Dong Bang Shin Ki/Tong Vfang Xien Qi/Tohoshinki/Homin & JYJ/YunJae © S.M Entertaiment, CJes Entertaiment, Cassiopeia, Big East, Shipper, and their family
Super Junior © S.M Entertaiment, E.L.F, and their family
Boys Love and Semi Out of Character © Warning!
Don't Like Don't Read! © Fujoshi and Fudanshi
…Lembar Pertama…
Awan mendung menghias langit sayu di pagi hari, semilir angin berhembus kencang hingga terasa menusuk kulit.
Kim Jaejoong, pemuda berambut hitam secerah malam dengan iris mata berwarna hitam bening, kini nampak melangkah dalam diam menyusuri sepanjang tepi jalan. Dengan balutan seragam SMA yang membungkus tubuhnya, ia menembus rintik-rintik hujan yang berjatuhan dari langit. Berbekal tas selampangan yang melindungi kepala dari jarum air, ia berlari-lari kecil, bisa dibilang mempercepat langkah agar cepat sampai tujuan.
Usahanya tak sia-sia, akhirnya Jaejoong sampai di halte bus yang nampaknya sedikit sepi, hanya segelintir orang yang berlalu lalang mencari sesuatu dan menjadikan tempat ini untuk berteduh sementara.
Jaejoong mendudukkan diri di salah satu kursi yang berjejer seri, sempat melirik jam tangan sekilas, sebelum berdiri dari duduknya ketika mendengar suara mesin kendaraan yang membelah rintik-rintik hujan. Ia segera berjalan ke dalam bus saat pintu yang terbuka mempersilahkan dirinya masuk.
Di sana, lagi-lagi Jaejoong hanya duduk di sembarang kursi. Kedua matanya menerawang hampa pada jendela kaca yang basah terguyur air hujan. Sempat menutup mata sejenak sebelum membuang napas panjang.
Jaejoong kembali teringat, waktu itu di masa yang telah lampau, ia pernah merasakan ini dengan salah satu sahabatnya, yang telah hilang bak ditelan bumi tiga tahun lalu, tidak sendiri seperti saat ini.
Kesepian, kata yang amat pantas untuk menggambarkan keadaannya sekarang. Terdiam tanpa kata bagai raga tak mempunyai jiwa, tetap saja Jaejoong tak bisa mengelak bahwa dirinya tidak tahan dengan kesendirian ini. Namun, memangnya apa yang bisa ia lakukan? Di dalam bus ini ia hanya sendiri, ditambah sopir yang malangnya tak dianggap. Jikalau sebentar lagi setelah bus ini sampai tujuan, ia juga yakin akan sama saja halnya.
Sedari tadi, rasa panik telah membayangi. Jika perlu tahu, hari ini adalah hari dimana dirinya akan menjadi murid baru di sekolah barunya pula. Bukan murid baru yang masuk sebagai siswa tingkat 10, tetapi sudah tingkat 11. Diartikan dengan kata lain, Kim Jaejoong adalah pemuda yang entah menurutnya sial atau apa, dipindahkan dari sekolah lamanya ke sekolah baru. Bisa dibilang murid pindahan.
Sebenarnya Jaejoong agak sedikit tidak setuju mendengar keputusan sang appa yang memindahkan dirinya ke sekolah itu. Alasan tak logis, keinginan dan kemauan. Cih! Bahkan Jaejoong mengganggap hal itu sama saja. Entah setelah ini ia akan merasa nyaman dengan sekolah baru dan semua hal baru atau tidak, baginya semua itu setara dengan sekolahannya yang dulu.
Sempat Jaejoong merasa sebagai peran antagonis setelah berpikir dua kali. Menghela napas, ia menutup kedua mata.
~oOo~ Phase to Get Spirit ~oOo~
Chap I. (Bertemu Kembali)
Copyright © Mikazuki Chizuka
"Dasar pemuda sombong."
Suara amat familiar terdengar begitu saja di telinga Jaejoong, dengan cepat ia membuka mata dan menatap ke arah sumber suara. Terlihat jelas di mata Jaejoong, sesosok pemuda berambut coklat pendek berbola mata hitam berpipi chubby. Ia tahu siapa pemuda itu. Agak sulit ketika ia hendak berkata sesuatu saat rasa terkejut berlebihan juga melanda dirinya.
