ERASE
.ONESHOOT.
. . .
Higheels setinggi sepuluh senti dengan model terbaru itu menapak pasti di lantai marmer berwarna hitam. Sang pemakai berambut bob berwarna pirang itu wajahnya tampak seperti biasa. Tidak ada senyum, tidak ada perasaan, hampa, tidak berekspresi.
Malam itu ia memakai tanktop berwarna hitam memberbiarkan belahan dadanya terlihat. Tank top itu di lapisi oleh blazer berwarna senada dengan gliter di area tertentu. Atasan itu di lengkapi rokmini yang hampir di atas pahanya. Satu kata untuk penampilannya, sexy.
Heenim, begitu panggilannya di bar yang berada di tengah gemerlap kehidupan malam kota seoul. Ia melangkahkan kakinya menuju bartender yang langsung berhdapan di pintu masuk. Ia duduk di atas kursi bar yang dekat dengan seorang bartender yang sedang membelakanginya karena sibuk membuat minuman untuk pelanggan.
"chogi.." sapanya. Sang bartender bermata sipit itu menoleh merasa tidak asing dengan suara satu itu. ia menyeringai menatap Heenim dari kepala sampai ke belahan dadanya. "seperti biasa?" tanyanya menawari sesuatu yang biasa di pesan oleh Heenim. Heenim mengangguk mengiyakan sambil tersenyum manis. "seperti biasa." Bartender bernama Hankyung itu membentuk bulatan dengan dua jarinya lalu berbalik lagi membuatkan minuman untuk Heenim.
Sambil menunggu minumannya selesai Heenim iseng menatap sekitarnya. Seperti biasa, klub ini kadang sepi kadang ramai. Sekarang giliran klub ini sepi dan Heenim menyukainya. Ia tidak terlalu suka keramaian, menurutnya itu mengusiknya.
Ia menatap lurus lantai dansa yang hanya ada beberapa wanita penari dan om om hidung belang sedang menari. Ia melamun, memikirkan apa yang seharian ini sudah terjadi. Hari yang berat terjadi hari ini. mulai dari orang tuanya terlalu mengatur kehidupannya, para penghuni kantor yang hampir sama dengan orang tuanya, terlalu mengusik hidupnya, sahabat yang berkhianat, kekasihnya yang tidak punya waktu untuknya, berbagai macam hal terjadi.
Klub ini adalah satu-satunya tempat pelariannya, terutama bartender yang sedang membuat minuman di sana. Ia adalah satu-satunya alasan mengapa Heenim suka ke tempat yang… biasanya orang kalangan atas sepertinya tidak suka kunjungi. Hanya sebuah klub menengah untuk orang yng tidak terlalu banyak memiliki uang. Tapi Heenim suka klub ini, dan bartender itu.
"hannie~~ kenapa lama sekali? Aku haus." Ucapnya manja memanggil Hankyung yang masih membelakanginya. "sabar sebentar manis, aku sedang membuat yang special untukmu." Heechul tersipu malu melihat perlakuan manis dari Hankyung. Saat-saat seperti ini yang membuatnya malu, bukan maksud hanya menjadikan Hankyung pelarian, tapi untuk saat ini Hankyung lah yang hanya bisa membuatnya lupa akan kehidupan nyata.
"ingat, aku hanya akan memberikan satu gelas untuk mu." Ucap Hankyung datang dengan segelas minuman berwarna pink gradasi dengan warna merah. Heenim menatap minuman itu memperhatikannya. Merah, warna kesukaannya. Sesuai dnegan sifatnya yang pemarah tapi mudah hancur. "kenapa? Apa minuman di sini sedang habis stoknya? Perlu aku yang belikan?" ucap Heenim memicingkan matanya pada Hankyung.
Hankyung hanya tersenyum lalu mencubit pipi Heenim yang merona karena blush on itu. "aku tidak mau kau mabuk dan bangun di apartemenku lagi." ucapnya mencondongkan tubuhnya mendekati Heenim.
Heenim mendecak kesal. "aku tidak masalah dengan itu." ucapnya santai. "aku yang akan bermasalah, kim Heechul." Heenim mengerutkan alisnya menatap Hankyung tidak suka. "sudah ku bilang kalau kita bersama jangan pernah memanggilku dengan sebutan kim Heechul, aku Heenim. Heechul itu seorang pengecut." Ucapnya dengan nada yang cukup tinggi dan penekanan di kalimat terakhir.
