13 September 2016
"Aku suka kamu."
Kalimat pendek itu dengan sukses membuat sepasang iris violet memesona melebar. Pemilik iris itu sampai rela menghentikan kegiatannya mengunyah donat lobak merah favoritnya demi mencerna perkataan lawan bicaranya.
"Hah?"
"Aku suka kau, Fang." Ulang Boboiboy, mengeraskan suaranya sedikit. Mata coklatnya mengamati dengan teliti bagaimana semburat kemerahan tipis menghiasi wajah manis pemuda di depannya. Namun ekspresi di wajah itu masih didominasi kebingungan.
Entah dari mana Boboiboy tiba-tiba mendapatkan keberanian untuk mengutarakan perasaannya yang sudah lama terpendam. Pada awalnya mereka hanya membicarakan tentang teman-teman mereka yang sudah memiliki pacar, dan lama-lama pembicaraan mereka melantur-lantur. Tahu-tahu pengakuan itu meluncur begitu saja dari mulut Boboiboy.
"S-suka..? Seperti—maksudmu, ...cinta, begitu?" Fang terdengar imut saat gugup dan kebingungan seperti itu.
"Ya." Boboiboy sudah tidak bisa menahan senyumnya sekalipun rasa gugup pun menderu hatinya. "Aku... cinta padamu."
Fang tidak mengatakan apa pun, sekalipun wajahnya yang tambah merah menjawab semuanya. Boboiboy tertawa, ia mengacak-acak rambut Fang yang pada dasarnya sudah berantakan. Tidak memedulikan jika mereka menjadi bahan tontonan siswa lain yang sedang ada di kantin.
Kini yang ada di hati dan pikirannya hanya Fang.
Fang, yang kini mengeluarkan suara pekikan kecil dan menepis tangan Boboiboy dari kepalanya. Ia komat-kamit tidak jelas, menundukkan wajah dalam-dalam. Senyuman Boboiboy perlahan berubah menjadi cengiran lega. Ia menarik tangan kiri Fang yang bebas ke dalam genggaman jemari kanannya, bersyukur ketika si pemuda berkacamata tidak memberi indikasi penolakan.
"Hehe, mau jadi kekasihku?"
BoboiBoy © Animonsta Studios
My Overly Insecure Boyfriend © Azu Chikara
Warning : BL/sho-ai, OOC, HighSchool!AU, No Power, alur cepat maybe?, BBBF, (an attempt on) angst
Don't Like Don't Read!
Enjoy~
#1 : (Not) Farewell
20 November 2016
"Kau benar-benar suka padaku?"
Pertanyaan yang sudah entah berapa kali didengar oleh Boboiboy itu membuat pemuda yang lebih tinggi menghela napas. Dia menghentikan langkah tepat di depan bioskop tempat mereka akan menyaksikan sebuah film barat seandainya pertanyaan itu tidak meluncur dari bibir tipis Fang.
Fang menatapnya lamat-lamat, menunggu jawaban. Iris violetnya dipenuhi oleh keraguan, yang mana membuat Boboiboy sedikit jengkel. Suasana menyenangkan di kencan mereka yang ketiga terpaksa diganggu oleh pertanyaan yang tidak bosan-bosannya diucapkan oleh Fang.
Mereka sudah berpacaran selama hampir dua bulan dan Fang selalu menanyakan hal yang sama minimal seminggu sekali.
"Iya, Fang. Tentu saja." Dan jawaban yang sama selalu diberikan oleh Boboiboy.
"Tapi tadi aku membentakmu karena hal sepele—"
"Fang, sifatmu memang seperti itu. Aku sudah terbiasa, tenang saja." Boboiboy berbalik, menggenggam kedua tangan Fang demi meyakinkan kekasihnya. "Tadi itu aku memang salah karena terlambat ke sini, jadi pantas kalau kau membentakku, oke? Kau malah terlihat imut saat marah-marah seperti itu. Aku suka, jujur saja."