"J-Junsu? Kau Kim Junsu kan?" ujar Jaejoong kaget seraya membulatkan mata bulatnya yang indah.
"Sebegitu sulitkah kau mengingat teman sepermainan?" ucap Junsu.
Panjang umur, jika bisa Jaejoong berkata seperti itu. Tentu saja, baru saja kan ia memikirkan pemuda yang bernama Kim Junsu itu? Ketahuan, ternyata inilah sahabatnya.
"Ya! Apa maksud perkataanmu itu, hah? Kenapa kau bisa ada di sini? Bukannya kau sudah pindah ke luar kota?" tanya Jaejoong mengedip-ngedipkan kedua mata tegas, salah-salah, ia sedang berhalusinasi tak jelas kerena terlewat rindu dengan sahabat mungkin?
"Jaejoong, kau ini pikun ya sekarang! Baru saja kemarin aku pulang! Aku juga mencoba menghubungi rumahmu, tapi kata umma-mu kau tidak ada di rumah!" bentak Junsu kesal seraya melipat kedua tangan di depan dada.
Jaejoong terdiam. Dipandanginya sosok pemuda pembawaan imut di hadapannya itu. "Kau tampak semakin imut daripada yang terakhir kali aku lihat," katanya memuji.
"Usaha yang bagus, seogsa. Bahkan kau tetap mengataiku seperti itu setelah kita lama tak bersua!" ujar Junsu sedikit membentak.
Jaejoong menghela napas.
"Ayolah Junsu! Kalau aku tahu kau akan pulang, pastinya juga aku selalu ada kan? Jujur saja ya! Bukannya sejak kau pindah ke luar kota, kau yang jarang menghubungiku? Kupikir kau sudah lupa denganku! Sekarang siapa pemuda sombong itu?" ujar Jaejoong berdiri dari duduknya sambil menggoncang-goncangkan tubuh Junsu marah-marah gemas.
Di balik itu, ada kalanya Jaejoong merasa di hari yang tak cerah ini, ia menemukan sebuah arti yang terselip diantaranya. Yaitu kembalilah ia bertemu dengan sosok sahabatnya yang dulu pernah hilang. Bagai alur cerita yang tak jelas dan dipercepat, Jaejoong memastikan bahwa kejadian ini sama dengan pernyataannya yang tependam dalam hati.
"Hah… Kau ini sama sekali tidak berubah," kata Junsu nyengir, "Eh! Tunggu dulu!" Tiba-tiba Junsu langsung memegang pundak Jaejoong dan memutar-mutarkan tubuhnya pula.
"H-hei! Kau kenapa Jun—tunggu!" Sekarang Jaejoong paham, sedari tadi apa yang Junsu maksud, yaitu seragam SMA mereka yang mirip, mungkin bukan mirip lagi, tapi sama!
"Jaejoong! Kau juga murid baru di Shin Ki Senior High School?" tanya Junsu kaget.
"Sama sepertimu kan?" ujar Jaejoong menyeringai licik.
"Setahuku, kau bersekolah di Seoul Senior High School kan? Bagaimana bisa?" tanya Junsu penasaran.
"Ceritanya panjang, mungkin bisa kita bahas lain kali?" ucap Jaejoong.
"Baiklah, itu komentarmu," kata Junsu kembali duduk manis di kursi penumpang.
Jaejoong hanya menggidikkan bahu sebelum mendudukkan diri di samping kanan Junsu. Rintik-rintik hujan yang mengiringi laju bus lama-kelamaan semakin deras, mau tak mau sempat membuat Jaejoong dan Junsu cemas apakah akan sampai tempat tujuan atau tidak. Tapi pemikiran positif adalah kunci terpenting yang mereka pegang.
Tak terasa waktu telah berlalu, bus yang mereka tumpangi melaju perlahan hingga berhenti tepat di depan sebuah gerbang yang menjulang tinggi. Selamat sampai tujuan, lega fakta sebaik ini datang dengan damai. Mereka berdua hendak turun dari bus, lalu berjalan menuju ke sekolah mereka yang baru. Namun, nampaknya Jaejoong enggan untuk melakukan rencana awal, mengharuskan Junsu menaikkan sebelah alis.
"Kenapa Jae? Ada yang salah?" tanya Junsu.
Jaejoong tertunduk, "Err… A-aku…"
"Lupa membawa payung kan?" tebak Junsu yang dijawab Jaejoong dengan sebuah anggukan. Terpaksalah Junsu tersenyum pedih, "Ya! Ternyata kau tidak menganggapku lagi ya?" lanjutnya.