Hankyung menghela nafasnya. "baiklah, tapi aku tidak mau bermasalah arra?" Tanya Hankyung lalu mengecup bibir merah Heenim yang merah karena lipstick itu. kemudian Hankyung kembali menjalankan aktifitasnya melayani para pelanggan. ketika Hankyung berbalik seseorang yang berjarak 3 kursi dari Heenim memanggil Hankyung.
Heenim yang merasa mengenal suara itu lalu menoleh. Betapa terkejutnya ia melihat orang itu. laki-laki betubuh atletis dengan setelan berwarna coklat dengan rambut yang di pomade ke belakang terkesan maskulin dengan beberapa rambut halus di bagian dagu dan pipinya. beberapa kali ia mengerjapkan mata untuk mencek bahwa penglihatannya masih bagus dan ia tidak salah liat. Laki-laki yang di perhatikannya itupun menoleh dan bertemu tatap dengan Heenim. Ia menatap Heenim dengan dingin. Begitu juga dengan Heenim, ia balas menatap laki-laki itu dengan kilatan penuh kesedihan dan kekecewaan.
Merasa yang aneh dengan kedua orang yang ada di hadapannya Hankyung memperhatikan arti tatapan mereka. Beberapa saat kemudian ia sadar dan mengerti. Ia mencoba untuk tidak ikut campur dan kembali membuat minuman untuk pelanggannya itu.
. . .
Sinar matahari masuk menembus jendela kamar yang berukuran kecil itu menyinari seorang wanita bertubuh sexy yang masih memejamkan matanya dengan tubuh yang hanya di lapisi kemeja laki-laki tanpa dalaman sehelai pun.
Ia mengucak-ucak matanya kesilauan. Ia pun menggulingkan badannya kesamping ketempat yang tidak di jangkau sinar matahari lalu pelan-pelan membuka mata.
Pagi itu ia di suguhi seorang laki-laki berperawakan tegap yang sedang berdiri di depan jendela sambil memegang secangkir kopi. Laki-laki itu tersenyum dengan senyuman maut yang di milikinya menatap wanita yang menggeliat di kasurnya. "pagi." Sapanya.
Si wanita masih mencoba mengumpulkan jiwanya yang masih melayang akibat bermabuk-mabukan pada malam sebelumnya. "hoaam… pagi." Ucapnya sambil menguap lalu bangun terduduk di kasur. Ia melirik kanan kiri mencari sesuatu.
"pakaian mu sedang ku cuci." Ucap laki-laki itu mendekat dan duduk di sampingnya. "ahh aku melakukannya lagi." gumamnya sambil menguap lagi.
"kita. 'kita' melakukannya lagi." koreksi Hankyung menatap Heenim yang sibuk merapikan rambutnya yang berhamburan. "heum." Gumam Heenim. Ia merapatkan dirinya pada Hankyung. Hankyung pun mendekapnya dengan sebelah tangan. Jari-jari lentiknya bermain di wajah Hankyung. "tapi aku suka." Bisiknya.
Hankyung terkekeh mendengar pengakuan cukup polos untuk seseorang yang liar seperti Heenim. "kau suka?" Tanya Hankyung menaruh gelas kopinya di meja nakas lalu memeluk Heenim dengan kedua tangannya. Heenim mengangguk menggesekan kepalanya di dada Hankyung. "mau lagi?" bisik Hankyung membuat Heenim melepas pelukannya dan memukul pelan Hankyung. Tapi pipinya mulai merona lagi.
"apa bajuku sudah kering?" tanyanya mengalihkan pembicaraan. "aku akan cek." Ucap Hankyung berdiri dan membalikkan badannya. Tak lama Hankyung pergi, sebuah entah dari mana sumbernya berkumandang.
'Neol sarang hangeol jiwo(jiwo)
aku akan menghapus cintaku padamu
Ni jeonbwomeonho jiwo(jiwo)
aku akan menghapus nomor telefonmu
Urin andwae no no wollae geuron sai yeah~~
kita tidak akan bisa bersatu nono seperti ini lah hubungan kita sebenarnya~~'
Terpampang fotonya dengan kekasihnya, bukan, kekasihnya yang sebenarnya, bukan Hankyung. Tertera juga nama pemanggil di layar itu. ' MaSiwon~' panggilan kesayangannya untuk sang kekasih. Ia pun menggeser ikon berwarna hijau itu dan menempelkan handphone di telingannya.
"akhirnya kau meneleponku.." ucapnya tidak sadar telah mengeluarkan kata-kata itu. "maaf, aku bukan bermaksud.." lanjutnya lagi menyesal.
"gwechana, kemana kau tadi semalam? Orang tuamu mencarimu."
