimana bisa ada orang seperti itu ..

"Seijuuro, itu namaku..Tetsuya." basa basi busuk. Kuroko sudah bilang tidak mau dengar namanya. Oh, tidak mau tahu lebih tepatnya. Tidak saling kenal pun tak apa-apa, kan? Lupakan saja insiden tadi.

Pemuda bernama Seijuuro itu masih mengekori Kuroko. Dari yang tadi jaraknya hampir beberapa ratus meter kini hanya berkisar satu meter dari Kuroko. Hoho, ternyata Kuroko sudah membatasi jarak antara mereka dengan mengacungkan satu jari didepan Seijuuro. Dan ternyata pemuda itu cukup jenius untuk mengerti maksud Kuroko.

Sudah gila rupanya si Seijuuro itu. Kuroko sudah akan memasuki cafe tempatnya bekerja sebelum menyadari ternyata Seijuuro masih berada satu meter dibelakangnya. Ia mengerjap kaget melihat Seijuuro dengan santainya mengamati cafe yang akan dimasukinya. Kedua tangannya dimasukkan kedalam kantong celana dan tidak memperdulikan Kuroko yang memandanginya ngeri.

"Mau sampai kapan kau berada satu meter dibelakangku?"

Seijuuro beralih menatap Kuroko, "Apa barusan kau menyuruhku mendekat?"

Kuroko menyilangkan kedua tangannya, mencegah Seijuuro. Ia ingin memarahi pemuda gila ini meski tak mampu memberi ekspresi apapun diwajahnya yang sedatar papan tulis.

"Kita tak ada urusan. Lebih baik kau pulang," ujar Kuroko halus. Begitu halus seperti semilir angin.

"kenapa aku harus pulang?"

"Lalu kenapa kau harus ada disini?" oke, sekarang mereka berdebat. Seijuuro menyeringai tipis, "Apa kau pelayan disini?"

"Seperti yang kau pikirkan,"

"Apa pelayan disini sudah terbiasa mengusir pelanggan yang tidak disukainya?"

Kuroko terdiam. Kalah telak. Ia menyadari sepertinya pemuda bernama Seijuuro ini benar-benar orang gila yang tak sengaja ditemuinya ditengah jalan. Karena pertanyaan skakmat tadi tak mampu dijawabnya, akhirnya ia memilih untuk mengacuhkan lawan bicaranya dan masuk kedalam cafe untuk bekerja.

Seijuuro menarik nafas, lalu menghembuskannya perlahan. Tatapan matanya meneduh, menatap sosok Kuroko yang berjalan mengacuhkannya.

"Doumo..Tetsu-kun" seorang gadis dengan rambut pink menjuntai hingga ke pinggang menyambut Kuroko yang berjalan menuju counter. Pria itu sebenarnya sedang bingung dan kesal, tapi siapa yang akan tahu jika wajahnya tak menunjukkan emosi yang berarti. Momoi Satsuki, nama gadis itu, adalah salah satu waitress di cafe milik orangtua sahabat kecilnya. Cafe yang juga jadi tempat kerja part time Kuroko. Mereka berdua berada di satu sekolah yang sama, satu angkatan, begitu pula dengan anak pemilik kafe ini.

Melupakan kejadian tadi, Kuroko mengganti kemejanya dengan seragam yang disediakan didalam loker. Tumben sudah jam tiga tapi Kuroko belum mendapati keberadaan rekan kerjanya yang-

"Kuroko-cchi!"

-berisik. Baru diomongkan, orangnya sudah berisik duluan.

"Kuroko-cchi meninggalkanku-ssu T.T"

"Kise-kun..bukankah kau yang menghilang tiba-tiba setelah bubaran kelas?" Kuroko tak terima. Ia sedikit memberengut didepan Kise. Kise Ryouta, pria kuning yang hobinya bikin telinga mendenging karena suaranya yang cempreng.

"Manajerku tadi mendadak datang-ssu. Aku membatalkan jadwal pemotretan hari ini,"

"bukankah Kise-kun menyukai dunia model?"

"Aku lebih suka bekerja disini bersama Kuroko-cchi, desu! Sekali saja tak apa kan aku membolos ? iya, kan? Kuroko-cchi? Tak apa, kan?"

PLETAK!

"Awww! Itai..." Kise mengelus kepalanya yang ditutupi surai kuning karena baru saja digeplak seseorang.

"Hidoi-ssu..Aomine-cchi.."

"Berisik, Kise! Kau membuat kepalaku semakin pusing karena suaramu!" Aomine Daiki, pemuda berkulit gelap yang notabene adalah anak dari pemilik Kiseki Cafe. Kafe tempat Kuroko dkk bekerja. Tapi meskipun bisa disebut atasan, ia tetap bersahabat baik dengan Kuroko, Kise, dan Momoi.

"Oi, Tetsu! Kulihat kau datang bersama seseorang barusan."

Kuroko hanya diam, tak berniat menanggapi. Toh, dia juga tidak kenal dengan orang yang Aomine maksud.

Kise si penggosip jadi antusias, "Apa benar itu, Kuroko-cchi? Apa dia pacarmu?"

"Aku tidak mengenalnya, Kise-kun, Aomine-kun.."

"Tapi sepertinya dia mengenalmu..Apa terjadi sesuatu diantara kalian?" selidik Aomine. Kise sedikit mengernyit, "Aomine-cchi,,kau membuat Kuroko-cchi tidak nyaman-ssu!"

"Tidak apa-apa. Dia bukan siapa-siapa,kok..sebentar lagi juga dia pasti pergi dari sini.."

Hening. Kuroko menutup pintu lokernya lalu beranjak meninggalkan ruang ganti yang disana masih ada Aomine dan Kise.

Menatap dari balik dinding kaca, Kuroko menghela nafas kesal. Seijuuro, pemuda itu masih ada disana dan melambaikan tangan menyadari Kuroko menatap kearahnya.

Ada apa sebenarnya? Siapa laki-laki gila itu?