"Eh? Apa maksudmu?"
"Kalau benar kita ini masih sahabat, seharusnya kau tahu apa maksudnya kan?" kata Junsu penuh makna pada kata yang ia lontarkan, membuat Jaejoong harus berpikir ekstra mendengar penyataan Junsu.
Jaejoong tersenyum setelah mengerti arah pembicaraan mereka ke mana, "Langsung saja, pemuda puitis! Kau memang tidak berubah," kata Jaejoong menepuk kepala Junsu.
Junsu menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Ia pun segera mengambil payung dari tas punggungnya, kemudian mengembangkan payung tersebut. Tentu saja masih di dalam bus, mengingat di pagi hari ini sangat kebetulan hanya mereka berdua yang menumpangi bus. Mungkin sebagian murid yang setara dengan mereka berdua langsung berpikir dua kali saat mendapati ramalan cuaca yang tidak diinginkan.
Mengabaikan pernyataan atau opini. Junsu terlebih dahulu turun dari bus, diikuti Jaejoong yang menyusul, segera menyamakan langkah di bawah lindungan payung berwarna merah. Bersamaan dengan itu, Jaejoong sempat merasa bodoh jika mengingat kembali teka-teki perkataan Junsu. Seharusnya ia segera tahu apa artinya, yaitu sesama sahabat pastinya harus berbagi.
Terdengar langkah kaki dua orang yang menggema di sepanjang lorong sekolah, entah mengapa terdengar seperti langkah yang dipercepat. Kedua orang yang diduga menimbulkan suara yang pembelah kesunyian tersebut ternyata adalah Junsu dan Jaejoong. Ya, sepertinya mereka sedang tergesa-gesa memasuki kelas baru mereka demi mengejar jam pelajaran dan materi. Mereka juga sedikit menyesal karena begitu bodoh. Bagaimana tidak? Bagus sekali! Setelah mengomfirmasi diri mereka pada Kepala Sekolah, tanpa ba-bi-bu mereka langsung cabut dari kantor Kepala Sekolah. Berbekal pemberitahuan bahwa mereka berada di kelas tingkat 11-A. Parahnya! Mereka tidak tahu kelas itu ada di mana! Dengan kata lain, sedari tadi mereka tersesat.
Ketika berbelok di tikungan, Jaejoong nampak berlari secara tergesa-gesa dan tidak terlalu teliti memperhatikan arah ke depan. Maka dari itulah ia hanya bisa terkaget mendapati dirinya bertabrakkan dengan seseorang, hingga akhirnya ia terjatuh menyentuh lantai yang keras, tentu saja sang patner dari Jaejoong alias Junsu terlonjak kaget melihat sahabatnya terjatuh begitu saja di depan mata. Dengan panik, ia langsung menghampiri Jaejoong yang jatuh terkapar seraya membantunya untuk duduk sementara.
"Jaejoong! Kau tidak apa-apa kan?" tanya Junsu ikut membersihkan debu yang menempel pada baju seragam Jaejoong.
"Ng… tidak apa, hanya terasa nyeri sedikit di bagian lengan kiriku," ujar Jaejoong menahan sakit di bagian lengan kirinya.
"Ya! Gunakan mata untuk berjalan babo!"
Garis perempatan jalan langsung terlukis manis di kening Jaejoong. Dengan kesal ia menatap tajam ke arah orang yang telah menabraknya secara tidak manusiawi tersebut. Di sana, ia mendapati sesosok pemuda berambut brunette bertubuh kekar terbalut oleh seragam yang sama dengan yang dipakainya, sedang berdiri angkuh di hadapannya. Kedua mata yang kecil dengan tekstur wajah pembawaan tegas tengah memandang Jaejoong datar. Di belakangnya pun ia dapat melihat sosok pemuda lain dengan model rambut yang menurut Jaejoong aneh, menatap dirinya merendahkan dengan wajah bertampang playboy-nya.
'Omo! Pemuda yang cantik!' batin pemuda yang bertabrakan dengan Jaejoong tadi.
"Hei! Jangan menatap temanku seperti itu dong!" seru Junsu kesal seraya membantu Jaejoong agar berdiri.
'Imut,' batin pemuda yang satunya.