Heenim mendecak. "bilang pada mereka, aku bukan anak sma yang harus di cari dan harus ada di rumah pukul sepuluh, aku punya kehidupan."
"aku akan katakan itu, tapi dimana kau semalam?"
"tempat yang kau tidak perlu tahu."
"arraseo, jangan melakukan hal aneh."
"sudah kuduga."
"apa maksudmu?"
"kau pasti tidak peduli kan? mau aku tidur di jalan juga kau tidak akan peduli, sampai kapanpun kau hanya akan peduli dengan pekerjaanmu itu."
Belum sempat orang yang di seberang sana menjawab perkatannya ia sudah menggeser ikon berwarna merah di layar dan membanting handphonenya di kasur putih itu. Hankyung kembali dengan beberapa pakaian di tangannya. Ia melihat Heenim memeluk lutut dnegan tubuh bergetar.
Hankyung pun mendekatinya. Semakin dekat, ia bisa mendengar suara isakan tangis keluar dari bibir Heenim. Hankyung menusap kepala Heenim lembut. "kau kenapa? Baru ku tinggal sebentar sudah begini."
Heenim pun mendongak menatap Hankyung. Matanya merah, air mata tak berbendung pun mengalir begitu saja membentuk aliran sungai di wajah cantiknya. "kau tau? Tadi dia menelponku." Ucapnya.
"bukankah itu bagus?"
"tapi karena orang tuaku, dan itu menyakiti hatiku." Ucap Heenim kembali dengan isakan. Merasa tidak sanggup melihat wanita secantik Heenim menangis di hadapannya, Hankyung memeluk kembali Heenim. Ia meminjamkan pundaknya untuk Heenim melepas rasa yang mengganjal di hati. ia tidak tau harus berbuat apa, hanya ini yang bisa ia lakukan. mengusap punggung Heenim agar membuatnya lebih nyaman.
"menangislah kalau itu membuatmu lebih baik."
. . .
Pemandangan malam kota seoul itu cukup indah dari ruangan privasi yang berada pada lantai paling atas sebuah restorant ternama di kota itu. namun Heenim menatap pemandangan itu dengan tatapan hampa. Hanya rasa cemas dan sedih yang menyelimuti dirinya. Seharusnya ini menjadi makan malam romantis seperti yang sudah di janjikan orang itu.
Namun ketika jam sudah menunjukkan pukul 12, orang itu belum juga menampakan bayangannya sedikitpun. Beberapa kali Heenim mendial kontaknya namun hanya suara operator yang menjawab. 'apakah dia lupa?' 'atau ia dengan wanita lain?' Heenim segera menepis pikiran negativenya itu. mungkin saja ia masih sibuk bekerja , Siwon bukan dirinya yang suka bermain laki-laki. Tapi, hey, dia melakukan itu juga karena Siwon tidak pernah memperdulikannya.
Pernahkah ia mempunyai momen istimewa dengan Siwon? Coba ia pikir dulu..
Heenim memejam matanya mencoba mengingat-ingat momen indahnya dengan Siwon. Momen itu pernah ada saat mereka masih tahap pengenalan dan masa awal mereka berpacaran. Dulu, mereka layak sepasang kekasih normal.
Makan malam romantis, kencan di akhir minggu, menghabiskan malam berdua, menikmati kembang api, bermain-main seolah mereka tidak pernah memiliki kehidupan nyata dan seolah-olah dunia hanya milik mereka berdua.
Namun entah sejak kapan. Mungkin sejak ayah Siwon memberikan jabatannya pada Siwon, sebuah tembok besar seolah terbangun di antara mereka seperti tembok berlin. Berkali-kali Heenim mencoba menghancurkan tembok itu tetapi malah berakhir memperkuat tembok itu atau lebih tepatnya mempertebalnya.
Sumpah demi apapun, Heenim sangat merindukan momen sebelum sebuah tembok itu menghalanginya. ia merindukan semua yang berhubungan dengan Siwon, aroma tubuhnya, senyumnya, kekonyolannya, tatapan lembutnya, dan yang paling di rindukannya adalah ciuman lembut penuh cinta yang hanya di tujukan untuknya. Hanya untuknya.
Tanpa sadar air mata mengalir di pipi mulusnya. Mengalir begitu saja seperti anak sungai. Tanpa sadar juga, jemarinya sudah memegangi bibirnya membayangkan bibir Siwon yang entah sudah berapa lama tidak pernah tersentuh lagi oleh Siwon.
. . .
