Disclaimer: Mbah Sosro *plaakk!* eh maksudnya Kubo Tite
Rate: M *uki tau, pasti ada yg jingkrak2 liat ratex*
Warning: Romance yang diragukan, OOC *positif*, Gaje dgn typhos, dirasa abal2, awas bete, adegan yg bikin pikiran rada ngeres *meski blum nongol*, AU seperti biasa, apalagi ya...? oh iya penyalahgunaan obat... cukup buat dijadikan rate M kan?
" Merokok dapat menyebabkan serangan jantung, kanker paru-paru, impotensi dan gangguan pada kehamilan dan janin!"
Esthétique
by
Poppyholic Uki
…
BRAKK!
BRUKK!
SRRRATTT!
SREEETTTSSS!
BRUUUAAKKKK!
BRRRAAAKKK!
"Haahh... Hahh... Haahh..."
Ichigo selesai melampiaskan kekesalan pada semua lukisan yang ia kerjakan selama ini. Di lantai berceceran cat dan peralatan lukis. Beberapa lukisan rusak dicabik-cabik dengan pisau oleh pelukisnya sendiri. Jendela dengan tirainya dibiarkan terbuka, membawa suara musik keras Rage Again the Machine keluar dari apartemen di atas perkantoran ini.
Ichigo beranjak menuju sofa –yang ia temukan di tempat pembuangan sampah besar– dan mengambil bungkus rokoknya. Diselipkannya sebatang di bibirnya, ia mengambil korek api lalu menyalakan batang rokok yang telah siap itu. Ichigo berjalan mondar-mandir dengan diiringi asap rokok. Pisau untuk melukis itu masih ia pegang di tangan kanannya. Raungan gitar, dentuman bas dan drum, serta teriakan sang vokalis memenuhi gendang telinganya. Ichigo menjatuhkan dirinya di sofa, memeluk kedua lututnya di atas sofa.
"Jujur saja Kurosaki-kun, karyamu itu hampa. Ini yang kau sebut dengan ekspresi? Sebaiknya kau berlatih lagi atau keluar dari sini. Kau hanya buang-buang waktumu jika terus di sini. Aku tidak enak mengatakannya, dengan kemampuan yang begini kau sudah tamat, Kurosaki-kun."
"Cih! Sialan!"
Ichigo kembali mendekati salah satu karyanya, dengan rokok masih terselip di bibirnya. Dilihatnya lagi lukisan yang luput dari amukannya. Lukisan seorang wanita yang mengamati pantulan dirinya di sebuah kolam. Timbul perasaan jijik saat ia melihatnya.
BRAAAKKK!
…
Esthétique: Ichigo's Problem
"Oi! Ichigo!"
"Selamat pagi, Ichigo!"
"Pagi!" jawabnya.
"Kau dicari Urahara, apa yang sudah kau lakukan he?" tanya Keigo.
"Urahara-sensei menunggu di ruangannya. Kalian tidak terlibat sesuatu yang mencurigakan kan?" tanya Mizuiro pula.
"Brengsek! Memangnya aku ini apaan hah!"
"Hahahaha, aku tahu kok." Mizuiro tersenyum.
"Sialan kau!"
"Eh Ichigo, kau punya nomor telepon Nanami-chan tidak?" tanya Keigo.
"Nih! Periksa saja sendiri!" Ichigo selesai mengunci sepedanya dan melemparkan catatan saku yang berisi nomor telepon teman-teman dan kenalannya ke tangan Keigo.
"Kami ada di studio kalau kau ingin mencari-"
"Ya!" jawab Ichigo sambil berlari menuju ruangan dosennya.
"..."
"Dia... Masih membenci ponsel ya?" tanya Keigo.
"Hmm."
Ichigo sedikit terengah-engah menaiki tangga. Begitu membuka ruangan dosennya, ia mendapati seorang wanita yang sedang memakai lagi sepatunya. Sang dosen, telah selesai membuat sketsa. Ini pemandangan biasa baginya. Wanita itu permisi dari ruangan itu.
"Oh, kau sudah datang? Baguslah ini!" Sang dosen memberinya sebuah surat.
"Apa ini?"
"Buka saja."
Ichigo membaca satu per satu kata-kata yang ada dalam surat. Surat rekomendasi pembatalan keikutsertaan Ichigo dalam pameran tahun ini.
"Kurasa kau butuh istirahat."
"Aku ngerti kok!"
Ichigo membanting pintu dan segera menuju studio. Ada beberapa rekan sesama mahasiswa di sana, semua sedang membuat lukisan. Ichigo segera menuju pojok ruangan dan menemukan Mizuiro. Tampaknya ia meminta Ryo dan Keigo untuk menjadi modelnya kali ini.
"Yo Ichigo!"
"Sudah?" tanya Mizuiro.
"Yup!"
"Apa katanya?" Mizuiro bertanya tanpa menoleh pada Ichigo.
"Yahh..."
"Oh, sudah bisa diprediksi sih," komentar si pelukis.
"Eh Ichigo! Dasar kau ini! Tidak hanya nomor Nanami-chan, Orihime-chan, tapi kau juga punya nomor Neliel-chan!" sembur Keigo sambil melempar catatan Ichigo kepada si empunya.
"Jangan bergerak!" perintah Mizuiro.
"Sori."
"..."
"..."
"..."
"..."
"..."
Ichigo terus memperhatikan tangan Mizuiro dan sapuan kuasnya. Gerakan kuasnya halus namun garis yang dihasilkan begitu dinamis. Ichigo sedikit iri melihat itu.
"... Jadi, apa yang akan kau lakukan selanjutnya?" tanya Mizuiro.