"Kenapa kau membentakku, hah? Makanya beritahu pada temanmu yang bodoh ini kalau berjalan gunakan matanya!" bentak pemuda manly itu ketus.
"Ya! Sejak kapan berjalan itu menggunakan mata? Bukannya berjalan itu menggunakan kaki? Sekarang siapa yang sebenarnya babo?" bentak Jaejoong sengit.
Sumpah tujuh turunan, ingin rasanya Jaejoong menyepak pantat pemuda manly itu ke jamban terdekat.
"Ya! Ternyata pemuda ini tidak tahu 'bahasa tingkat tinggi', Jung-ssi. Percuma juga kita berurusan dengan pemuda babo murid pindahan dari Seoul Senior High School dan pemuda tembem yang baru saja pulang kota ini," ujar pemuda playboy memutar kedua mata.
"Yah, kau benar, Park-ssi. Ayo kita pergi," ucap pemuda manly sambil berjalan begitu saja melewati Jaejoong dan Junsu yang nampak menahan marah, diikuti pemuda playboy mengekor di belakang.
"O ya, satu hal lagi," kata pemuda playboy menoleh ke belakang, tepatnya ke arah Junsu dan Jaejoong yang sudah gondok, "kalau ingin ke kelas tingkat 11-A, lurus saja, ada perempatan belok kiri dan yak! Sampai tujuan," lanjut pemuda playboy itu sempat tersenyum sebelum berjalan lagi menyusul temannya.
'Sok cool,' batin Junsu dan Jaejoong bebarengan dengan bulir keringat yang menggantung di belakang kepala mereka.
Jaejoong langsung mengerutkan kening saat mengingat sesuatu, membuat Junsu menaikkan sebelah alis tinggi mendapati reaksi sahabatnya.
"Kenapa Jae?" tanya Junsu.
Jaejoong hanya menggeleng seraya mulai melangkahkan kaki menuju tempat tujuan, dengan Junsu yang segera menyamai langkah Jaejoong di sampingnya.
"Sebenarnya ini juga sangat janggal untukku. Hanya saja… kau merasa ada yang aneh tidak dengan pemuda bertampang playboy tadi?" ucap Jaejoong.
Junsu sempat tertawa renyah mendengar Jaejoong mengatai pemuda sok cool tadi playboy sebelum kembali menaikkan alis tinggi, "Aneh? Apanya yang aneh? Dia itu sangat-sangat-sangat-sangat-sangat menyebalkan!" seru Junsu menghentak-hentakkan kakinya geram.
Jaejoong menepuk jidat, "Bukan sisi yang itu! Kau sadar tidak sih? Bagaimana bisa dia sampai tahu kalau aku ini murid pindahan dan kau yang baru saja pulang kota serta tahu arah kaki kita akan menuju ke kelas tingkat 11-A?" tanya Jaejoong mencubit pipi chubby milik Junsu gemas.
Junsu tertegun sejenak, "Jangan-jangan… dia mempunyai chogwa?" cecarnya menatap ke depan dengan tatapan mematung.
"Chogwa? Apa itu?" tanya Jaejoong penasaran.
Junsu melebarkan kedua mata, "J-jadi kau tidak tahu sekolah ini sekolah apa, Jae?" tanyanya terkejut.
"Justru karena aku tidak tahu itulah makanya aku bertanya padamu!" seru Jaejoong.
Junsu terdiam sejenak.
"Shin Ki Senior High School itu, sebenarnya sekolah yang tidak bisa dikatakan biasa, dengan kata lain sekolah yang luar biasa. Apa kau tahu mengapa bisa sekolah ini disebut demikian?"
Jaejoong menggeleng tanda tidak tahu.
Junsu menghela napas berat, "Karena sebagian kecil murid di sini mempunyai IQ di atas rata-rata. Selain itu, sebagian besar mereka mempunyai kekuatan yang tidak dimiliki oleh manusia normal, dan kekuatan itu disebut chogwa," jelasnya.
"Aku tetap tidak mengerti arah pembicaraanmu itu ke mana."
Junsu langsung menjitak kepala Jaejoong, "Aku percaya kau ini pemuda jenius dengan IQ di atas rata-rata, Jae! Tetapi aku tidak percaya kalau kau sampai tidak tahu apa yang kumaksud!"
"Aish, jika aku sudah tahu jelasnya itu apa, pasti juga tidak akan berpura-pura bodoh kan?"