Mobil sedan mewah berwarna merah itu berhenti di depan sebuah restoran di tengah kota yang sudah hampir gelap gulita kecuali klub klub malam yang masih beroperasi di jam tengah malam. Pria berjas itu duduk di balik kemudinya mencoba mendial seseorang. Namun tidak ada jawaban, jelas, ini sudah jam 2 malam. Ia mengutuk dirinya sendiri mengapa ia bisa lupa hari sepenting ini, ini hari ke1000 mereka jadian tapi malah berakhir dengan kesalahan konyolnya karena ia melupakannya.
Ia sudah memastikan kalau pacarnya, Heechul, pasti sudah marah besar dengannya, tapi ia tau sifat Heechul. Ia yakin selama Heechul masih mencintainya, Heechul pasti masih menunggunya di atas sana di lantai teratas gedung di hadapannya ini. ia mencoba turun dan memasuki gedung tinggi itu. namun restoran itu sudah sangat sepi dan akan tutup 15 menit lagi.
Sesampainya di ruangan privasi itu, ia berharap di sana, ada Heechul menunggunya. Walaupun dengan tatapan tajam dan linangan airmata, ia berharap Heechul masih menunggunya. Namun, ekspetasi tidak seindah realita. Ruangan itu sudah bersih rapid an tidak ada siapa-siapa di sana.
Siwon memanggil seorang pelayan dan bertanya apakah ada seorang wanita di sini. "dia sudah pulan sejak 1 jam lalu dengan keadaan mabuk." Ucap pelayan itu. Siwon mengerutkan keningnya. "dia pulang sendiri, kau membiarkannya pulang dengan keadaan mabuk?" Tanya Siwon lagi.
Pelayan itu menggeleng. "dia pulang dengan seorang pria." Jantung Siwon serasa di remas mendengar kata 'pria'. "terima kasih." Ucap Siwon lesu kemudian turun kembali ke parkiran. Ia berjalan lunglai menuju mobilnya.
Di balik kemudi ia menyesali kebodohannya sendiri tidak seharusnya ia tenggelam dalam pekerjaan, tidak seharusnya ia tidak menghiraukan Heechul. Heechul pasti sudah sangat membencinya. Sangat membencinya sampai Heechul jatuh di tangan pria lain. ia kembali menatap handphonenya. Ada 100 panggilan tak terjawab. Semua panggilan tak terjawab itu dari Heechul.
Siwon menghela nafas berat. "harrrh!" kesalnya memukul kemudi. Melampiaskan amarah untuk dirinya sendiri. Untuk kebodohannya.
. . .
Hankyung membuyarkan aksi tatap menatap antara Siwon dan Heenim dengan meletakkan gelas kaca itu cukup keras sehingga menimbulkan bunyi. Siwon yang tersadar langsung menoleh pada minuman yang di letakkan oleh Hankyung.
"selamat menikmati." Ucap Hankyung sambil tersenyum kaku pada Siwon. Siwon hanya membalasnya dengan anggukan lalu kembali menoleh pada Heenim. Heenim sudah mengalihkan pandangannya pada handphone yang ada di hadapannya sambil sesekali menyedot minuman berwarna merah itu.
Siwon pun mengeluarkan handphonenya dan mendial seseorang. Terdengar getaran dari handphone seseorang yang berjarak dengannya. Heenim, si pemilik handphone itu hanya memandangi layarnya yang bergetar lalu membalik handphonenya enggan untuk mengangkat. Sementara lagu erase yang di nyanyikan oleh pasangan duet hyorin dan jooyoung masih berkumandang di tengah gemuruh suara klub malam itu.
Hankyung yang berdiri di hadapan Heenim melirik handphone Heenim yang masih berbunyi. "siapa?" tanyanya iseng, padahal ia sudah tau siapa yang menelepon. Heenim hanya menyengir menanggapi pertanyaan Hankyung. Ia memperlihatkan layar handphonenya. "lihat, hanya nomor tidak di kenal." Ucapnya menunjukkan beberapa digit nomor di layar hanphonenya.
Sementara seseorang yang tidak jauh darinya, hanya menatap dingin dua orang yang cukup mesra di ujung sana. Heenim yang merasakan tatapan itu menoleh menatap Siwon dengan tatapan meremehkan sambil menggenggam tangan Hankyung.
Tatapannya seolah mengatakan. 'aku sudah memilihnya, dan ini karena dirimu.'
. . .
*END*
A/N: terinspirasi penuh oleh MV dan lagu Erasenya hyorin dan jooyoung…. Langsung terpikir sihanchul /? Kkkk semoga kalian suka ya readers mumumu.
Rnr?
_lady Chulhee_