Fang menatapnya dengan agak takut-takut. Sangat bukan Fang. Sikap Fang terhadapnya mulai berubah sejak lelaki itu menjadi kekasihnya. Ia selalu menganggap apa yang dilakukannya salah dan selalu bertanya apakah dengan itu Boboiboy masih suka padanya. Tentu saja masih. Boboiboy tidak akan mengalihkan hatinya begitu saja hanya karena hal semacam itu.
Padahal, dulu, Fang selalu marah-marah padanya dan bahkan sesekali menjitaknya di kepala tanpa pernah merasa menyesal. Kini, Fang lebih pendiam di depannya. Bahkan jarang marah-marah lagi. Tadi saja Boboiboy agak kaget ketika Fang tiba-tiba membentaknya, karena sudah lama Fang tidak begitu.
Ia membuat Fang menunggu di sini selama hampir satu jam dari waktu yang sudah ditentukan, seharusnya sudah wajar jika Fang yang benci menunggu marah padanya.
"M-maaf—"
"Kenapa kau meminta maaf?" Boboiboy mendelik tidak suka. "Bukan salahmu, tahu."
"Ha-habis tadi kau kelihatan kesal begitu! Wajar dong kalau aku meminta maaf!" Fang berujar sengit, dan Boboiboy harus menahan seringai karena ia bersyukur Fang masih memiliki sifat tidak mau kalahnya.
"Oke, oke, tadi aku kesal. Kau sih, menanyakan hal yang sudah tidak perlu ditanyakan lagi. Mau sampai kapan pun aku akan tetap menyukaimu, tahu! Seharusnya itu sudah jelas!"
Wajah Fang merona merah. Boboiboy tertawa. Ia kemudian menarik tangan Fang lagi untuk memasuki bioskop.
"Mau nonton apa?" tanya Boboiboy santai.
28 Februari 2017
Kau pasti akan menyadari setiap perubahan yang terjadi pada orang-orang di sekitarmu yang kau sayangi. Semakin kau menyayangi mereka, semakin sering kau menyadari perubahan sekecil apa pun yang ada pada mereka. Apalagi jika mereka adalah kekasihmu.
Masalahnya, dalam kasus Fang, Boboiboy menyadari banyak perubahan.
Fang lebih pendiam dan lebih berhati-hati, ia lebih sering memasang wajah datar daripada wajah judes seperti dulu. Boboiboy jauh menyukai wajah judes Fang, setidaknya lebih baik dari pada wajah tanpa emosi.
Namun, selain itu, belakangan ini Fang terlihat semakin pucat dan lemas. Bukan sekali Boboiboy harus menopang tubuh Fang yang lebih kecil darinya ketika lelaki itu berjalan sempoyongan dan hampir jatuh. Saat istirahat pun ia tidak makan, lebih sering duduk di kursinya dan memandang langit lewat jendela di sampingnya. Seandainya Boboiboy tidak membelikan donat lobak merah dari kantin dan memberikan itu pada Fang atau mengajaknya langsung ke kantin, pasti lelaki yang lebih muda akan menghabiskan waktu istirahat dengan perut kosong.
Dan bukan Boboiboy namanya kalau dia diam saja.
"Kau kenapa, sih?"
Fang masih memasang wajah datarnya sepanjang jalan mereka pulang. Mereka sudah berjalan selama sepuluh menit dari sekolah dan Fang sama sekali tidak bersuara. Sedari tadi ia hanya memberikan anggukan kecil untuk menjawab setiap perkataan Boboiboy—yang baru sadar kalau dia bicara sendiri.
Kali ini pun Fang hanya menoleh ke arahnya sekilas dan menaikkan sebelah alis sebelum menghadap ke depan lagi sebagai tanda ia menanggapi perkataan Boboiboy.
Boboiboy semakin gemas, "Kau ini pucat terus. Sakit?"