"Kau tidak akan bilang akan kencan dengan Orihime-chan kan?" tanya Keigo.
"Hfftt..." Ryo menahan tawanya.
"..."
"Mungkin kau butuh liburan. Siapa tahu inspirasi akan datang menghampiri," Mizuiro terus mencampurkan berbagai warna di kanvas, menciptakan komposisi yang menurutnya pas.
"Oh iya! Ishida kemarin bilang dia perlu asisten buat kenalan mangakanya. Bayarannya lumayan besar, apa kau mau?" tawar Keigo.
"..."
"Bagaimana dengan menjadi model untuk anak-anak baru? Ochi-sensei perlu model laki-laki. Bayarannya memang tidak seberapa tapi lumayan. Berminat?" Ryo pun memberinya saran. Ichigo berpikir sambil terus memperhatikan lukisan yang tengah dikerjakan Mizuiro.
"... Model, ya?"
…
Seminggu telah berlalu sejak Ichigo menempelkan selebaran. Belum ada satu orang pun yang bersedia dengan tawaran menjadi modelnya. Kalaupun ada, Ichigo lah yang menolaknya. Beberapa adik tingkat maupun anak fakultas lain sudah mengatakan berminat untuk menjadi modelnya. Tapi Ichigo merasa belum ada yang mampu menggugah rasa keindahannya. Ini sangat mengganggunya.
Hari sudah petang, cahaya keemasan menembus jendela saat Ichigo merapikan peralatan lukisnya. Di dekatnya ada sebuah asbak yang penuh dengan batang rokok yang telah habis. Saat ia ingin menendang kursi di dekat kakinya, ujung matanya menangkap sosok seseorang di pintu.
"..."
"Ichigo Kurosaki? Benar?"
"Ya?"
"Selebaran ini kau yang membuatnya, kan?" Gadis itu memperlihatkan selebarannya.
"Benar," jawabnya. Ichigo tidak melihat gadis itu, memasukkan peralatannya dan bersiap pulang.
"Aku berminat jadi modelmu."
"..."
Gadis itu menghentikan kegiatan Ichigo dan duduk di kursi yang tadinya ingin dijadikan pelampiasan kekesalan. Ichigo mengamati gadis itu dari rambut hingga ujung kaki.
Dia bertubuh mungil, hampir tidak menarik jika dilihat dari kacamata lelaki pada umumnya. Berambut hitam sehitam malam dengan mata yang bening. Ichigo tidak pernah melihat gadis ini sebelumnya.
"'Rukia Kuchiki', seni rupa," gadis itu bersuara seolah mengerti pikirannya.
"Apa kau baca selebarannya? Aku butuh model telanjang."
"Sudah. Aku tidak memenuhi kualifikasi ya? Memang sih, tidak seksi."
"Punya tato?" tanya Ichigo sambil terus mengamati perempuan yang ada di depannya ini. Dia berjalan mengelilinginya.
"Tidak."
"Tindik?"
"Tidak."
"Bekas suntikan?"
"Tidak."
"Bekas luka?"
"Hmm... Mungkin ada beberapa. Entahlah, aku tidak ingat."
"..."
"..."
"Tidak sesuai harapanmu ya?" tanya si perempuan, memperhatikan salah satu lukisan di studio.
"Tidak. Aku ingin menggambarmu." Ichigo mengambil kursi dan duduk di hadapan si gadis, mengamatinya lebih dekat. "Tapi aku hanya mampu membayar 30ribu."
"Umm... Boleh. Berapa lukisan?"
"... Tidak tahu. Sampai aku rasa telah menemukan lagi kemampuanku."
"Kalau begitu, aku minta lukisan yang nanti sudah jadi."
"Kau ingin lukisan?"
"30ribu dan lukisan yang kau anggap paling bagus. Bagaimana?"
"... Tidak masalah. Tapi aku melukismu di studioku sendiri."
"Boleh. Tapi..."
"Hm?"
"Hanya melukis saja. Tidak ada seks. Setuju?"
"Setuju."
…
Ichigo membawa masuk gadis itu ke apartemen sekaligus studionya. Kekacauan yang dibuatnya seminggu lalu sudah tidak tampak. Semuanya telah ia bakar bersama sampah di pinggir sungai. Gadis itu meletakkan tasnya di atas meja lalu menghampiri jendela, menikmati pemandangan di bawah sana.
"Kau bisa lepas pakaianmu."
Gadis itu menoleh dan menutup kaca jendela. Dia mencari-cari ruangan untuk membuka bajunya. Tapi sayang, tidak ada. Apartemen Ichigo hanyalah sebuah unit kantor kecil yang tidak laku, oleh karena itu Ichigo menyewanya. Tidak ada pilihan, gadis itu mulai melucuti pakaiannya sendiri dan diletakkan di atas sofa. Ichigo tidak memperhatikan, sibuk mempersiapkan kertas untuk sketsa. Saat ia mengangkat wajahnya, sosok perempuan tanpa selembar kain telah berdiri di depannya.
"Kau sudah siap?"
Bersambung...
Pojokan Author: Mo nulis apa ya di pojokan ini... secara ga ada yg istimewa yang bikin uki merealisasi ini fic. Even khusus ga ada, request juga ga ada. Lagu yang mendorong uki bikin juga ga ada, paling cuma lagu akuistik gitar latin doang yg nemenin bikin ini fic itu juga judulnya ga tau. Mo cerita latar belakang rukia, nanti di chap selanjutnya aja. Yah segini aja deh cuap2nya. Yang mo komen, kritik, atau gimana... RnR!