"Huft… baiklah, misalnya saja pemuda yang katamu playboy tadi, kau sempat berpikir kan apa kejanggalannya? Mungkin itu adalah chogwa miliknya, bisa mengetahui masa lalu dan masa depan, dugaanku sih," ucap Junsu memegang dagu a la detektif.
"Apa? Kau bercanda kan? Bagaimana mungkin manusia bisa mengetahui masa lalu dan masa depan? Sungguh…"
"…tidak bisa diterima logika?" potong Junsu sebelum Jaejoong melanjutkan perkataannya.
Jaejoong mengangguk.
"Lebih tidak bisa diterima logika lagi jika kembali memikirkan bagaimana bisa pemuda playboy tadi tahu tentang kita kan? Padahal baru saja kita bertemu dengannya. Bukannya jika dipikir secara logis malah tidak ada titik temu?" ujar Junsu.
'Benar juga sih,' batin Jaejoong, "Kau mempunyai chogwa juga?"
"Err… punya sih, t-tapi akan keluar hanya dalam keadaan genting," ucap Junsu ragu.
"Apa?"
"Memindahkan roh manusia, benda mati dan hidup juga termasuk."
"Sejak kapan?"
"Pertama kali waktu aku pindah keluar kota, orang tuaku yang memberitahuku."
"Bukannya itu hebat?" puji Jaejoong menundukkan kepala, "Aku tidak mempunyai chogwa, tapi kenapa aku bisa masuk ke Shin Ki Senior High School? Apa karena IQ saja? Rasanya begitu mustahil. Lagipula, aku kan tidak sepintar itu," ucapnya sendu.
Junsu yang melihat sahabatnya semurung ini langsung menepuk punggungnya pelan, "Di mana sahabatku yang selalu semangat itu?" ucapnya nyengir.
Jaejoong langsung menegakkan tubuh.
"Yak! Hadir nomor satu!" kata Jaejoong tersenyum lebar.
Sempat mereka tertawa, tak terasa perbincangan berat telah berlalu, tergantikan dengan rasa gugup ketika mereka sudah sampai di depan pintu kelas mereka yang tertutup. Saling berpandangan sekilas, akhirnya Jaejoong memberanikan diri mengetuk pintu itu sampai tiga kali.
"Masuk!"
Terdengar suara berat khas pria dewasa menyambut ketukan Jaejoong. Menelan ludah secara paksa, Junsu yang bertindak pertama kali dengan memutar kenop pintu dan mendorongnya pelan. Semakin pintu tersebut terbuka lebar, semakin jelas tertangkap oleh retina mata mereka apa pun yang disuguhkan di dalamnya. Hal pertama yang mereka lihat adalah pria dewasa berperawakan besar tinggi dan berbola mata hitam legam.
"Maaf mengganggu, seonsaeng," ucap Jaejoong menunduk, tak berani memandang langsung ke arah gurunya yang terlihat sangar dan sadistic.
"Tidak apa. Mari silahkan masuk," ucap guru itu ramah.
Andai saja Jaejoong tidak mempunyai etika, pasti ia sudah bergubrak ria mendapati kenyataan bahwa guru barunya tidak seburuk dengan apa yang ia pikirkan. Catatan kaki, jangan melihat buku dari sampulnya. Mungkin pengibaratan pernyataan itu sangat cocok untuk keadaan Jaejoong saat ini.
Mengabaikan pikirannya yang sempat kacau, Jaejoong berjalan perlahan memasuki kelas diikuti Junsu yang sudah jantungan setengah mati. Setelah sampai di depan kelas, sempat pula mereka mendengar bisik-bisik tidak jelas dari seluruh murid penghuni kelas baru mereka. Bahkan para gadis ada yang menahan jeritan saat melihat ketampanan atau kecantikan Jaejoong dan keimutan Junsu.
"Yak! Silahkan perkenal diri kalian masing-masing. Mulai dari kau!" perintah guru itu menunjuk Junsu.
Jantung Junsu sudah berdebar tak karuan, tapi ia berusaha mengendalikannya sebaik mungkin agar tidak ada kejadian yang tidak diinginkan.
"Annyeong haseyo? Kim Junsu imnida, murid pindahan dari Dong Bang Senior High School, mohon bantuannya," kata Junsu langsung membungkukkan badan tanda kehormatan dan kembali berdiri tegak.