Bahu Fang berjengit dan lelaki itu menggeleng kuat-kuat.
"Jangan bohong."
"Aku tidak apa-apa."
Jawaban yang berupa desisan pelan, Boboiboy nyaris tidak bisa mendengarnya. "Ho? Benar? Terus kenapa kau kehilangan nafsu makan dan berjalan pun sering sempoyongan begitu?"
"Aku tidak berjalan sempoyongan."
"Iya, sekarang tidak. Tapi kemarin kau hampir jatuh seandainya aku tidak langsung menahanmu. Heh, kau bahkan menamparku dan menuduhku melakukan hal yang tidak-tidak."
Merah mendominasi wajah Fang. "S-siapa yang tidak kaget saat tiba-tiba menemukan dirinya dipeluk orang lain?"
"Oh, jadi aku 'orang lain', begitu? Sakitnya di sini, Fang." Boboiboy menunjuk dadanya.
"Kau tahu maksudku, bodoh!" sembur Fang.
"Ya, aku tahu. Aku hanyalah 'orang lain' bagimu." Boboiboy memasang ekspresi muram terbaiknya.
"B-bukan! Kau bukan 'orang lain'!"
"Terus apa?"
Fang diam.
Sial. Fang manis banget. Boboiboy harus menahan diri supaya tidak langsung mencium kekasihnya yang kini tambah merona di tempat.
"Fang? Jawab, dong~"
"Ahh berisik!"
Fang berteriak—nyaris menjerit, dan langsung berjalan setengah berlari meninggalkan Boboiboy. Yang ditinggal mengerjapkan mata, tidak mengira apa yang terjadi.
"W-woy, Fang! Tunggu!"
Mengikuti klub sepakbola yang kerjaannya ngejar-ngejar bola bercorak hitam-putih menguntungkan Boboiboy. Ngejar bola saja bisa, apalagi ngejar Fang? Dalam waktu singkat Boboiboy berhasil mensejajarkan dirinya lagi dengan sang kekasih. Ah, lagipula Fang pasti tidak benar-benar berniat meninggalkannya.
"Fang? Hey, jangan marah dong—"
Hening. Tidak ada tanda-tanda Fang akan bicara. Boboiboy mengerang pelan, tapi memutuskan untuk tidak mendesak lebih jauh. Dia malah terus mensejajarkan langkah dengan Fang, sama-sama diam.
Kemudian terdengar helaan napas yang tidak berasal dari dirinya dan suara Fang agak bergetar ketika ia mengucapkan kalimat pemecah keheningan di antara mereka.
"Setelah semua itu kau masih ingin bersama denganku?"
"Hah apa?"
Fang menggeretakkan gigi. "Setelah aku bersikap menyebalkan seperti tadi kau masih ingin mengejarku? Kau aneh."
Boboiboy bingung. "Lah tentu saja. Kau kan pacarku?"
"Tapi kan tadi aku judes begitu padamu. Aku bahkan tidak bisa mengatakan bahwa kau itu p-pacarku—"
Kemudian Boboiboy mengerti. Ini cara lain Fang untuk mengatakan : "Kau benar-benar suka padaku?"
"Tolong jangan meragukanku, Fang." Ujar Boboiboy pelan. Ia menggenggam tangan Fang, mengusap punggung tangan Fang dengan jempolnya, seolah-olah meyakinkan sang kekasih. Fang tidak berusaha melepasnya. "Aku akan selalu memilih untuk bersama denganmu, kau seharusnya tahu."
"Tapi—"
Ucapan Fang diputuskan secara paksa karena bibir Boboiboy keburu mengunci mulutnya.
Beberapa detik berlalu, dan Boboiboy sama sekali tidak berniat memperdalam ciumannya. Kalau boleh jujur malah ia tidak mau jadi kebablasan. Lagipula, sambil mencium Fang, ia ingin tahu suhu tubuh Fang melewati dahi mereka yang bersentuhan. Fang terasa panas—tapi mungkin ini dikarenakan perlakuan Boboiboy, bukan sakit.