"Bagus. Ada yang ingin mengajukan pertanyaan?" ucap sang guru melempar pandang ke arah seluruh murid.
"Saya seonsaeng!" seru seorang pemuda dengan suara tenornya.
Sang guru mengangguk dan menyilahkan salah satu siswanya untuk bertanya. Hah! Junsu sudah keringat dingin menghadapi pertanyaan yang sebentar lagi akan dilontarkan teman barunya.
"Apa Junsu-ssi punya bakat di bidang seni musik? Kalau punya, apa?" tanya pemuda bersuara tenor tersebut.
Junsu berpikir sebentar, "Mungkin saya lebih berbakat pada vokal daripada alat musiknya," jawab Junsu diakhiri dengan tersenyum, disambut pemuda tenor dengan senyuman puas.
"Ada lagi?" tanya sang guru.
Mendadak kelas menjadi sangat hening.
"Tidak ada? Baiklah, sekarang giliran anda," kata guru menunjuk Jaejoong.
Jaejoong mengangguk mantab.
"Annyeong, Kim Jaejoong imnida, murid pindahan dari Seoul Senior High School, mohon bantuannya," ucap Jaejoong menundukkan badan dan segera berdiri tegak seperti apa yang dilakukan Junsu.
Guru mengangguk, "Ada yang ingin bertanya?" katanya mengulang.
"Saya," kata sesosok gadis berambut coklat sepinggang.
Guru mengangguk.
"Olahraga dalam bidang apa yang Jaejoong-ssi tekuni?"
"Mm... Sejak kecil saya selalu melatih diri dalam bidang basket," jawab Jaejoong.
Setelah pemuda coklat mendapat jawaban, guru langsung menyela.
"Baiklah sekarang ki..."
"Ada pertanyaan yang akan saya ajukan, seonsaeng," ucap salah satu siswa.
Jaejoong membelalakkan mata kaget begitu pula Junsu yang segera menutup mulutnya yang terbuka lebar tanda bahwa ia juga terkejut. Satu alasan beberapa masalah. Tentu saja kedua pemuda ini terkaget. Bagaimana tidak? Dengan jelas menggunakan mata telanjang, mereka melihat pemuda manly yang tadinya telah bertabrakan dengan Jaejoong! Lalu apa yang mereka lihat sewaktu tadi? Hantu atau bayangan atau halusinasi? Hah! Dunia ini begitu banyak misteri tak terduga.
"Ada masalah?" tanya guru.
Jaejoong dan Junsu menggeleng cepat.
"Baik. Silahkan ajukan pertanyaan, Jung-ssi," ucap guru.
Pemuda manly menggangguk, "Tukar-menukar, jika persamaan (I) adalah 4x-2y = -20, dan persamaan (II) adalah x-2y = 25. Bagaimana cara mencari persamaan dengan dua bilangan yang tak diketahui?" tanya pemuda manly menyeringai.
'Mampus! Soal Matematika! Bagaimana aku menjawabnya? Aku amat lemah dalam pelajaran ini!' batin Jaejoong panik.
'Ya! Lihatlah wajah cantik yang panik itu,' batin pemuda bernama depan Jung tersebut tersenyum licik, "Tunjukkan kalau kau pantas menjadi salah satu murid di Shin Ki Senior High School ini, Kim Jaejoong-ssi," ucapnya kembali menyeringai.
'Sial! Apa pula maksudnya dengan tukar-menukar?' umpat Jaejoong dalam hati.
"Bersedia menjawab, Jaejoong-ssi?" tanya guru.
Jaejoong terdiam, memantabkan hati, ia mengangguk cepat walau hatinya masih ragu.
"Tidak ada tulis-menulis. Dengan kata lain secara lisan, Jae-ssi," kata pemuda hitam lagi.
Jaejoong menahan panik berlebihan.
'Cih! Soal semudah ini dia tidak bisa? Memalukan sekali murid pindahan dari Seoul Senior High School itu! Ini kan hanya metode subtitusi!'
Jaejoong agak geram mendengar suara yang entah dari mana asal-usulnya itu.
'Tunggu dulu! Metode subtitusi?' batin Jaejoong mengingat-ingat, 'Ah! Aku tahu! Ternyata pemuda brengsek ini menjebakku! Lihat saja!' lanjut batin Jaejoong balik menyeringai licik.
"Apakah sebegitu babo-nya anda sampai harus berpikir? Seharusnya jika anda jenius langsung bisa menjawab pertanyaan semudah ini," ucap pemuda manly meremehkan.