Ketika Boboiboy melepaskan ciumannya, Fang membuang muka. Rona kemerahan sampai menghiasi telinganya.
Boboiboy tersenyum sebelum ia menarik Fang ke dalam pelukannya.
"Mau sampai kapan pun kau menanyakan hal itu padaku, jawabanku akan tetap sama." Ujar Boboiboy, menekan punggung Fang ke dadanya. "Aku akan selalu menyukaimu, mencintaimu, memilihmu, bersama denganmu. Ingatlah, Fang."
Fang memberikan gerutuan tidak jelas, namun dia meremas baju Boboiboy di bagian punggung dengan erat, membalas pelukannya. Bahkan, tanpa ragu ia menenggelamkan wajahnya di bahu pemuda yang lebih tinggi. Boboiboy nyaris tertawa ketika menyadari bahwa Fang sampai berjinjit demi melakukan itu. Ia pun membungkukkan badannya sedikit untuk memudahkan sang kekasih.
"I-iya—" gumam Fang pelan, sangat pelan. "Terima kasih."
1 April 2017
Boboiboy selalu menganggap tanggal 1 April sebagai hari yang menyenangkan. Namun, ada kalanya hal yang kau anggap menyenangkan berbalik menyerangmu.
Ia hanya berniat untuk menjahili Fang, tidak lebih. Ia hanya ingin tahu bagaimana reaksi yang akan diberikan oleh pemuda berkacamata itu.
Hari itu, 1 April, saat istirahat, Boboiboy memberi tahu Fang kalau ia sudah muak dengan hubungan mereka dan memutuskan untuk mengakhirinya.
Boboiboy mengira, Fang akan langsung berteriak di depan mukanya. Namun, tidak, dugaannya meleset. Fang hanya memberinya pandangan nanar dan mengangguk kecil sebelum meninggalkannya. Sama sekali tidak ada tanda-tanda kekagetan pada dirinya, seolah-olah, ia sudah mengira itu semua.
Awalnya Boboiboy mengira Fang lama-lama akan menyadari bahwa ia becanda, tapi Fang sama sekali tidak memasuki kelas ketika istirahat sudah berakhir. Dan ketiadaan Fang terus berlanjut hingga waktu pulang. Ujung-ujungnya Boboiboy juga yang kebakaran jenggot sendiri. Ia tahu Fang belum meninggalkan sekolah karena tasnya masih ada di mejanya.
Maka, Boboiboy langsung mencari keberadaan kekasihnya (atau mantan?) di sepenjuru sekolah. Tiap orang yang ia ketahui dekat dengan Fang selain dirinya ia tanyai tentang keberadaan Fang, bahkan adik kelas yang ia kenali sebagai penggemar Fang pun tidak luput dari interogasinya. Yaya—sahabatnya sejak kecil yang berada di kelas sebelah— memberinya pukulan di kepala ketika ia menceritakan apa yang terjadi.
"Makanya, becanda itu jangan berlebihan!" gadis itu membentak.
Boboiboy tidak protes, ia pantas mendapatkannya.
Akhirnya, setelah pencarian selama hampir setengah jam yang dengan sukses membuat hatinya jungkir balik karena kekhawatiran pun membuahkan hasil. Boboiboy berhasil menemukan Fang di ruang kesenian. Fang duduk di salah satu kursi sambil memainkan gitar secara asal, namun tetap terdengar merdu.
Ketika Boboiboy menemukan Fang, ia harus menahan diri untuk tidak berlari memasuki ruang kesenian dan meremukkan Fang dalam pelukannya saat itu juga.
Alih-alih, ia malah melangkah pelan-pelan mendekati Fang. Tapi tetap saja keberadaannya bisa disadari oleh lelaki itu. Fang meliriknya dengan mata yang kelihatan menggelap, tangannya berhenti memetik senar gitar.