Jaejoong menutup mata lalu membukanya perlahan.
"Persamaan (I) adalah, empat 'x' sama dengan dua 'y' min dua puluh, 'x' sama dengan dua 'y' min dua puluh bagi empat. Untuk harga 'x', dimasukkan ke persamaan (II), jadi 'x' ditambah dua 'y' sama dengan dua puluh lima, dua 'y' min dua puluh dibagi empat ditambah dua 'y' sama dengan dua puluh lima, dua 'y' min dua puluh ditambah delapan 'y' dibagi empat sama dengan dua puluh lima, dua 'y' min dua puluh ditambah delapan 'y' sama dengan seratus, dua 'y' ditambah delapan 'y' sama dengan seratus ditambah dua puluh, sepuluh 'y' sama dengan seratus dua puluh, 'y' sama dengan seratus dua puluh dibagi sepuluh sama dengan dua belas. Untuk harga 'y' sama dengan dua belas dimasukkan ke persamaan (I), dengan demikian, empat 'x' min dua puluh empat sama dengan min dua puluh, empat 'x' sama dengan min dua puluh ditambah dua puluh empat, empat 'x' sama dengan empat, 'x' sama dengan empat dibagi empat sama dengan satu," jelas Jaejoong panjang lebar, berhasil membuat sebagian murid di sini yang sudah menebak cara beserta jawabannya langsung terkagum-kagum karena jawaban Jaejoong sangat tepat!
"Bagaimana Jung-ssi?" tanya guru.
Pemuda yang dimaksud nampak berpikir keras, "Bisa dituliskan pada papan tulis agar semua murid di sini tahu?" pintanya.
'Apa-apaan orang ini?' geram Jaejoong dalam hati.
Dengan kesal, Jaejoong menyambar spidol yang ada di atas meja guru, lalu mulai menulis rumusnya secara terperinci. Setelah selesai, Jaejoong meletakkan spidol kembali ke asalnya.
"Adakah pertanyaan lagi yang ingin anda ajukan, Jung-ssi?" kata Jaejoong tersenyum agak dipaksakan.
"Cih!" dengus pemuda manly membuang muka.
Guru mengangguk-anggukkan kepala.
"Baiklah, silahkan duduk di bangku yang kosong, Junsu-ssi, Jaejoong-ssi," perintah Guru.
Jaejoong dan Junsu mengangguk, mereka pun melangkahkan kaki berjalan menuju bangku yang kosong. Sialnya! Bangku kosong tersebut berada di belakang si pemuda manly. Ingin rasanya Jaejoong menggampar wajah sok polos milik pemuda bermarga Jung itu, sayang ia masih mempunyai sopan santun. Yah, mereka hanya bisa berpasrah saja saat sudah duduk di bangku yang kini resmi milik mereka.
Tak berapa lama kemudian, pintu utama kelas tiba-tiba diketuk seseorang dari luar. Mendapat persetujuan dari guru, perlahan pintu itu terbuka.
Syok, kata itulah yang amat pantas menggambarkan keadaan Jaejoong dan Junsu, melihat sosok pemuda playboy sudah melempar senyum sok menawan. Sempat terbengong-bengong juga sih melihat respon dari kebanyakan siswi yang menanggapinya terlalu berlebihan! Fansgirl mungkin?
Pemuda playboy itu berjalan santai menuju ke bangkunya yang… yang… apa? Sebangku dengan pemuda manly songgong ini?
Mereka berdua hanya bisa menahan napas ketika pemuda playboy sudah duduk di tempatnya. Apakah mereka bisa tahan harus dekat-dekat dengan kedua pemuda brengsek ini sampai bel pulang sekolah tiba?
...To be continue…
Annyeong haseyo? Je iremen Zuki imnida. ^^
#disepak
Nyahaha, XD
Yeah, this is me, Mikazuki Chizuka yx nyasar ke Fandom Screenplayers karena gax ada feel buat nglanjutin fic di Fandom sebelah (baca: Naruto). :p
Lantaran pair tersensasional di dunia K-pop ini berhasil menyamai kedudukan SasuNaru di hati Zuki, maka dari itu Zuki buat fic tentang YunJae. :D
Tapi mian kalo masih ada istilah yang salah, abis masih junior di sini. =="
…At last…
…Mind to Review, please? :3…