Nada suara Fang terdengar sedingin es ketika ia berkata, "Pergi."
Bego aja kalau Boboiboy menuruti kata-kata Fang.
Boboiboy merasa mulutnya hampir berbusa ketika menjelaskan kesalahpahaman itu. Ia menjelaskan dengan cepat bahwa ia hanya becanda karena hari ini adalah April Mop. Bahwa ia masih mencintai Fang lebih dari apa pun, dan tidak tertarik untuk menyudahi hubungan mereka. Namun Fang kelihatan tidak percaya, apalagi ia sampai membalas dengan perkataan pedas nan ketus andalannya.
Perlu hampir satu jam lagi untuk meyakinkan Fang, dan pada akhirnya kekasihnya itu luluh juga. Boboiboy terus-terusan menggumamkan kata maaf sambil menarik Fang ke dalam pelukannya. Hatinya terasa teriris ketika ia mendengar isakan yang agak keras dari Fang. Ia membiarkan jaket oranyenya dibasahi oleh airmata Fang, mengelus punggung Fang yang bergetar di pelukannya.
Saat itu, ia merasa dirinyalah lelaki paling brengsek di dunia.
.
Mereka pulang bersama sesudahnya. Wajah Fang masih memerah dan jejak airmata masih menghiasi pipinya. Boboiboy tidak tertarik untuk melepas genggamannya pada tangan Fang selama perjalanan pulang itu.
Ketika akhirnya mereka berpisah jalan, ketidakrelaan memenuhi dada Boboiboy saat membiarkan Fang menarik tangannya. Fang memberinya senyuman tipis, yang kelihatan agak menyedihkan mengingat jejak-jejak tangis masih tampak di wajahnya. Ini hanya menambahkan rasa bersalah di dada Boboiboy.
"Maaf—" Fang memulai.
"Seharusnya aku yang bilang begitu."
"Tidak, sungguh." Fang menggelengkan kepalanya. "Aku ingin minta maaf karena sudah merepotkanmu selama ini."
Boboiboy tidak mempercayai pendengarannya. Setelah semua kejadian hari ini yang disebabkan oleh Boboiboy, kenapa Fang masih merasa dirinya yang salah?!
"Fang—"
"Aku minta maaf. Selamat tinggal."
Fang tidak memberinya kesempatan untuk bicara lagi. Ia langsung berbalik dan meninggalkan Boboiboy, yang masih merasa sangat sedih dan marah pada dirinya sendiri. Namun, Boboiboy tidak mengejar Fang, sekalipun hal itu membuatnya merasa sebagai orang yang paling tidak berguna. Mungkin, Fang memang membutuhkan waktu sendirian. Jadi, setelah mengamati punggung Fang hingga menghilang di balik belokan terdekat, Boboiboy pun berbalik dan berjalan menuju rumahnya sendiri.
Ia baru akan tahu nanti, bahwa ia akan menyesali keputusan terakhirnya itu. Bahwa ia seharusnya mengejar Fang dan memaksa kekasihnya untuk menceritakan segalanya padanya.
Ia baru akan tahu nanti, bahwa Fang tidak meminta maaf untuk kejadian hari itu saja. Bahwa, saat itu, Fang berkata 'selamat tinggal', bukan 'sampai jumpa'.
To Be Continued
A/N:
Iya, saya lagi nyoba bikin angst ;w; Semoga fik ini terus lanjut tanpa halangan hahaha.. /lesehan
Saya bakal mencoba update fik ini mingguan, tapi tiap chapter sepertinya ga bakal panjang-panjang amat... :''3
Terima kasih sudah baca sampai sini! Tiap review, favorite, dan follow akan sangat dihargai! Selamat tinggal- ups, maksudnya- sampai jumpa di chapter berikutnya!
Azu
